Surah CAHAYA
|
|
سُوۡرَةُ النُّور
|
Dengan menyebut nama
Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
|
|
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
|
[Ini adalah] satu
surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan [menjalankan hukum-hukum yang ada
di dalam]nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas, agar kamu
selalu mengingatinya. (1)
|
|
سُورَةٌ أَنزَلۡنَـٰهَا
وَفَرَضۡنَـٰهَا وَأَنزَلۡنَا فِيہَآ ءَايَـٰتِۭ بَيِّنَـٰتٍ۬ لَّعَلَّكُمۡ
تَذَكَّرُونَ (١)
|
|
||
001. Ini adalah (suatu surah yang Kami turunkan dan Kami
wajibkan) dapat dibaca secara Takhfif, yaitu Faradhnaahaa, dapat pula dibaca
secara Musyaddad, yaitu Farradhnaahaa. Dikatakan demikian karena banyaknya
fardu-fardu atau kewajiban-kewajiban yang terkandung di dalamnya (dan Kami
turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas) yakni jelas dan gamblang
maksud-maksudnya (agar kalian selalu mengingatnya) asal kata Tadzakkaruuna
ialah Tatadzakkaruuna, kemudian huruf Ta yang kedua diidgamkan kepada huruf
Zal, sehingga menjadi Tadzakkaruuna, artinya mengambil pelajaran daripadanya.
|
||
Perempuan yang berzina
dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya
seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu
untuk [menjalankan] agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari
akhirat, dan hendaklah [pelaksanaan] hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan dari orang-orang yang beriman. (2)
|
|
ٱلزَّانِيَةُ
وَٱلزَّانِى فَٱجۡلِدُواْ كُلَّ وَٲحِدٍ۬ مِّنۡہُمَا مِاْئَةَ جَلۡدَةٍ۬ۖ وَلَا
تَأۡخُذۡكُم بِہِمَا رَأۡفَةٌ۬ فِى دِينِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ
بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِۖ وَلۡيَشۡہَدۡ عَذَابَہُمَا طَآٮِٕفَةٌ۬ مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ (٢)
|
|
||
002. (Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina)
kedua-duanya bukan muhshan atau orang yang terpelihara dari berzina
disebabkan telah kawin. Hadd bagi pelaku zina muhshan adalah rajam, menurut
keterangan dari Sunah. Huruf Al yang memasuki kedua lafal ini adalah Al
Maushulah sekaligus sebagai Mubtada, mengingat kedudukan Mubtada di sini
mirip dengan Syarat, maka Khabarnya kemasukan huruf Fa, sebagaimana yang
disebutkan dalam ayat berikutnya, yaitu, (maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera) yakni sebanyak seratus kali pukulan. Jika
dikatakan Jaladahu artinya ia memukul kulit seseorang; makna yang dimaksud
adalah mendera. Kemudian ditambahkan hukuman pelaku zina yang bukan muhshan
ini menurut keterangan dari Sunah, yaitu harus diasingkan atau dibuang selama
satu tahun penuh. Bagi hamba sahaya hanya dikenakan hukuman separuh dari
hukuman orang yang merdeka tadi (dan janganlah belas kasihan kalian kepada
keduanya mencegah kalian untuk menjalankan agama Allah) yakni hukum-Nya,
seumpamanya kalian melalaikan sesuatu dari hudud yang harus diterima keduanya
(jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhirat) yaitu hari berbangkit.
Dalam ungkapan ayat ini terkandung anjuran untuk melakukan pengertian yang
terkandung sebelum syarat. Ungkapan sebelum syarat tadi, yaitu kalimat
"Dan janganlah belas kasihan kalian kepada keduanya, mencegah kalian untuk
menjalankan hukum Allah", merupakan Jawab dari Syarat, atau menunjukkan
kepada pengertian Jawab Syarat (dan hendaklah hukuman mereka berdua
disaksikan) dalam pelaksanaan hukuman deranya (oleh sekumpulan dari
orang-orang yang beriman) menurut suatu pendapat para saksi itu cukup tiga
orang saja; sedangkan menurut pendapat yang lain, bahwa saksi-saksi itu
jumlahnya harus sama dengan para saksi perbuatan zina, yaitu sebanyak empat
orang saksi laki-laki.
|
||
Laki-laki yang berzina
tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang
musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki
yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas
orang-orang yang mu’min [1029]. (3)
|
|
ٱلزَّانِى لَا يَنكِحُ
إِلَّا زَانِيَةً أَوۡ مُشۡرِكَةً۬ وَٱلزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَآ إِلَّا زَانٍ
أَوۡ مُشۡرِكٌ۬ۚ وَحُرِّمَ ذَٲلِكَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ (٣)
|
|
||
[1029].
Maksud ayat ini ialah: tidak pantas orang yang beriman kawin dengan yang
berzina, demikian pula sebaliknya.
|
||
|
||
003. (Laki-laki yang berzina tidak menikahi) (melainkan
perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang
berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki
yang musyrik) pasangan yang cocok buat masing-masingnya sebagaimana yang
telah disebutkan tadi (dan yang demikian itu diharamkan) menikahi
perempuan-perempuan yang berzina (atas orang-orang Mukmin) yang terpilih.
Ayat ini diturunkan tatkala orang-orang miskin dari kalangan sahabat
Muhajirin berniat untuk mengawini para pelacur orang-orang musyrik, karena
mereka orang kaya-kaya. Kaum Muhajirin yang miskin menyangka kekayaan yang
dimilikinya itu akan dapat menanggung nafkah mereka. Karena itu dikatakan,
bahwa pengharaman ini khusus bagi para sahabat Muhajirin yang miskin tadi.
Tetapi menurut pendapat yang lain mengatakan pengharaman ini bersifat umum
dan menyeluruh, kemudian ayat ini dinasakh oleh firman-Nya yang lain, yaitu,
"Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kalian..."
(Q.S. An Nur, 32).
|
||
Dan orang-orang yang
menuduh wanita-wanita yang baik-baik [1030] [berbuat zina] dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi,
maka deralah mereka [yang menuduh itu] delapan puluh kali dera, dan janganlah
kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah
orang-orang yang fasik. (4)
|
|
وَٱلَّذِينَ يَرۡمُونَ
ٱلۡمُحۡصَنَـٰتِ ثُمَّ لَمۡ يَأۡتُواْ بِأَرۡبَعَةِ شُہَدَآءَ فَٱجۡلِدُوهُمۡ
ثَمَـٰنِينَ جَلۡدَةً۬ وَلَا تَقۡبَلُواْ لَهُمۡ شَہَـٰدَةً أَبَدً۬اۚ
وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡفَـٰسِقُونَ (٤)
|
|
||
[1030] Yang
dimaksud "wanita-wanita yang baik" disini adalah wanita-wanita yang
suci, akil balig dan muslimah.
SEBAB TURUNNYA
AYAT: Imam Bukhari mengetengahkan
sebuah hadis melalui jalur Ikrimah yang ia terima dari sahabat Ibnu Abbas
r.a., bahwasanya Hilal ibnu Umaiah telah menuduh istrinya berbuat zina di
hadapan Nabi saw., lalu Nabi saw. berkata kepadanya, "Datangkanlah buktimu
atau hadd akan menimpa punggungmu". Hilal menjawab, "Wahai
Rasulullah! Jika seseorang di antara kita melihat
ada seorang laki-laki bersama dengan istrinya, apakah ia harus pergi mencari
bukti juga?" Nabi saw. tetap mengatakan, "Datangkanlah bukti atau
hukuman hadd akan menimpa punggungmu". Hilal menjawab, "Demi Tuhan
yang telah mengutusmu dengan sebenarnya, sesungguhnya aku benar dalam
perkataanku ini dan sungguh Allah pasti akan menurunkan wahyu yang
membebaskan punggungku dari hukuman Hadd". Kemudian turunlah malaikat
Jibril membawa firman-Nya kepada Nabi saw., dan membacakannya kepada dia
yaitu firman-Nya, "Dan orang-orang yang menuduh istrinya
(berzina)..." (Q.S. An Nur, 6). sampai dengan firman-Nya, "Jika
suaminya itu termasuk orang-orang yang benar..." (Q.S. An Nur, 9). Hadis
di atas diketengahkan pula oleh Imam Ahmad, hanya saja lafal hadis yang
diriwayatkannya berbunyi seperti berikut ini, "Ketika turun firman-Nya,
'Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan
mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang
menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kalian terima kesaksian
mereka buat gelama-lamanya.' (Q.S. An Nur, 4). Maka Saad ibnu Ubadah pemimpin
sahabat Anshar mengatakan, 'Apakah memang demikian bunyi ayat tersebut, wahai
Rasulullah?' Lalu Rasulullah saw. bersabda, 'Hai orang-orang Anshar! Tidakkah
kamu mendengar apa yang telah dikatakan oleh pemimpin kalian ini?' Mereka
menjawab, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia (Saad ibnu Ubadah) adalah
lelaki yang amat cemburuan. Demi Allah, tidak sekali-kali dia melamar seorang
wanita, kemudian ada seorang lelaki dari kalangan kami yang berani untuk
mengawininya, karena sifat cemburunya yang sangat keras itu.' Lalu Saad
berkata, 'Demi Allah, wahai Rasulullah! Aku percaya ayat itu benar-benar dari
sisi Allah, tetapi aku merasa heran, seandainya aku menemukan paha wanita
yang dinaiki oleh laki-laki, apakah aku tidak boleh melarang dan
menjauhkannya dari perbuatannya itu hingga terlebih dahulu aku harus mendatangkan
empat orang saksi. Demi Allah, aku tidak akan mendatangkan dahulu saksi-saksi
itu, karena niscaya dia dapat memenuhi kebutuhannya terlebih dahulu'".
Selanjutnya Imam Ahmad menceritakan bahwa tidak lama kemudian setelah
peristiwa itu, terjadi pula peristiwa lain yang menyangkut diri Hilal bin
Umaiah; dia adalah salah seorang dari tiga orang yang telah diterima
tobatnya. Dia baru datang dari kampungnya pada waktu Isya, lalu ia menjumpai
istrinya bersama dengan lelaki lain. Ia melihat dengan mata kepala sendiri
dan mendengar dengan telinga sendiri peristiwa tersebut, akan tetapi ia tidak
bertindak apa-apa terhadap laki-laki itu, hingga keesokan harinya. Lalu
pagi-pagi ia pergi menghadap kepada Rasulullah saw. seraya berkata kepadanya,
"Sesungguhnya aku datang kepada istriku di waktu Isya, kemudian aku
menemukan ada laki-laki lain bersamanya, aku melihat dengan mata kepala
sendiri apa yang ia perbuat terhadap istriku dan aku pun mendengar dengan
telingaku apa yang mereka katakan". Akan tetapi kelihatan Rasulullah
saw. tidak menyukai apa yang dia sampaikan itu, bahkan beliau tampak marah
kepadanya. Orang-orang Anshar berkata, "Kami telah mendapat cobaan
dengan apa yang telah dikatakan oleh Saad bin Ubadah, sekarang Rasulullah
saw. akan mendera Hilal bin Umaiah, serta membatalkan kesaksiannya di
kalangan orang-orang Mukmin lainnya". Hilal berkata, "Demi Allah,
sesungguhnya aku berharap semoga Allah memberikan untukku jalan keluar dari
perkara ini". Demi Allah, sesungguhnya Rasulullah saw. telah bermaksud untuk
memberikan perintah, supaya Hilal dihukum dera. Maka pada saat itu juga
turunlah wahyu kepadanya, lalu beliau menahan perintahnya hingga selesai
wahyu yang diturunkan kepadanya. Wahyu itu adalah, "Dan orang-orang yang
menuduh istrinya (berzina)..." (Q.S. An Nur, 6). Abu Ya'la
mengetengahkan hadis yang serupa, hanya ia mengemukakannya melalui hadis yang
bersumber dari sahabat Anas r.a. Syaikhain dan lain-lainnya mengetengahkan
sebuah hadis melalui Sahl ibnu Saad yang menceritakan bahwa Uwaimir datang kepada
Ashim ibnu Addiy, lalu Uwaimir berkata, "Tanyakanlah kepada Rasulullah
saw. demi untukku, bagaimana jika seorang lelaki menemukan istrinya sedang
bersama dengan lelaki lain, lalu ia membunuhnya, apakah ia akan dibunuh pula
karenanya? Atau bagaimanakah seharusnya yang ia lakukan?" Selanjutnya
Ashim menanyakannya kepada Rasulullah saw., Rasulullah saw. mencela orang
yang menanyakannya. Lalu Ashim ditemui lagi oleh Uwaimir yang langsung
bertanya, "Apakah yang telah kamu lakukan (bagaimana hasilya)?"
Ashim menjawab, "Tiada jawaban, sesungguhnya kamu datang kepadaku bukan
dengan membawa kebaikan, aku telah bertanya kepada Rasulullah saw. tetapi
ternyata beliau mencela orang yang menanyakannya". Uwaimir langsung
berkata, "Demi Allah, aku akan datang sendiri kepada Rasulullah saw.
untuk menanyakannya". Lalu ia menanyakannya kepada Rasulullah saw. dan
Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan
dengan diri kamu dan istrimu", dan seterusnya. Hafiz ibnu Hajar
mengatakan bahwa para Imam telah berselisih pendapat sehubungan dengan
masalah ini. Di antara mereka ada yang mentarjih atau menguatkan bahwa ayat
ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa Uwaimir tadi. Di antara mereka juga
ada yang mentarjih bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa
Hilal. Ada juga yang menghimpunkan kedua pendapat tersebut, bahwa peristiwa
ini pada mulanya bersumber dari Hilal, kemudian bertepatan pula dengan
kedatangan Uwaimir. Lalu turunlah ayat ini berkenaan dengan keduanya
sekaligus. Berangkat dari pengertian yang terakhir tadi, Imam Nawawi kemudian
diikuti oleh Imam Al Khathib cenderung mengatakan bahwa, barangkali peristiwa
tersebut bertepatan dialami oleh keduanya secara berbarengan. Hafizh ibnu
Hajar sendiri mengatakan, dapat disimpulkan bahwa turunnya ayat ini lebih
dahulu yaitu berkenaan dengan peristiwa Hilal, kemudian ketika Uwaimir datang
dan ia belum mengetahui apa yang telah terjadi dengan Hilal, maka Nabi saw.
memberitahukan hal itu kepadanya, yakni tentang hukumnya. Oleh sebab itu
dalam hadis Hilal disebutkan, maka turunlah malaikat Jibril membawa wahyu. Di
dalam kisah mengenai Uwaimir disebutkan, bahwa Nabi saw. bersabda,
"Sungguh Allah telah menurunkan wahyu-Nya mengenaimu". Maka Sabda
Nabi saw. tadi ditakwil, bahwa telah diturunkan penjelasan hukum oleh wahyu
sehubungan dengan peristiwa seseorang yang mirip kasusnya dengan kasusmu ini.
Berdasarkan pengertian tadi lbnu Shabbagh di dalam kitab Asy Syamil
mengatakan pendapat tadi di dalam jawaban yang dikemukakannya. Tetapi
Qurthubi lebih cenderung mengatakan, bahwa ayat ini turun dua kali; dan hal
ini boleh. Al Bazzar mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Zaid ibnu
Muthi' yang ia terima dari Huzaifah, yang menceritakan bahwa Rasulullah saw.
bertanya kepada Abu Bakar, "Seandainya kamu melihat lelaki lain bersama
dengan Umu Rauman, apakah yang akan kamu lakukan terhadap lelaki itu?"
Abu Bakar menjawab, "Aku akan berbuat keburukan terhadapnya". Nabi
saw. bertanya, "Kamu bagaimanakan, hai 'Umar?" Umar menjawab, "Aku
katakan, semoga Allah melaknat orang yang tidak mampu berbuat apa-apa
terhadap lelaki itu, sesungguhnya dia adalah orang yang kotor", maka
turunlah ayat ini.
|
||
|
||
004. (Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang
baik-baik) menuduh berzina wanita-wanita yang memelihara dirinya dari
perbuatan zina (dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi) yang
menyaksikan perbuatan zina mereka dengan mata kepala sendiri (maka deralah
mereka) bagi masing-masing dari mereka (delapan puluh kali dera, dan
janganlah kalian terima kesaksian mereka) dalam suatu perkara pun (buat
selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik) karena mereka telah
melakukan dosa besar.
|
||
kecuali orang-orang
yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki [dirinya], maka sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (5)
|
|
إِلَّا ٱلَّذِينَ
تَابُواْ مِنۢ بَعۡدِ ذَٲلِكَ وَأَصۡلَحُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ۬
(٥)
|
|
||
005. (Kecuali orang-orang yang bertobat sesudah itu dan
memperbaiki) amal perbuatan mereka (maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun)
terhadap dosa tuduhan mereka itu (lagi Maha Penyayang) kepada mereka, yaitu
dengan memberikan inspirasi untuk bertobat kepada mereka, yang dengan tobat
itu terhapuslah julukan fasik dari diri mereka, kemudian kesaksian mereka
dapat diterima kembali. Akan tetapi menurut suatu pendapat bahwa kesaksian
mereka tetap tidak dapat diterima. Pendapat ini beranggapan bahwa pengertian
Istitsna atau pengecualian di sini hanya kembali kepada kalimat terakhir dari
ayat sebelumnya tadi, yaitu, "Dan mereka itulah orang-orang yang
fasik". Maksudnya hanya status fasik saja yang dihapus dari mereka,
sedangkan ketiadagunaan kesaksiannya masih tetap.
|
||
Dan orang-orang yang
menuduh isterinya [berzina], padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi
selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali
bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang
yang benar. (6)
|
|
وَٱلَّذِينَ يَرۡمُونَ
أَزۡوَٲجَهُمۡ وَلَمۡ يَكُن لَّهُمۡ شُہَدَآءُ إِلَّآ أَنفُسُهُمۡ
فَشَهَـٰدَةُ أَحَدِهِمۡ أَرۡبَعُ شَہَـٰدَٲتِۭ بِٱللَّهِۙ إِنَّهُ ۥ
لَمِنَ ٱلصَّـٰدِقِينَ (٦)
|
|
||
006. (Dan orang-orang yang menuduh istrinya) berbuat zina
(padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi) atas perbuatan itu (selain diri
mereka sendiri) kasus ini telah terjadi pada segolongan para Sahabat (maka
persaksian orang itu) lafal ayat ini menjadi Mubtada (ialah empat kali
bersumpah) lafal ayat ini dapat dinashabkan karena dianggap sebagai Mashdar
(dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar)
dalam tuduhan yang ia lancarkan kepada istrinya itu, yakni tuduhan berbuat
zina.
|
||
Dan [sumpah] yang
kelima: bahwa la’nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang
berdusta [1031]. (7)
|
|
وَٱلۡخَـٰمِسَةُ أَنَّ
لَعۡنَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡهِ إِن كَانَ مِنَ ٱلۡكَـٰذِبِينَ (٧)
|
|
||
[1031] Maksud
ayat 6 dan 7: orang yang menuduh istrinya berbuat zina dengan tidak
mengajukan empat orang saksi, haruslah bersumpah dengan nama Allah empat
kali, bahwa dia adalah benar dalam tuduhannya itu. Kemudian dia bersumpah sekali
lagi bahwa dia akan kena la'nat Allah jika dia berdusta. Masalah ini dalam
fiqih dikenal dengan "Li'an".
|
||
|
||
007. (Dan sumpah yang kelima, bahwa laknat Allah atasnya, jika
ia termasuk orang-orang yang berdusta) dalam hal ini yang menjadi Khabar dari
Mubtada pada ayat yang sebelumnya tadi ialah, Untuk menolak hukuman hudud
menuduh berzina yang akan ditimpakan atas dirinya.
|
||
Isterinya itu
dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah
sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta,
(8)
|
|
وَيَدۡرَؤُاْ عَنۡہَا
ٱلۡعَذَابَ أَن تَشۡہَدَ أَرۡبَعَ شَہَـٰدَٲتِۭ بِٱللَّهِۙ إِنَّهُ ۥ
لَمِنَ ٱلۡكَـٰذِبِينَ (٨)
|
|
||
008. (Istrinya itu dapat dihindarkan) dapat mempertahankan
dirinya (dari hukuman) hudud berzina yang telah dikuatkan dengan kesaksian
sumpah suaminya yaitu (oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah,
sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta) dalam
tuduhan yang ia lancarkan terhadap dirinya, yaitu tuduhan melakukan zina.
|
||
dan [sumpah] yang
kelima: bahwa la’nat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang
yang benar. (9)
|
|
وَٱلۡخَـٰمِسَةَ أَنَّ
غَضَبَ ٱللَّهِ عَلَيۡہَآ إِن كَانَ مِنَ ٱلصَّـٰدِقِينَ (٩)
|
|
||
009. (Dan yang kelima, bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya
itu termasuk orang-orang yang benar) dalam tuduhannya itu.
|
||
Dan andaikata tidak
ada karunia Allah dan rahmat-Nya atas dirimu dan [andaikata] Allah bukan
Penerima Taubat lagi Maha Bijaksana, [niscaya kamu akan mengalami
kesulitan-kesulitan]. (10)
|
|
وَلَوۡلَا فَضۡلُ
ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُ ۥ وَأَنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ حَڪِيمٌ
(١٠)
|
|
||
010. (Dan andaikata tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya
atas diri kalian) dengan menutupi hal tersebut (dan andaikata Allah bukan
Penerima tobat) maksudnya, Allah menerima tobatnya yang disebabkan tuduhannya
itu dan dosa-dosa yang lainnya (lagi Maha Bijaksana) dalam keputusan-Nya
mengenai masalah ini dan hal-hal yang lain, niscaya Dia akan menjelaskan mana
yang benar dalam masalah ini, dan niscaya pula Dia akan menyegerakan
hukuman-Nya kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
|
||
Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga.
Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah
baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa
yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang
terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar [1032]. (11)
|
|
إِنَّ ٱلَّذِينَ
جَآءُو بِٱلۡإِفۡكِ عُصۡبَةٌ۬ مِّنكُمۡۚ لَا تَحۡسَبُوهُ شَرًّ۬ا لَّكُمۖ
بَلۡ هُوَ خَيۡرٌ۬ لَّكُمۡۚ لِكُلِّ ٱمۡرِىٍٕ۬ مِّنۡہُم مَّا ٱكۡتَسَبَ مِنَ
ٱلۡإِثۡمِۚ وَٱلَّذِى تَوَلَّىٰ كِبۡرَهُ ۥ مِنۡہُمۡ لَهُ ۥ عَذَابٌ
عَظِيمٌ۬ (١١)
|
|
||
[1032] Berita
bohong ini mengenai
istri Rasulullah SAW 'Aisyah r.a. Ummul Mu'minin, sehabis perang dengan Bani
Mushtaliq bulan Sya'ban 5 H. Perperangan ini diikuti oleh kaum munafik, dan turut pula 'Aisyah dengan Nabi
berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau. Dalam perjalanan
mereka kembali dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. 'Aisyah
keluar dari sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. Tiba-tiba dia
merasa kalungnya hilang, lalu dia pergi lagi mencarinya. Sementara itu,
rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa 'Aisyah masih ada dalam sekedup.
Setelah 'Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah berangkat dia duduk di tempatnya
dan mengaharapkan sekedup itu akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat
ditempat itu seorang sahabat Nabi, Shafwan ibnu Mu'aththal, diketemukannya
seseorang sedang tidur sendirian dan dia terkejut seraya mengucapkan:
"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, isteri Rasul!" 'Aisyah terbangun.
Lalu dia dipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya. Syafwan berjalan
menuntun unta sampai mereka tiba di Madinah.
Orang-orang yang melihat mereka membicarakannya menurut pendapat
masing-masing. Mulailah timbul desas-desus. Kemudian kaum munafik membesar-besarkannya,
maka fitnahan atas 'Aisyah r.a. itupun bertambah luas, sehingga menimbulkan
kegoncangan di kalangan kaum muslimin.
SEBAB TURUNNYA
AYAT: Syaikhain dan lain-lainnya
mengetengahkan sebuah hadis melalui Siti Aisyah r.a., yang menceritakan bahwa
Rasulullah saw. bila hendak melakukan perjalanan, beliau mengundi di antara
istri-istrinya. Barang siapa yang namanya keluar dalam undian, maka ia akan
pergi bersamanya. Lalu Rasulullah saw. mengadakan undian di antara kami dalam
suatu peperangan yang akan dilakukannya, maka keluarlah bagianku, lalu aku
pergi bersamanya. Peristiwa ini terjadi sesudah ayat hijab diturunkan.
Selanjutnya aku dinaikkan ke atas punggung unta kendaraanku dan aku berada di
dalam sekedupnya. Kami berangkat menuju medan perang yang dimaksud, ketika
Rasulullah saw. telah selesai dari tugasnya, kemudian beliau kembali lagi,
kota Madinah sudah dekat. Pada suatu malam Rasulullah saw. menyeru semua
rombongan pasukannya untuk melanjutkan perjalanan. Ketika itu juga aku pergi
meninggalkan rombongan pasukan untuk menunaikan hajatku. Setelah aku
menyelesaikan hajatku, aku kembali ke rombongan, tetapi di tengah jalan
ketika aku meraba dadaku tiba-tiba kalungku sudah tidak ada karena terputus.
Aku kembali lagi untuk mencari kalungku itu, sehingga aku tertahan selama
beberapa waktu. Rombongan yang membawa aku, telah berangkat; menaikkan
sekedup tempat aku berada ke atas punggung unta kendaraanku, mereka menduga
bahwa aku telah berada di dalamnya. Siti Aisyah r.a. mengatakan, bahwa kaum
wanita pada masa itu ringan bobotnya, karena badannya kurus. Sebab mereka
makan hanya sedikit sekali. Kaum yang mengangkat sekedupku pun tidak menaruh
rasa curiga terhadap ringannya berat sekedupku sewaktu mereka mengangkatnya.
Oleh karenanya mereka segera menghardik untaku untuk berangkat, tanpa menaruh
rasa curiga sedikit pun. Aku menemukan kembali kalungku, sewaktu rombongan
pasukan telah berangkat; ketika aku datang ke tempatku ternyata tidak ada
seorang pun, semuanya telah berangkat. Terpaksa aku menunggu di tempatku itu,
karena aku mempunyai dugaan, bahwa kelak rombongan akan merasa kehilangan
aku, kemudian mereka pasti akan kembali mencariku. Sewaktu aku sedang duduk
menunggu, rasa kantuk menyerangku dan membuatku tertidur nyenyak. Shofwan
ibnu Mu'aththal tertinggal jauh dari rombongan pasukan karena beristirahat,
kemudian ia melanjutkan perjalanannya di waktu malam hari. Pada waktu pagi
harinya ia sampai ke tempatku; sesampainya di tempatku, ia melihat seseorang
yang sedang tidur, yaitu aku sendiri. Begitu ia melihatku, ia langsung
mengenalku karena ia pernah melihatku sebelum aku memakai hijab (kain
penutup). Aku menjadi terbangun sewaktu mendengar Istirja'nya, karena begitu
ia melihat dan mengenalku ia langsung mengucapkan kalimat Istirja'. Segera
aku menutupkan hijab ke mukaku. Demi Allah, sepatah kata pun tidak keluar
dari mulutnya untuk berbicara kepadaku dan aku tidak mendengar sepatah kata
pun yang keluar dari mulutnya selain daripada kalimat Istirja'nya, yaitu
sewaktu ia merundukkan kendaraannya. Lalu ia merundukkan kaki untanya dan aku
menaikinya, kemudian ia berangkat seraya menuntun kendaraannya yang kunaiki,
sedang ia sendiri berjalan kaki. Akhirnya kami dapat menyusul rombongan
pasukan, yaitu sewaktu mereka Sedang beristirahat di tengah teriknya matahari
waktu lohor. Sejak saat itu mulai tersiar berita bohong mengenai diriku,
semoga Allah membinasakan para pelakunya. Orang yang menjadi biang keladi dan
sumber berita bohong ini adalah Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul. Ketika aku
datang ke Madinah langsung aku mengalami sakit selama satu bulan dan pada
masa itu orang-orang ramai membicarakan tentang berita bohong itu. Akan
tetapi aku masih belum mengetahui dan belum merasakan adanya berita bohong
tersebut, hingga pada suatu hari ketika aku telah sembuh dari sakit dan
sedang kemaruk (sedang banyak nafsu makan karena habis sakit), aku keluar
bersama Umu Misthah menuju ke Al Manashi' tempat biasa kami membuang hajat
besar. Karena terburu-buru Umu Misthah tersandung, kemudian keluarlah kata
makian dari mulutnya, "Celakalah si Misthah". Maka aku berkata
kepadanya, "Alangkah buruknya apa yang telah kamu katakan itu. Apakah
kamu berani mencaci seorang lelaki yang pernah ikut dalam perang Badar?"
Umu Misthah menjawab, "Wahai saudaraku! Tidakkah kamu mendengar apa yang
telah dikatakannya?" Aku bertanya, "Apakah yang telah dikatakannya
itu?" Kemudian Umu Misthah menceritakan kepadaku apa yang
dipergunjingkan oleh para penyiar berita bohong itu; hal ini menambah sakitku
di samping sakit yang baru saja aku alami itu. Ketika Rasulullah saw.
menggilirku, aku berkata, "Apakah engkau memberi izin kepadaku jika aku
pergi ke rumah kedua orang tuaku, karena aku mau meyakinkan berita tersebut
dari mereka berdua". Maka Rasulullah saw. memberikan izin kepadaku, lalu
aku pergi ke rumah kedua orang tuaku. Aku bertanya kepada ibuku, "Wahai
ibuku! Apakah yang sedang dipergunjingkan oleh orang-orang tentang
diriku?" Ibuku menjawab: "Wahai anakku! Bersabarlah engkau, demi
Allah, sesungguhnya seorang wanita cantik yang menjadi istri seorang lelaki,
yang sangat mencintainya, tetapi ia banyak mempunyai istri-istri lain, tentu
istri-istrinya yang lain itu banyak membicarakan tentang dia". Lalu aku
berkata, "Maha Suci Allah, apakah memang benar orang-orang membicarakan
hal ini". Pada malam itu juga aku menangis tiada henti-hentinya,
sehingga air mataku serasa habis karenanya dan malam itu aku tidak tidur sama
sekali, pagi harinya pun aku masih menangis. Rasulullah saw. memanggil
sahabat Ali ibnu Abu Thalib serta Usamah ibnu Zaid, yaitu sewaktu wahyu lama
tidak turun. Nabi memanggil mereka berdua untuk diajak bermusyawarah mengenai
masalah menjatuhkan talak kepada istrinya (yaitu aku sendiri). Usamah
memberikan isyarat sesuai dengan apa yang ia telah ketahui tentang istri
Nabi, yaitu membersihkan nama istri Nabi saw. Untuk itu ia mengatakan,
"Mereka adalah istri-istrimu, kami tidak mengetahui tentang mereka
melainkan hanya baik-baik saja". Lain halnya dengan Ali, ia mengatakan,
"Allah tidak akan membuatmu sempit, wanita-wanita selain dia cukup
banyak. Jika kamu menanyakannya kepada budak perempuan, niscaya dia akan
berkata sebenarnya kepadamu". Lalu Rasulullah saw. memanggil Barirah, dan
bertanya kepadanya, "Hai Barirah! Apakah kamu melihat sesuatu yang
mencurigakan pada diri Aisyah?" Barirah menjawab, "Demi Tuhan yang
telah mengutusmu dengan benar, saya tidak mempunyai gambaran lain terhadapnya
kecuali dia adalah seorang gadis yang masih berusia muda, ia tertidur dengan
meninggalkan roti suaminya, kemudian datanglah seorang lelaki yang kelaparan,
lalu ia langsung memakannya." Rasulullah saw., berdiri di atas mimbar,
lalu meminta dukungan untuk menghadapi Abdullah ibnu Ubay, kemudian beliau bersabda,
"Siapakah yang akan membantuku dalam menghadapi lelaki yang telah
melukai keluargaku. Demi Allah, sepengetahuanku bahwa istriku adalah seorang
yang baik." Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, aku terus menangis
sepanjang hari itu, kemudian pada malam harinya aku pun terus menangis serta
tidak tidur sama sekali. Sedangkan kedua orang tuaku menyangka bahwa
tangisanku itu seolah-olah memecahkan hatiku. Ketika keduanya sedang duduk
bersamaku dan aku masih tetap dalam keadaan menangis, tiba-tiba ada seorang
wanita dari kalangan sahabat Anshar datang meminta izin untuk menemuiku. Aku
memberi izin masuk kepadanya, ia pun duduk dan menangis pula menemaniku.
Kemudian Rasulullah saw. masuk seraya mengucapkan salam, lalu duduk,
sedangkan wahyu masih belum turun kepadanya selama sebulan mengenai perihal
diriku ini. Rasulullah saw. terlebih dahulu membaca syahadat, lalu beliau
bersabda, "Amma ba'du, wahai Aisyah! Sesungguhnya telah sampai suatu
berita kepadaku tentang dirimu, yaitu demikian dan demikian. Maka jika kamu
bersih niscaya Allah akan membersihkan dirimu (melalui wahyu-Nya), dan jika
kamu telah melakukan perbuatan dosa, maka mintalah ampun kepada Allah,
kemudian bertobatlah, karena sesungguhnya seseorang hamba, apabila ia
mengakui berbuat dosa, kemudian ia bertobat, niscaya Allah akan
mengampuninya". Setelah Rasulullah saw. selesai dari ucapannya itu, aku
berkata kepada ayahku, "Jawablah Rasulullah atas namaku". Tetapi
ayahku berkata, "Demi Allah, aku tidak mengetahui apa yang harus
kukatakan kepadanya". Kemudian aku berkata kepada ibuku, "Jawablah
Rasulullah, sebagai pengganti diriku". Maka ibuku menjawab, "Aku
tidak mengetahui apa yang harus kukatakan kepadanya". Lalu aku menjawab,
sedang keadaanku pada waktu itu adalah seorang gadis yang teramat muda
usianya, "Demi Allah, aku telah mengetahui bahwa engkau telah mendengar
berita ini, hingga berita ini mantap di dalam hati engkau dan engkau percaya
kepadanya. Maka jika aku mengatakan kepada engkau, sesungguhnya aku bersih,
sedangkan Allah Maha Mengetahui bahwa aku bersih, niscaya engkau tidak akan
mempercayaiku". Menurut riwayat yang lain dikatakan, bahwa Siti Aisyah
berkata, "Seandainya aku mengakui kepada kalian telah melakukan suatu
perkara, sedangkan Allah Maha Mengetahui, bahwa aku bersih dari hal tersebut,
maka niscaya kamu percaya kepadaku. Sesungguhnya aku ini, demi Allah, tidak
menemukan suatu perumpamaan mengenai diriku dan kamu, melainkan hanya seperti
apa yang telah dikatakan oleh bapak Nabi Yusuf, 'Maka kesabaran yang baik
itulah kesabaranku dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap
apa yang kalian ceritakan.' (Q.S. 12 Yusuf, 18)." Setelah aku mengatakan
demikian lalu aku pergi berpaling darinya, lalu aku langsung merebahkan diri
ke tempat tidur. Demi Allah, setelah peristiwa itu Rasulullah saw. tidak lagi
pergi ke majelisnya dan tidak ada seorang pun dari kalangan Ahlul Bait yang
keluar, hingga Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi-Nya. Setelah wahyu
turun, maka tampak kembali kegairahan beliau saw. sebagaimana biasanya. Dan
setelah kedatangan berita gembira itu kalimat pertama yang diucapkannya
ialah, "Hai Aisyah! Bergembiralah, ingatlah bahwa Allah telah
menyucikanmu". Lalu ibuku berkata kepadaku: "Mendekatlah
kepadanya". Maka aku berkata, "Demi Allah, aku tidak akan mendekat
kepadanya dan aku tiada memuji melainkan hanya kepada Allah; karena Dia-lah
yang telah menurunkan kebersihanku". Allah swt. telah menurunkan
firman-Nya, "Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu
adalah dari golongan kalian..." (Q.S. An Nur, 11 sampai dengan sepuluh
ayat kemudian).
|
||
|
||
011. (Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong)
kedustaan yang paling buruk yang dilancarkan terhadap Siti Aisyah r.a.
Umulmukminin, ia dituduh melakukan zina (adalah dari golongan kalian juga)
yakni segolongan dari kaum Mukmin. Siti Aisyah mengatakan, bahwa mereka
adalah Hissan bin Tsabit, Abdullah bin Ubay, Misthah dan Hamnah binti Jahsy.
(Janganlah kalian kira bahwa berita bohong itu) hai orang-orang Mukmin selain
dari mereka yang melancarkan tuduhan itu (buruk bagi kalian, tetapi hal itu
mengandung kebaikan bagi kalian) dan Allah akan memberikan pahalanya kepada
kalian. Kemudian Allah swt. menampakkan kebersihan Siti Aisyah r.a. Dan orang
yang telah menolongnya yaitu Shofwan. Sehubungan dengan peristiwa ini Siti
Aisyah r.a. telah menceritakan, sebagai berikut, "Aku ikut bersama Nabi
saw. dalam suatu peperangan, yaitu sesudah diturunkannya ayat mengenai hijab
bagi kaum wanita. Setelah Nabi saw. menunaikan tugasnya, lalu ia kembali dan
kota Madinah sudah dekat. Pada suatu malam setelah istirahat Nabi saw.
menyerukan supaya rombongan melanjutkan perjalanan kembali. Aku pergi dari
rombongan untuk membuang hajat besarku. Setelah selesai, aku kembali ke
rombongan yang sedang bersiap-siap untuk berangkat, akan tetapi ternyata
kalungku putus/jatuh, lalu aku kembali lagi ke tempat buang hajat tadi untuk
mencarinya. Mereka mengangkat sekedupku ke atas unta kendaraanku, karena
mereka menduga bahwa aku telah berada di dalamnya. Karena kaum wanita pada
saat itu beratnya ringan sekali, disebabkan mereka hanya makan sedikit. Aku
menemukan kembali kalungku yang hilang itu, lalu aku datang ke tempat
rombongan, ternyata mereka telah berlalu. Lalu aku duduk di tempat semula,
dengan harapan bahwa rombongan akan merasa kehilangan aku, lalu mereka
kembali ke tempatku. Mataku mengantuk sekali, sehingga aku tertidur;
sedangkan Shofwan pada waktu itu berada jauh dari rombongan pasukan karena
beristirahat sendirian. Kemudian dari tempat istirahatnya itu ia melanjutkan
kembali perjalanannya menyusul pasukan. Ketika ia sampai ke tempat pasukan,
ia melihat ada seseorang sedang tidur, lalu ia langsung mengenaliku, karena
ia pernah melihatku sebelum ayat hijab diturunkan. Aku terbangun ketika dia
mengucapkan Istirja', 'yaitu kalimat Innaa Lillaahi Wa Innaa Ilaihi
RaaJi'uuna'. Aku segera menutup wajahku dengan kain jilbab. Demi Allah,
sepatah kata pun ia tidak berbicara denganku, terkecuali hanya kalimat
Istirja'nya sewaktu ia merundukkan hewan hendaraannya kemudian ia turun
dengan berpijak kepada kaki depan untanya. Selanjutnya aku menaiki unta
kendaraannya dan ia langsung menuntun kendaraannya yang kunaiki, hingga kami
dapat menyusul rombongan pasukan, yaitu sesudah mereka beristirahat pada
siang hari yang panasnya terik. Akhirnya tersiarlah berita bohong yang keji
itu, semoga binasalah mereka yang membuat-buatnya. Sumber pertama yang
menyiarkannya adalah Abdullah bin Ubay bin Salul." Hanya sampai di
sinilah kisah siti Aisyah menurut riwayat yang dikemukakan oleh Imam Bukhari
dan Imam Muslim. Selanjutnya Allah berfirman, ("Tiap-tiap seseorang dari
mereka) akan dibalas kepadanya (dari dosa yang dikerjakannya) mengenai berita
bohong ini. (Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar
dalam penyiaran berita bohong itu) maksudnya orang yang menjadi biang keladi
dan berperanan penting dalam penyiaran berita bohong ini, yang dimaksud
adalah Abdullah bin Ubay (baginya azab yang besar") yakni neraka kelak
di akhirat
|
||
Mengapa di waktu kamu
mendengar berita bohong itu orang-orang mu’minin dan mu’minat tidak bersangka
baik terhadap diri mereka sendiri, dan [mengapa tidak] berkata: "Ini
adalah suatu berita bohong yang nyata." (12)
|
|
لَّوۡلَآ إِذۡ
سَمِعۡتُمُوهُ ظَنَّ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَٱلۡمُؤۡمِنَـٰتُ بِأَنفُسِہِمۡ خَيۡرً۬ا
وَقَالُواْ هَـٰذَآ إِفۡكٌ۬ مُّبِينٌ۬ (١٢)
|
|
||
012. (Mengapa tidak, sewaktu kalian mendengar berita bohong
itu orang-orang Mukmin dan Mukminat berprasangka terhadap diri mereka
sendiri) sebagian dari mereka mempunyai prasangka terhadap sebagian yang lain
(dengan sangkaan yang baik, dan mengapa tidak berkata, "Ini adalah suatu
berita bohong yang nyata") dan jelas bohongnya. Di dalam ayat ini
terkandung ungkapan Iltifat dari orang-orang yang diajak bicara. Maksudnya,
mengapa kalian hai golongan orang-orang yang menuduh, mempunyai dugaan
seperti itu dan berani mengatakan hal itu?
|
||
Mengapa mereka [yang
menuduh itu] tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu?
Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada
sisi Allah orang-orang yang dusta. (13)
|
|
لَّوۡلَا جَآءُو عَلَيۡهِ
بِأَرۡبَعَةِ شُہَدَآءَۚ فَإِذۡ لَمۡ يَأۡتُواْ بِٱلشُّہَدَآءِ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ عِندَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلۡكَـٰذِبُونَ (١٣)
|
|
||
013. (Mengapa tidak) (mendatangkan) golongan yang menuduh itu
(empat orang saksi atas berita bohong itu?) maksudnya orang-orang yang
menyaksikan peristiwa itu. (Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi
maka mereka itulah pada sisi Allah) menurut hukum-Nya (orang-orang yang
dusta) dalam tuduhannya.
|
||
Sekiranya tidak ada
karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat,
niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita
bohong itu. (14)
|
|
وَلَوۡلَا فَضۡلُ
ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُ ۥ فِى ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأَخِرَةِ
لَمَسَّكُمۡ فِى مَآ أَفَضۡتُمۡ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ (١٤)
|
|
||
014. (Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepada
kalian semua di dunia dan di akhirat, niscaya kalian ditimpa, karena
pembicaraan kalian) hai golongan yang menuduh (tentang berita bohong itu,
azab yang besar) di akhirat kelak.
|
||
[Ingatlah] di waktu
kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan
mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya
suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. (15)
|
|
إِذۡ
تَلَقَّوۡنَهُ ۥ بِأَلۡسِنَتِكُمۡ وَتَقُولُونَ بِأَفۡوَاهِكُم مَّا لَيۡسَ
لَكُم بِهِۦ عِلۡمٌ۬ وَتَحۡسَبُونَهُ ۥ هَيِّنً۬ا وَهُوَ عِندَ ٱللَّهِ
عَظِيمٌ۬ (١٥)
|
|
||
015. (Di waktu kalian menerima berita bohong itu dari mulut ke
mulut) yaitu sebagian di antara kalian menceritakannya kepada sebagian yang
lain. Lafal Talaqqaunahu berasal dari lafal Tatalaqqaunahu, kemudian salah
satu dari huruf Ta dibuang sehingga jadilah Talaqqaunahu. Lafal Idz tadi
dinashabkan oleh lafal Massakum atau oleh lafal Afadhtum (dan kalian katakan
dengan mulut kalian apa yang tidak kalian ketahui sedikit jua, dan kalian
menganggapnya suatu yang ringan saja) sebagai sesuatu hal yang tidak berdosa.
(Padahal dia pada sisi Allah adalah besar) dosanya.
|
||
Dan mengapa kamu tidak
berkata, di waktu mendengar berita bohong itu: "Sekali-kali tidaklah
pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha Suci Engkau [Ya Tuhan kami], ini
adalah dusta yang besar." (16)
|
|
وَلَوۡلَآ إِذۡ
سَمِعۡتُمُوهُ قُلۡتُم مَّا يَكُونُ لَنَآ أَن نَّتَڪَلَّمَ بِہَـٰذَا
سُبۡحَـٰنَكَ هَـٰذَا بُہۡتَـٰنٌ عَظِيمٌ۬ (١٦)
|
|
||
016. (Dan mengapa tidak, sewaktu) ketika (kalian mendengar
berita bohong itu, kalian tidak mengatakan, "Sekali-kali tidaklah
pantas) maksudnya tidak layak (bagi kita memperkatakan ini. Maha Suci Engkau)
lafal Subhaanaka menunjukkan makna Ta'ajjub (ini adalah dusta) bohong (yang
besar.")
|
||
Allah memperingatkan
kamu agar [jangan] kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika
kamu orang-orang yang beriman, (17)
|
|
يَعِظُكُمُ ٱللَّهُ أَن
تَعُودُواْ لِمِثۡلِهِۦۤ أَبَدًا إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ (١٧)
|
|
||
017. (Allah memperingatkan kalian) yakni melarang kalian (agar
jangan kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kalian
orang-orang yang beriman) yang mau mengambil pelajaran dari hal tersebut.
|
||
dan Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(18)
|
|
وَيُبَيِّنُ ٱللَّهُ
لَكُمُ ٱلۡأَيَـٰتِۚ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (١٨)
|
|
||
018. (Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian)
mengenai perintah dan larangan. (Dan Allah Maha Mengetahui) tentang apa yang
Dia perintahkan dan apa yang Dia larang (lagi Maha Bijaksana) dalam hal ini.
|
||
Sesungguhnya
orang-orang yang ingin agar [berita] perbuatan yang amat keji itu tersiar di
kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan
di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui. (19)
|
|
إِنَّ ٱلَّذِينَ يُحِبُّونَ
أَن تَشِيعَ ٱلۡفَـٰحِشَةُ فِى ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ۬
فِى ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأَخِرَةِۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ (١٩)
|
|
||
019. (Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar berita
perbuatan yang amat keji itu tersiar) dengan melalui mulut mereka (di
kalangan orang-orang yang beriman) dengan menisbatkan perbuatan keji itu
kepada mereka, yang dimaksud adalah segolongan dari kaum Mukmin (bagi mereka
azab yang pedih di dunia) mendapat hukuman hudud menuduh berzina (dan di
akhirat) oleh Allah dimasukkan ke dalam neraka. (Dan Allah Maha Mengetahui)
ketiadaan perbuatan keji itu dari kalangan mereka (sedangkan kalian) hai
golongan orang-orang yang melancarkan berita bohong, terhadap apa yang kalian
katakan itu (tidak mengetahui) tentang adanya perbuatan keji di kalangan
orang-orang yang beriman.
|
||
Dan sekiranya tidaklah
karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha
Penyantun dan Maha Penyayang, [niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar].
(20)
|
|
وَلَوۡلَا فَضۡلُ
ٱللَّهِ عَلَيۡڪُمۡ وَرَحۡمَتُهُ ۥ وَأَنَّ ٱللَّهَ رَءُوفٌ۬ رَّحِيمٌ۬ (٢٠) ۞
|
|
||
020. (Dan sekiranya tidaklah karena karunia Allah kepada
kalian) hai orang-orang yang menuduh (dan rahmat-Nya, dan Allah Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang) kepada kalian, niscaya Dia akan menyegerakan
hukuman-Nya kepada kalian.
|
||
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang
mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan
perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah
dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu
bersih [dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu] selama-lamanya, tetapi
Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui. (21)
|
|
َـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ لَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٲتِ ٱلشَّيۡطَـٰنِۚ وَمَن يَتَّبِعۡ
خُطُوَٲتِ ٱلشَّيۡطَـٰنِ فَإِنَّهُ ۥ يَأۡمُرُ بِٱلۡفَحۡشَآءِ
وَٱلۡمُنكَرِۚ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُ ۥ مَا
زَكَىٰ مِنكُم مِّنۡ أَحَدٍ أَبَدً۬ا وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ يُزَكِّى مَن يَشَآءُۗ
وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ۬ (٢١)
|
|
||
021. (Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian mengikuti
langkah-langkah setan) mengikuti godaan-godaannya. (Barang siapa yang
mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan itu) yakni yang
diikutinya itu (selalu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji) yakni
perbuatan yang buruk (dan yang mungkar) menurut syariat, yaitu jika perbuatan
itu diikuti (Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada
kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kalian bersih) hai orang-orang
yang menuduh, disebabkan berita bohong yang kalian katakan itu
(selama-lamanya) tidak akan menjadi baik dan tidak akan menjadi bersih dari
dosa ini hanya dengan bertobat daripadanya (tetapi Allah membersihkan)
menyucikan (siapa yang dikehendaki-Nya) dari dosa, yaitu dengan menerima
tobatnya. (Dan Allah Maha Mendengar) tentang apa yang telah kalian katakan
(lagi Maha Mengetahui) tentang apa yang kalian maksud.
|
||
Dan janganlah
orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah
bahwa mereka [tidak] akan memberi [bantuan] kepada kaum kerabat [nya],
orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan
hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa
Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [1033]. (22)
|
|
يوَلَا يَأۡتَلِ
أُوْلُواْ ٱلۡفَضۡلِ مِنكُمۡ وَٱلسَّعَةِ أَن يُؤۡتُوٓاْ أُوْلِى ٱلۡقُرۡبَىٰ
وَٱلۡمَسَـٰكِينَ وَٱلۡمُهَـٰجِرِينَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِۖ وَلۡيَعۡفُواْ
وَلۡيَصۡفَحُوٓاْۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَكُمۡۗ وَٱللَّهُ
غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ (٢٢)
|
|
||
[1033] Ayat ini berhubungan dengan
sumpah Abu Bakar r.a. bahwa dia tidak akan memberi apa-apa kepada kerabatnya
ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri
'Aisyah. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu
dan menyuruh mema'afkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat
hukuman atas perbuatan mereka itu.
SEBAB TURUNNYA
AYAT: Abu Bakar berkata, yang
sebelumnya ia selalu memberi nafkah kepada Misthah, karena masih saudaranya,
lagi miskin, "Demi Allah, aku tidak akan memberi sesuatu lagi kepadanya,
sesudah apa yang telah dikatakannya itu terhadap diri Siti Aisyah". Maka
Allah menurunkan pula firman-Nya, "Dan janganlah orang-orang yang
mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kalian bersumpah..." (Q.S. An Nur,
22). sampai dengan firman-Nya, "Apakah kalian tidak ingin bahwa Allah
mengampuni kalian..." (Q.S. An Nur,22). Abu Bakar berkata, "Demi
Allah, aku suka jika Allah mengampuniku". Kemudian ia kembali memberi
nafkah yang biasa ia berikan kepada Misthah dan keadaannya kini kembali
menjadi seperti semula. Hadis mengenai masalah ini yang bersumber dari Ibnu
Abbas dan Ibnu Umar telah disebutkan pula di dalam hadis Imam Thabrani.
Kemudian yang bersumber dari Abu Hurairah r.a. disebutkan di dalam hadis Al
Bazzar. Dan yang bersumber dari Abul Yusr disebutkan di dalam hadis Ibnu
Murdawaih.
|
||
|
||
022. (Dan janganlah bersumpah orang-orang yang mempunyai
kelebihan) yaitu orang-orang kaya (dan kelapangan di antara kalian, bahwa
mereka) tidak (akan memberi bantuan kepada kaum kerabatnya, orang-orang yang
miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah) ayat ini diturunkan
berkenaan dengan sahabat Abu Bakar r.a, ia bersumpah tidak akan memberikan
nafkah lagi kepada Misthah saudara sepupunya yang miskin lagi seorang
Muhajir, padahal Misthah adalah sahabat yang ikut dalam perang Badar. Misthah
terlibat dalam peristiwa berita bohong ini; maka sahabat Abu Bakar
menghentikan nafkah yang biasa ia berikan kepadanya. Para sahabat lainnya
telah bersumpah pula, bahwa mereka juga tidak akan memberikan nafkah lagi
kepada seorang yang terlibat membicarakan masalah berita bohong tersebut (dan
hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada) terhadap mereka yang terlibat,
dengan mengembalikan keadaan seperti semula. (Apakah kalian tidak ingin bahwa
Allah mengampuni kalian? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang)
terhadap orang-orang yang beriman. Sahabat Abu Bakar r.a. berkata sesudah
turunnya ayat ini, "Tentu saja, aku menginginkan supaya Allah mengampuni
aku", lalu ia memberikan lagi bantuannya kepada Misthah sebagaimana
biasanya.
|
||
Sesungguhnya
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah [1034] lagi beriman [berbuat
zina], mereka kena la’nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang
besar, (23)
|
|
ِنَّ ٱلَّذِينَ
يَرۡمُونَ ٱلۡمُحۡصَنَـٰتِ ٱلۡغَـٰفِلَـٰتِ ٱلۡمُؤۡمِنَـٰتِ لُعِنُواْ فِى
ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأَخِرَةِ وَلَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيمٌ۬ (٢٣)
|
|
||
[1034] Yang
dimaksud dengan wanita-wanita yang lengah ialah wanita-wanita yang tidak
pernah sekali juga teringat oleh mereka akan melakukan perbuatan yang keji
itu.
SEBAB TURUNNYA
AYAT: Imam Thabrani mengetengahkan
sebuah hadis melalui Khushaif. Khushaif menceritakan, aku berkata kepada Said
ibnu Jubair: "Manakah yang dosanya lebih berat, zina atau qadzaf
(menuduh berzina)?" Said ibnu Jubair menjawab, "Zina lebih besar
dosanya". Aku menjawab, "Sesungguhnya Allah telah berfirman,
'Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang
lengah lagi beriman (berbuat zina)...'" (Q.S. An Nur, 23). Said ibnu
Jubair menjawab, "Sesungguhnya ayat itu hanya diturunkan berkenaan
dengan perihal Siti Aisyah". Hanya saja hadis ini dalam sanadnya
terdapat Yahya Al Hammamy, ia dikenal seorang yang daif. Imam Thabrani
mengetengahkan pula hadis ini, hanya kali ini ia melalui Dhahhak ibnu Murahim
yang menceritakan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan istri-istri
Nabi saw. secara khusus, yaitu firman-Nya, "Sesungguhnya orang-orang
yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat
zina)..." (Q.S. An Nur, 23).
|
||
|
||
023. (Sesungguhnya orang-orang yang menuduh) berzina
(wanita-wanita yang baik-baik) terpelihara kehormatannya (yang lengah) dari
perbuatan-perbuatan keji, seumpamanya dalam hati mereka tidak sedikit pun
terbetik niat untuk melakukannya (lagi beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya
(mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar).
|
||
pada hari [ketika],
lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang
dahulu mereka kerjakan. (24)
|
|
إيَوۡمَ تَشۡہَدُ
عَلَيۡہِمۡ أَلۡسِنَتُهُمۡ وَأَيۡدِيہِمۡ وَأَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُواْ
يَعۡمَلُونَ (٢٤)
|
|
||
SEBAB TURUNNYA
AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan
sebuah hadis melalui jalur Said ibnu Jubair yang ia terima dari Ibnu Abbas
r.a. yang menceritakan, bahwa ayat ini khusus diturunkan berkenaan dengan
Siti Aisyah. Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Siti Aisyah yang
menceritakan, "Aku dituduh (berbuat zina) sedangkan aku dalam keadaan lalai.
Kemudian berita mengenai hal ini sampai kepadaku. Ketika Rasulullah saw.
sedang berada di rumahku, tiba-tiba turunlah wahyu kepadanya. Setelah itu
beliau mengusap mukanya dan duduk dengan tegak, seraya bersabda, 'Hai Aisyah
bergembiralah'. Aku menjawab, 'Dengan memuji kepada Allah, bukan memujimu'.
Rasulullah saw. pun membacakan firman-Nya, 'Sesungguhnya orang-orang yang
menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat
zina)...' sampai dengan firman-Nya, 'Mereka yang dituduh itu bersih dari apa
yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu)'..." (Q.s, 24 An Nur,
26). Imam Thabrani mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang para
perawinya orang-orang yang dapat dipercaya, melalui Abdurrahman ibnu Zaid
ibnu Aslam, yaitu sehubungan dengan firman-Nya, "Wanita-wanita yang keji
adalah untuk iaki-iaki yang keji..." (Q.S. An Nur, 26). Abdurrahman ibnu
Zaid menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Siti Aisyah,
yaitu sewaktu ia dituduh berbuat zina oleh orang munafik, kemudian Allah swt.
membersihkannya dari tuduhan itu. Imam Thabrani mengetengahkan sebuah hadis
melalui dua buah sanad yang kedua-duanya berpredikat Daif, bersumber dari
Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa firman-Nya, "Wanita-wanita yang
keji adalah untuk laki-laki yaug keji..." (Q.S. An Nur,26). diturunkan
berkenaan dengan orang-orang yang mengatakan tuduhan/berita bohong kepada
istri Nabi saw. Imam Thabrani mengetengahkan sebuah hadis melalui Hakam ibnu
Utaibah yang menceritakan, bahwa ketika orang-orang mempergunjingkan perihal
Siti Aisyah r.a. Rasulullan saw. menyuruh seseorang mendatangi Siti Aisyah
r.a. Utusan itu mengatakan, "Hai Aisyah! Apakah yang sedang dibicarakan
oleh orang-orang itu?" Siti Aisyah r.a. menjawab, "Aku tidak akan
mengemukakan suatu alasan pun hingga turun alasanku dari langit". Maka
Allah menurunkan firman-Nya sebanyak lima belas ayat di dalam surah An Nur
mengenai diri Siti Aisyah r.a. Selanjutnya Hakam ibnu Utaiban membacakannya
hingga sampai dengan firman-Nya, "Wanita-wanita yang keji adalah untuk
laki-laki yang keji..." (Q.S. An Nur,26). Hadis ini berpredikat Mursal
dan sanadnya sahih.
|
||
|
||
024. (Pada hari) yauma dinashabkan oleh lafal Istaqarra
yang berta'alluq kepadanya, maksudnya pada hari yang telah ditetapkan bagi
mereka (memberi kesaksian) dapat dibaca Tasyhadu dan Yasyhadu (lidah, tangan
dan kaki mereka atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan) berupa
perbuatan dan perkataan yang telah mereka kerjakan, yaitu pada hari kiamat.
|
||
Di hari itu, Allah
akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah
mereka bahwa Allahlah Yang Benar, lagi Yang menjelaskan [segala sesuatu menurut
hakikat yang sebenarnya]. (25)
|
|
يَوۡمَٮِٕذٍ۬ يُوَفِّيہِمُ ٱللَّهُ دِينَهُمُ ٱلۡحَقَّ
وَيَعۡلَمُونَ أَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡحَقُّ ٱلۡمُبِينُ (٢٥)
|
|
||
SEBAB TURUNNYA
AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan
sebuah hadis melalui jalur Said ibnu Jubair yang ia terima dari Ibnu Abbas
r.a. yang menceritakan, bahwa ayat ini khusus diturunkan berkenaan dengan
Siti Aisyah. Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Siti Aisyah yang
menceritakan, "Aku dituduh (berbuat zina) sedangkan aku dalam keadaan
lalai. Kemudian berita mengenai hal ini sampai kepadaku. Ketika Rasulullah
saw. sedang berada di rumahku, tiba-tiba turunlah wahyu kepadanya. Setelah
itu beliau mengusap mukanya dan duduk dengan tegak, seraya bersabda, 'Hai
Aisyah bergembiralah'. Aku menjawab, 'Dengan memuji kepada Allah, bukan
memujimu'. Rasulullah saw. pun membacakan firman-Nya, 'Sesungguhnya
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi
beriman (berbuat zina)...' sampai dengan firman-Nya, 'Mereka yang dituduh itu
bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu)'..."
(Q.s, 24 An Nur, 26). Imam Thabrani mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad
yang para perawinya orang-orang yang dapat dipercaya, melalui Abdurrahman
ibnu Zaid ibnu Aslam, yaitu sehubungan dengan firman-Nya, "Wanita-wanita
yang keji adalah untuk iaki-iaki yang keji..." (Q.S. An Nur, 26). Abdurrahman
ibnu Zaid menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Siti
Aisyah, yaitu sewaktu ia dituduh berbuat zina oleh orang munafik, kemudian
Allah swt. membersihkannya dari tuduhan itu. Imam Thabrani mengetengahkan
sebuah hadis melalui dua buah sanad yang kedua-duanya berpredikat Daif,
bersumber dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa firman-Nya,
"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yaug keji..." (Q.S.
An Nur,26). diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang mengatakan tuduhan/berita
bohong kepada istri Nabi saw. Imam Thabrani mengetengahkan sebuah hadis
melalui Hakam ibnu Utaibah yang menceritakan, bahwa ketika orang-orang
mempergunjingkan perihal Siti Aisyah r.a. Rasulullan saw. menyuruh seseorang
mendatangi Siti Aisyah r.a. Utusan itu mengatakan, "Hai Aisyah! Apakah
yang sedang dibicarakan oleh orang-orang itu?" Siti Aisyah r.a.
menjawab, "Aku tidak akan mengemukakan suatu alasan pun hingga turun
alasanku dari langit". Maka Allah menurunkan firman-Nya sebanyak lima
belas ayat di dalam surah An Nur mengenai diri Siti Aisyah r.a. Selanjutnya
Hakam ibnu Utaiban membacakannya hingga sampai dengan firman-Nya,
"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji..." (Q.S.
An Nur,26). Hadis ini berpredikat Mursal dan sanadnya sahih.
|
||
|
||
025. (Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan
yang setimpal) Dia akan membalas mereka dengan pembalasan yang semestinya
mereka terima (dan tahulah mereka bahwa Allahlah Yang Benar lagi Yang
menjelaskan) karena Dia benar-benar membuktikan pembalasan-Nya yang selama
ini mereka ragukan kebenarannya; di antara mereka yang mendapat pembalasan adalah
Abdullah bin Ubay bin Salul. Yang dimaksud dengan wanita-wanita yang
terpelihara kehormatannya adalah istri-istri Nabi saw. Adapun mengenai
wanita-wanita yang disebutkan Qadzafnya dalam awal surah At-Taubah, yang
dimaksud adalah wanita-wanita selain istri-istri Nabi.
|
||
Wanita-wanita yang
keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat
wanita-wanita yang keji [pula], dan wanita-wanita yang baik adalah untuk
laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang
baik [pula]. Mereka [yang dituduh] itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh
mereka [yang menuduh itu]. Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia [surga] [1035]. (26)
|
|
ٱلۡخَبِيثَـٰتُ
لِلۡخَبِيثِينَ وَٱلۡخَبِيثُونَ لِلۡخَبِيثَـٰتِۖ وَٱلطَّيِّبَـٰتُ
لِلطَّيِّبِينَ وَٱلطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَـٰتِۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَۖ لَهُم
مَّغۡفِرَةٌ۬ وَرِزۡقٌ۬ ڪَرِيمٌ۬ (٢٦)
|
|
||
[1035] Ayat
ini menunjukkan kesucian 'Aisyah r.a. dan Shafwan dari segala tuduhan yang
ditujukan kepada mereka. Rasulullah adalah orang yang paling baik maka
pastilah wanita yang baik pula yang menjadi istri beliau.
SEBAB TURUNNYA
AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan
sebuah hadis melalui jalur Said ibnu Jubair yang ia terima dari Ibnu Abbas
r.a. yang menceritakan, bahwa ayat ini khusus diturunkan berkenaan dengan
Siti Aisyah. Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Siti Aisyah yang
menceritakan, "Aku dituduh (berbuat zina) sedangkan aku dalam keadaan
lalai. Kemudian berita mengenai hal ini sampai kepadaku. Ketika Rasulullah
saw. sedang berada di rumahku, tiba-tiba turunlah wahyu kepadanya. Setelah
itu beliau mengusap mukanya dan duduk dengan tegak, seraya bersabda, 'Hai
Aisyah bergembiralah'. Aku menjawab, 'Dengan memuji kepada Allah, bukan
memujimu'. Rasulullah saw. pun membacakan firman-Nya, 'Sesungguhnya
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi
beriman (berbuat zina)...' sampai dengan firman-Nya, 'Mereka yang dituduh itu
bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu)'..."
(Q.s, 24 An Nur, 26). Imam Thabrani mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad
yang para perawinya orang-orang yang dapat dipercaya, melalui Abdurrahman
ibnu Zaid ibnu Aslam, yaitu sehubungan dengan firman-Nya, "Wanita-wanita
yang keji adalah untuk iaki-iaki yang keji..." (Q.S. An Nur, 26).
Abdurrahman ibnu Zaid menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
Siti Aisyah, yaitu sewaktu ia dituduh berbuat zina oleh orang munafik,
kemudian Allah swt. membersihkannya dari tuduhan itu. Imam Thabrani
mengetengahkan sebuah hadis melalui dua buah sanad yang kedua-duanya
berpredikat Daif, bersumber dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa
firman-Nya, "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yaug
keji..." (Q.S. An Nur,26). diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang
mengatakan tuduhan/berita bohong kepada istri Nabi saw. Imam Thabrani
mengetengahkan sebuah hadis melalui Hakam ibnu Utaibah yang menceritakan,
bahwa ketika orang-orang mempergunjingkan perihal Siti Aisyah r.a. Rasulullan
saw. menyuruh seseorang mendatangi Siti Aisyah r.a. Utusan itu mengatakan,
"Hai Aisyah! Apakah yang sedang dibicarakan oleh orang-orang itu?"
Siti Aisyah r.a. menjawab, "Aku tidak akan mengemukakan suatu alasan pun
hingga turun alasanku dari langit". Maka Allah menurunkan firman-Nya
sebanyak lima belas ayat di dalam surah An Nur mengenai diri Siti Aisyah r.a.
Selanjutnya Hakam ibnu Utaiban membacakannya hingga sampai dengan firman-Nya,
"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji..." (Q.S.
An Nur,26). Hadis ini berpredikat Mursal dan sanadnya sahih.
|
||
|
||
026. (Wanita-wanita yang keji) baik perbuatannya maupun
perkataannya (adalah untuk laki-laki yang keji) pula (dan laki-laki yang
keji) di antara manusia (adalah buat wanita-wanita yang keji pula)
sebagaimana yang sebelumnya tadi (dan wanita-wanita yang baik) baik perbuatan
maupun perkataannya (adalah untuk laki-laki yang baik) di antara manusia (dan
laki-laki yang baik) di antara mereka (adalah untuk wanita-wanita yang baik
pula) baik perbuatan maupun perkataannya. Maksudnya, hal yang layak adalah
orang yang keji berpasangan dengan orang yang keji, dan orang baik
berpasangan dengan orang yang baik. (Mereka itu) yaitu kaum laki-laki yang
baik dan kaum wanita yang baik, antara lain ialah Siti Aisyah dan Sofwan
(bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka) yang keji dari kalangan kaum
laki-laki dan wanita. (Bagi mereka) yakni laki-laki yang baik dan wanita yang
baik itu (ampunan dan rezeki yang mulia) di surga. Siti Aisyah merasa puas
dan bangga dengan beberapa hal yang ia peroleh, antara lain, ia diciptakan
dalam keadaan baik, dan dijanjikan mendapat ampunan dari Allah, serta diberi
rezeki yang mulia.
|
||
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta
izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik
bagimu, agar kamu [selalu] ingat. (27)
|
|
يَـٰٓأَيُّہَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَدۡخُلُواْ بُيُوتًا غَيۡرَ بُيُوتِڪُمۡ حَتَّىٰ
تَسۡتَأۡنِسُواْ وَتُسَلِّمُواْ عَلَىٰٓ أَهۡلِهَاۚ ذَٲلِكُمۡ خَيۡرٌ۬ لَّكُمۡ
لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ (٢٧)
|
|
||
SEBAB TURUNNYA
AYAT: Faryabi dan Ibnu Jarir keduanya
mengetengahkan sebuah hadis melalui Adiy ibnu Tsabit yang menceritakan bahwa
ada seorang wanita dari kalangan sahabat Anshar datang menghadap, lalu ia
berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku tinggal di dalam rumahku,
tetapi aku tidak suka jika ada seseorang melihatku. Sesungguhnya sampai
sekarang masih tetap ada seorang lelaki dari kalangan keluargaku yang masuk
ke dalam rumahku, sedangkan aku dalam keadaan demikian itu, maka apakah yang
harus aku lakukan?" Lalu turunlah firman-Nya, "Hai orang-orang yang
beriman! Janganlah kalan memasuki rumah yang bukan rumah kalian sebelum
meminta izin..." (Q.S. An Nur, 27).
|
||
|
||
027. (Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian
memasuki rumah yang bukan rumah kalian sebelum meminta izin) maksudnya
sebelum kalian meminta izin kepada empunya (dan memberi salam kepada
penghuninya). Seseorang jika mau memasuki rumah orang lain hendaknya ia
mengucapkan, "Assalaamu Alaikum, bolehkah aku masuk?" demikianlah
menurut tuntunan hadis. (Yang demikian itu lebih baik bagi kalian) daripada
masuk tanpa izin (agar kalian selalu ingat) lafal Tadzakkaruuna dengan
mengidgamkan huruf Ta kedua kepada huruf Dzal; maksudnya supaya kalian
mengerti akan kebaikan meminta izin itu, kemudian kalian mengerjakannya.
|
||
Jika kamu tidak
menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu
mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali [saja] lah",
maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (28)
|
|
فَإِن لَّمۡ تَجِدُواْ
فِيهَآ أَحَدً۬ا فَلَا تَدۡخُلُوهَا حَتَّىٰ يُؤۡذَنَ لَكُمۡۖ وَإِن قِيلَ
لَكُمُ ٱرۡجِعُواْ فَٱرۡجِعُواْۖ هُوَ أَزۡكَىٰ لَكُمۡۚ وَٱللَّهُ بِمَا
تَعۡمَلُونَ عَلِيمٌ۬ (٢٨)
|
|
||
028. (Jika kalian tidak menemukan seorang pun di dalamnya)
maksudnya orang yang mengizinkan kalian masuk (maka janganlah kalian masuk
sebelum kalian mendapat izin. Dan jika dikatakan kepada kalian) sesudah
kalian meminta izin ("Kembalilah" maka hendaklah kalian kembali.
Itu) yakni kembali itu (lebih bersih) dan lebih baik (bagi kalian) daripada
berdiam menunggu di pintu (dan Allah terhadap apa yang kalian kerjakan) yakni
mengenai memasuki rumah orang lain dengan memakai izin atau tidak (Maha
Mengetahui) Dia kelak akan membalasnya kepada kalian.
|
||
Tidak ada dosa atasmu
memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang di dalamnya ada
keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu
sembunyikan. (29)
|
|
لَّيۡسَ عَلَيۡكُمۡ
جُنَاحٌ أَن تَدۡخُلُواْ بُيُوتًا غَيۡرَ مَسۡكُونَةٍ۬ فِيہَا مَتَـٰعٌ۬ لَّكُمۡۚ
وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مَا تُبۡدُونَ وَمَا تَكۡتُمُونَ (٢٩)
|
|
||
SEBAB TURUNNYA
AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan
sebuah hadis melalui Muqatil ibnu Hayyan yang menceritakan, bahwa ketika ayat
meminta izin untuk masuk ke rumah orang lain diturunkan, Abu Bakar berkata,
"Wahai Rasulullah! Bagaimana nanti dengan para pedagang Quraisy, yaitu
orang-orang yang sering bolak-balik antara Mekah, Madinah dan negeri Syam,
sedangkan mereka mempunyai rumah-rumah yang telah dikenal oleh mereka di
tengah-tengah jalan, maka bagaimanakah mereka meminta izin dan mengucapkan
salam, sedangkan di dalam rumah-rumah mereka yang di tengah jalan itu tidak
ada penghuninya?" Maka turunlah firman-Nya, "Tidak ada dosa atas
kalian memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami..." (Q.S. An
Nur, 29).
|
||
|
||
029. (Tidak ada dosa atas kalian memasuki rumah yang
tidak disediakan untuk didiami, yang di dalamnya ada keperluan) maksudnya,
ada manfaat (bagi kalian) misalnya dijadikannya sebagai tempat tinggal
sementara atau untuk keperluan yang lainnya, seperti rumah-rumah asrama dan
lain sebagainya (dan Allah mengetahui apa yang kalian nyatakan) yakni semua
apa yang kalian lahirkan (dan apa yang kalian sembunyikan) artinya yang
kalian rahasiakan sewaktu kalian masuk ke dalam rumah yang bukan rumah
kalian, termasuk maksud baik atau maksud-maksud lainnya. Pada pembahasan yang
akan datang akan diceritakan, bahwa mereka para sahabat, jika mereka memasuki
rumah mereka sendiri, mereka mengucapkan salam kepada diri mereka sendiri.
|
||
Katakanlah kepada
orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (30)
|
|
قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ
يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ ذَٲلِكَ أَزۡكَىٰ
لَهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ (٣٠)
|
|
||
030. (Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman,
"Hendaklah mereka menahan pandangannya) dari apa-apa yang tidak
dihalalkan bagi mereka melihatnya. Huruf Min di sini adalah Zaidah (dan
memelihara kemaluannya) daripada hal-hal yang tidak dihalalkan untuknya (yang
demikian itu adalah lebih suci) adalah lebih baik (bagi mereka, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat") melalui penglihatan dan
kemaluan mereka, kelak Dia akan membalasnya kepada mereka.
|
||
Katakanlah kepada
wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,
kecuali yang [biasa] nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera
mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki
mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera
saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang
mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
[terhadap wanita] atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.
Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang
yang beriman supaya kamu beruntung. (31)
|
|
وَقُل
لِّلۡمُؤۡمِنَـٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ
وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ
بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِہِنَّۖ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا
لِبُعُولَتِهِنَّ أَوۡ ءَابَآٮِٕهِنَّ أَوۡ ءَابَآءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآٮِٕهِنَّ أَوۡ
أَبۡنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ إِخۡوَٲنِهِنَّ أَوۡ بَنِىٓ إِخۡوَٲنِهِنَّ أَوۡ
بَنِىٓ أَخَوَٲتِهِنَّ أَوۡ نِسَآٮِٕهِنَّ
أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّـٰبِعِينَ غَيۡرِ أُوْلِى
ٱلۡإِرۡبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفۡلِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يَظۡهَرُواْ عَلَىٰ
عَوۡرَٲتِ ٱلنِّسَآءِۖ وَلَا يَضۡرِبۡنَ بِأَرۡجُلِهِنَّ لِيُعۡلَمَ مَا
يُخۡفِينَ مِن زِينَتِهِنَّۚ وَتُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ
ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ (٣١)
|
|
||
SEBAB TURUNNYA
AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan
sebuah hadis melalui Muqatil yang menceritakan, "Kami telah menerima
sebuah hadis dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan, bahwa Asma binti
Martsad berada dalam kebun kurma miliknya. Banyak wanita-wanita yang
mengunjunginya tanpa memakai kain sarung, sehingga kelihatan perhiasan yang
ada pada kaki-kaki mereka dan dada mereka nampak menyembul begitu juga
ujung-ujung rambut mereka." Asma berkata, "Alangkah buruknya
pemandangan ini." Lalu Allah menurunkan firman-Nya, "Katakanlah
kepada wanita-wanita yang beriman..." (Q.S. An Nur, 31). Ibnu Jarir
mengetengahkan sebuah hadis melalui seorang Hadhrami bahwa ada seorang wanita
yang memakai gelang kaki terbuat dari perak yang kemudian diberi keroncongan.
Pada suatu hari ia lewat di hadapan suatu kumpulan kaum laki-laki, kemudian
ia memukul-mukulkan kakinya ke tanah sehingga terdengarlah dengan nyaring
suara beradunya gelang kaki dengan keroncongannya. Setelah itu Allah
menurunkan firman-Nya, "Dan janganlah mereka memukulkan kaki
mereka..." (Q.S. An Nur 31).
|
||
|
||
031. (Dan katakanlah kepada wanita yang beriman,
"Hendaklah mereka menahan pandangannya) daripada hal-hal yang tidak
dihalalkan bagi mereka melihatnya (dan memelihara kemaluannya) dari hal-hal
yang tidak dihalalkan untuknya (dan janganlah mereka menampakkan)
memperlihatkan (perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya) yaitu
wajah dan dua telapak tangannya, maka kedua perhiasannya itu boleh dilihat
oleh lelaki lain, jika tidak dikhawatirkan adanya fitnah. Demikianlah menurut
pendapat yang membolehkannya. Akan tetapi menurut pendapat yang lain hal itu
diharamkan secara mutlak, sebab merupakan sumber terjadinya fitnah. Pendapat
yang kedua ini lebih kuat demi untuk menutup pintu fitnah. (Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya) hendaknya mereka menutupi kepala,
leher dan dada mereka dengan kerudung atau jilbabnya (dan janganlah menampakkan
perhiasannya) perhiasan yang tersembunyi, yaitu selain dari wajah dan dua
telapak tangan (kecuali kepada suami mereka) bentuk jamak dari lafal Ba'lun
artinya suami (atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra
mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau
putra-putra saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara-saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam atau budak-budak yang mereka
miliki) diperbolehkan bagi mereka melihatnya kecuali anggota tubuh antara
pusar dan lututnya, anggota tersebut haram untuk dilihat oleh mereka selain
dari suaminya sendiri. Dikecualikan dari lafal Nisaaihinna, yaitu
perempuan-perempuan yang kafir, bagi wanita Muslimat tidak boleh membuka
aurat di hadapan mereka. Termasuk pula ke dalam pengertian Maa Malakat
Aymaanuhunna, yaitu hamba sahaya laki-laki miliknya (atau pelayan-pelayan
laki-laki) yakni pembantu-pembantu laki-laki (yang tidak) kalau dibaca Ghairi
berarti menjadi sifat dan kalau dibaca Ghaira berarti menjadi Istitsna
(mempunyai keinginan) terhadap wanita (dari kalangan kaum laki-laki)
seumpamanya penis masing-masing tidak dapat bereaksi (atau anak-anak) lafal
Ath-Thifl bermakna jamak sekalipun bentuk lafalnya tunggal (yang masih belum
mengerti) belum memahami (tentang aurat wanita) belum mengerti persetubuhan,
maka kaum wanita boleh menampakkan aurat mereka terhadap orang-orang tersebut
selain antara pusar dan lututnya. (Dan janganlah mereka memukulkan kaki
mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan) yaitu berupa gelang
kaki, sehingga menimbulkan suara gemerincing. (Dan bertobatlah kamu sekalian
kepada Allah, hai orang-orang yang beriman) dari apa yang telah kalian
kerjakan, yaitu sehubungan dengan pandangan yang dilarang ini dan hal-hal
lainnya yang dilarang (supaya kalian beruntung") maksudnya selamat dari
hal tersebut karena tobat kalian diterima. Pada ayat ini ungkapan Mudzakkar
mendominasi atas Muannats.
|
||
Dan kawinkanlah
orang-orang yang sendirian [1036] di antara kamu, dan orang-orang yang layak [berkawin] dari
hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah
Maha luas [pemberian-Nya] lagi Maha Mengetahui. (32)
|
|
وَأَنكِحُواْ
ٱلۡأَيَـٰمَىٰ مِنكُمۡ وَٱلصَّـٰلِحِينَ مِنۡ عِبَادِكُمۡ وَإِمَآٮِٕڪُمۡۚ إِن يَكُونُواْ فُقَرَآءَ يُغۡنِهِمُ
ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦۗ وَٱللَّهُ وَٲسِعٌ عَلِيمٌ۬ (٣٢)
|
|
||
[1036]
Maksudnya: hendaklah ladi-laki yang belum kawin atau wanita-wanita yang tidak
bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.
|
||
|
||
032. (Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara
kalian) lafal Ayaama adalah bentuk jamak dari lafal Ayyimun artinya wanita
yang tidak mempunyai suami, baik perawan atau janda, dan laki-laki yang tidak
mempunyai istri; hal ini berlaku untuk laki-laki dan perempuan yang merdeka
(dan orang-orang yang layak kawin) yakni yang Mukmin (dari hamba-hamba sahaya
kalian yang lelaki dan hamba-hamba sahaya kalian yang perempuan) lafal
'ibaadun adalah bentuk jamak dari lafal 'Abdun. (Jika mereka) yakni
orang-orang yang merdeka itu (miskin Allah akan memampukan mereka) berkat
adanya perkawinan itu (dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas) pemberian-Nya
kepada makhluk-Nya (lagi Maha Mengetahui) mereka.
|
||
Dan orang-orang yang
tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian [diri]nya, sehingga Allah
memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang
menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka [1037], jika kamu mengetahui
ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta
Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu [1038]. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan
pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak
mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [kepada mereka]
sesudah mereka dipaksa [itu] [1039]. (33)
|
|
وَلۡيَسۡتَعۡفِفِ
ٱلَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغۡنِيَہُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦۗ
وَٱلَّذِينَ يَبۡتَغُونَ ٱلۡكِتَـٰبَ مِمَّا مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُكُمۡ
فَكَاتِبُوهُمۡ إِنۡ عَلِمۡتُمۡ فِيہِمۡ خَيۡرً۬اۖ وَءَاتُوهُم مِّن مَّالِ
ٱللَّهِ ٱلَّذِىٓ ءَاتَٮٰكُمۡۚ وَلَا
تُكۡرِهُواْ فَتَيَـٰتِكُمۡ عَلَى ٱلۡبِغَآءِ إِنۡ أَرَدۡنَ تَحَصُّنً۬ا
لِّتَبۡتَغُواْ عَرَضَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۚ وَمَن يُكۡرِههُّنَّ فَإِنَّ
ٱللَّهَ مِنۢ بَعۡدِ إِكۡرَٲهِهِنَّ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ۬ (٣٣)
|
|
||
[1037] Salah
satu cara dalam agama Islam untuk menghilangkan perbudakan, yaitu seorang
hamba boleh meminta pada tuannya untuk dimerdekakan, dengan perjanjian bahwa
budak itu akan membayar jumlah uang yang ditentukan. Pemilik budak itu
hendaklah menerima perjanjian itu kalau budak itu menurut penglihatannya
sanggup melunasi perjanjian itu dengan harta yang halal.
[1038] Untuk mempercepat lunasnya perjanjian itu hendaklah budak-budak itu ditolong dengan harta yang diambilkan dari zakat atau harta lainnya. [1039] Maksudnya: Tuhan akan mengampuni budak-budak wanita yang dipaksa melakukan pelacuran oleh tuannya itu, selama mereka tidak mengulangi perbuatannya itu lagi.
SEBAB TURUNNYA
AYAT: Ibnu Sakan di dalam kitab 'Fi
Ma'rifatish Shahabah' mengetengahkan sebuah hadis melalui Abdullah ibnu
Shubaih yang ia terima dari ayahnya, yang menceritakan, "Aku pernah
menjadi budak milik Huwathib ibnu Abdul Uzza. Kemudian aku meminta perjanjian
Kitabah untuk merdeka kepadanya, maka turunlah firman-Nya, 'Dan budak-budak
yang kalian miliki yang menginginkan perjanjian...'" (Q.S. An Nur, 33).
Imam Muslim
mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Abu Sofyan yang ia terima dari
Jabir ibnu Abdullah r.a. yang menceritakan, bahwa Abdullah ibnu Ubay pernah
mengatakan kepada seorang budak wanitanya, "Pergilah kamu melacurkan
diri untuk mendapatkan sesuatu buat kami". Maka Allah menurunkan
firman-Nya, "Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian untuk
melakukan pelacuran..." (Q.S. An Nur, 33). Imam Muslim mengetengahkan
pula dari jalur sanad ini, bahwasanya seorang budak wanita milik Abdullah
ibnu Ubay yang dikenal dengan nama panggilan Masikah dan seorang budak
lainnya yang bernama Umaimah, keduanya disuruh secara paksa untuk melakukan
pelacuran, kemudian kedua budak wanita itu melaporkan hal itu kepada Nabi
saw., lalu Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Dan janganlah kalian paksa
budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran..." (Q.S. An Nuur,
33). Imam Hakim mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Zubair yang ia
terima dari Jabir, yang menceritakan, bahwa Masikah menjadi budak wanita
milik salah seorang dari kalangan Anshar. Lalu ia menceritakan,
"Sesungguhnya tuanku telah memaksa diriku supaya melacurkan diri, maka
turunlah firman-Nya, 'Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian untuk
melakukan pelacuran...'" (Q.S. An Nuur, 33). Al Bazzar dan Imam Thabrani
keduanya mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang sahih melalui Ibnu
Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa Abdullah ibnu Ubay memiliki seorang budak
wanita bekas pelacur di zaman jahiliyah. Ketika perbuatan zina diharamkan
budak wanita itu berkata, "Demi Allah! Aku tidak akan berzina lagi untuk
selama-lamanya". Maka turunlah firman-Nya, "Dan janganlah kalian
paksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran..." (Q.S. An
Nuur, 33). Al Bazzar mengetengahkan hadis yang serupa dengan hadis ini
melalui Anas r.a. hanya sanadnya daif. Disebutkan di dalam hadisnya bahwa
budak wanita itu bernama Muadzah. Said ibnu Manshur mengetengahkan sebuah
hadis melalui Syakban ibnu Amr ibnu Dinar yang ia terima dari Ikrimah, bahwa
Abdullah ibnu Ubay memiliki dua budak wanita; yang satu bernama Masikah dan
yang kedua bernama Mu'adzah. Abdullah ibnu Ubay memaksa keduanya untuk
melacurkan diri. Salah seorang di antara keduanya menjawab, "Jika perbuatan
zina itu baik, maka sesungguhnya aku telah mendapatkan keuntungan yang banyak
darinya dan jika perbuatan buruk, maka aku harus meninggalkannya". Maka
turunlah firman-Nya, "Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita
kalian untuk melakukan pelacuran..." (Q.S. An Nuur, 33).
|
||
|
||
033. (Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga
kesuciannya) maksudnya mereka yang tidak mempunyai mahar dan nafkah untuk
kawin, hendaklah mereka memelihara kesuciannya dari perbuatan zina (sehingga
Allah memampukan mereka) memberikan kemudahan kepada mereka (dengan
karunia-Nya) hingga mereka mampu kawin. (Dan orang-orang yang menginginkan
perjanjian) lafal Al Kitaaba bermakna Al Mukaatabah, yaitu perjanjian untuk
memerdekakan diri (di antara budak-budak yang kalian miliki) baik hamba sahaya
laki-laki maupun perempuan (maka hendaklah kalian buat perjanjian dengan
mereka jika kalian mengetahui ada kebaikan pada mereka) artinya dapat
dipercaya dan memiliki kemampuan untuk berusaha yang hasilnya kelak dapat
membayar perjanjian kemerdekaan dirinya. Shighat atau teks perjanjian ini,
misalnya seorang pemilik budak berkata kepada budaknya, "Aku
memukatabahkan kamu dengan imbalan dua ribu dirham, selama jangka waktu dua
bulan. Jika kamu mampu membayarnya, berarti kamu menjadi orang yang merdeka."
Kemudian budak yang bersangkutan menjawab, "Saya menyanggupi dan mau
menerimanya" (dan berikanlah kepada mereka) perintah di sini ditujukan
kepada para pemilik budak (sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya
kepada kalian) berupa apa-apa yang dapat membantu mereka untuk menunaikan apa
yang mereka harus bayarkan kepada kalian. Di dalam lafal Al-Iitaa terkandung
pengertian meringankan sebagian dari apa yang harus mereka bayarkan kepada
kalian, yaitu dengan menganggapnya lunas. (Dan janganlah kalian paksakan
budak-budak wanita kalian) yaitu sahaya wanita milik kalian (untuk melakukan
pelacuran) berbuat zina (sedangkan mereka sendiri menginginkan kesucian)
memelihara kehormatannya dari perbuatan zina. Adanya keinginan untuk
memelihara kehormatan inilah yang menyebabkan dilarang memaksa, sedangkan
syarath di sini tidak berfungsi sebagaimana mestinya lagi (karena kalian
hendak mencari) melalui paksaan itu (keuntungan duniawi) ayat ini diturunkan
berkenaan dengan Abdullah bin Ubay, karena dia memaksakan hamba-hamba sahaya
perempuannya untuk berpraktek sebagai pelacur demi mencari keuntungan bagi
dirinya. (Dan barang siapa memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah kepada
mereka yang telah dipaksa itu adalah Maha Pengampun) (lagi Maha Penyayang).
|
||
Dan sesungguhnya Kami
telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penerangan, dan
contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan pelajaran bagi
orang-orang yang bertakwa. (34)
|
|
وَلَقَدۡ أَنزَلۡنَآ
إِلَيۡكُمۡ ءَايَـٰتٍ۬ مُّبَيِّنَـٰتٍ۬ وَمَثَلاً۬ مِّنَ ٱلَّذِينَ خَلَوۡاْ مِن
قَبۡلِكُمۡ وَمَوۡعِظَةً۬ لِّلۡمُتَّقِينَ (٣٤) ۞
|
|
||
034. (Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kalian
ayat-ayat yang memberi penerangan) dapat dibaca Mubayyanatin dan
Mubayyinatin. Artinya, telah dijelaskan di dalamnya hal-hal yang telah
disebutkan tadi (dan contoh-contoh) yakni berita yang aneh, yaitu berita
tentang Siti Aisyah (dari orang-orang yang terdahulu sebelum kalian)
maksudnya sama jenisnya dengan berita-berita mereka dalam hal keanehannya,
seperti kisah mengenai Nabi Yusuf dan Siti Maryam (dan pelajaran bagi
orang-orang yang bertakwa) yaitu dalam firman-Nya, "Dan janganlah belas
kasihan kalian kepada keduanya mencegah kalian untuk menjalankan agama
(hukum) Allah." (Q.S. An-Nur, 2) dan firman-Nya, "Mengapa di waktu
kalian mendengar berita bohong itu orang-orang Mukmin dan Mukminat tidak
berprasangka baik". (Q.S. An-Nur, 12). Dan firman-Nya, "Dan mengapa
kalian tidak berkata di waktu mendengar berita bohong itu..." (Q.S.
An-Nur, 16). Dan firman-Nya, "Allah memperingatkan kalian agar jangan
kembali memperbuat yang seperti itu..." (Q.S. An-Nur, 17). Dalam ayat
ini orang-orang yang bertakwa disebutkan secara khusus mengingat hanya
merekalah yang dapat mengambil manfaat dari pelajaran yang terkandung di
dalamnya.
|
||
Allah [Pemberi] cahaya
[kepada] langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah
lubang yang tak tembus [1040], yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca
[dan] kaca itu seakan-akan bintang [yang bercahaya] seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, [yaitu] pohon
zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur [sesuatu] dan tidak pula di sebelah
barat [nya] [1041], yang minyaknya [saja] hampir-hampir menerangi, walaupun tidak
disentuh api. Cahaya di atas cahaya [berlapis-lapis], Allah membimbing kepada
cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu. (35)
|
|
ٱللَّهُ نُورُ
ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ مَثَلُ نُورِهِۦ كَمِشۡكَوٰةٍ۬ فِيہَا مِصۡبَاحٌۖ
ٱلۡمِصۡبَاحُ فِى زُجَاجَةٍۖ ٱلزُّجَاجَةُ كَأَنَّہَا كَوۡكَبٌ۬ دُرِّىٌّ۬
يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ۬ مُّبَـٰرَڪَةٍ۬ زَيۡتُونَةٍ۬ لَّا شَرۡقِيَّةٍ۬ وَلَا
غَرۡبِيَّةٍ۬ يَكَادُ زَيۡتُہَا يُضِىٓءُ وَلَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡهُ نَارٌ۬ۚ نُّورٌ
عَلَىٰ نُورٍ۬ۗ يَہۡدِى ٱللَّهُ لِنُورِهِۦ مَن يَشَآءُۚ وَيَضۡرِبُ ٱللَّهُ
ٱلۡأَمۡثَـٰلَ لِلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ۬ (٣٥)
|
|
||
[1040] Yang
dimaksud "lobang yang tidak tembus" (misykat) ialah suatu lobang di
dinding rumah yang tidak tembus sampai kesebelahnya, biasanya digunakan untuk
tempat lampu, atau barang-barang lain.
[1041] Maksudnya: pohon zaitun itu tumbuh di puncak bukit ia dapat sinar matahari baik di waktu matahari terbit maupun di waktu matahari akan terbenam, sehingga pohonnya subur dan buahnya menghasilkan minyak yang baik. |
||
|
||
035. (Allah cahaya langit dan bumi) yakni pemberi cahaya
langit dan bumi dengan matahari dan bulan. (Perumpamaan cahaya Allah) sifat
cahaya Allah di dalam kalbu orang Mukmin (adalah seperti misykat yang di
dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca) yang dinamakan lampu
lentera atau Qandil. Yang dimaksud Al Mishbah adalah lampu atau sumbu yang
dinyalakan. Sedangkan Al Misykaat artinya sebuah lubang yang tidak tembus.
Sedangkan pengertian pelita di dalam kaca, maksudnya lampu tersebut berada di
dalamnya (kaca itu seakan-akan) cahaya yang terpancar darinya (bintang yang
bercahaya seperti mutiara) kalau dibaca Diriyyun atau Duriyyun berarti
berasal dari kata Ad Dar'u yang artinya menolak atau menyingkirkan, dikatakan
demikian karena dapat mengusir kegelapan, maksudnya bercahaya. Jika dibaca
Durriyyun dengan mentasydidkan huruf Ra, berarti mutiara, maksudnya cahayanya
seperti mutiara (yang dinyalakan) kalau dibaca Tawaqqada dalam bentuk Fi'il
Madhi, artinya lampu itu menyala. Menurut suatu qiraat dibaca dalam bentuk
Fi'il Mudhari' yaitu Tuuqidu, menurut qiraat lainnya dibaca Yuuqadu, dan
menurut qiraat yang lainnya lagi dapat dibaca Tuuqadu, artinya kaca itu
seolah-olah dinyalakan (dengan) minyak (dari pohon yang banyak berkahnya,
yaitu pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah Timur dan pula tidak di
sebelah Barat) akan tetapi tumbuh di antara keduanya, sehingga tidak terkena
panas atau dingin yang dapat merusaknya (yang minyaknya saja hampir-hampir
menerangi, walaupun tidak disentuh api) mengingat jernihnya minyak itu.
(Cahaya) yang disebabkannya (di atas cahaya) api dari pelita itu. Makna yang
dimaksud dengan cahaya Allah adalah petunjuk-Nya kepada orang Mukmin,
maksudnya hal itu adalah cahaya di atas cahaya iman (Allah membimbing kepada
cahaya-Nya) yaitu kepada agama Islam (siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
memperbuat) yakni menjelaskan (perumpamaan-perumpamaan bagi manusia) supaya
dapat dicerna oleh pemahaman mereka, kemudian supaya mereka mengambil
pelajaran daripadanya, sehingga mereka mau beriman (dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu) antara lain ialah membuat perumpamaan-perumpamaan ini.
|
||
Bertasbih [1042] kepada Allah di
masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya
di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, (36)
|
|
فِى بُيُوتٍ أَذِنَ
ٱللَّهُ أَن تُرۡفَعَ وَيُذۡڪَرَ فِيہَا ٱسۡمُهُ ۥ يُسَبِّحُ لَهُ ۥ
فِيہَا بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأَصَالِ (٣٦)
|
|
||
[1042] Yang
bertasbih ialah laki-laki yang tersebut pada ayat 37 berikut.
|
||
|
||
036. (Di rumah-rumah Allah) maksudnya mesjid-mesjid, lafal Fii
Buyuutin berta'alluq kepada lafal Yusabbihu yang akan disebutkan nanti. (Yang
Allah telah memerintahkan supaya dimuliakan) yakni diagungkan (dan disebut
nama-Nya di dalamnya) dengan mentauhidkan-Nya (bertasbihlah) dapat dibaca
Yusabbahu artinya dibacakan tasbih dalam salat. Dapat pula dibaca Yusabbihu,
artinya membaca tasbih dalam salat (kepada Allah di dalamnya, pada waktu
pagi) lafal Al-Ghuduwwi adalah Mashdar yang maknanya Al-Ghadwaati, artinya
pagi hari (dan waktu petang) waktu sore sesudah matahari tergelincir.
|
||
laki-laki yang tidak
dilalaikan oleh perniagaan dan tidak [pula] oleh jual-beli dari mengingat
Allah, dan [dari] mendirikan sembahyang, dan [dari] membayarkan zakat. Mereka
takut kepada suatu hari yang [di hari itu] hati dan penglihatan menjadi
goncang. (37)
|
|
رِجَالٌ۬ لَّا
تُلۡهِيہِمۡ تِجَـٰرَةٌ۬ وَلَا بَيۡعٌ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَإِقَامِ ٱلصَّلَوٰةِ
وَإِيتَآءِ ٱلزَّكَوٰةِۙ يَخَافُونَ يَوۡمً۬ا تَتَقَلَّبُ فِيهِ ٱلۡقُلُوبُ
وَٱلۡأَبۡصَـٰرُ (٣٧)
|
|
||
037. (Laki-laki) menjadi Fa'il atau subyek daripada Fi'il
Yusabbihu, jika dibaca Yusabbahu berkedudukan menjadi Naibul Fa'il. Lafal
Rijaalun adalah Fa'il dari Fi'il atau kata kerja yang diperkirakan
keberadaannya sebagai jawab dari soal yang diperkirakan pula. Jadi
seolah-olah dikatakan, siapakah yang melakukan tasbih kepada-Nya itu,
jawabnya adalah laki-laki (yang tidak dilalaikan oleh perniagaan) perdagangan
(dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah dan dari mendirikan
salat) huruf Ha lafal Iqaamatish Shalaati dibuang demi untuk meringankan
bacaan sehingga jadilah Iqaamish Shalaati (dan dari membayar zakat. Mereka
takut kepada suatu hari yang di hari itu menjadi guncang) yakni panik (hati
dan penglihatan) karena merasa khawatir, apakah dirinya selamat atau binasa,
dan penglihatan jelalatan ke kanan dan ke kiri karena ngeri melihat pemandangan
azab pada saat itu, yaitu hari kiamat.
|
||
[Mereka mengerjakan
yang demikian itu] supaya Allah memberi balasan kepada mereka [dengan
balasan] yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya
Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada
siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (38)
|
|
لِيَجۡزِيَہُمُ ٱللَّهُ
أَحۡسَنَ مَا عَمِلُواْ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضۡلِهِۦۗ وَٱللَّهُ يَرۡزُقُ مَن
يَشَآءُ بِغَيۡرِ حِسَابٍ۬ (٣٨)
|
|
||
038. (Dengan harapan supaya Allah memberi balasan kepada
mereka dengan balasan yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan)
maksudnya pahala yang baik, karena lafal Ahsan bermakna Hasan (dan supaya
Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada
siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas) jika dikatakan, Fulaanun Yunfiqu
Bighairi Hisabin, maka artinya, dia membelanjakan harta tanpa perhitungan
lagi.
|
||
Dan orang-orang yang
kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang
disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu
dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan di dapatinya [ketetapan] Allah di
sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup
dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya [1043]. (39)
|
|
وَٱلَّذِينَ ڪَفَرُوٓاْ
أَعۡمَـٰلُهُمۡ كَسَرَابِۭ بِقِيعَةٍ۬ يَحۡسَبُهُ ٱلظَّمۡـَٔانُ مَآءً حَتَّىٰٓ
إِذَا جَآءَهُ ۥ لَمۡ يَجِدۡهُ شَيۡـًٔ۬ا وَوَجَدَ ٱللَّهَ عِندَهُ ۥ
فَوَفَّٮٰهُ حِسَابَهُ ۥۗ وَٱللَّهُ سَرِيعُ
ٱلۡحِسَابِ (٣٩)
|
|
||
[1043]
Orang-orang kafir, karena amal-amal mereka tidak didasarkan atas iman,
tidaklah mendapatkan balasan dari Tuhan di akhirat walaupun di dunia mereka
mengira akan mendapatkan balasan atas amalan mereka itu.
|
||
|
||
039. (Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah
laksana fatamorgana di tanah yang datar) lafal Qii'ah adalah bentuk jamak
dari lafal Qaa'un, yakni padang sahara yang datar. Yang dimaksud dengan lafal
Saraabun adalah pemandangan yang tampak di kala matahari sedang
terik-teriknya yang rupanya mirip seperti air yang mengalir, atau lazim
disebut fatamorgana (ia disangka) diduga (oleh orang yang kehausan) yaitu
orang yang dahaga (air, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak
mendapatinya sesuatu apa pun) apa yang disangkanya itu, demikian pula halnya
orang kafir, ia menduga bahwa amal kebaikannya seperti sedekah, yang ia
sangka bermanfaat bagi dirinya, tetapi bila ia mati kemudian ia menghadap
kepada Rabbnya, maka ia tidak mendapati amal kebaikannya itu. Atau dengan
kata lain amalnya itu tidak memberi manfaat kepada dirinya. (Dan ia
mendapatkan Allah di sisinya) yakni di sisi amalnya (lalu Allah memberikan
kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup) Allah memberikan balasan amal
perbuatannya itu hanya di dunia (dan Allah adalah sangat cepat
perhitungan-Nya) di dalam memberikan balasan-Nya.
|
||
Atau seperti gelap
gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak
[pula], di atasnya [lagi] awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila
dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, [dan] barangsiapa
yang tiada diberi cahaya [petunjuk] oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya
sedikitpun. (40)
|
|
أَوۡ كَظُلُمَـٰتٍ۬ فِى
بَحۡرٍ۬ لُّجِّىٍّ۬ يَغۡشَٮٰهُ مَوۡجٌ۬ مِّن
فَوۡقِهِۦ مَوۡجٌ۬ مِّن فَوۡقِهِۦ سَحَابٌ۬ۚ ظُلُمَـٰتُۢ بَعۡضُہَا فَوۡقَ
بَعۡضٍ إِذَآ أَخۡرَجَ يَدَهُ ۥ لَمۡ يَكَدۡ يَرَٮٰهَاۗ
وَمَن لَّمۡ يَجۡعَلِ ٱللَّهُ لَهُ ۥ نُورً۬ا فَمَا لَهُ ۥ مِن نُّورٍ
(٤٠)
|
|
||
040. (Atau) amal perbuatan orang-orang kafir yang buruk
(seperti gelap-gulita di lautan yang dalam) yakni laut yang amat dalam (yang
diliputi oleh ombak di atasnya) di atas ombak itu (ada ombak pula, di atasnya
lagi) maksudnya di atas ombak yang kedua itu (awan) yang mendung dan gelap;
ini adalah (gelap-gulita yang tindih-menindih) yakni gelapnya laut, gelapnya
ombak yang pertama, gelapnya ombak yang kedua, dan gelapnya mendung (apabila
dia mengeluarkan) yakni orang yang melihatnya (tangannya) di dalam gelap-gulita
yang sangat ini (tiadalah dia dapat melihatnya) artinya hampir saja ia tidak
dapat melihat tangannya sendiri (dan barang siapa yang tiada diberi cahaya
oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun) maksudnya barang siapa
yang tidak diberi petunjuk oleh Allah, niscaya ia tidak akan mendapatkan
petunjuk.
|
||
Tidakkah kamu tahu
bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan
[juga] burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui
[cara] sembahyang dan tasbihnya [1044], dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (41)
|
|
أَلَمۡ تَرَ أَنَّ
ٱللَّهَ يُسَبِّحُ لَهُ ۥ مَن فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱلطَّيۡرُ
صَـٰٓفَّـٰتٍ۬ۖ كُلٌّ۬ قَدۡ عَلِمَ صَلَاتَهُ ۥ وَتَسۡبِيحَهُ ۥۗ
وَٱللَّهُ عَلِيمُۢ بِمَا يَفۡعَلُونَ (٤١)
|
|
||
[1044]
Masing-masing makhluk mengetahui cara shalat dan tasbih kepada Allah dengan
ilham dari Allah.
|
||
|
||
041. (Tidakkah kamu melihat, bahwasanya Allah kepada-Nya
bertasbih apa yang di langit dan di bumi) dan termasuk ke dalam pengertian
bertasbih adalah salat (dan juga burung-burung) lafal Thair adalah bentuk
jamak dari lafal Ath Thaair, yakni makhluk yang terbang antara bumi dan
langit (dengan mengembangkan sayapnya) lafal Shaaffaatin adalah Hal atau kata
keterangan keadaan dari burung-burung tadi, yaitu burung-burung itu membaca
tasbih dengan mengembangkan sayapnya. (Masing-masingnya telah diketahui) oleh
Allah (cara salat dan bertasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
kerjakan). Di dalam ungkapan ini, semuanya dianggap sebagai makhluk yang
berakal.
|
||
Dan kepunyaan
Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali [semua
makhluk]. (42)
|
|
وَلِلَّهِ مُلۡكُ
ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ وَإِلَى ٱللَّهِ ٱلۡمَصِيرُ (٤٢)
|
|
||
042. (Dan kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi)
maksudnya perbendaharaan-perbendaharaan hujan, rezeki dan tumbuh-tumbuhan (dan
kepada Allahlah kembali) semua makhluk.
|
||
Tidakkah kamu melihat
bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara [bagian-bagian]nya,
kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan
keluar dari celah-celahnya dan Allah [juga] menurunkan [butiran-butiran] es
dari langit, [yaitu] dari [gumpalan-gumpalan awan seperti] gunung-gunung,
maka ditimpakan-Nya [butiran-butiran] es itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan
kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan. (43)
|
|
أَلَمۡ تَرَ أَنَّ
ٱللَّهَ يُزۡجِى سَحَابً۬ا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيۡنَهُ ۥ ثُمَّ
يَجۡعَلُهُ ۥ رُكَامً۬ا فَتَرَى ٱلۡوَدۡقَ يَخۡرُجُ مِنۡ خِلَـٰلِهِۦ
وَيُنَزِّلُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن جِبَالٍ۬ فِيہَا مِنۢ بَرَدٍ۬ فَيُصِيبُ بِهِۦ
مَن يَشَآءُ وَيَصۡرِفُهُ ۥ عَن مَّن يَشَآءُۖ يَكَادُ سَنَا بَرۡقِهِۦ
يَذۡهَبُ بِٱلۡأَبۡصَـٰرِ (٤٣)
|
|
||
043. (Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan)
menggiringnya secara lembut (kemudian mengumpulkan antara bagian-bagiannya)
dengan menghimpun sebagiannya dengan sebagian yang lain, sehingga yang
tadinya tersebar kini menjadi satu kumpulan (kemudian menjadikannya
bertindih-tindih) yakni sebagiannya di atas sebagian yang lain (maka
kelihatanlah olehmu air) hujan (keluar dari celah-celahnya) yakni melalui
celah-celahnya (dan Allah juga menurunkan dari langit). Huruf Min yang kedua
ini berfungsi menjadi Shilah atau kata penghubung (yakni dari gunung-gunung
yang menjulang padanya) menjulang ke langit; Min Jibaalin menjadi Badal
daripada lafal Minas Samaa-i dengan mengulangi huruf Jarrnya (berupa es)
sebagiannya terdiri dari es (maka ditimpakannya es tersebut kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya.
Hampir-hampir) hampir saja (kilauan kilat awan itu) yakni cahayanya yang
berkilauan (menghilangkan penglihatan) mata yang memandangnya, karena silau
olehnya.
|
||
Allah mempergantikan
malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat pelajaran yang
besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan. (44)
|
|
يُقَلِّبُ ٱللَّهُ
ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَۚ إِنَّ فِى ذَٲلِكَ لَعِبۡرَةً۬ لِّأُوْلِى
ٱلۡأَبۡصَـٰرِ (٤٤)
|
|
||
044. (Allah mempergantikan malam dan siang) mendatangkan
masing-masingnya sebagai pengganti dari yang lain. (sesungguhnya pada yang
demikian itu) yakni pergantian ini (terdapat pelajaran) yang menunjukkan
kebesaran-Nya (bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan) bagi mereka yang
memiliki penglihatan memandang kekuasaan Allah swt.
|
||
Dan Allah telah menciptakan
semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di
atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian [yang
lain] berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya,
sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (45)
|
|
وَٱللَّهُ خَلَقَ كُلَّ
دَآبَّةٍ۬ مِّن مَّآءٍ۬ۖ فَمِنۡہُم مَّن يَمۡشِى عَلَىٰ بَطۡنِهِۦ وَمِنۡہُم
مَّن يَمۡشِى عَلَىٰ رِجۡلَيۡنِ وَمِنۡہُم مَّن يَمۡشِى عَلَىٰٓ أَرۡبَعٍ۬ۚ
يَخۡلُقُ ٱللَّهُ مَا يَشَآءُۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ ڪُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ۬ (٤٥)
|
|
||
045. (Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan) maksudnya
makhluk hidup (dari air) yakni air mani (maka sebagian dari hewan itu ada
yang berjalan di atas perutnya) seperti ulat dan binatang melata lainnya (dan
sebagian berjalan dengan dua kaki) seperti manusia dan burung (sedangkan
sebagian yang lain berjalan dengan empat kaki) seperti hewan liar dan hewan
ternak. (Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu).
|
||
Sesungguhnya Kami
telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan. Dan Allah memimpin siapa yang
dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (46)
|
|
لَّقَدۡ أَنزَلۡنَآ
ءَايَـٰتٍ۬ مُّبَيِّنَـٰتٍ۬ۚ وَٱللَّهُ يَہۡدِى مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٲطٍ۬ مُّسۡتَقِيمٍ۬
(٤٦)
|
|
||
046. (Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang
menjelaskan) yaitu Alquran. (Dan Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya
kepada jalan) yakni tuntunan (yang lurus) yaitu agama Islam.
|
||
Dan mereka berkata:
"Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami menta’ati
[keduanya]." Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu,
sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. (47)
|
|
وَيَقُولُونَ ءَامَنَّا
بِٱللَّهِ وَبِٱلرَّسُولِ وَأَطَعۡنَا ثُمَّ يَتَوَلَّىٰ فَرِيقٌ۬ مِّنۡہُم
مِّنۢ بَعۡدِ ذَٲلِكَۚ وَمَآ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ
بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ (٤٧)
|
|
||
047. (Dan mereka berkata) maksudnya orang-orang munafik,
("Kami telah beriman) Kami telah percaya (kepada Allah) dengan
mengesakan-Nya (dan Rasul) yaitu Nabi Muhammad (dan Kami menaati") apa
yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. (Kemudian berpalinglah)
memalingkan diri (sebagian dari mereka sesudah itu) dari apa yang telah
ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya (sekali-kali mereka itu bukanlah) orang-orang
yang berpaling itu (orang-orang yang beriman) sejati, yang hati dan lisan
mereka bersesuaian.
|
||
Dan apabila mereka
dipanggil kepada Allah [1045] dan rasul-Nya, agar rasul menghukum [mengadili] di antara
mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. (48)
|
|
وَإِذَا دُعُوٓاْ إِلَى
ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ لِيَحۡكُمَ بَيۡنَہُمۡ إِذَا فَرِيقٌ۬ مِّنۡہُم
مُّعۡرِضُونَ (٤٨)
|
|
||
[1045]
Maksudnya: Dipanggil utnuk bertahkim kepada Kitabullah.
SEBAB TURUNNYA
AYAT: Firman Allah swt, "Dan
apabila mereka dipanggil..." (Q.S. An Nuur, 48). Ibnu Abu Hatim
mengetengahkan sebuah hadis yang bersumber dari hadis Mursal Hasan, bahwa
seorang lelaki bila mempunyai persengketaan dengan orang lain, kemudian ia
dipanggil menghadap kepada Nabi saw. sedangkan ia berada dalam pihak yang
benar, maka ia taat. Karena ia mengetahui bahwa Nabi saw. pasti akan
memutuskan peradilan secara benar bagi pihaknya. Akan tetapi apabila ia telah
berbuat aniaya, kemudian ia dipanggil menghadap kepada Nabi saw. maka ia
berpaling seraya mengatakan, "Aku lebih suka dengan si Polan". Lalu
Allah menurunkan firman-Nya, "Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah
dan Rasul-Nya..." (Q.S.24 An Nur, 48)
|
||
|
||
048. (Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya)
yang menyampaikan kepada mereka (agar Rasul menghukum/mengadili di antara
mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka berpaling) menolak untuk datang
memenuhi seruan Rasul.
|
||
Tetapi jika keputusan
itu untuk [kemaslahatan] mereka, mereka datang kepada rasul dengan patuh.
(49)
|
|
وَإِن يَكُن لَّهُمُ ٱلۡحَقُّ
يَأۡتُوٓاْ إِلَيۡهِ مُذۡعِنِينَ (٤٩)
|
|
||
049. (Tetapi jika keputusan itu untuk kemaslahatan mereka,
mereka mau datang kepada Rasul dengan patuh) dengan segera dan penuh
ketaatan.
|
||
Apakah [ketidak
datangan mereka itu karena] dalam hati mereka ada penyakit, atau [karena]
mereka ragu-ragu ataukah [karena] takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya
berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang
zalim. (50)
|
|
أَفِى قُلُوبِہِم
مَّرَضٌ أَمِ ٱرۡتَابُوٓاْ أَمۡ يَخَافُونَ أَن يَحِيفَ ٱللَّهُ عَلَيۡہِمۡ
وَرَسُولُهُ ۥۚ بَلۡ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ
هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ (٥٠)
|
|
||
050. (Apakah di dalam hati mereka ada penyakit) yakni
kekafiran (atau karena mereka ragu-ragu) mereka meragukan kenabiannya
(ataukah karena mereka takut kalau-kalau Allah dan Rasul-Nya berlaku zalim
kepada mereka?) di dalam peradilan, yakni mereka diperlakukan secara aniaya
di dalamnya. Tidak (sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim) karena
mereka berpaling dari peradilan itu.
|
||
Sesungguhnya jawaban
orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar
rasul menghukum [mengadili] di antara mereka [1046] ialah ucapan." "Kami mendengar dan kami patuh."
Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (51)
|
|
إِنَّمَا كَانَ قَوۡلَ
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذَا دُعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ لِيَحۡكُمَ
بَيۡنَهُمۡ أَن يَقُولُواْ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَاۚ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ (٥١)
|
|
||
[1046]
Maksudnya: Di antara kaum
muslimin dengan kaum muslimin dan antara kaum muslimin dengan yang bukan
muslimin.
|
||
|
||
051. (Sesungguhnya jawaban orang-orang Mukmin, bila mereka
dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul mengadili di antara mereka)
maka jawaban yang pantas mereka katakan (ialah ucapan, "Kami mendengar
dan Kami patuh") yakni mengiakan secara spontan. (Dan mereka) sejak saat
itu (adalah orang-orang yang beruntung) artinya orang-orang yang selamat di
dunia dan akhirat.
|
||
Dan barangsiapa yang
ta’at kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah [1047] dan bertakwa
kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. (52)
|
|
وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ
وَرَسُولَهُ ۥ وَيَخۡشَ ٱللَّهَ وَيَتَّقۡهِ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡفَآٮِٕزُونَ
(٥٢) ۞
|
|
||
[1047] Yang
dimaksud dengan "takut kepada Allah" ialah takut kepada Allah
disebabkan dosa-dosa yang telah dikerjakannya, dan yang dimaksud dengan
"takwa" ialah memelihara diri dari segala macam dosa-dosa yang
mungkin terjadi.
|
||
|
||
052. (Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya
dan takut kepada Allah) merasa takut kepada-Nya (dan bertakwa kepada-Nya)
dapat dibaca Wayattaqih dan Wayattaqhi, yakni dengan menaati-Nya (maka mereka
adalah orang-orang yang mendapat kemenangan) yaitu mendapat surga.
|
||
Dan mereka bersumpah
dengan nama Allah sekuat-kuat sumpah, jika kamu suruh mereka berperang,
pastilah mereka akan pergi. Katakanlah: "Janganlah kamu bersumpah,
[karena keta’atan yang diminta ialah] keta’atan yang sudah dikenal.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (53)
|
|
وَأَقۡسَمُواْ
بِٱللَّهِ جَهۡدَ أَيۡمَـٰنِہِمۡ لَٮِٕنۡ
أَمَرۡتَہُمۡ لَيَخۡرُجُنَّۖ قُل لَّا تُقۡسِمُواْۖ طَاعَةٌ۬ مَّعۡرُوفَةٌۚ
إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ (٥٣)
|
|
||
053. (Dan mereka bersumpah dengan nama Allah sekuat-kuat
sumpah) dengan sekuatnya (jika kalian suruh mereka) untuk pergi berjihad
(pastilah mereka akan pergi. Katakanlah!) kepada mereka ("Janganlah kalian
bersumpah, karena ketaatan yang diminta ialah ketaatan yang sebenarnya)
maksudnya taat yang sebenarnya kepada Nabi adalah lebih baik daripada sumpah
kalian yang tidak kalian tunaikan. (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kalian kerjakan") berupa ketaatan kalian secara lisan, padahal
kalian bertentangan dalam prakteknya.
|
||
Katakanlah:
"Ta’atlah kepada Allah dan ta’atlah kepada rasul; dan jika kamu
berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan
kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan
kepadamu. Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan
tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan [amanat Allah] dengan
terang." (54)
|
|
قُلۡ أَطِيعُواْ
ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَۖ فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّمَا عَلَيۡهِ مَا
حُمِّلَ وَعَلَيۡڪُم مَّا حُمِّلۡتُمۡۖ وَإِن تُطِيعُوهُ تَهۡتَدُواْۚ وَمَا
عَلَى ٱلرَّسُولِ إِلَّا ٱلۡبَلَـٰغُ ٱلۡمُبِينُ (٥٤)
|
|
||
054. (Katakanlah! "Taatlah kepada Allah dan taatlah
kepada Rasul dan jika kalian berpaling) dari taat kepadanya. Lafal Tawallau
asalnya adalah Tatawallau; maksudnya pembicaraan ini ditujukan kepada mereka
(maka sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya)
yaitu menyampaikan risalah (dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata
apa yang dibebankan kepada kalian) yakni untuk taat kepadanya (dan jika
kalian taat kepadanya, niscaya kalian mendapat petunjuk. Dan tidak lain
kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan amanat Allah dengan terang")
yaitu secara jelas dan gamblang.
|
||
Dan Allah telah
berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum
mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar [keadaan] mereka,
sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap
menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang [tetap] kafir sesudah [janji] itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik. (55)
|
|
وَعَدَ ٱللَّهُ
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ
لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِى ٱلۡأَرۡضِ ڪَمَا ٱسۡتَخۡلَفَ ٱلَّذِينَ مِن
قَبۡلِهِمۡ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمۡ دِينَہُمُ ٱلَّذِى ٱرۡتَضَىٰ لَهُمۡ
وَلَيُبَدِّلَنَّہُم مِّنۢ بَعۡدِ خَوۡفِهِمۡ أَمۡنً۬اۚ يَعۡبُدُونَنِى لَا
يُشۡرِكُونَ بِى شَيۡـًٔ۬اۚ وَمَن ڪَفَرَ بَعۡدَ ذَٲلِكَ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡفَـٰسِقُونَ (٥٥)
|
|
||
SEBAB TURUNNYA
AYAT: Imam Hakim di dalam kitab
sahihnya dan Imam Thabrani keduanya mengetengahkan sebuah hadis melalui Ubay
ibnu Kaab yang menceritakan, bahwa ketika Nabi saw. dan para sahabatnya
hijrah ke Madinah dan mereka diterima oleh sahabat Anshar, orang-orang Arab
bersatu padu untuk memukul mereka. Oleh karenanya kaum Muslimin tidak pernah
lengah dari senjata mereka, baik siang dan malam senjata selalu ada padanya.
Mereka mengatakan, "Kalian lihat sendiri beginilah hidup kami, hingga
kami tinggal merasa aman dan tidak takut kepada siapa pun selain kepada
Allah". Maka turunlah firman-Nya, "Dan Allah telah menjanjikan
kepada orang-orang yang beriman di antara kalian..." (Q.S. An Nur, 55).
|
||
|
||
055. (Dan Allah telah menjanjikan kepada orang-orang
yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi) sebagai ganti dari
orang-orang kafir (sebagaimana Dia telah menjadikan berkuasa) dapat dibaca
Kamastakhlafa dan Kamastukhlifa (orang-orang yang sebelum mereka) sebagaimana
yang dialami oleh kaum Bani Israel sebagai pengganti dari orang-orang yang
lalim dan angkara murka (dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama
yang telah diridai-Nya untuk mereka) yaitu agama Islam; seumpamanya Dia akan
memenangkannya di atas agama-agama yang lain, kemudian Dia meluaskan bagi
mereka daerah-daerah mereka dan mereka menjadi para pemiliknya (dan Dia
benar-benar akan menukar keadaan mereka) dapat dibaca Takhfif yaitu menjadi walayubdilannahum,
dapat pula dibaca Tasydid yaitu menjadi Walayubaddilannahum (sesudah mereka
berada dalam ketakutan) dari perlakuan orang-orang kafir (menjadi aman
sentosa) dan Allah telah menunaikan janji-Nya kepada mereka, yaitu memberikan
kepada mereka apa yang telah disebutkan tadi, kemudian Dia memuji mereka
melalui firman-Nya, (Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan
sesuatu apa pun dengan Aku) ayat ini merupakan jumlah Isti'naf atau kalimat
baru, akan tetapi statusnya disamakan sebagai Illat. (Dan barang siapa yang
tetap kafir sesudah janji itu) sesudah pemberian nikmat kepada mereka, yaitu
keamanan tadi (maka mereka itulah orang-orang yang fasik) dan orang-orang
yang mula-mula kafir sesudah itu adalah para pembunuh Khalifah Usman r.a.
kemudian mereka menjadi orang-orang yang saling membunuh padahal sebelumnya
mereka berteman.
|
||
Dan dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat, dan ta’atlah kepada rasul, supaya kamu diberi
rahmat. (56)
|
|
وَأَقِيمُواْ
ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ لَعَلَّڪُمۡ
تُرۡحَمُونَ (٥٦)
|
|
||
056. (Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatlah
kepada Rasul, supaya kalian diberi rahmat) mudah-mudahan kalian diberi
rahmat.
|
||
Janganlah kamu kira
bahwa orang-orang yang kafir itu dapat melemahkan [Allah dari mengazab
mereka] di bumi ini, sedang tempat tinggal mereka [di akhirat] adalah neraka.
Dan sungguh amat jeleklah tempat kembali itu. (57)
|
|
لَا تَحۡسَبَنَّ
ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مُعۡجِزِينَ فِى ٱلۡأَرۡضِۚ وَمَأۡوَٮٰهُمُ ٱلنَّارُۖ وَلَبِئۡسَ ٱلۡمَصِيرُ (٥٧)
|
|
||
057. (Janganlah kamu kira) dapat dibaca Tahsabanna dan
Yahsabanna, yang menjadi Fa'il atau subyeknya adalah Rasulullah (bahwa
orang-orang yang kafir itu dapat melemahkan) Kami (di bumi ini) yakni selamat
dari azab Kami (sedangkan tempat tinggal mereka) yaitu tempat mereka kembali
(adalah neraka. Dan sungguh sejelek-jelek tempat kembali adalah neraka)
maksudnya tempat kembali yang paling buruk.
|
||
Hai orang-orang yang
beriman, hendaklah budak-budak [lelaki dan wanita] yang kamu miliki, dan
orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga
kali [dalam satu hari] yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu
menanggalkan pakaian [luar]mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya.
[Itulah] tiga ’aurat bagi kamu [1048]. Tidak ada dosa atasmu dan tidak [pula] atas mereka selain dari
[tiga waktu] itu [1049]. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu [ada keperluan] kepada
sebahagian [yang lain]. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu.
Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (58)
|
|
يَـٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِيَسۡتَـٔۡذِنكُمُ ٱلَّذِينَ مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُكُمۡ
وَٱلَّذِينَ لَمۡ يَبۡلُغُواْ ٱلۡحُلُمَ مِنكُمۡ ثَلَـٰثَ مَرَّٲتٍ۬ۚ مِّن قَبۡلِ
صَلَوٰةِ ٱلۡفَجۡرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُم مِّنَ ٱلظَّهِيرَةِ وَمِنۢ
بَعۡدِ صَلَوٰةِ ٱلۡعِشَآءِۚ ثَلَـٰثُ عَوۡرَٲتٍ۬ لَّكُمۡۚ لَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ
وَلَا عَلَيۡهِمۡ جُنَاحُۢ بَعۡدَهُنَّۚ طَوَّٲفُونَ عَلَيۡكُم بَعۡضُڪُمۡ
عَلَىٰ بَعۡضٍ۬ۚ كَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأَيَـٰتِۗ وَٱللَّهُ
عَلِيمٌ حَكِيمٌ۬ (٥٨)
|
|
||
[1048]
Maksudnya: tiga macam waktu yang biasanya di waktu-waktu itu badan banyak
terbuka. Oleh sebab itu Allah melarang budak-budak dan anak-anak di bawah
umur untuk masuk ke kamar tidur orang dewasa tanpa idzin pada waktu-waktu
tersebut.
[1049] Maksudnya: tidak berdosa kalau mereka tidak dicegah masuk tanpa izin, dan tidak pula mereka berdosa kalau masuk tanpa meminta izin. |
||
|
||
058. (Hai orang-orang yang beriman, hendaklah meminta izin
kepada kalian budak-budak yang kalian miliki) baik yang laki-laki maupun yang
perempuan (dan orang-orang yang belum balig di antara kalian) maksudnya dari
kalangan orang-orang yang merdeka dan belum mengetahui perihal kaum wanita
(sebanyak tiga kali) yaitu dalam tiga waktu untuk seharinya (yaitu sebelum
salat subuh dan ketika kalian menanggalkan pakaian luar kalian di tengah
hari) yakni waktu salat Zuhur (dan sesudah salat Isyak. Itulah tiga aurat
bagi kalian) kalau dibaca Rafa' menjadi Tsalaatsu 'Auraatin, berarti menjadi
Khabar dari Mubtada yang diperkirakan keberadaannya, dan sebelum Khabar
terdapat Mudhaf, kemudian kedudukan Mudhaf yang diperkirakan itu diganti oleh
Mudhaf ilaih yaitu lafal Tsalaatsun itu sendiri. Makna selengkapnya ialah,
Ketentuan tersebut adalah tiga waktu yang ketiga-tiganya merupakan aurat bagi
kalian. Jika dibaca Nashab menjadi Tsalaatsa Auraatin Lakum, dengan
memperkirakan adanya lafal Auraatin yang dinashabkan, juga karena menjadi
Badal secara Mahal dari lafal sebelumnya, kemudian Mudhaf ilaih menggantikan
kedudukannya. Dikatakan demikian karena pada saat-saat tersebut, yaitu ketiga
waktu itu, orang-orang membuka pakaian luar mereka untuk istirahat sehingga
auratnya kelihatan. (Tidak ada atas kalian dan tidak pula atas mereka) atas
budak-budak yang kalian miliki dan anak-anak kecil (dosa) untuk masuk menemui
kalian tanpa izin (selain dari tiga waktu itu) yakni sesudah ketiga waktu
tadi, sedangkan mereka (melayani kalian) meladeni kalian (sebagian kalian)
yakni pelayan itu mempunyai keperluan (kepada sebagian yang lain) kalimat ini
berkedudukan mengukuhkan makna sebelumnya. (Demikianlah) sebagaimana apa yang
telah disebutkan tadi (Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kalian) yakni
menjelaskan hukum-hukum-Nya. (Dan Allah Maha Mengetahui) tentang semua urusan
makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) di dalam mengatur kepentingan mereka. Ayat
yang menyangkut masalah meminta izin ini menurut suatu pendapat telah
dinasakh. Akan tetapi menurut pendapat yang lain tidak dinasakh, hanya saja
orang-orang meremehkan masalah meminta izin ini, sehingga banyak dari mereka
yang tidak memakainya lagi.
|
||
Dan apabila anak-anakmu
telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti
orang-orang yang sebelum mereka meminta izin [1050]. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (59)
|
|
وَإِذَا بَلَغَ
ٱلۡأَطۡفَـٰلُ مِنكُمُ ٱلۡحُلُمَ فَلۡيَسۡتَـٔۡذِنُواْ ڪَمَا ٱسۡتَـٔۡذَنَ
ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۚ كَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَڪُمۡ ءَايَـٰتِهِۦۗ
وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَڪِيمٌ۬ (٥٩)
|
|
||
[1050]
Maksudnya: anak-anak dari orang-orang yang merdeka yang bukan mahram, yang
telah balig haruslah meminta izin lebih dahulu kalau hendak masuk menurut
cara orang-orang yang tersebut dalam ayat 27 dan 28 surat ini meminta izin.
|
||
|
||
059. (Dan apabila anak-anak kalian telah sampai) hai
orang-orang yang merdeka (kepada usia balig, maka hendaklah mereka meminta
izin) dalam semua waktu (seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta
izin) yakni orang-orang dewasa yang merdeka. (Demikianlah Allah menjelaskan
ayat-ayat-Nya bagi kalian. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana).
|
||
Dan
perempuan-perempuan tua yang telah terhenti [dari haidh dan mengandung] yang
tiada ingin kawin [lagi], tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian [1051] mereka dengan tidak
[bermaksud] menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (60)
|
|
وَٱلۡقَوَٲعِدُ مِنَ
ٱلنِّسَآءِ ٱلَّـٰتِى لَا يَرۡجُونَ نِكَاحً۬ا فَلَيۡسَ عَلَيۡهِنَّ جُنَاحٌ
أَن يَضَعۡنَ ثِيَابَهُنَّ غَيۡرَ مُتَبَرِّجَـٰتِۭ بِزِينَةٍ۬ۖ وَأَن يَسۡتَعۡفِفۡنَ
خَيۡرٌ۬ لَّهُنَّۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ۬ (٦٠)
|
|
||
[1051]
Maksudnya: pakaian luar yang kalau dibuka tidak menampakkan aurat.
|
||
|
||
060. (Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti) dari
haid dan dari mempunyai anak disebabkan telah lanjut umurnya (yang tiada
ingin kawin lagi) bagi yang demikian itu (tiadalah atas mereka dosa
menanggalkan pakaian mereka) yakni jilbab mereka, atau selendang mereka, atau
penutup yang ada di atas kerudung mereka (dengan tidak bermaksud menampakkan)
yakni menonjolkan (perhiasan)-nya yang tersembunyi seperti kalung, gelang
tangan dan gelang kaki (dan berlaku terhormat) tidak melepaskannya (adalah
lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar) perkataan kalian (lagi Maha
Mengetahui) apa yang tersimpan di dalam kalbu kalian.
|
||
Tidak ada halangan
bagi orang buta, tidak [pula] bagi orang pincang, tidak [pula] bagi orang
sakit, dan tidak [pula] bagi dirimu sendiri, makan [bersama-sama mereka] di
rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah
saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah
saudara bapakmu yang laki-laki di rumah saudara bapakmu yang perempuan, di
rumah saudara ibumu yang laki-laki di rumah saudara ibumu yang perempuan, di
rumah yang kamu miliki kuncinya [1052] atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan
bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki [suatu rumah
dari] rumah-rumah [ini] hendaklah kamu memberi salam kepada [penghuninya yang
berarti memberi salam] kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi
Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat
[Nya] bagimu, agar kamu memahaminya. (61)
|
|
لَّيۡسَ عَلَى
ٱلۡأَعۡمَىٰ حَرَجٌ۬ وَلَا عَلَى ٱلۡأَعۡرَجِ حَرَجٌ۬ وَلَا عَلَى ٱلۡمَرِيضِ
حَرَجٌ۬ وَلَا عَلَىٰٓ أَنفُسِڪُمۡ أَن تَأۡكُلُواْ مِنۢ بُيُوتِڪُمۡ أَوۡ
بُيُوتِ ءَابَآٮِٕڪُمۡ أَوۡ بُيُوتِ
أُمَّهَـٰتِكُمۡ أَوۡ بُيُوتِ إِخۡوَٲنِڪُمۡ أَوۡ بُيُوتِ أَخَوَٲتِڪُمۡ أَوۡ
بُيُوتِ أَعۡمَـٰمِڪُمۡ أَوۡ بُيُوتِ عَمَّـٰتِڪُمۡ أَوۡ بُيُوتِ أَخۡوَٲلِكُمۡ
أَوۡ بُيُوتِ خَـٰلَـٰتِڪُمۡ أَوۡ مَا مَلَڪۡتُم مَّفَاتِحَهُ ۥۤ أَوۡ
صَدِيقِڪُمۡۚ لَيۡسَ عَلَيۡڪُمۡ جُنَاحٌ أَن تَأۡڪُلُواْ جَمِيعًا أَوۡ
أَشۡتَاتً۬اۚ فَإِذَا دَخَلۡتُم بُيُوتً۬ا فَسَلِّمُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمۡ
تَحِيَّةً۬ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ مُبَـٰرَڪَةً۬ طَيِّبَةً۬ۚ ڪَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ
ٱللَّهُ لَڪُمُ ٱلۡأَيَـٰتِ لَعَلَّڪُمۡ تَعۡقِلُونَ (٦١)
|
|
||
[1052]
Maksudnya: rumah yang diserahkan kepadamu mengurusnya. Adab pergaulan
orang-orang yang mu'min terhadap Rasul SAW
SEBAB TURUNNYA
AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan
hadis mengenai hal ini melalui Barra yang menceritakan, bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan kami, sedangkan kami pada saat itu dalam keadaan
ketakutan yang sangat. Firman Allah swt., "Tidak ada dosa bagi orang
buta..." (Q.S. An Nur, 61). Abdur Razzaq mengatakan bahwa kami menerima
hadis dari Muammar yang ia terima dari Ibnu Abu Nujaih, kemudian Abu Nujaih
menerimanya dari Mujahid yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki yang
membawa serta orang buta, orang pincang dan orang yang sedang sakit ke rumah
ayahnya, atau rumah saudara lelakinya, atau rumah saudara perempuannya, atau
rumah saudara perempuan ayahnya, atau rumah saudara perempuan bibinya. Maka
tersebutlah bahwa orang yang menderita sakit yang menahun itu merasa berdosa
akan hal tersebut, maka mereka mengatakan, "Sesungguhnya mereka membawa
kita pergi hanya ke rumah-rumah orang lain, bukan rumah mereka Sendiri".
Maka turunlah ayat ini sebagai rukhshah atau keringanan buat mereka, yaitu
firman-Nya, "Tidak ada dosa bagi orang buta..." (Q.S. An Nuur, 61).
Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a. yang
menceritakan, bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya, "Hai orang-orang
yang beriman! Janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan
jalan yang batil..." (Q.S. 4 An Nisa, 29). Maka orang-orang Muslim
merasa berdosa, lalu mereka mengatakan: "Makanan adalah harta yang
paling utama, maka tidak dihalalkan bagi seorang pun di antara kita untuk
makan di tempat orang lain". Maka orang-orang pun menahan diri dari hal
tersebut, kemudian turunlah firman-Nya, "Tidak ada halangan bagi orang
buta..." (Q.S. An Nuur, 61). sampai dengan firman-Nya, "... atau di
rumah yang kalian miliki kuncinya..." (Q.S. An Nuur, 61). Dhahhak
mengetengahkan sebuah hadis, bahwa penduduk kota Madinah sebelum Nabi saw.
diutus, jika mereka makan tidak mau campur dengan orang buta, orang yang
sedang sakit, dan orang yang pincang. Karena orang yang buta tidak akan dapat
melihat makanan yang baik, dan orang yang sedang sakit tidak dapat makan
sepenuhnya sebagaimana orang yang sehat sedangkan orang yang pincang tidak dapat
bersaing untuk meraih makanan. Kemudian turunlah ayat ini Sebagai rukhshah
yang memperbolehkan mereka untuk makan bersamasama dengan orang-orang yang
sehat. Dhahhak mengetengahkan pula hadis lainnya melalui Miqsam yang
menceritakan, penduduk Madinah selalu menghindar dari makan bersama dengan
orang yang buta dan orang yang pincang, kemudian turunlah ayat ini. Tsaklabi
di dalam kitab tafsirnya mengemukakan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a.
yang menceritakan, bahwa Harits berangkat bersama dengan Rasulullah dalam
suatu peperangan. Sebelum itu Harits mempercayakan kepada Khalid ibnu Zaid
untuk menjaga istrinya, tetapi Khalid, ibnu Zaid merasa berdosa untuk makan
dari makanan Harits, sedang ia sendiri orang yang mempunyai penyakit yang
menahun, kemudian turunlah ayat ini, "Tidak ada dosa bagi
kalian..." (Q.S. An Nur, 61). Al Bazzar mengetengahkan sebuah hadis
dengan sanad yang sahih melalui Siti Aisysh r.a, bahwa kaum Muslimin ingin
sekali berangkat berperang bersama dengan Rasulullah saw. Oleh karena itu
mereka menyerahkan kunci rumah-rumah mereka kepada orang-orang jompo, seraya
mengatakan kepadanya, "Kami telah menghalalkan bagi kalian untuk memakan
dari apa yang kalian sukai di dalam rumah kami". Akan tetapi orang-orang
jompo itu mengatakan, "Sesungguhnya tidaklah mereka memperbolehkan kami
melainkan hanya karena terpaksa saja, tidak dengan sepenuh hati". Maka
Allah menurunkan firman-Nya, "Tidak ada dosa bagi kalian..." (Q.S.
An Nur, 61). sampai dengan firman-Nya, "...atau di rumah-rumah yang
kalian miliki kuncinya..." (Q.S. An Nur, 61). lbnu Jarir mengetengahkan
sebuah hadis melalui Zuhri, bahwasanya Zuhri pada suatu hari ditanya mengenai
firman-Nya, "Tidak ada dosa bagi orang buta..." (Q.S. An Nur, 61).
Si penanya itu mengatakan, "Apakah artinya orang buta, orang pincang dan
orang sakit yang disebutkan dalam ayat ini?" Maka Zuhri menjawab:
"Sesungguhnya kaum Muslimin dahulu, jika mereka berangkat ke medan
perang, mereka meninggalkan orang-orang jompo dari kalangan mereka, dan
mereka memberikan kunci rumah-rumah mereka kepada orang-orang jompo, seraya
mengatakan, 'Kami telah menghalalkan bagi kalian untuk memakan apa saja yang
kalian inginkan dari rumah kami'. Akan tetapi orang-orang jompo tersebut
merasa berdosa untuk melakukan hal itu, yakni memakan makanan dari rumah
mereka. Oleh karena itu orang-orang jompo mengatakan, 'Kami tidak akan
memasuki rumah-rumah mereka selagi mereka dalam keadaan tidak di rumah'. Maka
Allah swt. menurunkan ayat ini sebagai rukhshah atau kemurahan dari-Nya bagi
mereka". Ibnu Jarir mengetengshkan pula hadis lainnya melalui Qatadah
yang menceritakan, bahwa ayat, "Tidak ada dosa bagi kalian makan
bersama-sama mereka atau sendirian..." (Q.S. An Nur, 61). diturunkan
berkenaan dengan segolongan orang-orang Arab Badui, di mana seorang dari
mereka tidak mau makan sendirian dan pernah di suatu hari ia memanggul
makanannya selama setengah hari untuk mencari seseorang yang menemaninya
makan bersama. Ibnu Jarir mengetengahkan pula hadis ini melalui Ikrimah dan
Abu saleh, yang kedua-duanya menceritakan bahwa orang-orang Anshar apabila
kedatangan tamu, mereka tidak mau makan kecuali bila tamu itu makan bersama
mereka. Maka turunlah ayat ini sebagai rukhshah buat mereka.
|
||
|
||
061. (Tidak ada dosa bagi orang buta, tidak pula bagi orang
pincang, dan tidak pula bagi orang sakit) untuk makan bersama dengan
orang-orang selain mereka (dan tidak pula) dosa (bagi diri kalian sendiri
untuk makan bersama mereka di rumah kalian sendiri) yaitu di rumah anak-anak
kalian (atau rumah bapak-bapak kalian, di rumah ibu-ibu kalian, di rumah
saudara-saudara kalian yang laki-laki, di rumah saudara-saudara kalian yang
perempuan, di rumah saudara-saudara bapak kalian yang laki-laki, di rumah
saudara-saudara bapak kalian yang perempuan, di rumah saudara-saudara ibu
kalian yang laki-laki, di rumah saudara-saudara ibu kalian yang perempuan, di
rumah yang kalian miliki kuncinya) yang khusus kalian sediakan buat orang
lain (atau - di rumah - kawan-kawan kalian) yang dimaksud dengan kawan adalah
orang-orang yang benar-benar setia kepada kalian. Makna ayat ini ialah, bahwa
kalian diperbolehkan makan dari rumah-rumah orang-orang yang telah disebutkan
tadi, sekalipun para pemiliknya tidak hadir atau sedang tidak ada di rumah,
jika memang kalian telah yakin akan kerelaan mereka terhadap sikap kalian itu
(Tidak ada dosa bagi kalian makan bersama-sama mereka) yakni berbarengan
dengan mereka (atau sendirian) tidak bersama-sama. Lafal Asytaatan ini adalah
bentuk jamak dari kata Syatta, artinya sendiri-sendiri atau berpisah-pisah.
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan seseorang yang merasa berdosa jika ia
makan sendirian. Jika ia tidak menemukan seseorang yang mau makan bersamanya,
maka ia tidak mau memakan makanannya (maka apabila kalian memasuki
rumah-rumah) milik kalian sendiri yang tidak ada penghuninya (hendaklah
kalian memberi salam kepada diri kalian sendiri) katakanlah! "Assalaamu
'Alainaa Wa Alaa `Ibaadillaahish Shaalihiin" yang artinya, "Keselamatan
semoga dilimpahkan kepada diri kami dan hamba-hamba Allah yang saleh".
Karena sesungguhnya para Malaikatlah yang akan menjawab salam kalian itu.
Jika ternyata di dalam rumah-rumah itu terdapat penghuninya, maka berilah
salam kepada mereka (sebagai salam) lafal Tahiyyatan menjadi Mashdar artinya
sebagai penghormatan (yang ditetapkan di sisi Allah, yang diberkati lagi
baik) yakni diberi pahala bagi orang yang mengucapkannya. (Demikianlah Allah
menjelaskan ayat-ayat-Nya bagi kalian) Dia merincikan tanda-tanda agama kalian
(agar kalian memahaminya) supaya kalian mengerti hal tersebut.
|
||
Sesungguhnya yang
sebenar-benar orang mu’min ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu
urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan [Rasulullah]
sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin
kepadamu [Muhammad] mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
rasul-Nya, maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu
keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka,
dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (62)
|
|
إِنَّمَا
ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَإِذَا ڪَانُواْ
مَعَهُ ۥ عَلَىٰٓ أَمۡرٍ۬ جَامِعٍ۬ لَّمۡ يَذۡهَبُواْ حَتَّىٰ
يَسۡتَـٔۡذِنُوهُۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسۡتَـٔۡذِنُونَكَ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ
وَرَسُولِهِۦۚ فَإِذَا ٱسۡتَـٔۡذَنُوكَ لِبَعۡضِ شَأۡنِهِمۡ فَأۡذَن لِّمَن
شِئۡتَ مِنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمُ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ۬
رَّحِيمٌ۬ (٦٢)
|
|
||
SEBAB TURUNNYA
AYAT: Ibnu Ishak mengetengahkan sebuah
hadis, demikian pula Imam Baihaqi di dalam kitab Dala'il-nya melalui Urwah
dan Muhammad ibnu Kaab
Al Qurazhiy serta lain-lainnya, mereka menceritakan, bahwa ketika orang-orang
Quraisy menyerang Madinah
dalam perang Ahzab, mereka berkemah di tempat terhimpunnya banjir, yaitu di
Raumah, nama sebuah sumur di Madinah. Pemimpin mereka adalah Abu Sofyan,
kemudian datang pula bantuan mereka dari kabilah Ghathafan yang berkemah di
sebelah gunung Uhud. Berita tentang kedatangan mereka sampai kepada
Rasulullah saw., maka Rasulullah saw. membuat galian di sekitar kota Madinah
bersama-sama dengan kaum Muslimin lainnya dan Rasulullah saw. sendiri ikut
serta bersama mereka menggali parit itu. Akan tetapi beberapa orang laki-laki
dari kalangan kaum munafik, bekerja dengan malas dan mereka hanya mau
mengerjakan pekerjaan yang ringan-ringan saja secara disengaja. Kemudian
mereka secara diam-diam pergi meninggalkan pekerjaan itu menuju ke rumah
masing-masing tanpa sepengetahuan dari Rasulullah saw. dan tanpa izinnya.
Lain halnya dengan seorang Muslim jika ia mempunyai keperluan yang mendesak,
yang harus ia kerjakan, ia mengemukakan hal itu kepada Rasulullah saw. dan
meminta izin kepadanya untuk pergi menunaikan keperluan pribadinya, maka
Rasulullah saw. memberi izin kepadanya. Apabila keperluannya telah selesai,
ia kembali lagi kepada pekerjaan menggali parit itu. Kemudian Allah
menurunkan firman-Nya, "Sesungguhnya yang sebenar-benar orang Mukmin itu
ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka
berada bersama-sama Rasulullah dalam suatu urusan yang memerlukan
pertemuan..." (Q.S. An Nuur, 62) sampai dengan firman-Nya, "Dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Q.S. An Nyr, 64). Firman Allah
swt., "Janganlah kallan jadikan..." (Q.S. An Nur, 63). Abu Nuaim di
dalam kitab Dala'il mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Dhshhak yang
bersumber dari Ibnu Abbas r.a. Ibnu Abbas r.a. menceritakan, bahwa kaum
Muslimin mengatakan, "Hai Muhammad! Hai Abul Qasim!", maka Allah
menurunkan firman-Nya, "Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di
antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang
lain." (Q.S. An Nur, 63). Setelah itu mereka memanggilnya, "Hai
Nabi Allah! Hai Rasulullah!".
|
||
|
||
062. (Orang-orang Mukmin yang sesungguhnya itu tidak
lain hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan
apabila mereka berada bersama-sama dengannya) dengan Rasulullah (dalam
sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan) seperti khutbah Jumat (mereka tidak
meninggalkan) Rasulullah karena hal-hal mendadak yang dialami mereka, dalam
hal ini mereka dimaafkan (sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya
orang-orang yang meminta izin kepadamu, mereka itulah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka apabila mereka meminta izin kepadamu
karena sesuatu keperluan mereka) karena mereka mempunyai urusan penting
(berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka) untuk pergi
(dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang).
|
||
Janganlah kamu jadikan
panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada
sebahagian [yang lain]. Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang
berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung [kepada kawannya],
maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa
cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (63)
|
|
لَّا تَجۡعَلُواْ
دُعَآءَ ٱلرَّسُولِ بَيۡنَڪُمۡ كَدُعَآءِ بَعۡضِكُم بَعۡضً۬اۚ قَدۡ يَعۡلَمُ
ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنكُمۡ لِوَاذً۬اۚ فَلۡيَحۡذَرِ ٱلَّذِينَ
يُخَالِفُونَ عَنۡ أَمۡرِهِۦۤ أَن تُصِيبَہُمۡ فِتۡنَةٌ أَوۡ يُصِيبَہُمۡ
عَذَابٌ أَلِيمٌ (٦٣)
|
|
||
SEBAB TURUNNYA
AYAT: Ibnu Ishak mengetengahkan sebuah
hadis, demikian pula Imam Baihaqi di dalam kitab Dala'il-nya melalui Urwah
dan Muhammad ibnu Kaab Al Qurazhiy serta lain-lainnya, mereka menceritakan,
bahwa ketika orang-orang Quraisy menyerang Madinah dalam perang Ahzab, mereka
berkemah di tempat terhimpunnya banjir, yaitu di Raumah, nama sebuah sumur di
Madinah. Pemimpin mereka adalah Abu Sofyan, kemudian datang pula bantuan
mereka dari kabilah Ghathafan yang berkemah di sebelah gunung Uhud. Berita
tentang kedatangan mereka sampai kepada Rasulullah saw., maka Rasulullah saw.
membuat galian di sekitar kota Madinah bersama-sama dengan kaum Muslimin
lainnya dan Rasulullah saw. sendiri ikut serta bersama mereka menggali parit
itu. Akan tetapi beberapa orang laki-laki dari kalangan kaum munafik, bekerja
dengan malas dan mereka hanya mau mengerjakan pekerjaan yang ringan-ringan
saja secara disengaja. Kemudian mereka secara diam-diam pergi meninggalkan
pekerjaan itu menuju ke rumah masing-masing tanpa sepengetahuan dari
Rasulullah saw. dan tanpa izinnya. Lain halnya dengan seorang Muslim jika ia
mempunyai keperluan yang mendesak, yang harus ia kerjakan, ia mengemukakan
hal itu kepada Rasulullah saw. dan meminta izin kepadanya untuk pergi
menunaikan keperluan pribadinya, maka Rasulullah saw. memberi izin kepadanya.
Apabila keperluannya telah selesai, ia kembali lagi kepada pekerjaan menggali
parit itu. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya, "Sesungguhnya yang
sebenar-benar orang Mukmin itu ialah orang-orang yang beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam suatu
urusan yang memerlukan pertemuan..." (Q.S. An Nuur, 62) sampai dengan
firman-Nya, "Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Q.S. An
Nyr, 64). Firman Allah swt., "Janganlah kallan jadikan..." (Q.S. An
Nur, 63). Abu Nuaim di dalam kitab Dala'il mengetengahkan sebuah hadis
melalui jalur Dhshhak yang bersumber dari Ibnu Abbas r.a. Ibnu Abbas r.a.
menceritakan, bahwa kaum Muslimin mengatakan, "Hai Muhammad! Hai Abul
Qasim!", maka Allah menurunkan firman-Nya, "Janganlah kalian
jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian
kepada sebagian yang lain." (Q.S. An Nur, 63). Setelah itu mereka
memanggilnya, "Hai Nabi Allah! Hai Rasulullah!".
|
||
|
||
063. (Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di
antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain)
umpamanya kalian mengatakan, "Hai Muhammad!" Tetapi ucapkanlah,
"Hai Nabi Allah, hai Rasulullah!" Dengan suara yang lemah lembut
dan penuh rendah diri. (Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang
diam-diam pergi di antara kalian dengan sembunyi-sembunyi) mereka keluar dari
mesjid pada waktu Nabi mengucapkan khutbahnya tanpa terlebih dahulu meminta
izin kepadanya, secara diam-diam sambil menyembunyikan diri di balik sesuatu.
Huruf Qad di sini menunjukkan makna Tahqiq yang artinya sesungguhnya (maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya merasa takut) menyalahi
perintah Allah dan Rasul-Nya (akan ditimpa cobaan) malapetaka (atau ditimpa
azab yang pedih) di akhirat kelak.
|
||
Ketahuilah
sesungguhnya kepunyaan Allahlah apa yang di langit dan di bumi. Sesungguhnya
Dia mengetahui keadaan yang kamu berada di dalamnya [sekarang]. Dan
[mengetahui pula] hari [manusia] dikembalikan kepada-Nya, lalu
diterangkan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. (64)
|
|
أَلَآ إِنَّ لِلَّهِ
مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ قَدۡ يَعۡلَمُ مَآ أَنتُمۡ عَلَيۡهِ
وَيَوۡمَ يُرۡجَعُونَ إِلَيۡهِ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُواْۗ وَٱللَّهُ
بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمُۢ (٦٤)
|
|
||
SEBAB TURUNNYA
AYAT: Ibnu Ishak mengetengahkan sebuah
hadis, demikian pula Imam Baihaqi di dalam kitab Dala'il-nya melalui Urwah
dan Muhammad ibnu Kaab Al Qurazhiy serta lain-lainnya, mereka menceritakan,
bahwa ketika orang-orang Quraisy menyerang Madinah dalam perang Ahzab, mereka
berkemah di tempat terhimpunnya banjir, yaitu di Raumah, nama sebuah sumur di
Madinah. Pemimpin mereka adalah Abu Sofyan, kemudian datang pula bantuan
mereka dari kabilah Ghathafan yang berkemah di sebelah gunung Uhud. Berita tentang kedatangan mereka
sampai kepada Rasulullah saw., maka Rasulullah saw. membuat galian di sekitar
kota Madinah bersama-sama dengan kaum
Muslimin lainnya dan Rasulullah saw. sendiri ikut serta bersama mereka
menggali parit itu. Akan tetapi beberapa orang laki-laki dari kalangan kaum
munafik, bekerja dengan malas dan mereka hanya mau mengerjakan pekerjaan yang
ringan-ringan saja secara disengaja. Kemudian mereka secara diam-diam pergi
meninggalkan pekerjaan itu menuju ke rumah masing-masing tanpa sepengetahuan
dari Rasulullah saw. dan tanpa izinnya. Lain halnya dengan seorang Muslim
jika ia mempunyai keperluan yang mendesak, yang harus ia kerjakan, ia
mengemukakan hal itu kepada Rasulullah saw. dan meminta izin kepadanya untuk
pergi menunaikan keperluan pribadinya, maka Rasulullah saw. memberi izin
kepadanya. Apabila keperluannya telah selesai, ia kembali lagi kepada
pekerjaan menggali parit itu. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya,
"Sesungguhnya yang sebenar-benar orang Mukmin itu ialah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama
Rasulullah dalam suatu urusan yang memerlukan pertemuan..." (Q.S. An
Nuur, 62) sampai dengan firman-Nya, "Dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu." (Q.S. An Nyr, 64). Firman Allah swt., "Janganlah kallan
jadikan..." (Q.S. An Nur, 63). Abu Nuaim di dalam kitab Dala'il
mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Dhshhak yang bersumber dari Ibnu
Abbas r.a. Ibnu Abbas r.a. menceritakan, bahwa kaum Muslimin mengatakan,
"Hai Muhammad! Hai Abul Qasim!", maka Allah menurunkan firman-Nya,
"Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti
panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain." (Q.S. An Nur, 63).
Setelah itu mereka memanggilnya, "Hai Nabi Allah! Hai Rasulullah!".
|
||
|
||
064. (Ketahuilah, sesungguhnya kepunyaan Allahlah apa
yang di langit dan di bumi) sebagai milik, makhluk dan hamba-Nya. (Sesungguhnya
Dia mengetahui keadaan yang kalian) hai orang-orang Mukallaf (berada di
dalamnya) apakah kalian beriman atau munafik. (Dan) Dia mengetahui pula (hari
manusia dikembalikan kepada-Nya) di dalam ungkapan ini terdapat iltifat dari
mukhatab ke ghaib. Maksudnya, bila hal itu akan terjadi (lalu diterangkan-Nya
kepada mereka) pada hari itu (apa yang telah mereka kerjakan) yaitu perbuatan
baik dan perbuatan buruk yang telah mereka perbuat (Dan Allah terhadap segala
sesuatu) terhadap semua perbuatan kalian dan selainnya (Maha Mengetahui.)
|
-
Terjemah dan Tafsir Jalalain ▼
- 1. Al Faatihah
- 2. Al Baqarah-1
- 2. Al Baqarah-2
- 2. Al Baqarah-3
- 2. Al Baqarah-4
- 3. Ali 'Imran-1
- 3. Ali 'Imran-2
- 4. An Nisaa'
- 5. Al Maaidah
- 6. Al An'aam
- 7. Al A'raaf
- 8. Al Anfaal
- 9. At Taubah
- 10. Yuunus
- 11. Huud
- 12. Yuusuf
- 13. Ar Ra'du
- 14. Ibraahiim
- 15. Al Hijr
- 16. An Nahl
- 17. Bani Israil/Al Israa'
- 18. Al Kahfi
- 19. Maryam
- 20. Thaahaa
- 21. Al Anbiyaa'
- 22. Al Hajj
- 23. Al Mukminun
- 24. An Nuur
- 25. Al Furqaan
- 26. Asy Syu'araa
- 27. An Naml
- 28. Al Qashash
- 29. Al 'Ankabuut
- 30. Ar Ruum
- 31. Luqmaan
- 32. As Sajadah
- 33. Al Ahzaab
- 34. Sabaa'
- 35. Fathir
- 36. Yaasiin
- 37. Ash Shaaffaat
- 38. Shad
- 39. Az Zumar
- 40. Al Mukmin
- 41. Fussilat
- 42. Assyuura
- 43. Az Zukhruf
- 44. Ad Dukhaan
- 45. Al Jaatziyah
- 46. Al Ahqaaf
- 47. Muhammad
- 48. Al Fath
- 49. Al Hujuraat
- 50. Qaf
- 51. Adh Dhariyaat
- 52. Ath Thuur
- 53. An Najm
- 54. Al Qamar
- 55. Ar Rahmaan
- 56. Al Waaqi'ah
- 57. Al Hadiid
- 58. Al Mujaadilah
- 59. Al Hassyr
- 60. Al Mumtahinah
- 61. Ash Shaffa
- 62. Al Jumu'ah
- 63. Al Munaafiquun
- 64. At Taghaabun
- 65. Ath Thalaaq
- 66. At Tahriim
- 67. Al Mulk
- 68. Al Qalam
- 69. Al Haaqqah
- 70. Al Ma'aarij
- 71. Nuuh
- 72. Al Jin
- 73. Al Muzammil
- 74. Al Mudatztzir
- 75. Al Qiyaamah
- 76. Al Insaan
- 77. Al Mursalaat
- 78. An Nabaa
- 79. An Naatzi'aat
- 80. 'Abasa
- 81. At Takwiir
- 82. Al Infithaar
- 83. Al Muthaffiin
- 84. Al Inssyiqaaq
- 85. Al Buruuj
- 86. Ath Thaariq
- 87. Al A'la
- 88. Al Ghaassyiyyah
- 89. Al Fajr
- 90. Al Balad
- 91. Assy Ssyamsi
- 92. Al Lail
- 93. Adh Dhuhaa
- 94. Syarh
- 95. At Tiin
- 96. Al 'Alaq
- 97. Al Qadr
- 98. Al Bayyinah
- 99. Al Zalzalah
- 100. Al 'Aadiyaat
- 101. Al Qaari'ah
- 102. At Takaatzur
- 103. Al 'Ashr
- 104. Al Humazah
- 105. Al Fiil
- 106. Quraisy
- 107. Al Maa'uun
- 108. Al Kautzar
- 109. Al Kaafiruun
- 110. An Nashr
- 111. Al Lahab
- 112. Al Ikhlash
- 113. Al Falaq
- 114. An Naas
- 5. Al Maaidah
- Al Qur'an Per Juz ▼
- 1. Al Fatihah
- 2. Al Baqarah
- 3. Ali Imran
- 4. An Nisaa'
- 5. Al Maaidah
- 6. Al An'aam
- 7. Al A'raaf
- 8. Al Anfaal
- 9. At Taubah
- 10. Yuunus
- 11. Huud
- 12. Yuusuf
- 13. Ar Ra'du
- 14. Ibraahiim
- 15. Al Hijr
- 16. An Nahl
- 17. Bani Israil/Al Israa'
- 18. Al Kahfi
- 19. Maryam
- 20. Thaahaa
- 21. Al Anbiyaa'
- 22. Al Hajj
- 23. Al Mukminun
- 24. An Nuur
- 25. Al Furqaan
- 26. Asy Syu'araa
- 27. An Naml
- 28. Al Qashash
- 29. Al 'Ankabuut
- 30. Ar Ruum
- 31. Luqmaan
- 32. As Sajadah
- 33. Al Ahzaab
- 34. Sabaa'
- 35. Fathir
- 36. Yaasiin
- 37. Ash Shaaffaat
- 38. Shad
- 39. Az Zumar
- 40. Al Mukmin
- 41. Fussilat
- 42. Assyuura
- 43. Az Zukhruf
- 44. Ad Dukhaan
- 45. Al Jaatziyah
- 46. Al Ahqaaf
- 47. Muhammad
- 48. Al Fath
- 49. Al Hujuraat
- 50. Qaf
- 51. Adh Dhariyaat
- 52. Ath Thuur
- 53. An Najm
- 54. Al Qamar
- 55. Ar Rahmaan
- 56. Al Waaqi'ah
- 57. Al Hadiid
- 58. Al Mujaadilah
- 59. Al Hassyr
- 60. Al Mumtahinah
- 61. Ash Shaffa
- 62. Al Jumu'ah
- 63. Al Munaafiquun
- 64. At Taghaabun
- 65. Ath Thalaaq
- 66. At Tahriim
- 67. Al Mulk
- 68. Al Qalam
- 69. Al Haaqqah
- 70. Al Ma'aarij
- 71. Nuuh
- 72. Al Jin
- 73. Al Muzammil
- 74. Al Mudatztzir
- 75. Al Qiyaamah
- 76. Al Insaan
- 77. Al Mursalaat
- 78. An Nabaa
- 79. An Naatzi'aat
- 80. 'Abasa
- 81. At Takwiir
- 82. Al Infithaar
- 83. Al Muthaffiin
- 84. Al Inssyiqaaq
- 85. Al Buruuj
- 86. Ath Thaariq
- 87. Al A'la
- 88. Al Ghaassyiyyah
- 89. Al Fajr
- 90. Al Balad
- 91. Asy Syamsi
- 92. Al Lail
- 93. Adh Dhuhaa
- 94. Syarh
- 95. At Tiin
- 96. Al 'Alaq
- 97. Al Qadr
- 98. Al Bayyinah
- 99. Al Zalzalah
- 100. Al 'Aadiyaat
- 101. Al Qaari'ah
- 102. At Takaatzur
- 103. Al 'Ashr
- 104. Al Humazah
- 105. Al Fiil
- 106. Quraisy
- 107. Al Maa'uun
- 108. Al Kautzar
- 109. Al Kaafiruun
- 110. An Nashr
- 111. Al Lahab
- 112. Al Ikhlash
- 113. Al Falaq
- 114. An Naas
- 6. Al An'aam
Senin, 29 April 2013
Surah 24 - An Nuur (1 - 64)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar