Senin, 29 April 2013

Surah 2 - Al Baqarah (217 - 286)


Surah SAPI BETINA


سُوۡرَةُ البَقَرَة
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ


Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi [manusia] dari jalan Allah, kafir kepada Allah, [menghalangi masuk] Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar [dosanya] di sisi Allah [134]. Dan berbuat fitnah [135] lebih besar [dosanya] daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka [dapat] mengembalikan kamu dari agamamu [kepada kekafiran], seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (217) 


يَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلشَّہۡرِ ٱلۡحَرَامِ قِتَالٍ۬ فِيهِ‌ۖ قُلۡ قِتَالٌ۬ فِيهِ كَبِيرٌ۬‌ۖ وَصَدٌّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ وَڪُفۡرُۢ بِهِۦ وَٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ وَإِخۡرَاجُ أَهۡلِهِۦ مِنۡهُ أَكۡبَرُ عِندَ ٱللَّهِ‌ۚ وَٱلۡفِتۡنَةُ أَڪۡبَرُ مِنَ ٱلۡقَتۡلِ‌ۗ وَلَا يَزَالُونَ يُقَـٰتِلُونَكُمۡ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمۡ عَن دِينِڪُمۡ إِنِ ٱسۡتَطَـٰعُواْ‌ۚ وَمَن يَرۡتَدِدۡ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَيَمُتۡ وَهُوَ ڪَافِرٌ۬ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ حَبِطَتۡ أَعۡمَـٰلُهُمۡ فِى ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأَخِرَةِ‌ۖ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ أَصۡحَـٰبُ ٱلنَّارِ‌ۖ هُمۡ فِيهَا خَـٰلِدُونَ (٢١٧) 

[134] Jika kita ikuti pendapat Ar Razy, maka terjemah ayat di atas sebagai berikut: Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar, dan (adalah berarti) menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah dan (menghalangi manusia dari) Masjidilharam. Tetapi mengusir penduduknya dari Masjidilharam (Mekah) lebih besar lagi (dosanya) di sisi Allah." Pendapat Ar Razy ini mungkin berdasarkan pertimbangan, bahwa mengusir Nabi dan sahabat-sahabatnya dari Masjidilharam sama dengan menumpas agama Islam.

[135] Fitnah di sini berarti penganiayaan dan segala perbuatan yang dimaksudkan untuk menindas Islam dan Muslimin.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Diketengahkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim serta Thabrani dalam Al-Kabir dan Baihaqi dalam Sunannya dari Jundub bin Abdullah bahwa Rasulullah saw. mengirim sepasukan tentara yang dikepalai oleh Abdullah bin Jahsy. Mereka dihadang oleh Ibnu Hadhrami yang mereka bunuh dan mereka tidak tahu apakah hari itu sudah termasuk bulan Rajab atau masih dalam bulan Jumadilakhir. Maka kata orang-orang musyrik kepada kaum muslimin, "Kalian melakukan pembunuhan di bulan suci." Maka Allah swt. pun menurunkan, "Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan suci..." (Q.S. Al-Baqarah 2l7)

217. (Mereka menanyakan kepadamu tentang bulan haram) atau bulan suci (yakni berperang padanya), menjadi badal isytimal (Katakanlah) kepada mereka, ("Berperang dalam bulan itu adalah besar"), maksudnya dosa besar. 'Berperang' menjadi mubtada', sedangkan 'besar' menjadi khabarnya, (tetapi menghalangi) manusia, menjadi mubtada' (dari jalan Allah) maksudnya dari agama-Nya (dan kafir kepada-Nya), (serta) menghalangi ia masuk (Masjidilharam), artinya kota Mekah (dan mengusir penduduknya daripadanya) sebagaimana yang dialami Nabi saw. bersama orang-orang mukmin, sedang yang menjadi khabarnya ialah (lebih besar lagi), artinya dosanya (di sisi Allah) daripada berperang itu. (Sedangkan berbuat fitnah) artinya kesyirikan (lebih besar lagi dari pembunuhan) bagimu padanya. (Dan tidak henti-hentinya mereka), maksudnya orang-orang kafir (memerangi kamu) hai orang-orang beriman (hingga), maksudnya agar (mengembalikan kamu dari agamamu) kepada kekafiran, (sekiranya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu ia mati dalam kekafiran, maka mereka itu menjadi sia-sia) atau batal (amal-amal mereka) yang saleh (di dunia dan akhirat) hingga tidak dianggap dan tidak diberi pahala. Mengaitkannya dengan kematian menunjukkan bahwa seandainya ia kembali kepada Islam sebelum mati maka amalnya tidaklah batal dan tetap diberi pahala serta tidak perlu diulangi lagi, haji misalnya. Demikianlah menurut pendapat Syafii, (dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya). Tatkala anak buah pasukannya tadi menyangka bahwa meskipun mereka tidak berdosa, tetap tidak beroleh pahala (karena melakukan peperangan pada bulan haram), maka turunlah ayat:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (218) 


إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱلَّذِينَ هَاجَرُواْ وَجَـٰهَدُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ يَرۡجُونَ رَحۡمَتَ ٱللَّهِ‌ۚ وَٱللَّهُ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ۬ (٢١٨) ۞

SEBAB TURUNNYA AYAT: Kata sebagian mereka, "Walaupun mereka tidak berbuat dosa, tetapi mereka juga tidak beroleh pahala." Maka Allah pun menurunkan, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka mengharapkan rahmat dari Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.S. Al-Baqarah 218) Ini juga diketengahkan oleh Ibnu Mandah dari golongan sahabat dari jalur Usman bin Atha' dari bapaknya dari Ibnu Abbas.

218. (Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah) meninggalkan kampung halaman mereka, (dan berjihad di jalan Allah), yakni untuk meninggikan agama-Nya, (mereka itu mengharapkan rahmat Allah), artinya pahala-Nya, (dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) terhadap orang-orang beriman.

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar [136]  dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa’at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa’atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir, (219) 


يَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِ‌ۖ قُلۡ فِيهِمَآ إِثۡمٌ۬ ڪَبِيرٌ۬ وَمَنَـٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثۡمُهُمَآ أَڪۡبَرُ مِن نَّفۡعِهِمَا‌ۗ وَيَسۡـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ ٱلۡعَفۡوَ‌ۗ كَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأَيَـٰتِ لَعَلَّڪُمۡ تَتَفَكَّرُونَ (٢١٩) 

[136] Segala minuman yang memabukkan.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim dari jalur Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa segolongan sahabat ketika mereka disuruh mengeluarkan nafkah di jalan Allah, mereka datang kepada Nabi saw. lalu kata mereka, "Kami tidak tahu apa itu nafkah yang diperintahkan mengeluarkannya dari harta benda kami, manakah yang akan kami keluarkan?" Maka Allah pun menurunkan, "Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, 'Kelebihan dari keperluan.'" (Q.S. Al-Baqarah 219) Diketengahkan pula dari Yahya bahwa ia mendengar berita bahwa Muaz bin Jabal dan Tsa`labah mendatangi Rasulullah saw. lalu kata mereka, "Wahai Rasulullah! Kami ini mempunyai budak dan kaum kerabat, maka manakah di antara harta kami yang harus kami nafkahkan?" Maka Allah pun menurunkan ayat ini.

219. (Mereka menanyakan kepadamu tentang minuman keras dan berjudi) apakah hukumnya? (Katakanlah kepada mereka) (pada keduanya) maksudnya pada minuman keras dan berjudi itu terdapat (dosa besar). Menurut satu qiraat dibaca katsiir (banyak) disebabkan keduanya banyak menimbulkan persengketaan, caci-mencaci, dan kata-kata yang tidak senonoh, (dan beberapa manfaat bagi manusia) dengan meminum-minuman keras akan menimbulkan rasa kenikmatan dan kegembiraan, dan dengan berjudi akan mendapatkan uang dengan tanpa susah payah, (tetapi dosa keduanya), maksudnya bencana-bencana yang timbul dari keduanya (lebih besar) artinya lebih parah (daripada manfaat keduanya). Ketika ayat ini diturunkan, sebagian sahabat masih suka meminum minuman keras, sedangkan yang lainnya sudah meninggalkannya hingga akhirnya diharamkan oleh sebuah ayat dalam surat Al-Maidah. (Dan mereka menanyakan kepadamu beberapa yang akan mereka nafkahkan), artinya berapa banyaknya. (Katakanlah), Nafkahkanlah (kelebihan) maksudnya yang lebih dari keperluan dan janganlah kamu nafkahkan apa yang kamu butuhkan dan kamu sia-siakan dirimu. Menurut satu qiraat dibaca al-`afwu sebagai khabar dari mubtada' yang tidak disebutkan dan diperkirakan berbunyi, "yaitu huwa ....". (Demikianlah), artinya sebagaimana dijelaskan-Nya kepadamu apa yang telah disebutkan itu (dijelaskan-Nya pula bagimu ayat-ayat agar kamu memikirkan).

tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (220) 


فِى ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأَخِرَةِ‌ۗ وَيَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡيَتَـٰمَىٰ‌ۖ قُلۡ إِصۡلَاحٌ۬ لَّهُمۡ خَيۡرٌ۬‌ۖ وَإِن تُخَالِطُوهُمۡ فَإِخۡوَٲنُكُمۡ‌ۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ ٱلۡمُفۡسِدَ مِنَ ٱلۡمُصۡلِحِ‌ۚ وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ لَأَعۡنَتَكُمۡ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ۬ (٢٢٠)
SEBAB TURUNNYA AYAT: Diketengahkan oleh Abu Daud, Nasai, Hakim dan lain-lain dari Ibnu Abbas, katanya, "Tatkala turun ayat, 'Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih baik, dan bahwa sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim...' (Al-An`am 152, An-Nisa ayat 10), maka setiap mereka yang memelihara anak yatim pun berangkatlah lalu memisahkan makanannya dari makanan anak yatim, begitu pula minumnya dari minuman anak yatim itu. Dilebihkannya makanannya sedikit buat anak yatim itu, ditahannya untuk mereka sampai habis atau menjadi basi. Hal itu amat membingungkan mereka hingga akhirnya berita mereka sampai kepada Nabi saw. Maka Allah pun menurunkan, 'Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak-anak yatim...'" (Q.S. Al-Baqarah 220)

220. (Yaitu tentang) urusan (dunia dan akhirat) hingga kamu dapat memungut mana-mana yang lebih baik untukmu pada keduanya. (Dan mereka menanyakan kepadamu tentang anak-anak yatim) serta kesulitan-kesulitan yang mereka temui dalam urusan mereka. Jika mereka menyatukan harta mereka dengan harta anak-anak yatim, mereka merasa berdosa dan jika mereka pisahkan harta mereka dan dibuatkan makanan bagi mereka secara terpisah, maka mengalami kerepotan. (Katakanlah, "Mengurus urusan mereka secara patut) misalnya mengenai campur-tangan dalam upaya mengembangkan harta mereka (adalah lebih baik) daripada membiarkannya. (Dan jika kamu mencampuri urusan mereka), maksudnya kamu campurkan pengeluaran kamu dengan pengeluaran mereka, (maka mereka adalah saudaramu) maksudnya mereka itu adalah saudara-saudara seagama dan telah menjadi kelaziman bagi seorang saudara untuk mencampurkan hartanya pada harta saudaranya. Tegasnya silakan melakukannya karena tak ada salahnya (Dan Allah mengetahui orang yang membuat kerusakan) terhadap harta anak-anak yatim itu ketika mencampurkan hartanya kepada harta mereka (dari orang yang berbuat kebaikan) dengannya, hingga masing-masing akan mendapat balasan yang setimpal (sekiranya Allah menghendaki, tentulah Dia akan mempersulitmu) dengan melarang mencampurkan harta, (sesungguhnya Allah Maha Kuasa) atas segala persoalan (lagi Maha Bijaksana) dalam segala tindakan dan perbuatan.

Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik [dengan wanita-wanita mu’min] sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya [perintah-perintah-Nya] kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (221) 


وَلَا تَنكِحُواْ ٱلۡمُشۡرِكَـٰتِ حَتَّىٰ يُؤۡمِنَّ‌ۚ وَلَأَمَةٌ۬ مُّؤۡمِنَةٌ خَيۡرٌ۬ مِّن مُّشۡرِكَةٍ۬ وَلَوۡ أَعۡجَبَتۡكُمۡ‌ۗ وَلَا تُنكِحُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤۡمِنُواْ‌ۚ وَلَعَبۡدٌ۬ مُّؤۡمِنٌ خَيۡرٌ۬ مِّن مُّشۡرِكٍ۬ وَلَوۡ أَعۡجَبَكُمۡ‌ۗ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلنَّارِ‌ۖ وَٱللَّهُ يَدۡعُوٓاْ إِلَى ٱلۡجَنَّةِ وَٱلۡمَغۡفِرَةِ بِإِذۡنِهِۦ‌ۖ وَيُبَيِّنُ ءَايَـٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَذَكَّرُونَ (٢٢١)

SEBAB TURUNNYA AYAT: Diketengahkan oleh Ibnu Mundzir, Ibnu Abu Hatim dan Wahidi dari Muqatil, katanya, "Ayat ini diturunkan mengenai Ibnu Abu Martsad Al-Ghunawi yang meminta izin kepada Nabi saw. untuk mengawini seorang wanita musyrik yang cantik dan mempunyai kedudukan tinggi. Maka turunlah ayat ini." Diketengahkan oleh Wahidi dari jalur Suda dari Abu Malik dari Ibnu Abbas, katanya bahwa ayat ini turun mengenai Abdullah bin Rawahah. Ia mempunyai seorang budak sahaya hitam yang dimarahi dan dipukuli. Dalam keadaan kebingungan ia datang kepada Nabi saw. lalu menyampaikan beritanya, seraya katanya, "Saya akan membebaskannya dan akan mengawininya." Rencananya itu dilakukannya, hingga orang-orang pun menyalahkannya, kata mereka, "Dia menikahi budak wanita." Maka Allah swt. pun menurunkan ayat ini. Hadis ini dikeluarkan pula oleh Ibnu Jarir melalui As-Sadiy berpredikat munqathi.

221. (Janganlah kamu nikahi) hai kaum muslimin, (wanita-wanita musyrik), maksudnya wanita-wanita kafir (sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang beriman itu lebih baik daripada wanita musyrik) walaupun ia merdeka. Sebab turunnya ayat ini adalah berkenaan dengan celaan yang ditujukan kepada laki-laki yang menikahi budak wanita dan menyanjung serta menyenangi laki-laki yang menikahi wanita merdeka yang musyrik (walaupun ia menarik hatimu) disebabkan harta dan kecantikannya. Ini dikhususkan bagi wanita yang bukan ahli kitab dengan ayat "Dan wanita-wanita yang terpelihara di antara golongan ahli kitab". (Dan janganlah kamu kawinkan) atau nikahkan (laki-laki musyrik), artinya laki-laki kafir dengan wanita-wanita beriman (sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik walaupun ia menarik hatimu) disebabkan harta dan ketampanannya. (Mereka itu) atau ahli syirik (mengajak ke neraka) disebabkan anjuran mereka melakukan perbuatan membawa orang ke dalamnya, hingga tidaklah baik kawin dengan mereka. (Sedangkan Allah mengajak) melalui lisan para Rasul-Nya (ke surga serta ampunan), maksudnya amal perbuatan yang menjurus kepada keduanya (dengan izin-Nya), artinya dengan kehendak-Nya, maka wajiblah bagi kamu atau wali-walinya mengabulkan perkawinan (Dan dijelaskan-Nya ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka beroleh peringatan) atau mendapat pelajaran.

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri [137] dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci [138] Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (222) 


وَيَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡمَحِيضِ‌ۖ قُلۡ هُوَ أَذً۬ى فَٱعۡتَزِلُواْ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلۡمَحِيضِ‌ۖ وَلَا تَقۡرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطۡهُرۡنَ‌ۖ فَإِذَا تَطَهَّرۡنَ فَأۡتُوهُنَّ مِنۡ حَيۡثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٲبِينَ وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ (٢٢٢) 

[137] Maksudnya menyetubuhi wanita di waktu haidh.

[138] Ialah sesudah mandi. Adapula yang menafsirkan sesudah berhenti darah keluar.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmizi dari Anas bahwa orang-orang Yahudi jika salah seorang wanita mereka haid, maka tidak mereka campuri dan tidak mereka bawa makan bersama dalam rumah. Maka sahabat-sahabat Nabi saw. menanyakan hal itu, hingga Allah pun menurunkan, "Dan mereka bertanya kepadamu tentang haid..." (Q.S. Al-Baqarah 222) Sabdanya pula, "Perbuatlah segala sesuatu kecuali bersetubuh!" Dan diketengahkan oleh Barudi di antara golongan sahabat dari jalur Ibnu Ishak dari Muhammad bin Abu Muhammad dari Ikrimah atau Said dari Ibnu Abbas bahwa Tsabit dan Dahdah menanyakan hal itu kepada Nabi saw. maka turunlah ayat, "Dan mereka bertanya kepadamu tentang haid..." (Q.S. Al-Baqarah 222) Juga Ibnu Jarir mengetengahkan pula yang serupa dengan itu dari Suda.

222. (Mereka bertanya kepadamu tentang haid), maksudnya haid atau tempatnya dan bagaimana memperlakukan wanita padanya. (Katakanlah, "Haid adalah suatu kotoran) atau tempatnya kotoran, (maka jauhilah wanita-wanita), maksudnya janganlah bersetubuh dengan mereka (di waktu haid) atau pada tempatnya (dan janganlah kamu dekati mereka) dengan maksud untuk bersetubuh (sampai mereka suci). 'Yathhurna' dengan tha baris mati atau pakai tasydid lalu ha', kemudian pada ta' asalnya diidgamkan kepada tha' dengan arti mandi setelah terhentinya. (Apabila mereka telah suci maka datangilah mereka) maksudnya campurilah mereka (di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu) jauhilah di waktu haid, dan datangilah di bagian kemaluannya dan jangan diselewengkan kepada bagian lainnya. (sesungguhnya Allah menyukai) serta memuliakan dan memberi (orang-orang yang bertobat) dari dosa (dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri) dari kotoran.

Isteri-isterimu adalah [seperti] tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki [3]. Dan kerjakanlah [amal yang baik] untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (223)


نِسَآؤُكُمۡ حَرۡثٌ۬ لَّكُمۡ فَأۡتُواْ حَرۡثَكُمۡ أَنَّىٰ شِئۡتُمۡ‌ۖ وَقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُمۡ‌ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّڪُم مُّلَـٰقُوهُ‌ۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ (٢٢٣) 

SEBAB TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Abu Daud dan Tirmizi dari Jabir, katanya, "Orang-orang Yahudi mengatakan bahwa jika seseorang mencampuri istrinya dari belakangnya, maka anaknya akan lahir dalam keadaan bermata juling, maka turunlah ayat ini, 'Istri-istrimu adalah tempat persemaian bagimu...'" (Q.S. Al-Baqarah 223) Ahmad dan Tirmizi mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Umar datang menemui Rasulullah saw. katanya, 'Wahai Rasulullah! Saya telah celaka.' 'Apa yang mencelakakan kamu?' Ujarnya, 'Aku telah pindahkan arah persetubuhan saya di waktu malam.' Nabi saw. tidak memberikan jawaban apa-apa, hanya Allah menurunkan, 'Istri-istrimu itu menjadi tempat persemaian bagi kamu, maka datangilah tempat persemaian di mana saja kamu kehendaki.' (Q.S. Al-Baqarah 223) Apakah menghadap ke depan atau ke belakang. Yang dijaga olehmu hanya dubur dan haid." Ibnu Jarir mengetengahkan, Abu Ya`la dan Ibnu Marda dari jalur Zaid bin Aslam, dari Atha' bin Yasar dari Abu Said Al-Khudri bahwa seorang laki-laki mencampuri istrinya dari arah duburnya, hingga orang-orang pun menyalahkannya. Maka turunlah ayat, "Istri-istrimu adalah sebagai tempat persemaian bagimu..." (Q.S. Al-Baqarah 223) Bukhari mengetengahkan dari Ibnu Umar, katanya, "Ayat ini diturunkan mengenai soal mencampuri wanita pada dubur mereka." Sementara Thabrani mengetengahkan dalam Al-Ausath dengan sanad yang cukup baik darinya, katanya, "Diturunkan ayat itu kepada Rasulullah saw. sebagai keringanan tentang mencampuri wanita dari dubur (belakang) mereka." Diketengahkan lagi daripadanya bahwa seorang laki-laki mencampuri istrinya dari belakang, hingga Rasulullah menyalahkannya. Maka Allah swt. pun menurunkan, "Istri-istrimu itu menjadi tempat persemaian bagimu." (Q.S. Al-Baqarah 223) Abu Daud dan Hakim mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Menurut Ibnu Umar, mereka itu yakni golongan Ansar hanyalah pemuja-pemuja berhala yang tinggal berdampingan dengan golongan Yahudi, termasuk Ahli Kitab hingga mereka merasa bahwa orang-orang Yahudi itu ada kelebihan atas mereka dalam soal ilmu pengetahuan, lalu mereka contoh dan ikuti perbuatan-perbuatan mereka. Salah satu kebiasaan Ahli Kitab adalah bahwa mereka itu mencampuri istri-istri mereka menurut satu corak permainan saja, yaitu dengan posisi menindihi wanita dari depan. Kebiasaan ini telah diambil dan menjadi kebiasaan pula bagi orang-orang Ansar. Sebaliknya yang terjadi di kalangan orang-orang Quraisy adalah mereka mencampuri wanita dengan berbagai cara, adakalanya menghadap ke muka, belakang, menelungkup, menelentang dan sebagainya. Tatkala orang-orang Muhajirin datang ke Madinah, seorang laki-laki mereka kebetulan kawin dengan seorang wanita Ansar, dalam berhubungan kelamin dia memperlakukan istrinya seperti kebiasaan orang-orang Quraisy, hingga ia menolak dan mengatakan, 'Kami tidak biasa diperlakukan seperti itu.' Hal itu tersiar kepada umum dan sampai ke telinga Rasulullah saw. hingga Allah pun menurunkan, 'Istri-istrimu adalah tempat persemaian bagimu, maka datangilah tempat persemaianmu itu menurut kehendak hatimu.' (Q.S. Al-Baqarah 223) Artinya apakah sambil menelentang atau menelungkup, maksudnya tempat anaknya." Al-Hafiz Ibnu Hajar mengatakan dalam syarah Bukhari, "Sebab yang disebutkan Ibnu Umar mengenai turunnya ayat ini dikenal umum dan seolah-olah hadis Ibnu Said tidak sampai kepada Ibnu Abbas dan yang sampai itu hanyalah hadis Ibnu Umar hingga menimbulkan kesalahpahaman."

223. (Istri-istrimu adalah tanah persemaian bagimu), artinya tempat kamu membuat anak, (maka datangilah tanah persemaianmu), maksudnya tempatnya yaitu pada bagian kemaluan (bagaimana saja) dengan cara apa saja (kamu kehendaki) apakah sambil berdiri, duduk atau berbaring, baik dari depan atau dari belakang. Ayat ini turun untuk menolak anggapan orang-orang Yahudi yang mengatakan, "Barang siapa yang mencampuri istrinya pada kemaluannya tetapi dari arah belakangnya (pinggulnya), maka anaknya akan lahir bermata juling. (Dan kerjakanlah untuk dirimu) amal-amal saleh, misalnya membaca basmalah ketika bercampur (dan bertakwalah kepada Allah) baik dalam perintah maupun dalam larangan-Nya (dan ketahuilah bahwa kamu akan menemui-Nya kelak) yakni di saat berbangkit, Dia akan membalas segala amal perbuatanmu. (Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman) yang bertakwa kepada-Nya, bahwa mereka akan memperoleh surga.

Janganlah kamu jadikan [nama] Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia [139]. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (224) 


وَلَا تَجۡعَلُواْ ٱللَّهَ عُرۡضَةً۬ لِّأَيۡمَـٰنِڪُمۡ أَن تَبَرُّواْ وَتَتَّقُواْ وَتُصۡلِحُواْ بَيۡنَ ٱلنَّاسِ‌ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ۬ (٢٢٤) 

[139] Maksudnya: melarang bersumpah dengan mempergunakan nama Allah untuk tidak mengerjakan yang baik, seperti: demi Allah, saya tidak akan membantu anak yatim. Tetapi apabila sumpah itu telah terucapkan, haruslah dilanggar dengan membayar kafarat.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan dari jalur Ibnu Juraij, katanya, "Disampaikan hadis kepada saya bahwa firman-Nya, 'Dan janganlah kamu jadikan Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang...' (Q.S. Al-Baqarah 224) diturunkan mengenai Abu Bakar tentang soal Misthah".

224. (Janganlah kamu jadikan Allah), artinya sewaktu bersumpah dengan-Nya (sebagai sasaran) atau penghalang (bagi sumpah-sumpahmu) yang mendorong kamu (untuk) tidak (berbuat baik dan bertakwa). Maka sumpah seperti itu tidak disukai, dan disunahkan untuk melanggarnya lalu membayar kafarat. Berbeda halnya dengan sumpah untuk berbuat kebaikan, maka itu termasuk taat (serta mendamaikan di antara manusia), maksud ayat, jangan kamu terhalang untuk membuat kebaikan yang disebutkan dan lain-lainnya itu jika terlanjur bersumpah, tetapi langgarlah dan bayarlah kafarat sumpah, karena yang menjadi asbabun nuzulnya ialah tidak mau melanggar sumpah yang telah diikrarkannya. (Dan Allah Maha Mendengar) ucapan-ucapanmu (lagi Maha Mengetahui) keadaan-keadaanmu.

Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud [untuk bersumpah], tetapi Allah menghukum kamu disebabkan [sumpahmu] yang disengaja [untuk bersumpah] oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun [140] . (225) 


لَّا يُؤَاخِذُكُمُ ٱللَّهُ بِٱللَّغۡوِ فِىٓ أَيۡمَـٰنِكُمۡ وَلَـٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا كَسَبَتۡ قُلُوبُكُمۡ‌ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ۬ (٢٢٥) 

[140] Halim berarti penyantun, tidak segera menyiksa orang yang berbuat dosa.

225. (Allah tidaklah menghukum kamu disebabkan sumpah kosong), artinya yang tidak dimaksud (dalam sumpah-sumpahmu) yakni yang terucap dari mulut tanpa sengaja untuk bersumpah, misalnya, "Tidak, demi Allah!" Atau "Benar, demi Allah!" Maka ini tidak ada dosanya serta tidak wajib kafarat. (Tetapi Allah akan menghukum kamu disebabkan sumpah yang disengaja oleh hatimu), artinya kamu sadari bahwa itu sumpah yang tidak boleh dilanggar. (Dan Allah Maha Pengampun) terhadap hal-hal yang tidak disengaja (lagi Maha Penyantun) hingga sudi menangguhkan hukuman terhadap orang yang akan menjalaninya.

Kepada orang-orang yang meng-ilaa’ isterinya [141] diberi tangguh empat bulan [lamanya]. Kemudian jika mereka kembali [kepada isterinya], maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (226) 


لِّلَّذِينَ يُؤۡلُونَ مِن نِّسَآٮِٕهِمۡ تَرَبُّصُ أَرۡبَعَةِ أَشۡہُرٍ۬‌ۖ فَإِن فَآءُو فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ۬ (٢٢٦) 

[141] "Meng-ilaa' isteri" maksudnya: bersumpah tidak akan mencampuri isteri. Dengan sumpah ini seorang wanita menderita, karena tidak disetubuhi dan tidak pula diceraikan. Dengan turunnya ayat ini, maka suami setelah 4 bulan harus memilih antara kembali menyetubuhi isterinya lagi dengan membayar kafarat sumpah atau menceraikan.

226. (Bagi orang-orang yang melakukan ila` terhadap istri-istri mereka), artinya bersumpah tidak akan mencampuri istri-istri mereka, (diberi tangguh) atau menunggu (selama empat bulan. Jika mereka kembali), maksudnya rujuk dari sumpah untuk mencampuri, baik waktu itu atau sesudahnya, (maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun) kepada mereka yang telah membuat istri-istrinya menderita disebabkan sumpahnya, (lagi Maha Penyayang) terhadap mereka.

Dan jika mereka berazam [bertetap hati untuk] talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (227) 


وَإِنۡ عَزَمُواْ ٱلطَّلَـٰقَ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ۬ (٢٢٧)
227. (Dan sekiranya mereka berketetapan hati untuk talak), artinya tak mau kembali, maka mereka harus menjatuhkannya, (karena sesungguhnya Allah Maha Mendengar) ucapan mereka (lagi Maha Mengetahui), maksud atau tekad mereka. Jadi maksudnya; setelah menunggu selama empat bulan tidak ada lagi kesempatan terbuka bagi mereka, kecuali kembali atau menjatuhkan talak.

Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri [menunggu] tiga kali quru [142] Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka [para suami] itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya [143]. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (228) 


وَٱلۡمُطَلَّقَـٰتُ يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَـٰثَةَ قُرُوٓءٍ۬‌ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكۡتُمۡنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِىٓ أَرۡحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤۡمِنَّ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِ‌ۚ وَبُعُولَتُہُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِى ذَٲلِكَ إِنۡ أَرَادُوٓاْ إِصۡلَـٰحً۬ا‌ۚ وَلَهُنَّ مِثۡلُ ٱلَّذِى عَلَيۡہِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِ‌ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيۡہِنَّ دَرَجَةٌ۬‌ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (٢٢٨) 

[142] Quru' dapat diartikan suci atau haidh.

[143] Hal ini disebabkan karena suami bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan rumah tangga (lihat ayat 34 surat An Nisaa').

SEBAB TURUNNYA AYAT: Abu Daud dan Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Asma binti Yazid bin Sakan Al-Anshariah, katanya, "Saya dijatuhi talak di masa Rasulullah saw. sedangkan pada waktu itu belum ada idah bagi wanita yang diceraikan, maka Allah menurunkan idah karena talak itu, 'Dan wanita-wanita yang dicerai hendaklah menunggu selama tiga kali quru'.'" (Q.S. Al-Baqarah 228) Disebutkan oleh Tsa`labi dan Hibatullah bin Salamah dalam An-Nasikh dan Kalbi dan Muqatil bahwa Ismail bin Abdillah Al-Ghiffari menceraikan istrinya Qatilah di masa Rasulullah saw. tanpa mengetahui bahwa ia dalam keadaan hamil. Setelah diketahuinya, ia pun rujuk dan melahirkan bayinya. Saat itu istrinya meninggal, diikuti oleh anaknya, maka turunlah ayat, "Dan wanita-wanita yang dicerai, hendaklah menunggu selama tiga kali quru'." (Q.S. Al-Baqarah 228)

228. (Dan wanita-wanita yang ditalak hendaklah menunggu) atau menahan (diri mereka) dari kawin (selama tiga kali quru') yang dihitung dari mulainya dijatuhkan talak. Dan quru' adalah jamak dari qar-un dengan mematahkan qaf, mengenai hal ini ada dua pendapat, ada yang mengatakannya suci dan ada pula yang mengatakannya haid. Ini mengenai wanita-wanita yang telah dicampuri. Adapun mengenai yang belum dicampuri, maka tidak ada idahnya berdasarkan firman Allah, "Maka mereka itu tidak mempunyai idah bagimu. Juga bukan lagi wanita-wanita yang terhenti haidnya atau anak-anak yang masih di bawah umur, karena bagi mereka idahnya selama tiga bulan. Mengenai wanita-wanita hamil, maka idahnya adalah sampai mereka melahirkan kandungannya sebagaimana tercantum dalam surah At-Thalaq, sedangkan wanita-wanita budak, sebagaimana menurut hadis, idah mereka adalah dua kali quru' (Dan mereka tidak boleh menyembunyikan apa yang telah diciptakan Allah pada rahim-rahim mereka) berupa anak atau darah haid, (jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan suami-suami mereka) (lebih berhak untuk merujuk mereka) sekalipun mereka tidak mau dirujuk (di saat demikian), artinya di saat menunggu itu (jika mereka menghendaki perbaikan) sesama mereka dan bukan untuk menyusahkan istri. Ini merupakan dorongan bagi orang yang berniat mengadakan perbaikan dan bukan merupakan syarat diperbolehkannya rujuk. Ini mengenai talak raj`i dan memang tidak ada orang yang lebih utama daripada suami, karena sewaktu masih dalam idah, tidak ada hak bagi orang lain untuk mengawini istrinya. (Dan para wanita mempunyai) dari para suaminya (hak-hak yang seimbang) dengan hak-hak para suami (yang dibebankan kepada mereka) (secara makruf) menurut syariat, baik dalam pergaulan sehari-hari, meninggalkan hal-hal yang akan mencelakakan istri dan lain sebagainya. (Akan tetapi pihak suami mempunyai satu tingkat kelebihan) tentang hak, misalnya tentang keharusan ditaati disebabkan maskawin dan belanja yang mereka keluarkan dari kantong mereka. (Dan Allah Maha Tangguh) dalam kerajaan-Nya, (lagi Maha Bijaksana) dalam rencana-Nya terhadap hak-hak-Nya.

Talak [yang dapat dirujuki] dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya [suami isteri] tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya [144]. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim. (229) 


ٱلطَّلَـٰقُ مَرَّتَانِ‌ۖ فَإِمۡسَاكُۢ بِمَعۡرُوفٍ أَوۡ تَسۡرِيحُۢ بِإِحۡسَـٰنٍ۬‌ۗ وَلَا يَحِلُّ لَڪُمۡ أَن تَأۡخُذُواْ مِمَّآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ شَيۡـًٔا إِلَّآ أَن يَخَافَآ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ‌ۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡہِمَا فِيمَا ٱفۡتَدَتۡ بِهِۦ‌ۗ تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَعۡتَدُوهَا‌ۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ (٢٢٩) 

[144] Ayat inilah yang menjadi dasar hukum khulu' dan penerimaan 'iwadh. Kulu' yaitu permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut 'iwadh.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Tirmizi, Hakim dan lain-lain mengetengahkan dari Aisyah, katanya, "Seorang laki-laki dapat menceraikan istrinya seberapa dikehendakinya untuk menceraikannya. Dia akan tetap menjadi istrinya jika ia rujuk selama berada dalam idah, walau diceraikannya lebih dari seratus kali pun, hingga seorang laki-laki berkuasa mengatakan kepada istrinya, 'Demi Allah, saya tidak akan menceraikanmu hingga kamu lepas dari tangan saya, dan tak akan pula memberimu tempat tinggal untuk selama-lamanya.' Jawab wanita itu, 'Bagaimana caranya?' Jawabnya, 'Saya jatuhkan talak kepadamu, dan setiap idahmu hendak habis, saya kembali rujuk kepadamu.' Maka saya sampaikan hal itu kepada Nabi saw. lalu beliau terdiam, sampai turun ayat, 'Talak itu dua kali dan setelah itu boleh rujuk secara yang makruf atau baik-baik dan menceraikan dengan ihsan atau secara baik-baik pula.'" (Q.S. Al-Baqarah 229) Diketengahkan oleh Abu Daud dalam An-Nasikhu wal Mansukh dari Ibnu Abbas, katanya, "Seorang suami biasa memakan harta istrinya dari maskawin yang telah diberikan kepadanya dan dari lain-lainnya tanpa menganggapnya sebagai dosa. Maka Allah pun menurunkan, 'Dan tidak halal bagimu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan pada mereka.'" (Q.S. Al-Baqarah 229) Ibnu Jarir mengetengahkan dari Ibnu Juraij, katanya, "Ayat ini diturunkan mengenai Tsabit bin Qais dengan Habibah. Wanita ini mengadukan suaminya kepada Rasulullah saw. maka sabdanya, 'Apakah kamu bersedia mengembalikan kebunnya kepadanya?' 'Ya, bersedia,' jawabnya. Maka Nabi saw. memanggil suaminya dan menyebutkan hal itu. Katanya, 'Dan ia telah rela terhadap demikian, dan hal itu telah saya lakukan.' Maka turunlah ayat, 'Dan tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali jika keduanya khawatir tak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.'" (Q.S. Al-Baqarah 229)

229. (Talak) atau perceraian yang dapat kembali rujuk itu (dua kali) (setelah itu boleh memegang mereka) dengan jalan rujuk (secara baik-baik) tanpa menyusahkan mereka (atau melepas), artinya menceraikan mereka (dengan cara baik pula. Tidak halal bagi kamu) hai para suami (untuk mengambil kembali sesuatu yang telah kami berikan kepada mereka) berupa mahar atau maskawin, jika kamu menceraikan mereka itu, (kecuali kalau keduanya khawatir), maksudnya suami istri itu (tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah), artinya tidak dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah digariskan-Nya. Menurut satu qiraat dibaca 'yukhaafaa' secara pasif, Sedangkan 'an laa yuqiimaa' menjadi badal isytimal bagi dhamir yang terdapat di sana. Terdapat juga bacaan dengan baris di atas pada kedua fi`il tersebut. (Jika kamu merasa khawatir bahwa mereka berdua tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidaklah mereka itu berdosa mengenai uang tebusan) yang dibayarkan oleh pihak istri untuk menebus dirinya, artinya tak ada salahnya jika pihak suami mengambil uang tersebut begitu pula pihak istri jika membayarkannya. (Itulah), yakni hukum-hukum yang disebutkan di atas (peraturan-peraturan Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar peraturan-peraturan Allah, maka merekalah orang-orang yang aniaya).

Kemudian jika si suami menalaknya [sesudah talak yang kedua], maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya [bekas suami pertama dan isteri] untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang [mau] mengetahui. (230)


فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ ۥ مِنۢ بَعۡدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوۡجًا غَيۡرَهُ ۥ‌ۗ فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡہِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّآ أَن يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ‌ۗ وَتِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ يُبَيِّنُہَا لِقَوۡمٍ۬ يَعۡلَمُونَ (٢٣٠) 

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Munzir mengetengahkan dari Muqatil bin Hibban, katanya, "Ayat ini turun mengenai Aisyah binti Abdurrahman bin Atik yang menjadi istri dari saudara sepupunya Rifa`ah bin Wahab bin Atik. Suaminya itu menceraikannya sampai talak bain, lalu ia kawin dengan Abdurrahman bin Zubair Al-Qurazhi, yang menceraikannya pula. Maka Aisyah datang kepada Nabi saw. katanya, 'Ia menceraikan saya sebelum menyetubuhi saya, maka bolehkah saya, kembali kepada suami saya yang pertama?' Jawab Nabi, 'Tidak, sampai ia menyetubuhi atau mencampurimu.' Jika si suami menceraikan istrinya, maka tidak halal baginya sampai ia kawin dengan suami yang lain, lalu mencampurinya. Dan jika diceraikan setelah dicampuri, maka tidak ada dosa bagi mereka, jika ia kembali kepada suaminya yang pertama."

230. (Kemudian jika ia menceraikannya lagi), maksudnya si suami setelah talak yang kedua, (maka wanita itu tidak halal lagi baginya setelah itu), maksudnya setelah talak tiga (hingga dia kawin dengan suami yang lain) serta mencampurinya sebagaimana tersebut dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. (Kemudian jika ia menceraikannya pula) maksudnya suaminya yang kedua, (maka tidak ada dosa bagi keduanya), maksudnya istri dan bekas suami yang pertama (untuk kembali) pada perkawinan mereka setelah berakhirnya idah, (jika keduanya itu mengira akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah), maksudnya semua yang telah disebutkan itu (peraturan-peraturan Allah yang dijelaskan-Nya kepada kaum yang mau mengetahui) atau merenungkan.

Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf [pula]. Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka [145]. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah sebagai permainan. Dan ingatlah ni’mat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab [Al Qur’an] dan Al Hikmah [As Sunnah]. Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (231) 


وَإِذَا طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَبَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمۡسِكُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٍ أَوۡ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٍ۬‌ۚ وَلَا تُمۡسِكُوهُنَّ ضِرَارً۬ا لِّتَعۡتَدُواْ‌ۚ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٲلِكَ فَقَدۡ ظَلَمَ نَفۡسَهُ ۥ‌ۚ وَلَا تَتَّخِذُوٓاْ ءَايَـٰتِ ٱللَّهِ هُزُوً۬ا‌ۚ وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَمَآ أَنزَلَ عَلَيۡكُم مِّنَ ٱلۡكِتَـٰبِ وَٱلۡحِكۡمَةِ يَعِظُكُم بِهِۦ‌ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ۬ (٢٣١) 
[145] Umpamanya: memaksa mereka minta cerai dengan cara khulu' atau membiarkan mereka hidup terkatung-katung.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan dari jalur Aufi dari Ibnu Abbas, katanya, "Ada seorang laki-laki yang menceraikan istrinya lalu rujuk kepadanya sebelum habis idahnya, kemudian diceraikannya kembali. Hal itu dilakukannya untuk menyusahkannya dan menghalanginya jatuh ke tangan laki-laki lain. Maka Allah pun menurunkan ayat ini." Diketengahkan pula dari As-Sadiy, katanya, "Ayat ini turun mengenai seorang laki-laki Ansar bernama Tsabit bin Yasar yang menceraikan istrinya, lalu jika masa idahnya tinggal dua atau tiga hari lagi, maka ia rujuk kembali kepadanya dengan tujuan untuk menyusahkannya. Maka Allah swt. pun menurunkan, 'Dan janganlah kamu rujuk kepada mereka dengan maksud untuk menyusahkan mereka, karena dengan demikian berarti kamu melakukan penganiayaan!'" (Q.S. Al-Baqarah 231) Ibnu Abu Umar mengetengahkan dalam Musnadnya dan oleh Ibnu Murdawaih dan Abu Darda, katanya, "Ada seorang laki-laki yang menjatuhkan talak, lalu katanya, 'Saya hanya bermain-main', lalu ia membebaskan budak dan katanya, 'Saya hanya bergurau', maka Allah pun menurunkan, 'Dan janganlah kamu jadikan ayat-ayat Allah sebagai barang permainan!'" (Q.S. Al-Baqarah 231) Riwayat yang serupa dengan itu dikeluarkan pula oleh Ibnu Mundzir dari Ubadah bin Shamit, begitu pula oleh Ibnu Murdawaih dari Ibnu Abbas, dan oleh Ibnu Jarir dari mursal hasan.

231. (Apabila kamu menceraikan istri-istri, lalu sampai idahnya), maksudnya dekat pada berakhir idahnya (maka peganglah mereka), artinya rujuklah kepada mereka (secara baik-baik) tanpa menimbulkan kesusahan bagi mereka (atau lepaskanlah secara baik-baik pula), artinya biarkanlah mereka itu sampai habis idah mereka. (Janganlah kamu tahan mereka itu) dengan rujuk (untuk menimbulkan kesusahan) berfungsi sebagai maf`ul liajlih (sehingga menganiaya mereka) sampai mereka terpaksa menebus diri, minta cerai dan menunggu lama. (Barang siapa melakukan demikian, berarti ia menganiaya dirinya) dengan menghadapkannya pada siksaan Allah (dan janganlah kamu jadikan ayat-ayat Allah sebagai permainan), artinya berolok-olok dengan melanggarnya (dan ingatlah nikmat Allah kepadamu), yakni agama Islam (dan apa-apa yang telah diturunkan-Nya padamu berupa Kitab) Alquran (dan hikmah) artinya hukum-hukum yang terdapat padanya (Allah memberimu pengajaran dengannya) agar kamu bersyukur dengan mengamalkannya (Dan bertakwalah kamu kepada Allah serta ketahuilah bahwa Allah mengetahui segala sesuatunya) hingga tidak satu pun yang tersembunyi bagi-Nya.

Apabila kamu menalak isteri-isterimu, lalu habis iddahnya, maka janganlah kamu [para wali] menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya [146], apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (232) 


وَإِذَا طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَبَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعۡضُلُوهُنَّ أَن يَنكِحۡنَ أَزۡوَٲجَهُنَّ إِذَا تَرَٲضَوۡاْ بَيۡنَہُم بِٱلۡمَعۡرُوفِ‌ۗ ذَٲلِكَ يُوعَظُ بِهِۦ مَن كَانَ مِنكُمۡ يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِ‌ۗ ذَٲلِكُمۡ أَزۡكَىٰ لَكُمۡ وَأَطۡهَرُ‌ۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ (٢٣٢) ۞

[146] Kawin lagi dengan bekas suami atau dengan laki-laki yang lain.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Daud, Tirmizi dan lain-lain dari Ma`qil bin Yasar, bahwa ia mengawinkan saudaranya yang perempuan dengan seorang laki-laki Islam. Demikianlah mereka hidup berumah tangga, tetapi kemudian pihak suami menceraikan istrinya dan tidak rujuk kepadanya sampai idahnya habis. Kemudian si suami merasa rindu kepada bekas istrinya, demikian pula si istri kepada bekas suaminya, lalu si suami meminangnya kembali bersama rombongannya. Tetapi jawaban Ma`qil, "Hai bajingan tengik, saya telah memuliakanmu dan mengawinkan saudara saya denganmu tetapi kamu menceraikannya, demi Allah, ia tidak boleh kembali lagi kepadamu buat selama-lamanya." Dalam pada itu Allah mengetahui kebutuhan sang suami kepada bekas istri dan kebutuhan sang istri kepada bekas suaminya, maka diturunkanlah, "Apabila kamu menceraikan istri-istrimu, lalu habis idah mereka...," sampai dengan, "...kamu tidak mengetahui..." (Q.S. Al-Baqarah 232). Tatkala Ma`qil mendengarnya, ia mengatakan, "Aku dengar perintah Tuhanku dan aku taati." Lalu dipanggilnya bekas iparnya tadi seraya katanya, "Saya kawinkan dia denganmu dan saya muliakan kamu." Ibnu Murdawaih mengetengahkannya pula dari jalur yang berbeda-beda. Diketengahkan pula dari As-Sadiy, katanya, "Ayat itu diturunkan mengenai Jabir bin Abdullah Al-Anshari. Ia mempunyai seorang saudara sepupu yang diceraikan oleh suaminya satu kali talak. Kemudian ketika masa idahnya telah habis, bekas suaminya itu kembali dengan maksud hendak rujuk kepadanya tetapi Jabir tidak bersedia, katanya, 'Kamu ceraikan saudara sepupu kami, lalu hendak kawin buat kedua kalinya!' Dalam pada itu si istri juga ingin kembali dan rela atas perlakuan suaminya, maka turunlah ayat ini." Riwayat pertama lebih sahih dan juga lebih kuat.

232. (Apabila kamu menceraikan istri-istrimu lalu sampai idahnya), maksudnya habis masa idahnya, (maka janganlah kamu halangi mereka itu) ditujukan kepada para wali agar mereka tidak melarang wanita-wanita untuk (untuk rujuk dengan suami-suami mereka yang telah menceraikan mereka itu). Asbabun nuzul ayat ini bahwa saudara perempuan dari Ma`qil bin Yasar diceraikan suaminya, lalu suaminya itu hendak rujuk kepadanya, tetapi dilarang oleh Ma`qil bin Yasar, sebagaimana diriwayatkan oleh Hakim (jika terdapat kerelaan), artinya kerelaan suami istri (di antara mereka secara baik-baik), artinya menurut syariat. (Demikian itu), yakni larangan menghalangi itu (dinasihatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari yang akhir). Karena hanya mereka sajalah yang mengerti nasihat ini (Itu), artinya tidak menghalangi (lebih suci) lebih baik (bagi kamu dan lebih bersih) baik bagi kamu maupun bagi mereka karena dikhawatirkan kedua belah pihak bekas suami istri akan melakukan hubungan gelap, mengingat kedua belah pihak sudah saling cinta dan mengenal. (Dan Allah mengetahui) semua maslahat (sedangkan kamu tidak mengetahui yang demikian itu), maka mohonlah petunjuk dan ikutilah perintah-Nya.

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih [sebelum dua tahun] dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (233) 


وَٱلۡوَٲلِدَٲتُ يُرۡضِعۡنَ أَوۡلَـٰدَهُنَّ حَوۡلَيۡنِ كَامِلَيۡنِ‌ۖ لِمَنۡ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ‌ۚ وَعَلَى ٱلۡمَوۡلُودِ لَهُ ۥ رِزۡقُهُنَّ وَكِسۡوَتُہُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِ‌ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفۡسٌ إِلَّا وُسۡعَهَا‌ۚ لَا تُضَآرَّ وَٲلِدَةُۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوۡلُودٌ۬ لَّهُ ۥ بِوَلَدِهِۦ‌ۚ وَعَلَى ٱلۡوَارِثِ مِثۡلُ ذَٲلِكَ‌ۗ فَإِنۡ أَرَادَا فِصَالاً عَن تَرَاضٍ۬ مِّنۡہُمَا وَتَشَاوُرٍ۬ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡہِمَا‌ۗ وَإِنۡ أَرَدتُّمۡ أَن تَسۡتَرۡضِعُوٓاْ أَوۡلَـٰدَكُمۡ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ إِذَا سَلَّمۡتُم مَّآ ءَاتَيۡتُم بِٱلۡمَعۡرُوفِ‌ۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٌ۬ (٢٣٣) 

233. (Para ibu menyusukan), maksudnya hendaklah menyusukan (anak-anak mereka selama dua tahun penuh) sifat yang memperkuat, (yaitu bagi orang yang ingin menyempurnakan penyusuan) dan tidak perlu ditambah lagi. (Dan kewajiban yang diberi anak), maksudnya bapak (memberi mereka (para ibu) sandang pangan) sebagai imbalan menyusukan itu, yakni jika mereka diceraikan (secara makruf), artinya menurut kesanggupannya. (Setiap diri itu tidak dibebani kecuali menurut kadar kemampuannya, maksudnya kesanggupannya. (Tidak boleh seorang ibu itu menderita kesengsaraan disebabkan anaknya) misalnya dipaksa menyusukan padahal ia keberatan (dan tidak pula seorang ayah karena anaknya), misalnya diberi beban di atas kemampuannya. Mengidhafatkan anak kepada masing-masing ibu dan bapak pada kedua tempat tersebut ialah untuk mengimbau keprihatinan dan kesantunan, (dan ahli waris pun) ahli waris dari bapaknya, yaitu anak yang masih bayi dan di sini ditujukan kepada wali yang mengatur hartanya (berkewajiban seperti demikian), artinya seperti kewajiban bapaknya memberi ibunya sandang pangan. (Apabila keduanya ingin), maksudnya ibu bapaknya (menyapih) sebelum masa dua tahun dan timbul (dari kerelaan) atau persetujuan (keduanya dan hasil musyawarah) untuk mendapatkan kemaslahatan si bayi, (maka keduanya tidaklah berdosa) atas demikian itu. (Dan jika kamu ingin) ditujukan kepada pihak bapak (anakmu disusukan oleh orang lain) dan bukan oleh ibunya, (maka tidaklah kamu berdosa) dalam hal itu (jika kamu menyerahkan) kepada orang yang menyusukan (pembayaran upahnya) atau upah yang hendak kamu bayarkan (menurut yang patut) secara baik-baik dan dengan kerelaan hati. (Dan bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan) hingga tiada satu pun yang tersembunyi bagi-Nya.

Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri [hendaklah para isteri itu] menangguhkan dirinya [ber’iddah] empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis iddahnya, maka tiada dosa bagimu [para wali] membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka [147]  menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (234) 


وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوۡنَ مِنكُمۡ وَيَذَرُونَ أَزۡوَٲجً۬ا يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرۡبَعَةَ أَشۡہُرٍ۬ وَعَشۡرً۬ا‌ۖ فَإِذَا بَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ فِيمَا فَعَلۡنَ فِىٓ أَنفُسِهِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِ‌ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٌ۬ (٢٣٤) 

[147] Berhias, atau bepergian, atau menerima pinangan.

234. (Orang-orang yang wafat) atau meninggal dunia (di antara kamu dengan meninggalkan istri-istri, maka mereka menangguhkan), artinya hendaklah para istri itu menahan (diri mereka) untuk kawin setelah suami mereka yang meninggal itu (selama empat bulan dan sepuluh), maksudnya hari. Ini adalah mengenai wanita-wanita yang tidak hamil. Mengenai yang hamil, maka idah mereka sampai melahirkan kandungannya berdasarkan ayat At-Thalaq, sedangkan bagi wanita budak adalah setengah dari yang demikian itu, menurut hadis. (Apabila waktu mereka telah sampai), artinya habis masa idahnya, (mereka tiada dosa bagi kamu) hai para wali (membiarkan mereka berbuat pada diri mereka), misalnya bersolek dan menyiapkan diri untuk menerima pinangan (secara baik-baik), yakni menurut agama. (Dan Allah Maha Mengetahui apa-apa yang kamu lakukan), baik yang lahir maupun yang batin.

Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu [148] dengan sindiran [149] atau kamu menyembunyikan [keinginan mengawini mereka] dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan [kepada mereka] perkataan yang ma’ruf [150]. Dan janganlah kamu ber’azam [bertetap hati] untuk berakad nikah, sebelum habis iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (235) 


وَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ فِيمَا عَرَّضۡتُم بِهِۦ مِنۡ خِطۡبَةِ ٱلنِّسَآءِ أَوۡ أَڪۡنَنتُمۡ فِىٓ أَنفُسِكُمۡ‌ۚ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمۡ سَتَذۡكُرُونَهُنَّ وَلَـٰكِن لَّا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّآ أَن تَقُولُواْ قَوۡلاً۬ مَّعۡرُوفً۬ا‌ۚ وَلَا تَعۡزِمُواْ عُقۡدَةَ ٱلنِّڪَاحِ حَتَّىٰ يَبۡلُغَ ٱلۡكِتَـٰبُ أَجَلَهُ ۥ‌ۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا فِىٓ أَنفُسِكُمۡ فَٱحۡذَرُوهُ‌ۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ۬ (٢٣٥) 
[148] Yang suaminya telah meninggal dan masih dalam 'iddah.

[149] Wanita yang boleh dipinang secara sindiran ialah wanita yang dalam 'iddah karena meninggal suaminya, atau karena talak bain, sedang wanita yang dalam 'iddah talak raji'i tidak boleh dipinang walaupun dengan sindiran.

[150] Perkataan sindiran yang baik.

235. (Dan tak ada dosa bagimu meminang wanita-wanita itu secara sindiran), yakni wanita-wanita yang kematian suami dan masih berada dalam idah mereka, misalnya kata seseorang kepadanya, "Engkau cantik" atau "Siapa yang melihatmu pasti jatuh cinta" atau "tiada wanita secantik engkau" (atau kamu sembunyikan) kamu rahasiakan (dalam hatimu) rencana untuk mengawini mereka. (Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka) dan tidak sabar untuk meminang, maka diperbolehkannya secara sindiran, (tetapi janganlah kamu mengadakan perjanjian dengan mereka secara rahasia), maksudnya perjanjian kawin (melainkan) diperbolehkan (sekadar mengucapkan kata-kata yang baik) yang menurut syariat dianggap sindiran pinangan. (Dan janganlah kamu pastikan akan mengakadkan nikah), artinya melangsungkannya (sebelum yang tertulis) dari idah itu (habis waktunya) tegasnya sebelum idahnya habis. (Dan ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada di dalam hatimu) apakah rencana pasti atau lainnya (maka takutlah kepada-Nya) dan janganlah sampai menerima hukuman-Nya disebabkan rencanamu yang pasti itu (Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun) terhadap orang yang takut kepada-Nya (lagi Maha Penyantun) hingga menangguhkan hukuman-Nya terhadap orang yang berhak menerimanya.

Tidak ada kewajiban membayar [mahar] atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut’ah [pemberian] kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya [pula], yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan. (236) 


لَّا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ إِن طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ مَا لَمۡ تَمَسُّوهُنَّ أَوۡ تَفۡرِضُواْ لَهُنَّ فَرِيضَةً۬‌ۚ وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى ٱلۡمُوسِعِ قَدَرُهُ ۥ وَعَلَى ٱلۡمُقۡتِرِ قَدَرُهُ ۥ مَتَـٰعَۢا بِٱلۡمَعۡرُوفِ‌ۖ حَقًّا عَلَى ٱلۡمُحۡسِنِينَ (٢٣٦) 



236. (Tidak ada dosa bagi kamu, jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu menyentuh mereka) menurut satu qiraat, 'tumaassuuhunna' artinya mencampuri mereka (atau) sebelum (kamu menentukan maharnya), maksudnya maskawinnya. 'Ma' mashdariyah zharfiyah, maksudnya tak ada risiko atau tanggung jawabmu dalam perceraian sebelum campur dan sebelum ditentukannya berapa mahar, maka ceraikanlah mereka itu. (Dan hendaklah kamu beri mereka itu 'mutah') atau pemberian yang akan menyenangkan hati mereka; (bagi yang mampu) maksudnya yang kaya di antaramu (sesuai dengan kemampuannya, sedangkan bagi yang melarat) atau miskin (sesuai dengan kemampuannya pula). Ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tentang derajat atau kedudukan istri (yaitu pemberian) atau hiburan (menurut yang patut) menurut syariat dan menjadi sifat bagi mata`an. Demikian itu (merupakan kewajiban) 'haqqan' menjadi sifat yang kedua atau mashdar yang memperkuat (bagi orang-orang yang berbuat kebaikan) atau orang-orang yang taat.

Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu mema’afkan atau dima’afkan oleh orang yang memegang ikatan nikah [151] , dan pema’afan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan. (237) 


وَإِن طَلَّقۡتُمُوهُنَّ مِن قَبۡلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدۡ فَرَضۡتُمۡ لَهُنَّ فَرِيضَةً۬ فَنِصۡفُ مَا فَرَضۡتُمۡ إِلَّآ أَن يَعۡفُونَ أَوۡ يَعۡفُوَاْ ٱلَّذِى بِيَدِهِۦ عُقۡدَةُ ٱلنِّكَاحِ‌ۚ وَأَن تَعۡفُوٓاْ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰ‌ۚ وَلَا تَنسَوُاْ ٱلۡفَضۡلَ بَيۡنَكُمۡ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٌ (٢٣٧)

[151] Ialah suami atau wali. Kalau wali mema'afkan, maka suami dibebaskan dari membayar mahar yang seperdua, sedang kalau suami yang mema'afkan, maka dia membayar seluruh mahar.

237. (Dan jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum mencampuri mereka, padahal kamu sudah menetapkan mahar, maka bayarlah separuh dari yang telah kamu tetapkan itu). Ini menjadi hak mereka, sedangkan yang separuhnya lagi kembali kepadamu, (kecuali) atau tidak demikian hukumnya (jika mereka itu), maksudnya para istri itu memaafkan mereka hingga mereka tidak mengambilnya (atau dimaafkan oleh yang pada tangannya tergenggam akad nikah), yaitu suami, maka mahar diserahkan kepada para istri-istri itu semuanya. Tetapi menurut keterangan yang diterima dari Ibnu Abbas, wali boleh bertindak sepenggantinya, bila wanita itu mahjurah (tidak dibolehkan bertasaruf) dan hal ini tidak ada dosa baginya, maka dalam hal itu tidak ada kesulitan (dan bahwa kamu memaafkan itu) 'an' dengan mashdarnya menjadi mubtada' sedangkan khabarnya ialah (lebih dekat kepada ketakwaan. Dan jangan kamu lupakan keutamaan di antara kamu), artinya saling menunjukkan kemurahan hati, (sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan) dan akan membalasmu sebaik-baiknya.

Peliharalah segala shalat [mu], dan [peliharalah] shalat wusthaa [152]. Berdirilah karena Allah [dalam shalatmu] dengan khusyu’. (238)


حَـٰفِظُواْ عَلَى ٱلصَّلَوَٲتِ وَٱلصَّلَوٰةِ ٱلۡوُسۡطَىٰ وَقُومُواْ لِلَّهِ قَـٰنِتِينَ (٢٣٨) 

[152] "Shalat wusthaa" ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. Ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan "shalat wusthaa" ialah shalat Ashar. Menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ahmad dan Bukhari mengetengahkan dalam kitab Tarikh, juga oleh Abu Daud, Baihaqi dan Ibnu Jarir dari Zaid bin Tsabit bahwa Nabi saw. melakukan salat zuhur di tengah hari yang panas sekali. Salat itu merupakan yang terberat bagi para sahabatnya, hingga turunlah ayat, "Peliharalah semua salat dan salat yang pertengahan!" (Q.S. Al-Baqarah 238) Ahmad, Nasai dan Ibnu Jarir mengetengahkan dari Zaid bin Tsabit bahwa Nabi saw. sedang melakukan salat zuhur di tengah hari yang sangat terik. Tetapi jemaahnya di belakang hanya satu atau dua saf saja, sementara orang-orang berada di naungan dan perniagaan mereka, maka Allah pun menurunkan, "Dan peliharalah semua salat dan salat yang pertengahan!" (Q.S. Al-Baqarah 238) Imam yang berenam dan lain-lain mengetengahkan dari Zaid bin Arqam, katanya, "Di masa Rasulullah saw. kami berbicara di waktu salat, sedang seorang laki-laki berkata-kata dengan teman yang berada di sampingnya hingga turun ayat, 'Dan berdirilah karena Allah dengan khusyuk...' (Q.S. Al-Baqarah 238) Dengan demikian kami disuruh supaya diam dan dilarang berbicara." Ibnu Jarir dan Mujahid mengetengahkan, katanya, "Mereka biasa bicara di waktu salat, bahkan seorang laki-laki berani menyuruh temannya untuk sesuatu keperluan. Maka Allah pun menurunkan, 'Dan berdirilah karena Allah dengan khusyuk.'" (Q.S. Al-Baqarah 238)

238. (Peliharalah semua salatmu), yakni yang lima waktu dengan mengerjakannya pada waktunya (dan salat wustha atau pertengahan). Ditemui beberapa pendapat, ada yang mengatakan salat asar, subuh, zuhur atau selainnya dan disebutkan secara khusus karena keistimewaannya. (Berdirilah untuk Allah) dalam salatmu itu (dalam keadaan taat) atau patuh, berdasarkan sabda Nabi saw., "Setiap qunut dalam Alquran itu maksudnya ialah taat" (H.R. Ahmad dan lain-lainnya). Ada pula yang mengatakan khusyuk atau diam, berdasarkan hadis Zaid bin Arqam, katanya, "Mulanya kami berkata-kata dalam salat, hingga turunlah ayat tersebut, maka kami pun disuruh diam dan dilarang bercakap-cakap." (H.R. Bukhari dan Muslim)

Jika kamu dalam keadaan takut [bahaya], maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah [shalatlah], sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (239) 


فَإِنۡ خِفۡتُمۡ فَرِجَالاً أَوۡ رُكۡبَانً۬ا‌ۖ فَإِذَآ أَمِنتُمۡ فَٱذۡڪُرُواْ ٱللَّهَ كَمَا عَلَّمَڪُم مَّا لَمۡ تَكُونُواْ تَعۡلَمُونَ (٢٣٩) 

239. (Jika kamu dalam keadaan takut) baik terhadap musuh, maupun banjir atau binatang buas (maka sambil berjalan kaki) jamak dari raajil, artinya salatlah sambil jalan kaki (atau berkendaraan), 'rukbaanan' jamak dari 'raakib', maksudnya bagaimana sedapatnya, baik menghadap kiblat atau tidak mau memberi isyarat saat rukuk dan sujud. (Kemudian apabila kamu telah aman), yakni dari ketakutan, (maka sebutlah Allah), artinya salatlah (sebagaimana Dia telah mengajarkan kepadamu apa-apa yang tidak kamu ketahui), yakni sebelum diajarkan-Nya itu berupa fardu dan syarat-syaratnya. 'Kaf' berarti 'umpama' dan 'maa' mashdariyah atau maushuulah.

Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antaramu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, [yaitu] diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan tidak disuruh pindah [dari rumahnya]. Akan tetapi jika mereka pindah [sendiri], maka tidak ada dosa bagimu [wali atau waris dari yang meninggal] membiarkan mereka berbuat yang ma’ruf terhadap diri mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (240) 


وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوۡنَ مِنڪُمۡ وَيَذَرُونَ أَزۡوَٲجً۬ا وَصِيَّةً۬ لِّأَزۡوَٲجِهِم مَّتَـٰعًا إِلَى ٱلۡحَوۡلِ غَيۡرَ إِخۡرَاجٍ۬‌ۚ فَإِنۡ خَرَجۡنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡڪُمۡ فِى مَا فَعَلۡنَ فِىٓ أَنفُسِهِنَّ مِن مَّعۡرُوفٍ۬‌ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَڪِيمٌ۬ (٢٤٠) 

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ishak bin Rahawaih mengetengahkan dalam tafsirnya dari Muqatil bin Hibban bahwa seorang laki-laki warga Thaif datang ke Madinah, ia mempunyai banyak anak laki-laki dan perempuan dan ia juga mempunyai ibu-bapak dan seorang istri, ia mati di Madinah dan hal itu disampaikan kepada Nabi saw. Maka diberinya kedua orang tua dan anak-anaknya secara baik-baik, tetapi istrinya tidak diberinya sesuatu apa pun, tetapi mereka disuruh memberinya nafkah dari peninggalan suaminya selama satu tahun. Dan mengenai peristiwa inilah diturunkan, "Dan orang-orang yang akan wafat di antara kamu dan meninggalkan..." (Q.S. Al-Baqarah 240)

240. (Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan istri) hendaklah (berwasiat) menurut satu qiraat dengan baris di depan dan berarti wajib berwasiat (untuk istri-istri mereka) agar mereka diberi (nafkah) yang dapat mereka nikmati (hingga) sempurna (satu tahun) lamanya menunggu bagi istri-istri yang ditinggal mati suami (tanpa mengeluarkan mereka), artinya tanpa menyuruh mereka pindah dari rumah yang mereka diami sewaktu suami mereka masih hidup. (Tetapi jika mereka pindah) atas kemauan sendiri, (maka tidak ada dosa bagimu) hai para wali orang yang mati (mengenai apa yang mereka perbuat terhadap diri mereka secara patut), yakni menurut syariat, misalnya bersolek, menghentikan masa berkabung dan tidak hendak menerima nafkah lagi. (Dan Allah Maha Tangguh) dalam kerajaan-Nya (lagi Maha Bijaksana) dalam perbuatan-Nya. Wasiat yang disebut di atas dinasakh oleh ayat waris dan menunggu selama setahun oleh ayat empat bulan sepuluh hari yang lalu, tetapi turunnya terkemudian. Mengenai tempat kediaman, menurut Syafii tetap dipertahankan bagi istri-istri itu, artinya tidak dinasakh.

Kepada wanita-wanita yang diceraikan [hendaklah diberikan oleh suaminya] mut`ah [153] menurut yang ma’ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang takwa. (241) 


وَلِلۡمُطَلَّقَـٰتِ مَتَـٰعُۢ بِٱلۡمَعۡرُوفِ‌ۖ حَقًّا عَلَى ٱلۡمُتَّقِينَ (٢٤١) 

[153] Mut'ah (pemberian) ialah sesuatu yang diberikan oleh suami kepada isteri yang diceraikannya sebagai penghibur, selain nafkah sesuai dengan kemampuannya.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan, dari Ibnu Zaid, katanya, "Tatkala turun ayat, 'Dan hendaklah kamu beri mereka mutah, orang yang mampu menurut kemampuannya dan yang miskin sekadar kesanggupannya pula, yaitu pemberian menurut yang patut, yang merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan,' maka ada seorang laki-laki yang berkata, 'Jika saya suka, maka saya lakukan, tetapi jika tidak, maka tidak saya lakukan!' Maka Allah swt. menurunkan, 'Dan wanita-wanita yang diceraikan, hendaklah diberi mutah secara makruf, menjadi suatu kewajiban bagi orang-orang yang takwa.'" (Q.S. Al-Baqarah 241)

241. (Wanita-wanita yang diceraikan hendaklah mendapat mutah), maksudnya diberi mutah (secara patut), artinya menurut kemampuan suami (sebagai suatu kewajiban), 'haqqan' dengan baris di atas sebagai maf`ul mutlak bagi fi`ilnya yang dapat diperkirakan (bagi orang-orang yang takwa). Hal ini diulang kembali oleh Allah agar mencapai pula wanita-wanita yang telah dicampuri, karena ayat yang lalu adalah ayat mengenai yang belum dicampuri.

Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya [hukum-hukum-Nya] supaya kamu memahaminya. (242) 


كَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَڪُمۡ ءَايَـٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ (٢٤٢) ۞

242. (Demikianlah), artinya seperti telah disebutkan di atas (Allah menjelaskan kepadamu ayat-ayat-Nya agar kamu mengerti) atau memahaminya.

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu [jumlahnya] karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: "Matilah kamu" [154]  kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. (243) 


أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ خَرَجُواْ مِن دِيَـٰرِهِمۡ وَهُمۡ أُلُوفٌ حَذَرَ ٱلۡمَوۡتِ فَقَالَ لَهُمُ ٱللَّهُ مُوتُواْ ثُمَّ أَحۡيَـٰهُمۡ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَذُو فَضۡلٍ عَلَى ٱلنَّاسِ وَلَـٰكِنَّ أَڪۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَشۡڪُرُونَ (٢٤٣) 
[154] Sebahagian ahli tafsir (seperti Al-Thabari dan Ibnu Katsir) mengartikan mati di sini dengan mati yang sebenarnya; sedangkan sebahagian ahli tafsir yang lain mengartikannya dengan mati semangat.

243. (Tidakkah kamu perhatikan) pertanyaan disertai keanehan dan dorongan untuk mendengar apa yang dibicarakan sesudah itu (orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedangkan jumlah mereka beribu-ribu) ada yang mengatakan empat, delapan atau sepuluh ribu serta ada pula yang mengatakan berjumlah tiga puluh, empat puluh atau tujuh puluh ribu (disebabkan takut mati) sebagai maf`ul liajlih. Mereka ini ialah segolongan Bani Israel yang ditimpa oleh wabah sampar hingga lari meninggalkan negeri mereka. (Maka firman Allah kepada mereka, "Matilah kamu!") hingga mereka pun mati, (kemudian mereka dihidupkan-Nya kembali), yakni setelah delapan hari atau lebih, atas doa Nabi mereka yang bernama Hizqil. Ada beberapa lamanya mereka hidup tetapi bekas kematian tanda-tandanya terdapat pada diri mereka, tidak memakai pakaian kecuali nanti berbalik menjadi kain kafan, dan peristiwa ini menjadi buah tutur sampai kepada anak-anak mereka. (Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia) di antaranya menghidupkan mereka tadi, (tetapi kebanyakan manusia) yakni orang-orang kafir (tidak bersyukur). Adapun tujuan menyebutkan tentang orang-orang itu di sini ialah untuk merangsang semangat orang-orang beriman untuk berperang dan itulah sebabnya dihubungkan kepadanya.

Dan berperanglah kamu sekalian di jalan Allah, dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (244) 


وَقَـٰتِلُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ۬ (٢٤٤) 

244. (Dan berperanglah kamu di jalan Allah) maksudnya untuk meninggikan agama-Nya (dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Mendengar) akan ucapanmu (lagi Maha Mengetahui) akan keadaanmu, hingga memberi balasan kepadamu.

Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik [menafkahkan hartanya di jalan Allah], maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan [rezki] dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (245) 


مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنً۬ا فَيُضَـٰعِفَهُ ۥ لَهُ ۥۤ أَضۡعَافً۬ا ڪَثِيرَةً۬‌ۚ وَٱللَّهُ يَقۡبِضُ وَيَبۡصُۜطُ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ (٢٤٥) 

SEBAB TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab Sahih dan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih, dari Ibnu Umar, katanya bahwa tatkala turun ayat, "Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan harta mereka di jalan Allah, adalah seperti sebutir biji..." (Q.S. Al-Baqarah 261) Berkatalah Nabi saw., "Tuhanku, tambahlah umatku," lalu turunlah ayat, "Siapakah yang bersedia memberi pinjaman kepada Allah suatu pinjaman yang baik, maka ia akan diberi-Nya keuntungan berlipat ganda." (Q.S. Al-Baqarah 245)

245. (Siapakah yang bersedia memberi pinjaman kepada Allah) yaitu dengan menafkahkan hartanya di jalan Allah (yakni pinjaman yang baik) dengan ikhlas kepada-Nya semata, (maka Allah akan menggandakan) pembayarannya; menurut satu qiraat dengan tasydid hingga berbunyi 'fayudha'ifahu' (hingga berlipat-lipat) mulai dari sepuluh sampai pada tujuh ratus lebih sebagaimana yang akan kita temui nanti (Dan Allah menyempitkan) atau menahan rezeki orang yang kehendaki-Nya sebagai ujian (dan melapangkannya) terhadap orang yang dikehendaki-Nya, juga sebagai cobaan (dan kepada-Nya kamu dikembalikan) di akhirat dengan jalan akan dibangkitkan dari matimu dan akan dibalas segala amal perbuatanmu.

Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: "Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang [di bawah pimpinannya] di jalan Allah". Nabi mereka menjawab: "Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang." Mereka menjawab: "Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami?" [155] . Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa orang saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim. (246) 


أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلۡمَلَإِ مِنۢ بَنِىٓ إِسۡرَٲٓءِيلَ مِنۢ بَعۡدِ مُوسَىٰٓ إِذۡ قَالُواْ لِنَبِىٍّ۬ لَّهُمُ ٱبۡعَثۡ لَنَا مَلِڪً۬ا نُّقَـٰتِلۡ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ‌ۖ قَالَ هَلۡ عَسَيۡتُمۡ إِن ڪُتِبَ عَلَيۡڪُمُ ٱلۡقِتَالُ أَلَّا تُقَـٰتِلُواْ‌ۖ قَالُواْ وَمَا لَنَآ أَلَّا نُقَـٰتِلَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَقَدۡ أُخۡرِجۡنَا مِن دِيَـٰرِنَا وَأَبۡنَآٮِٕنَا‌ۖ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيۡهِمُ ٱلۡقِتَالُ تَوَلَّوۡاْ إِلَّا قَلِيلاً۬ مِّنۡهُمۡ‌ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمُۢ بِٱلظَّـٰلِمِينَ (٢٤٦) 

[155] Maksudnya: mereka diusir dan anak-anak mereka ditawan.

246. (Tidakkah kamu perhatikan segolongan Bani Israel setelah) wafat (Musa), maksudnya kisah dan berita mereka, (yaitu ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka) namanya Samuel, ("Angkatlah untuk kami seorang raja, supaya kami berperang) dengannya (di jalan Allah) hingga ia dapat memimpin dan menyusun barisan kami! (Jawab nabi mereka, "Tidak mungkinkah) dengan memakai baris di atas dan baris di bawah (jika kamu diwajibkan berperang, kamu tidak mau berperang?") Khabar dari `asa, sedangkan pertanyaan menunjukkan lebih besar kemungkinan terjadinya. (Jawab mereka, "Kenapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal kami sudah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami"), artinya sebagian dari mereka ada yang ditawan dan sebagian yang lain ada yang dibunuh. Hal ini telah dilakukan terhadap mereka oleh kaum Jalut. Jadi maksudnya adalah tidak ada halangan bagi kami untuk berperang, yakni selama alasannya masih ada. Firman Allah swt., (Maka tatkala berperang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling) daripadanya dan merasa kecut, (kecuali sebagian kecil dari mereka), yakni yang menyeberangi sungai bersama Thalut sebagaimana yang akan diterangkan nanti. (Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang aniaya), maksudnya akan membalas segala yang diperbuat oleh mereka. Dan nabi mereka pun memohon kepada Tuhannya agar mengirimkan seorang raja, tetapi yang dikabulkan-Nya ialah Thalut.

Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu". Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang banyak?" [Nabi mereka] berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. (247) 


وَقَالَ لَهُمۡ نَبِيُّهُمۡ إِنَّ ٱللَّهَ قَدۡ بَعَثَ لَڪُمۡ طَالُوتَ مَلِكً۬ا‌ۚ قَالُوٓاْ أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ ٱلۡمُلۡكُ عَلَيۡنَا وَنَحۡنُ أَحَقُّ بِٱلۡمُلۡكِ مِنۡهُ وَلَمۡ يُؤۡتَ سَعَةً۬ مِّنَ ٱلۡمَالِ‌ۚ قَالَ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصۡطَفَٮٰهُ عَلَيۡڪُمۡ وَزَادَهُ ۥ بَسۡطَةً۬ فِى ٱلۡعِلۡمِ وَٱلۡجِسۡمِ‌ۖ وَٱللَّهُ يُؤۡتِى مُلۡڪَهُ ۥ مَن يَشَآءُ‌ۚ وَٱللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ۬ (٢٤٧) 

247. (Kata nabi mereka kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut bagi kamu sebagai raja." Jawab mereka, "Bagaimana), artinya betapa (ia akan menjadi raja, padahal kami lebih berhak terhadap kerajaan ini daripadanya). Ia bukanlah dari keturunan raja-raja atau bangsawan dan tidak pula dari keturunan nabi-nabi. Bahkan ia hanyalah seorang tukang samak atau gembala, (sedangkan ia pun tidak diberi kekayaan yang mencukupi") yakni yang amat diperlukan untuk membina atau mendirikan sebuah kerajaan. (Kata nabi) kepada mereka, ("Sesungguhnya Allah telah memilihnya sebagai rajamu (dan menambahnya pula keluasan) dan keperkasaan (dalam ilmu dan tubuh"). Memang ketika itu dialah orang Israel yang paling berilmu, paling gagah dan paling berakhlak. (Dan Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya) suatu pemberian yang tidak seorang pun mampu untuk menghalanginya. (Dan Allah Maha Luas) karunia-Nya, (lagi Maha Mengetahui) orang yang lebih patut menerima karunia-Nya itu.

Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan [156] dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh Malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman. (248) 


وَقَالَ لَهُمۡ نَبِيُّهُمۡ إِنَّ ءَايَةَ مُلۡڪِهِۦۤ أَن يَأۡتِيَڪُمُ ٱلتَّابُوتُ فِيهِ سَڪِينَةٌ۬ مِّن رَّبِّڪُمۡ وَبَقِيَّةٌ۬ مِّمَّا تَرَكَ ءَالُ مُوسَىٰ وَءَالُ هَـٰرُونَ تَحۡمِلُهُ ٱلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةُ‌ۚ إِنَّ فِى ذَٲلِكَ لَأَيَةً۬ لَّڪُمۡ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ (٢٤٨) 
[156] Tabut ialah peti tempat menyimpan Taurat yang membawa ketenangan bagi mereka.

248. (Kata nabi mereka kepada mereka), yakni tatkala mereka meminta kepadanya tanda pengangkatannya sebagai raja. (Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja ialah datangnya tabut kepadamu), yakni sebuah peti tempat menyimpan serunai nabi-nabi yang diturunkan Allah kepada nabi Adam dan terus-menerus berada pada mereka sampai mereka dikalahkan oleh orang-orang Amaliqah yang berhasil merebut serunai itu. Selama ini mereka mengambilnya sebagai lambang kemenangan mereka terhadap musuh dan mereka tonjolkan dalam peperangan serta mendapatkan ketenangan hati, sebagaimana firman Allah swt., ("Di dalamnya terdapat ketenangan) ketenteraman bagi hatimu (dari Tuhanmu dan sisa-sisa peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun), yakni yang ditinggalkan kedua nabi itu, sepasang terompah Musa dan tongkatnya serta serban nabi Harun dan tulang-tulang burung manna yang pernah turun kepada mereka serta kepingan-kepingan luh (yang dibawa oleh malaikat) menjadi 'hal' dari pelaku 'ya'tiikum.' (Sesungguhnya pada demikian itu menjadi tanda bagi kamu) atas diangkatnya sebagai raja (jika kamu benar-benar beriman). Tabut itu lalu dibawa oleh malaikat, terapung-apung antara bumi dan langit serta disaksikan oleh mereka dan akhirnya ditaruh oleh malaikat dekat Thalut. Mereka pun mengakuinya sebagai raja dan berlomba-lomba untuk berjihad di sampingnya. Maka dipilihnyalah 70 ribu orang di antara pemuda-pemuda mereka.

Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka ia adalah pengikutku." Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (249) 



فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوتُ بِٱلۡجُنُودِ قَالَ إِنَّ ٱللَّهَ مُبۡتَلِيڪُم بِنَهَرٍ۬ فَمَن شَرِبَ مِنۡهُ فَلَيۡسَ مِنِّى وَمَن لَّمۡ يَطۡعَمۡهُ فَإِنَّهُ ۥ مِنِّىٓ إِلَّا مَنِ ٱغۡتَرَفَ غُرۡفَةَۢ بِيَدِهِۦ‌ۚ فَشَرِبُواْ مِنۡهُ إِلَّا قَلِيلاً۬ مِّنۡهُمۡ‌ۚ فَلَمَّا جَاوَزَهُ ۥ هُوَ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُ ۥ قَالُواْ لَا طَاقَةَ لَنَا ٱلۡيَوۡمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِۦ‌ۚ قَالَ ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَـٰقُواْ ٱللَّهِ ڪَم مِّن فِئَةٍ۬ قَلِيلَةٍ غَلَبَتۡ فِئَةً۬ ڪَثِيرَةَۢ بِإِذۡنِ ٱللَّهِ‌ۗ وَٱللَّهُ مَعَ ٱلصَّـٰبِرِينَ (٢٤٩) 


249. (Maka tatkala keluar) artinya berangkat (Thalut bersama tentaranya) dari Baitulmakdis, sedang ketika itu hari amat panas hingga mereka meminta kepadanya agar diberi air, (maka jawabnya, "Sesungguhnya Allah akan mencoba kamu) atau menguji kamu (dengan sebuah sungai) terletak antara Yordania dan Palestina, agar jelas siapa di antara kamu yang taat dan siapa pula yang durhaka. "Maka barang siapa di antara kamu (meminumnya), maksudnya meminum airnya (maka tidaklah ia dari golonganku) bukan pengikut-pengikutku. (Barang siapa yang tidak merasainya) artinya tidak meminumnya, (kecuali orang yang hanya meneguk satu tegukan saja, maka ia adalah pengikutku) 'ghurfah' dengan baris di atas atau di depan (dengan tangannya) mencukupkan dengan sebanyak itu dan tidak menambahnya lagi, maka ia termasuk golonganku. (Maka mereka meminumnya) banyak-banyak ketika bertemu dengan anak sungai itu, (kecuali beberapa orang di antara mereka). Mereka ini mencukupkan satu tegukan tangan mereka, yakni untuk mereka minum dan untuk hewan-hewan mereka. Jumlah mereka tiga ratus dan beberapa belas orang (Tatkala ia telah melewati anak sungai itu, yakni Thalut dengan orang-orang yang beriman bersamanya) yakni mereka yang mencukupkan satu tegukan (mereka pun berkata) maksudnya yang minum secara banyak tadi, ("Tak ada kesanggupan) atau daya dan kekuatan (kami sekarang ini untuk menghadapi Jalut dan tentaranya") maksudnya untuk berperang dengan mereka. Mereka jadi pengecut dan tidak jadi menyeberangi sungai itu. (Berkatalah orang-orang yang menyangka), artinya meyakini (bahwa mereka akan menemui Allah), yakni di hari berbangkit, mereka itulah yang berhasil menyeberangi sungai: ("Berapa banyaknya), artinya amat banyak terjadi (golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah) serta kehendak-Nya (Dan Allah beserta orang-orang yang sabar") dengan bantuan dan pertolongan-Nya.

Tatkala mereka nampak oleh Jalut dan tentaranya, merekapun [Thalut dan tentaranya] berdo’a: "Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir". (250)


وَلَمَّا بَرَزُواْ لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِۦ قَالُواْ رَبَّنَآ أَفۡرِغۡ عَلَيۡنَا صَبۡرً۬ا وَثَبِّتۡ أَقۡدَامَنَا وَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡڪَـٰفِرِينَ (٢٥٠) 

250. (Dan tatkala mereka tampil untuk memerangi Jalut bersama tentaranya) artinya telah berbaris dan siap sedia untuk bertempur, (mereka berdoa, "Ya Tuhan kami! Tuangkanlah) atau limpahkanlah (kepada kami kesabaran, teguhkanlah pendirian kami) dengan memperkokoh hati kami untuk berjuang, (dan bantulah kami terhadap orang-orang kafir").

Mereka [tentara Thalut] mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan [dalam peperangan itu] Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya [Daud] pemerintahan dan hikmah [157], [sesudah meninggalnya Thalut] dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak [keganasan] sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia [yang dicurahkan] atas semesta alam. (251) 


فَهَزَمُوهُم بِإِذۡنِ ٱللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُ ۥدُ جَالُوتَ وَءَاتَٮٰهُ ٱللَّهُ ٱلۡمُلۡكَ وَٱلۡحِڪۡمَةَ وَعَلَّمَهُ ۥ مِمَّا يَشَآءُ‌ۗ وَلَوۡلَا دَفۡعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعۡضَهُم بِبَعۡضٍ۬ لَّفَسَدَتِ ٱلۡأَرۡضُ وَلَـٰڪِنَّ ٱللَّهَ ذُو فَضۡلٍ عَلَى ٱلۡعَـٰلَمِينَ (٢٥١) 

[157] Yang dimaksud di sini ialah kenabian dan Kitab Zabur.

251. (Mereka berhasil mengalahkan tentara Jalut) atau menghancurkan mereka (dengan izin Allah) atau kehendak-Nya, (dan Daud membunuh) yang berada dalam tentara Thalut (Jalut, kemudian ia diberi), yakni Daud (oleh Allah kerajaan) dalam lingkungan Bani Israel (dan hikmah), yaitu kenabian, setelah kematian Samuel dan Thalut. Kedua jabatan ini tidak pernah dirangkap oleh seorang pun sebelumnya (serta diajarkan-Nya kepadanya apa-apa yang dikehendaki-Nya), misalnya membuat baju besi dan menguasai bahasa burung. (Dan seandainya Allah tidak menolak kekejaman sebagian manusia) ba`dhuhum menjadi badal dari manusia (dengan sebagian yang lain, tentulah bumi ini akan rusak binasa), yakni dengan kemenangan orang-orang musyrik, terbunuhnya kaum muslimin dan dihancurkannya mesjid-mesjid. (Tetapi Allah mempunyai karunia terhadap seluruh alam) hingga Allah menolak atau menahan sebagian dari mereka (kaum musyrikin) melalui sebagian yang lain (kaum muslimin).

Itu adalah ayat-ayat Allah. Kami bacakan kepadamu dengan hak [benar] dan sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus. (252) 


تِلۡكَ ءَايَـٰتُ ٱللَّهِ نَتۡلُوهَا عَلَيۡكَ بِٱلۡحَقِّ‌ۚ وَإِنَّكَ لَمِنَ ٱلۡمُرۡسَلِينَ (٢٥٢) ۞

252. (Itu), maksudnya ayat-ayat tadi (adalah ayat Allah yang Kami bacakan) atau ceritakan (kepadamu) hai Muhammad (dengan benar) (dan sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari para rasul). Penegasan dengan 'inna' dan lain-lainnya, bertujuan untuk menolak ucapan orang-orang kafir terhadapnya yang mengatakan, "Kamu bukanlah salah seorang rasul."

Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata [langsung dengan dia] dan sebagiannya Allah meninggikannya [158]  beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada ’Isa putera Maryam beberapa mu’jizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus [159]. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang [yang datang] sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada [pula] di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya. (253) 


تِلۡكَ ٱلرُّسُلُ فَضَّلۡنَا بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ۬‌ۘ مِّنۡهُم مَّن كَلَّمَ ٱللَّهُ‌ۖ وَرَفَعَ بَعۡضَهُمۡ دَرَجَـٰتٍ۬‌ۚ وَءَاتَيۡنَا عِيسَى ٱبۡنَ مَرۡيَمَ ٱلۡبَيِّنَـٰتِ وَأَيَّدۡنَـٰهُ بِرُوحِ ٱلۡقُدُسِ‌ۗ وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ مَا ٱقۡتَتَلَ ٱلَّذِينَ مِنۢ بَعۡدِهِم مِّنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَتۡهُمُ ٱلۡبَيِّنَـٰتُ وَلَـٰكِنِ ٱخۡتَلَفُواْ فَمِنۡہُم مَّنۡ ءَامَنَ وَمِنۡہُم مَّن كَفَرَ‌ۚ وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ مَا ٱقۡتَتَلُواْ وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ يَفۡعَلُ مَا يُرِيدُ (٢٥٣)  
[158] Yakni Nabi Muhammad SAW

[159] Lihat kembali (not 69) Maksudnya: kejadian Isa a.s. adalah kejadian yang luar biasa, tanpa bapak, yaitu dengan tiupan Ruhul Qudus oleh Jibril kepada diri Maryam. Ini termasuk mu'jizat 'Isa a.s. Menurut jumhur musafirin, bahwa Ruhul Qudus itu ialah malaikat Jibril.

253. (Para rasul itu) menjadi mubtada, sedangkan khabarnya adalah (Kami lebihkan sebagian atas lainnya), yaitu dengan memberi mereka keistimewaan yang tidak diberikan kepada lainnya. (Di antara mereka ada yang diajak berbicara oleh Allah), misalnya Musa (dan sebagian ditinggikan-Nya - kedudukannya -), yakni nabi Muhammad saw. (beberapa tingkat) dari yang lainnya, misalnya dengan dakwahnya yang umum, mukjizat yang berlimpah dan keistimewaan yang tidak terhitung banyaknya. (Dan Kami berikan kepada Isa bin Maryam beberapa mukjizat dan Kami kuatkan ia dengan Roh Kudus), yakni Jibril yang mengiringkannya ke mana pergi. (Sekiranya Allah menghendaki) tentulah akan ditunjuki-Nya semua manusia dan (tidaklah mereka akan berbunuh-bunuhan orang-orang yang datang sesudah mereka), yakni sesudah para rasul itu, maksudnya ialah umat-umat mereka (sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan) disebabkan pertikaian dan saling menyesatkan di antara mereka. (Tetapi mereka bertikai) disebabkan kehendak Allah tadi, (maka di antara mereka ada yang beriman) artinya kuat dan tetap keimanannya (dan di antara mereka ada pula yang kafir) seperti orang-orang Kristen setelah Almasih. (Sekiranya Allah menghendaki tidaklah mereka akan berbunuh-bunuhan) sebagai pengukuhan (tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya) yaitu menunjuki siapa yang disukai-Nya dan menjatuhkan orang yang dikehendaki-Nya.

Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah [di jalan Allah] sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual-beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa’at [160]. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim. (254) 


يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِمَّا رَزَقۡنَـٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن يَأۡتِىَ يَوۡمٌ۬ لَّا بَيۡعٌ۬ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ۬ وَلَا شَفَـٰعَةٌ۬‌ۗ وَٱلۡكَـٰفِرُونَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ (٢٥٤)

[160] Lihat (not 46) Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfa'at bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. Syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.

254. (Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah sebagian dan rezeki yang telah Kami berikan padamu), yakni zakatnya, (sebelum datang suatu hari tidak ada lagi jual beli) atau tebusan (padanya, dan tidak pula persahabatan) yang akrab dan memberi manfaat, (dan tidak pula syafaat) tanpa izin dari-Nya, yaitu di hari kiamat. Menurut satu qiraat dengan baris di depannya ketiga kata, bai`u, khullatu dan syafaa`atu. (Dan orang-orang yang kafir) kepada Allah atau terhadap apa yang diwajibkan-Nya, (merekalah orang-orang yang aniaya) karena menempatkan perintah Allah bukan pada tempatnya.

Allah, tidak ada Tuhan [yang berhak disembah] melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus [makhluk-Nya]; tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi [161] Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (255) 


ٱللَّهُ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡحَىُّ ٱلۡقَيُّومُ‌ۚ لَا تَأۡخُذُهُ ۥ سِنَةٌ۬ وَلَا نَوۡمٌ۬‌ۚ لَّهُ ۥ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِ‌ۗ مَن ذَا ٱلَّذِى يَشۡفَعُ عِندَهُ ۥۤ إِلَّا بِإِذۡنِهِۦ‌ۚ يَعۡلَمُ مَا بَيۡنَ أَيۡدِيهِمۡ وَمَا خَلۡفَهُمۡ‌ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَىۡءٍ۬ مِّنۡ عِلۡمِهِۦۤ إِلَّا بِمَا شَآءَ‌ۚ وَسِعَ كُرۡسِيُّهُ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضَ‌ۖ وَلَا يَـُٔودُهُ ۥ حِفۡظُهُمَا‌ۚ وَهُوَ ٱلۡعَلِىُّ ٱلۡعَظِيمُ (٢٥٥)
[161] Kursi dalam ayat ini oleh sebagian mufassirin diartikan dengan ilmu Allah dan ada pula yang mengartikan dengan kekuasaan-Nya.

255. (Allah, tak ada Tuhan), artinya tak ada ma`bud atau sembahan yang sebenarnya di alam wujud ini, (melainkan Dia Yang Maha Hidup), artinya Kekal lagi Abadi (dan senantiasa mengatur), maksudnya terus-menerus mengatur makhluk-Nya (tidak mengantuk) atau terlena, (dan tidak pula tidur. Milik-Nyalah segala yang terdapat di langit dan di bumi) sebagai kepunyaan, ciptaan dan hamba-Nya. (Siapakah yang dapat), maksudnya tidak ada yang dapat (memberi syafaat di sisi-Nya, kecuali dengan izin-Nya) dalam hal itu terhadapnya. (Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka), maksudnya di hadapan makhluk (dan apa yang di belakang mereka), artinya urusan dunia atau soal akhirat, (sedangkan mereka tidak mengetahui suatu pun dari ilmu-Nya), artinya manusia tidak tahu sedikit pun dari apa yang diketahui oleh Allah itu, (melainkan sekadar yang dikehendaki-Nya) untuk mereka ketahui melalui pemberitaan dari para Rasul. (Kursinya meliputi langit dan bumi) ada yang mengatakan bahwa maksudnya ialah ilmu-Nya, ada pula yang mengatakan kekuasaan-Nya, dan ada pula Kursi itu sendiri yang mencakup langit dan bumi, karena kebesaran-Nya, berdasarkan sebuah hadis, "Tidaklah langit yang tujuh pada kursi itu, kecuali seperti tujuh buah uang dirham yang dicampakkan ke dalam sebuah pasukan besar (Dan tidaklah berat bagi-Nya memelihara keduanya), artinya memelihara langit dan bumi itu (dan Dia Maha Tinggi) sehingga menguasai semua makhluk-Nya, (lagi Maha Besar).

Tidak ada paksaan untuk [memasuki] agama [Islam]; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut [162]  dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (256) 


لَآ إِكۡرَاهَ فِى ٱلدِّينِ‌ۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشۡدُ مِنَ ٱلۡغَىِّ‌ۚ فَمَن يَكۡفُرۡ بِٱلطَّـٰغُوتِ وَيُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَا‌ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (٢٥٦) 

[162] Thaghut, ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai dan Ibnu Hibban, dari Ibnu Abbas, katanya, "Ada seorang wanita yang sering keguguran, maka dia berjanji pada dirinya, sekiranya ada anaknya yang hidup, akan dijadikannya seorang Yahudi. Maka tatkala Bani Nadhir diusir dari Madinah, kebetulan di antara mereka ada anak Ansar, maka kata orang-orang Ansar, 'Kami tak akan membiarkan anak-anak kami,' maka Allah pun menurunkan, 'Tak ada paksaan dalam agama.'" (Q.S. Al-Baqarah 256) Ibnu Jarir mengetengahkan, dari jalur Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas, katanya, "Tak ada paksaan dalam agama." Ayat itu turun mengenai seorang Ansar dari Bani Salim bin Auf bernama Hushain, yang mempunyai dua orang anak beragama Kristen, sedangkan ia sendiri beragama Islam. Maka katanya kepada Nabi saw., "Tidakkah akan saya paksa mereka, karena mereka tak hendak meninggalkan agama Kristen itu?" Maka Allah pun menurunkan ayat tersebut.

256. (Tidak ada paksaan dalam agama), maksudnya untuk memasukinya. (Sesungguhnya telah nyata jalan yang benar dari jalan yang salah), artinya telah jelas dengan adanya bukti-bukti dan keterangan-keterangan yang kuat bahwa keimanan itu berarti kebenaran dan kekafiran itu adalah kesesatan. Ayat ini turun mengenai seorang Ansar yang mempunyai anak-anak yang hendak dipaksakan masuk Islam. (Maka barang siapa yang ingkar kepada tagut), maksudnya setan atau berhala, dipakai untuk tunggal dan jamak (dan dia beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada simpul tali yang teguh kuat) ikatan tali yang kokoh (yang tidak akan putus-putus dan Allah Maha Mendengar) akan segala ucapan (Maha Mengetahui) segala perbuatan.

Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan [kekafiran] kepada cahaya [iman]. Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan [kekafiran]. Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (257) 


ٱللَّهُ وَلِىُّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ يُخۡرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَـٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ‌ۖ وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ أَوۡلِيَآؤُهُمُ ٱلطَّـٰغُوتُ يُخۡرِجُونَهُم مِّنَ ٱلنُّورِ إِلَى ٱلظُّلُمَـٰتِ‌ۗ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ أَصۡحَـٰبُ ٱلنَّارِ‌ۖ هُمۡ فِيہَا خَـٰلِدُونَ (٢٥٧) 

SEBAB TURUNNYA AYAT: Diketengahkan oleh Ibnu Jarir, dari Abdah bin Abu Lubabah mengenai firman Allah swt., "Allah Pelindung orang-orang yang beriman," katanya, "Mereka itu ialah orang-orang yang tadinya beriman kepada Isa, dan tatkala datang Nabi Muhammad saw. mereka beriman pula kepadanya. Maka ayat ini diturunkan mengenai mereka." Diketengahkan dari Mujahid, katanya, "Ada suatu golongan yang beriman kepada Isa dan segolongan lagi kafir kepadanya. Maka tatkala dibangkitkan Nabi Muhammad saw. golongan yang kafir kepada Isa tadi beriman kepadanya, sebaliknya golongan yang beriman kepada Isa, kafir. Maka Allah pun menurunkan ayat ini."

257. (Allah pelindung) atau pembela (orang-orang yang beriman yang mengeluarkan mereka dari kegelapan), maksudnya kekafiran (pada cahaya) atau keimanan. (Sedangkan orang-orang kafir, pelindung-pelindung mereka ialah setan yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan). Disebutkan di sini ikhraj atau mengeluarkan. Adakalanya sebagai imbangan firman-Nya, "Mengeluarkan mereka dari kegelapan", atau mengenai orang-orang Yahudi yang beriman kepada nabi sebelum dibangkitkannya, kemudian kafir kepadanya. (Mereka itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya).

Apakah kamu tidak memperhatikan orang [163]  yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya [Allah] karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan [kekuasaan]. Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan" [164]. Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu heran terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (258) 


أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِى حَآجَّ إِبۡرَٲهِـۧمَ فِى رَبِّهِۦۤ أَنۡ ءَاتَٮٰهُ ٱللَّهُ ٱلۡمُلۡكَ إِذۡ قَالَ إِبۡرَٲهِـۧمُ رَبِّىَ ٱلَّذِى يُحۡىِۦ وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا۟ أُحۡىِۦ وَأُمِيتُ‌ۖ قَالَ إِبۡرَٲهِـۧمُ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَأۡتِى بِٱلشَّمۡسِ مِنَ ٱلۡمَشۡرِقِ فَأۡتِ بِہَا مِنَ ٱلۡمَغۡرِبِ فَبُهِتَ ٱلَّذِى كَفَرَ‌ۗ وَٱللَّهُ لَا يَہۡدِى ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّـٰلِمِينَ (٢٥٨)
[163] Yaitu Namrudz dari Babilonia.

[164] Maksudnya raja Namrudz dengan "menghidupkan" ialah membiarkan hidup, dan yang dimaksudnya dengan "mematikan" ialah membunuh. Perkataan itu untuk mengejek Nabi Ibrahim a.s.

258. (Tidakkah kamu perhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya) (mentang-mentang ia diberi Allah kerajaan) maksudnya raja Namruz yang karena telah berkuasa hendak menyangkal karunia Allah kepadanya, (ketika) menjadi badal dari 'haajja' (Ibrahim berkata) ketika Namruz menanyakan padanya, "Siapakah Tuhanmu yang kamu seru kami kepada-Nya itu?" ("Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan"), maksudnya menciptakan kehidupan dan kematian di dalam tubuh. (Katanya) Kata Namruz, ("Sayalah yang menghidupkan dan yang mematikan), yakni dengan membunuh dan memaafkan, lalu dipanggillah dua orang laki-laki, yang seorang dibunuh dan yang seorang lagi dibiarkan hidup. Maka tatkala dilihatnya raja itu seorang yang tolol, (Ibrahim berkata) sambil meningkat kepada alasan yang lebih jelas lagi, ("Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah) olehmu (dari barat. Karena itu, bingung dan terdiamlah orang kafir itu) tidak dapat memberikan jawaban atau dalih lagi (dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang aniaya) karena kekafirannya, yakni petunjuk ke jalan hidayah.

Atau apakah [kamu tidak memperhatikan] orang yang melalui suatu negeri yang [temboknya] telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapa lama kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya telah tinggal di sini se hari atau setengah hari". Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu [yang telah menjadi tulang belulang]; Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging". Maka tatkala telah nyata kepadanya [bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati] diapun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". (259) 


أَوۡ كَٱلَّذِى مَرَّ عَلَىٰ قَرۡيَةٍ۬ وَهِىَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىٰ يُحۡىِۦ هَـٰذِهِ ٱللَّهُ بَعۡدَ مَوۡتِهَا‌ۖ فَأَمَاتَهُ ٱللَّهُ مِاْئَةَ عَامٍ۬ ثُمَّ بَعَثَهُ ۥ‌ۖ قَالَ ڪَمۡ لَبِثۡتَ‌ۖ قَالَ لَبِثۡتُ يَوۡمًا أَوۡ بَعۡضَ يَوۡمٍ۬‌ۖ قَالَ بَل لَّبِثۡتَ مِاْئَةَ عَامٍ۬ فَٱنظُرۡ إِلَىٰ طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمۡ يَتَسَنَّهۡ‌ۖ وَٱنظُرۡ إِلَىٰ حِمَارِكَ وَلِنَجۡعَلَكَ ءَايَةً۬ لِّلنَّاسِ‌ۖ وَٱنظُرۡ إِلَى ٱلۡعِظَامِ ڪَيۡفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكۡسُوهَا لَحۡمً۬ا‌ۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ ۥ قَالَ أَعۡلَمُ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ ڪُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ۬ (٢٥٩)

259. (Atau) tidakkah kamu perhatikan (orang) 'kaf' hanya tambahan belaka (yang lewat di suatu negeri). Orang itu bernama Uzair dan lewat di Baitulmakdis dengan mengendarai keledai sambil membawa sekeranjang buah tin dan satu mangkuk perasan anggur (yang temboknya telah roboh menutupi atap-atapnya), yakni setelah dihancurkan oleh raja Bukhtanashar. (Katanya, "Bagaimana caranya Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah robohnya?") disebabkan kagumnya akan kekuasaan-Nya (Maka Allah pun mematikan orang itu) dan membiarkannya dalam kematian (selama seratus tahun, kemudian menghidupkannya). Untuk memperlihatkan kepadanya bagaimana caranya demikian itu. (Allah berfirman) kepadanya, (Berapa lamanya kamu tinggal di sini?) (Jawabnya, "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari) karena ia mulai tidur dari waktu pagi, lalu dimatikan dan dihidupkan lagi di waktu Magrib, hingga menurut sangkanya tentulah ia tidur sepanjang hari itu. (Firman Allah swt., "Sebenarnya sudah seratus tahun lamanya kamu tinggal; lihatlah makanan dan minumanmu itu) buah tin dan perasan anggur (yang belum berubah) artinya belum lagi basi walaupun waktunya sudah sekian lama. 'Ha' pada 'yatasannah' ada yang mengatakan huruf asli pada 'sanaha', ada pula yang mengatakannya sebagai huruf saktah, sedangkan menurut satu qiraat, tidak pakai 'ha' sama sekali (dan lihatlah keledaimu) bagaimana keadaannya. Maka dilihatnya telah menjadi bangkai sementara tulang belulangnya telah putih dan berkeping-keping. Kami lakukan itu agar kamu tahu, (dan akan Kami jadikan kamu sebagai tanda) menghidupkan kembali (bagi manusia. Dan lihatlah tulang-belulang) keledaimu itu (bagaimana Kami menghidupkannya) dibaca dengan nun baris di depan. Ada pula yang membacanya dengan baris di atas kata 'nasyara', sedang menurut qiraat dengan baris di depan berikut zai 'nunsyizuha' yang berarti Kami gerakkan dan Kami susun, (kemudian Kami tutup dengan daging) dan ketika dilihatnya tulang-belulang itu sudah tertutup dengan daging, bahkan telah ditiupkan kepadanya roh hingga meringkik. (Maka setelah nyata kepadanya) demikian itu dengan kesaksian mata (ia pun berkata, "Saya yakin") berdasar penglihatan saya (bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu"). Menurut satu qiraat 'i`lam' atau 'ketahuilah' yang berarti perintah dari Allah kepadanya supaya menyadari.

Dan [ingatlah] ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati". Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?". Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap [dengan imanku]". Allah berfirman: "[Kalau demikian] ambillah empat ekor burung, lalu cingcanglah [165]  semuanya olehmu. [Allah berfirman]: "Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (260) 


وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٲهِـۧمُ رَبِّ أَرِنِى ڪَيۡفَ تُحۡىِ ٱلۡمَوۡتَىٰ‌ۖ قَالَ أَوَلَمۡ تُؤۡمِن‌ۖ قَالَ بَلَىٰ وَلَـٰكِن لِّيَطۡمَٮِٕنَّ قَلۡبِى‌ۖ قَالَ فَخُذۡ أَرۡبَعَةً۬ مِّنَ ٱلطَّيۡرِ فَصُرۡهُنَّ إِلَيۡكَ ثُمَّ ٱجۡعَلۡ عَلَىٰ كُلِّ جَبَلٍ۬ مِّنۡہُنَّ جُزۡءً۬ا ثُمَّ ٱدۡعُهُنَّ يَأۡتِينَكَ سَعۡيً۬ا‌ۚ وَٱعۡلَمۡ أَنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ۬ (٢٦٠)
[165] Pendapat di atas adalah menurut At-Thabari dan Ibnu Katsir, sedang menurut Abu Muslim Al Ashfahani pengertian ayat di atas bahwa Allah memberi penjelasan kepada Nabi Ibrahim a.s. tentang cara Dia menghidupkan orang-orang yang mati. Disuruh-Nya Nabi Ibrahim a.s. mengambil empat ekor burung lalu memeliharanya dan menjinakkannya hingga burung itu dapat datang seketika, bilamana dipanggil. Kemudian, burung-burung yang sudah pandai itu, diletakkan di atas tiap-tiap bukit seekor, lalu burung-burung itu dipanggil dengan satu tepukan/seruan, niscaya burung-burung itu akan datang dengan segera, walaupun tempatnya terpisah-pisah dan berjauhan. Maka demikian pula Allah menghidupkan orang-orang yang mati yang tersebar di mana-mana, dengan satu kalimat cipta "hiduplah kamu semua" pastilah mereka itu hidup kembali. Jadi menurut Abu Muslim sighat amr (bentuk kata perintah) dalam ayat ini, pengertiannya khabar (bentuk berita) sebagai cara penjelasan. Pendapat beliau ini dianut pula oleh Ar Razy dan Rasyid Ridha.

260. (Dan) ingatlah (ketika Ibrahim berkata, "Ya Tuhanku! Perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati." Firman Allah) kepadanya (Apakah kamu tidak percaya?") akan kekuasaan-Ku dalam menghidupkan itu? Ditanyakan Ibrahim padahal Dia mengetahui bahwa Ibrahim mempercayainya, agar Ibrahim memberikan jawaban terhadap pertanyaan-Nya, hingga para pendengar pun mengerti akan maksud-Nya. ("Saya percaya", katanya) (tetapi) saya tanyakan (agar tenang) dan tenteram (hatiku) disebabkan kesaksian yang digabungkan pada pengambilan dalil (Firman-Nya, "Ambillah empat ekor burung, lalu jinakkanlah kepadamu) dengan 'shad' yang baris di bawah dan baris di depan yang berarti jinakkanlah olehmu, lalu potong-potonglah hingga daging dan bulunya bercampur baur. (Kemudian letakkanlah di setiap bukit) yang terletak di negerimu (sebagian darinya, setelah itu panggillah ia) kepadamu (niscaya mereka akan mendatangimu dengan cepat) atau segera. (Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Tangguh.") dalam perbuatan-Nya. Maka diambilnya burung merak, burung elang, gagak dan ayam jantan, masing-masing satu ekor, lalu ia melakukan apa yang diperintahkan sambil memegang kepala masing-masing, kemudian dipanggilnya hingga beterbangan potongan-potongan burung itu menemui kelompoknya hingga lengkap, lalu menuju kepalanya yang berada di tangannya.

Perumpamaan [nafkah yang dikeluarkan oleh] orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah [166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan [ganjaran] bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas [karunia-Nya] lagi Maha Mengetahui. (261) 


مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٲلَهُمۡ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتۡ سَبۡعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ۬ مِّاْئَةُ حَبَّةٍ۬‌ۗ وَٱللَّهُ يُضَـٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ‌ۗ وَٱللَّهُ وَٲسِعٌ عَلِيمٌ (٢٦١)

[166] Pengertian menafkahkan "harta di jalan Allah" meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

261. (Perumpamaan) atau sifat nafkah dari (orang-orang yang membelanjakan harta mereka di jalan Allah) artinya dalam menaati-Nya (adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh buah tangkai, pada masing-masing tangkai seratus biji.) Demikianlah pula halnya nafkah yang mereka keluarkan itu menjadi 700 kali lipat. (Dan Allah melipatgandakan) lebih banyak dari itu lagi (bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha Luas) karunia-Nya (lagi Maha Mengetahui) siapa-siapa yang seharusnya beroleh ganjaran yang berlipat ganda itu.

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti [perasaan si penerima], mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak [pula] mereka bersedih hati. (262) 


ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٲلَهُمۡ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ثُمَّ لَا يُتۡبِعُونَ مَآ أَنفَقُواْ مَنًّ۬ا وَلَآ أَذً۬ى‌ۙ لَّهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ (٢٦٢) ۞   
262. (Orang-orang yang membelanjakan harta mereka di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang mereka belanjakan itu dengan cercaan) terhadap orang yang diberi, misalnya dengan mengatakan, "Saya telah berbuat baik kepadamu dan telah menutupi keperluanmu" (atau menyakiti perasaan) yang bersangkutan, misalnya dengan menyebutkan soal itu kepada pihak yang tidak perlu mengetahuinya dan sebagainya (mereka memperoleh pahala) sebagai ganjaran nafkah mereka (di sisi Tuhan mereka. Tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka berduka cita) yakni di akhirat kelak. 

Perkataan yang baik dan pemberian ma’af [167]  lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan [perasaan si penerima]. Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. (263) 


قَوۡلٌ۬ مَّعۡرُوفٌ۬ وَمَغۡفِرَةٌ خَيۡرٌ۬ مِّن صَدَقَةٍ۬ يَتۡبَعُهَآ أَذً۬ى‌ۗ وَٱللَّهُ غَنِىٌّ حَلِيمٌ۬ (٢٦٣)


[167] "Perkataan yang baik" maksudnya menolak dengan cara yang baik, dan maksud "pemberian ma'af" ialah mema'afkan tingkah laku yang kurang sopan dari si penerima.

263. (Perkataan yang baik) atau ucapan yang manis dan penolakan secara lemah lembut terhadap si peminta (serta pemberian maaf) kepadanya atas desakan atau tingkah lakunya (lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan menyakiti perasaan) dengan mencerca atau mengomelinya (Dan Allah Maha Kaya) hingga tidak menemukan sedekah hamba-hambanya (lagi Maha Penyantun) dengan menangguhkan hukuman terhadap orang yang mencerca dan menyakiti hati si peminta.

Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan [pahala] sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti [perasaan si penerima], seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih [tidak bertanah]. Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir [168]. (264) 


 يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُبۡطِلُواْ صَدَقَـٰتِكُم بِٱلۡمَنِّ وَٱلۡأَذَىٰ كَٱلَّذِى يُنفِقُ مَالَهُ ۥ رِئَآءَ ٱلنَّاسِ وَلَا يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِ‌ۖ فَمَثَلُهُ ۥ كَمَثَلِ صَفۡوَانٍ عَلَيۡهِ تُرَابٌ۬ فَأَصَابَهُ ۥ وَابِلٌ۬ فَتَرَڪَهُ ۥ صَلۡدً۬ا‌ۖ لَّا يَقۡدِرُونَ عَلَىٰ شَىۡءٍ۬ مِّمَّا ڪَسَبُواْ‌ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِى ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡكَـٰفِرِينَ (٢٦٤)

[168] Mereka ini tidak mendapat manfaat di dunia dari usaha-usaha mereka dan tidak pula mendapat pahala di akhirat.

264. (Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu batalkan sedekah-sedekahmu), maksudnya pahala-pahalanya (dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan) si penerima hingga menjadi hapus (seperti orang), maksudnya seperti batalnya nafkah orang yang (menafkahkan hartanya karena ria kepada manusia) maksudnya ingin mendapatkan pujian manusia (dan ia tidak beriman kepada Allah dan hari yang akhir) yakni orang munafik (Maka perumpamaannya adalah seperti sebuah batu licin yang bertanah di atasnya, lalu ditimpa oleh hujan lebat) (hingga menjadi licin tandas) tanpa tanah dan apa-apa lagi di atasnya. (Mereka tidak menguasai). Kalimat ini untuk menyatakan tamsil keadaan orang munafik yang menafkahkan hartanya dengan tujuan beroleh pujian manusia. Dhamir atau kata ganti manusia di sini menunjukkan jamak, mengingat makna 'alladzii' juga mencakupnya (suatu pun dari hasil usaha mereka) yang telah mereka kerjakan, maksudnya pahalanya di akhirat, tak ubahnya bagai batu licin yang ditimpa hujan hingga tanahnya habis dihanyutkan air. (Dan Allah tidak menunjukkan orang-orang yang kafir).

Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis [pun memadai]. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. (265) 


وَمَثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٲلَهُمُ ٱبۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِ ٱللَّهِ وَتَثۡبِيتً۬ا مِّنۡ أَنفُسِهِمۡ كَمَثَلِ جَنَّةِۭ بِرَبۡوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ۬ فَـَٔاتَتۡ أُڪُلَهَا ضِعۡفَيۡنِ فَإِن لَّمۡ يُصِبۡہَا وَابِلٌ۬ فَطَلٌّ۬‌ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٌ (٢٦٥)
265. (Dan perumpamaan) nafkah dari (orang-orang yang menafkahkan harta mereka guna mencari) atau mendapatkan (keridaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka) maksudnya untuk memastikan pahalanya, berbeda halnya dengan orang-orang munafik yang tidak mengharapkannya sama sekali karena pada dasarnya sudah tidak mempercayainya (seperti sebuah kebun) atau taman (di sebuah rabwah) atau rubwah, artinya suatu dataran yang tinggi rata (ditimpa oleh hujan lebat, hingga memberikan) artinya menghasilkan (buahnya) atau hasil panennya (dua kali lipat) atau secara berganda. (Jika tidak disiram oleh hujan lebat, maka oleh hujan gerimis) yang memadai disebabkan letaknya yang tinggi. Tegasnya ia tetap berbuah dengan lebatnya, biar hujan yang menimpanya lebat atau rintik-rintik. Demikian pula halnya nafkah yang disebutkan tadi, di sisi Allah ia tetap berkembang, biar sedikit atau banyak. (Dan Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan) dan akan membalasnya dengan sebaik-baiknya.

Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya [169]. (266) 


أَيَوَدُّ أَحَدُڪُمۡ أَن تَكُونَ لَهُ ۥ جَنَّةٌ۬ مِّن نَّخِيلٍ۬ وَأَعۡنَابٍ۬ تَجۡرِى مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ لَهُ ۥ فِيهَا مِن ڪُلِّ ٱلثَّمَرَٲتِ وَأَصَابَهُ ٱلۡكِبَرُ وَلَهُ ۥ ذُرِّيَّةٌ۬ ضُعَفَآءُ فَأَصَابَهَآ إِعۡصَارٌ۬ فِيهِ نَارٌ۬ فَٱحۡتَرَقَتۡ‌ۗ كَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَڪُمُ ٱلۡأَيَـٰتِ لَعَلَّكُمۡ تَتَفَكَّرُونَ (٢٦٦)

[169] Inilah perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya karena riya, membangga-banggakan tentang pemberiannya kepada orang lain, dan menyakiti hati orang.

266. (Apakah ingin salah seorang kamu mempunyai suatu kebun) atau taman dari kurma dan anggur, sedang di bawahnya mengalir anak-anak sungai dan di dalamnya terdapat) buah-buahan (dari berbagai corak dan) sungguh (datanglah masa tuanya) sehingga ia menjadi lemah dan tak sanggup berusaha lagi, (sedangkan ia mempunyai keturunan yang lemah-lemah) anak-anak yang masih kecil yang masih dalam asuhannya. (Maka tiba-tiba kebun itu ditiup angin keras) atau topan (yang mengandung api hingga terbakar). Maka orang tadi kehilangan kebunnya di saat ia amat memerlukannya, hingga tinggallah ia bersama anak-anaknya dalam keadaan bingung dan putus asa, tidak berdaya. Ini merupakan tamsil bagi orang yang mengeluarkan nafkah dengan ria dan membangga-banggakan dirinya, yakni tentang hampa dan tiada bergunanya di saat ia amat memerlukannya nanti di akhirat. Pertanyaan di sini berarti tidak. Dari Ibnu Abbas diterima keterangan bahwa tamsil ini adalah bagi orang yang pada mulanya gemar mengerjakan kebaikan, tetapi tergoda oleh setan hingga berbalik mengerjakan kedurhakaan yang membakar hangus amal-amalannya tadi. (Demikianlah) sebagaimana dijelaskan-Nya apa yang kita sebutkan itu (Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya) hingga mendapat pelajaran darinya.

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah [di jalan Allah] sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (267) 


يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَـٰتِ مَا ڪَسَبۡتُمۡ وَمِمَّآ أَخۡرَجۡنَا لَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ‌ۖ وَلَا تَيَمَّمُواْ ٱلۡخَبِيثَ مِنۡهُ تُنفِقُونَ وَلَسۡتُم بِـَٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغۡمِضُواْ فِيهِ‌ۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌ (٢٦٧)
SEBAB TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh Hakim, Tirmizi, Ibnu Majah dan lain-lainnya, dari Barra', katanya, "Ayat ini turun mengenai kita, golongan Ansar yang memiliki buah kurma. Masing-masing menyumbangkan kurmanya, sedikit atau banyak sesuai kemampuannya. Tetapi orang-orang yang tidak ingin berbuat kebaikan, membawa rangkaian kurmanya yang bercampur dengan kulit dan rantingnya, ada yang telah putus dan lepas dari rangkaiannya, lalu diikatkannya, maka Allah pun menurunkan, 'Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik...'" (Q.S. Al-Baqarah 267) Diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai dan Hakim dan Sahl bin Hanif, katanya, "Orang-orang sengaja memilih buah-buahan mereka yang jelek yang mereka keluarkan untuk sedekah. Maka turunlah ayat, 'Dan janganlah kamu pilih yang jelek di antaranya untuk dinafkahkan.'" (Q.S. Al-Baqarah 267) Diriwayatkan oleh Hakim, dari Jabir, katanya, "Nabi saw. menyuruh mengeluarkan zakat fitrah sebanyak satu sukat kurma. Maka datanglah seorang laki-laki membawa kurma yang jelek, hingga Alquran pun turun menyampaikan, 'Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik...'" (Q.S. Al-Baqarah 267) Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Ibnu Abbas, katanya, "Para sahabat membeli makanan yang murah, lalu menyedekahkannya. Maka Allah pun menurunkan ayat ini."

267. (Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah), maksudnya zakatkanlah (sebagian yang baik-baik) dari (hasil usahamu) berupa harta (dan sebagian) yang baik-baik dari (apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu) berupa biji-bijian dan buah-buahan (dan janganlah kamu sengaja) mengambil (yang jelek) atau yang buruk (darinya) maksudnya dari yang disebutkan itu, lalu (kamu keluarkan untuk zakat) menjadi 'hal' dari dhamir yang terdapat pada 'tayammamu' (padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya) maksudnya yang jelek tadi, seandainya ia menjadi hak yang harus diberikan kepadamu (kecuali dengan memejamkan mata terhadapnya), artinya pura-pura tidak tahu atau tidak melihat kejelekannya, maka bagaimana kamu berani memberikan itu guna memenuhi hak Allah! (Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya) sehingga tidak memerlukan nafkahmu itu (lagi Maha Terpuji) pada setiap kondisi dan situasi.

Syaitan menjanjikan [menakut-nakuti] kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan [kikir]; sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia [170]. Dan Allah Maha Luas [karunia-Nya] lagi Maha Mengetahui. (268) 


ٱلشَّيۡطَـٰنُ يَعِدُكُمُ ٱلۡفَقۡرَ وَيَأۡمُرُڪُم بِٱلۡفَحۡشَآءِ‌ۖ وَٱللَّهُ يَعِدُكُم مَّغۡفِرَةً۬ مِّنۡهُ وَفَضۡلاً۬‌ۗ وَٱللَّهُ وَٲسِعٌ عَلِيمٌ۬ (٢٦٨)
[170] Balasan yang lebih baik dari apa yang dikerjakan sewaktu di dunia.

268. (Setan menjanjikan kemiskinan bagimu), artinya menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan sekiranya kamu mengeluarkan zakat, maka hendaklah waspada (dan menyuruh kamu berbuat kejahatan) bersifat kikir dan menahan zakat (sedangkan Allah menjanjikan kepadamu) dengan mengeluarkan nafkah itu (keampunan dari-Nya) terhadap dosa-dosamu (dan karunia), yakni rezeki sebagai penggantinya (dan Allah Maha Luas) karunia-Nya (lagi Maha Mengetahui) orang-orang yang suka mengeluarkan nafkah.

Allah menganugerahkan al hikmah [kepahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah] kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran [dari firman Allah]. (269)


يُؤۡتِى ٱلۡحِڪۡمَةَ مَن يَشَآءُ‌ۚ وَمَن يُؤۡتَ ٱلۡحِڪۡمَةَ فَقَدۡ أُوتِىَ خَيۡرً۬ا ڪَثِيرً۬ا‌ۗ وَمَا يَذَّڪَّرُ إِلَّآ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَـٰبِ (٢٦٩)

269. (Allah memberikan hikmah), artinya ilmu yang berguna yang dapat mendorong manusia untuk bekerja dan berkarya (kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan barang siapa yang telah diberi hikmah itu, maka sungguh ia telah diberi kebaikan yang banyak) karena hikmah itu akan menuntunnya kepada kebahagiaan yang abadi. (Dan tiadalah yang dapat mengambil pelajaran). Asalnya ta diidghamkan pada dzal hingga menjadi yadzdzakkaruu, (kecuali orang-orang berakal).

Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan [171], maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya. (270) 


وَمَآ أَنفَقۡتُم مِّن نَّفَقَةٍ أَوۡ نَذَرۡتُم مِّن نَّذۡرٍ۬ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُهُ ۥ‌ۗ وَمَا لِلظَّـٰلِمِينَ مِنۡ أَنصَارٍ (٢٧٠)
[171] "Nazar" yaitu janji untuk melakukan sesuatu Kebajikan terhadap Allah s.w.t. untuk mendekatkan diri kepada-Nya baik dengan syarat ataupun tidak.

270. (Apa saja nafkah yang kamu keluarkan), artinya zakat atau sedekah yang kamu bayarkan (dan apa saja nazar yang kamu janjikan) lalu kamu penuhi dengan tepat (maka sesungguhnya Allah mengetahuinya) lalu membalasnya dengan balasan sebaik-baiknya. (Dan tidaklah orang-orang yang aniaya itu), yakni yang menahan zakat dan tidak menepati nazar atau memberikan nafkah bukan pada tempatnya, hanya untuk berbuat maksiat kepada Allah (mempunyai pembela) yang akan melindungi mereka dari azab Allah swt.

Jika kamu menampakkan sedekah[mu] [172], maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya [173] dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (271) 


إِن تُبۡدُواْ ٱلصَّدَقَـٰتِ فَنِعِمَّا هِىَ‌ۖ وَإِن تُخۡفُوهَا وَتُؤۡتُوهَا ٱلۡفُقَرَآءَ فَهُوَ خَيۡرٌ۬ لَّڪُمۡ‌ۚ وَيُكَفِّرُ عَنڪُم مِّن سَيِّـَٔاتِڪُمۡ‌ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٌ۬ (٢٧١) ۞

[172] Menampakkan sedekah dengan tujuan supaya dicontoh orang lain.

[173] Menyembunyikan sedekah itu lebih baik dari menampakkannya, karena menampakkan itu dapat menimbulkan riya pada diri si pemberi dan dapat pula menyakitkan hati orang yang diberi.

271. (Jika kamu menampakkan) atau memperlihatkan kepada umum (sedekah-sedekah), yakni yang sunah, (maka itu baik sekali). (Sebaliknya, jika kamu sembunyikan) atau rahasiakan (dan kamu berikan kepada orang-orang miskin, maka itu lebih baik bagimu) daripada menampakkan dan memberikannya kepada orang-orang yang mampu. Adapun sedekah yang fardu, maka menampakkannya lebih utama agar ia menjadi ikutan orang lain dan untuk menghindarkan tuduhan yang bukan-bukan. Sedekah fardu atau zakat hanya diberikan kepada orang-orang miskin. (Dan Allah akan menghapus) dibaca dengan ya dan nun serta memakai baris mati karena diathafkan pada 'fahuwa' dan dapat pula dengan baris depan karena kedudukannya sebagai mubtada (daripadamu sebagian) 'min' untuk tab`idh atau menunjukkan sebagian (kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Maha Mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan), artinya menyelami apa-apa yang tersembunyi, tak ubahnya dengan yang tampak atau yang lahir, tidak satu pun yang menjadi rahasia bagi-Nya.

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk [memberi taufiq] siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan [di jalan Allah], maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya [dirugikan]. (272) 


لَّيۡسَ عَلَيۡكَ هُدَٮٰهُمۡ وَلَـٰڪِنَّ ٱللَّهَ يَهۡدِى مَن يَشَآءُ‌ۗ وَمَا تُنفِقُواْ مِنۡ خَيۡرٍ۬ فَلِأَنفُسِڪُمۡ‌ۚ وَمَا تُنفِقُونَ إِلَّا ٱبۡتِغَآءَ وَجۡهِ ٱللَّهِ‌ۚ وَمَا تُنفِقُواْ مِنۡ خَيۡرٍ۬ يُوَفَّ إِلَيۡڪُمۡ وَأَنتُمۡ لَا تُظۡلَمُونَ (٢٧٢) 

SEBAB TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh Nasai, Hakim, Bazzar, Thabrani dan lain-lainnya dari Ibnu Abbas, katanya, "Orang-orang itu tidak suka memberi bantuan kepada kaum keluarga mereka dari golongan musyrik. Mereka pun mengajukan permohonan dan mereka diberi oleh Nabi saw. keringanan, maka turunlah ayat ini, 'Bukanlah kewajibanmu memberi mereka petunjuk...,' sampai dengan, '...sedangkan kamu tidak teraniaya...'" (Q.S. Al-Baqarah 272) Ibnu Abu Hatim mengetengahkan, dari Ibnu Abbas, "Nabi saw. biasa menyuruh, 'Jangan memberi sedekah kecuali kepada penganut-penganut Islam,' maka turunlah ayat, 'Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka beroleh petunjuk...' (Q.S. Al-Baqarah 272) Lalu Nabi saw. menyuruh memberi sedekah kepada siapa yang memintanya dari setiap agama."

272. Tatkala Nabi saw. melarang memberikan sedekah kepada orang-orang musyrik agar mereka masuk Islam, turunlah ayat, (Bukan kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk), maksudnya menjadikan manusia masuk Islam, karena kewajibanmu hanyalah menyampaikan belaka, (tetapi Allahlah yang menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya) untuk memperoleh petunjuk agar masuk Islam. (Dan apa saja yang baik yang kamu nafkahkan), maksudnya berupa harta (maka buat dirimu sendiri) karena pahalanya untuk kamu (Dan tidaklah kamu menafkahkan sesuatu melainkan karena mengharapkan keridaan Allah), maksudnya pahala-Nya dan bukan karena yang lain seperti harta benda dunia. Kalimat ini kalimat berita, tetapi maksudnya adalah larangan, jadi berarti, "Dan janganlah kamu nafkahkan sesuatu..." dan seterusnya. ("Dan apa saja harta yang kamu nafkahkan, niscaya akan diberikan kepadamu dengan secukupnya), artinya pahalanya (dan kamu tidaklah akan dirugikan"), artinya jumlahnya tidak akan dikurangi sedikit pun. Kedua kalimat belakangan memperkuat yang pertama.

[Berinfaklah] kepada orang-orang fakir yang terikat [oleh jihad] di jalan Allah; mereka tidak dapat [berusaha] di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan [di jalan Allah], maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. (273) 


لِلۡفُقَرَآءِ ٱلَّذِينَ أُحۡصِرُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ لَا يَسۡتَطِيعُونَ ضَرۡبً۬ا فِى ٱلۡأَرۡضِ يَحۡسَبُهُمُ ٱلۡجَاهِلُ أَغۡنِيَآءَ مِنَ ٱلتَّعَفُّفِ تَعۡرِفُهُم بِسِيمَـٰهُمۡ لَا يَسۡـَٔلُونَ ٱلنَّاسَ إِلۡحَافً۬ا‌ۗ وَمَا تُنفِقُواْ مِنۡ خَيۡرٍ۬ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ (٢٧٣) 

273. (Ialah bagi orang-orang fakir) menjadi predikat atau khabar dari subjek atau mubtada yang dibuang yang diperkirakan berbunyi, "Sedekah itu untuk...." (yang terikat di jalan Allah), maksudnya yang menyediakan diri mereka untuk berjihad. Mereka itu ialah ahli sufi sebanyak 400 orang Muhajirin yang menekuni Alquran dan menunggu kesempatan untuk pergi keluar bersama rombongan pasukan. (Mereka tidak dapat berusaha) atau menjadi musafir (di muka bumi) untuk berdagang dan mencari penghidupan karena kesibukan mereka dalam perjuangan itu. (Orang-orang yang tidak tahu menyangka mereka) melihat keadaan lahiriah mereka (kaya raya karena mereka memelihara diri dari meminta-minta) karena segan dan tak hendak menadahkan tangan mereka. (Kamu mengenal mereka) hai para mukhathab (dengan tanda-tanda) atau ciri-ciri mereka misalnya tawaduk atau rendah hati dan bekas-bekas keletihan. (Mereka tak hendak meminta kepada orang-orang) sesuatu (dengan mendesak) artinya pada dasarnya mereka tak hendak meminta, hingga tidak mungkin pula akan mendesak. (Dan apa saja harta yang baik yang kamu infakkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya) dan akan membalasnya.

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak [pula] mereka bersedih hati. (274) 


ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٲلَهُم بِٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ سِرًّ۬ا وَعَلَانِيَةً۬ فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ (٢٧٤)
SEBAB TURUNNYA AYAT: Thabrani dan Ibnu Abu Hatim mengetengahkan, dari Yazid bin Abdullah bin Gharib, dari bapaknya, selanjutnya dari kakeknya, dari Nabi saw., katanya, "Orang-orang yang menafkahkan harta mereka, baik di waktu malam maupun di waktu siang, secara tersembunyi dan terang-terangan, hingga mereka beroleh pahala mereka..." ayat ini turun mengenai para pemilik kuda, yaitu Yazid dan bapaknya yang keduanya tidak dikenal. Abdurrazaq, Ibnu Jarir, Ibnu Abu Hatim dan Thabrani mengetengahkan dengan sanad yang lemah, dari Ibnu Abbas, katanya, "Ayat ini turun mengenai Ali bin Abu Thalib yang memiliki uang empat dirham. Maka satu dirham dinafkahkannya di waktu malam, satu dirham di waktu siang, satu dirham lagi secara sembunyi-sembunyi dan satu dirham pula secara terang-terangan." Ibnu Munzir mengetengahkan dari Ibnu Musayab katanya, "Ayat ini turun mengenai Abdurrahman bin Auf dan Usman bin Affan pada nafkah mereka yang dikeluarkan untuk mempersiapkan bala tentara dalam kondisi sulit ketika perang Tabuk."

274. (Orang-orang yang menafkahkan harta mereka, baik malam maupun siang secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, maka mereka beroleh pahala di sisi Tuhan mereka, tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka berduka cita).

Orang-orang yang makan [mengambil] riba [174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran [tekanan] penyakit gila [175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata [berpendapat], sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti [dari mengambil riba], maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu [176]  [sebelum datang larangan]; dan urusannya [terserah] kepada Allah. Orang yang mengulangi [mengambil riba], maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (275)


ٱلَّذِينَ يَأۡڪُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَـٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّ‌ۚ ذَٲلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡبَيۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰاْ‌ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْ‌ۚ فَمَن جَآءَهُ ۥ مَوۡعِظَةٌ۬ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُ ۥ مَا سَلَفَ وَأَمۡرُهُ ۥۤ إِلَى ٱللَّهِ‌ۖ وَمَنۡ عَادَ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ أَصۡحَـٰبُ ٱلنَّارِ‌ۖ هُمۡ فِيہَا خَـٰلِدُونَ (٢٧٥)


[174] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.

[175] Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.

[176] Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.

275. (Orang-orang yang memakan riba), artinya mengambilnya. Riba itu ialah tambahan dalam muamalah dengan uang dan bahan makanan, baik mengenai banyaknya maupun mengenai waktunya, (tidaklah bangkit) dari kubur-kubur mereka (seperti bangkitnya orang yang kemasukan setan disebabkan penyakit gila) yang menyerang mereka; minal massi berkaitan dengan yaquumuuna. (Demikian itu), maksudnya yang menimpa mereka itu (adalah karena), maksudnya disebabkan mereka (mengatakan bahwa jual-beli itu seperti riba) dalam soal diperbolehkannya. Berikut ini kebalikan dari persamaan yang mereka katakan itu secara bertolak belakang, maka firman Allah menolaknya, (padahal Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Maka barang siapa yang datang kepadanya), maksudnya sampai kepadanya (pelajaran) atau nasihat (dari Tuhannya, lalu ia menghentikannya), artinya tidak memakan riba lagi (maka baginya apa yang telah berlalu), artinya sebelum datangnya larangan dan doa tidak diminta untuk mengembalikannya (dan urusannya) dalam memaafkannya terserah (kepada Allah. Dan orang-orang yang mengulangi) memakannya dan tetap menyamakannya dengan jual beli tentang halalnya, (maka mereka adalah penghuni neraka, kekal mereka di dalamnya).

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah [177]. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa[178]. (276) 


يَمۡحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰاْ وَيُرۡبِى ٱلصَّدَقَـٰتِ‌ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ (٢٧٦)
[177] Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.

[178] Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya.

276. (Allah menghancurkan riba) dengan menguranginya dan melenyapkan berkahnya (dan menyuburkan sedekah), maksudnya menambah dan mengembangkannya serta melipatgandakan pahalanya. (Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang ingkar) yang menghalalkan riba (lagi banyak dosa), artinya yang durhaka dengan memakan riba itu hingga akan menerima hukuman-Nya.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak [pula] mereka bersedih hati. (277) 


إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّڪَوٰةَ لَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ (٢٧٧)
277. (Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta mendirikan salat dan membayar zakat, bagi mereka pahala di sisi Tuhan mereka, tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka berduka cita)

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba [yang belum dipungut] jika kamu orang-orang yang beriman. (278) 


يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ (٢٧٨)

SEBAB TURUNNYA AYAT: Abu Ya`la mengetengahkan dalam Musnad-nya dan Ibnu Mandah dari jalur Al-Kalbiy dan Abu Shalih dari Ibnu Abbas, katanya, "Kami dapat berita bahwa ayat ini turun pada Bani Amr bin Auf dari suku Tsaqif dan pada Bani Mughirah. Bani Mughirah memberikan bunga uang kepada Tsaqif. Tatkala Mekah dikuasakan Allah kepada Rasul-Nya, maka ketika itu seluruh riba dihapuskan. Maka datanglah Bani Amr dan Bani Mughirah kepada Atab Ibnu Usaid yang ketika itu menjadi pemimpin muslimin di Mekah. Kata Bani Mughirah, 'Tidakkah kami dijadikan secelaka-celaka manusia mengenai riba, karena terhadap semua manusia dihapuskan, tetapi pada kami tidak?' Jawab Bani Amr, 'Dalam perjanjian damai di antara kami disebutkan bahwa kami tetap memperoleh riba kami.' Atab pun mengirim surah kepada Nabi saw. mengenai hal itu, maka turunlah ayat ini dan ayat-ayat berikutnya." Ibnu Jarir mengetengahkan dari Ikrimah, katanya, "Ayat ini turun mengenai suku Tsaqif, di antara mereka Masud, Habib, Tabiah dan Abdu Yalail, serta Bani Amr dan Bani Umair."

278. (Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan tinggalkanlah), maksudnya jauhilah (sisa yang tinggal dari riba, jika kamu beriman dengan sebenarnya, karena sifat atau ciri-ciri orang beriman adalah mengikuti perintah Allah. Ayat ini diturunkan tatkala sebagian sahabat masih juga menuntut riba di masa lalu, walaupun riba itu sudah dilarang.

Maka jika kamu tidak mengerjakan [meninggalkan sisa riba], maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat [dari pengambilan riba], maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak [pula] dianiaya. (279) 


فَإِن لَّمۡ تَفۡعَلُواْ فَأۡذَنُواْ بِحَرۡبٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ‌ۖ وَإِن تُبۡتُمۡ فَلَڪُمۡ رُءُوسُ أَمۡوَٲلِڪُمۡ لَا تَظۡلِمُونَ وَلَا تُظۡلَمُونَ (٢٧٩)
279. (Jika kamu tak mau melakukannya), yakni apa yang diperintahkan itu, (maka ketahuilah) datangnya (serbuan dari Allah dan rasul-Nya) terhadapmu. Ayat ini berisi ancaman keras kepada mereka, hingga ketika ia turun, mereka mengatakan, "Tak ada daya kita untuk mengatasi serbuan itu!" (Dan jika kamu bertobat), artinya menghentikannya, (maka bagi kamu pokok) atau modal (hartamu, agar kamu tidak menganiaya) dengan mengambil tambahan (dan tidak pula teraniaya) dengan menerima jumlah yang kurang.

Dan jika [orang berhutang itu] dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan [sebagian atau semua hutang] itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (280) 


وَإِن كَانَ ذُو عُسۡرَةٍ۬ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيۡسَرَةٍ۬‌ۚ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيۡرٌ۬ لَّڪُمۡ‌ۖ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ (٢٨٠)
280. (Dan jika dia), yakni orang yang berutang itu (dalam kesulitan, maka hendaklah diberi tangguh) maksudnya hendaklah kamu undurkan pembayarannya (sampai dia berkelapangan) dibaca 'maisarah' atau 'maisurah'. (Dan jika kamu menyedekahkannya), dibaca dengan tasydid, yakni setelah mengidgamkan ta pada asalnya pada shad menjadi 'tashshaddaqu', juga tanpa tasydid hingga dibaca 'tashaddaqu', yakni telah dibuang ta, sedangkan artinya ialah mengeluarkan sedekah kepada orang yang sedang dalam kesusahan itu dengan jalan membebaskannya dari utang, baik sebagian maupun keseluruhan (itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui) bahwa demikian itu baik, maka kerjakanlah! Dalam sebuah hadis disebutkan, "Barang siapa yang memberi tangguh orang yang dalam kesusahan atau membebaskannya dari utang, maka Allah akan melindunginya dalam naungan-Nya, di hari saat tak ada naungan selain naungan-Nya." (H.R. Muslim)

Dan peliharalah dirimu dari [azab yang terjadi pada] hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya [dirugikan]. (281) 


وَٱتَّقُواْ يَوۡمً۬ا تُرۡجَعُونَ فِيهِ إِلَى ٱللَّهِ‌ۖ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفۡسٍ۬ مَّا ڪَسَبَتۡ وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ (٢٨١) 

281. (Dan takutlah akan suatu hari yang nanti kamu akan dikembalikan) dibina' bagi maf`ul, sedangkan jika bagi fa`il, maka bunyinya 'tasiiruun', artinya berjalan (kepada Allah pada hari itu), yakni hari kiamat (kemudian dipenuhkan) pada hari itu (kepada setiap jiwa) balasan terhadap (apa yang dilakukannya) baik berupa kebaikan maupun kejahatan (dan mereka tidak akan dianiaya) dengan mengurangi kebaikan atau menambah kejahatannya.

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah [179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakan [apa yang akan ditulis itu], dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah [keadaannya] atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu]. Jika tak ada dua orang lelaki, maka [boleh] seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan [memberi keterangan] apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak [menimbulkan] keraguanmu, [Tulislah mu’amalahmu itu], kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, [jika] kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual-beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan [yang demikian], maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (282) 


يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٍ۬ مُّسَمًّ۬ى فَٱڪۡتُبُوهُ‌ۚ وَلۡيَكۡتُب بَّيۡنَكُمۡ ڪَاتِبُۢ بِٱلۡعَدۡلِ‌ۚ وَلَا يَأۡبَ كَاتِبٌ أَن يَكۡتُبَ ڪَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُ‌ۚ فَلۡيَڪۡتُبۡ وَلۡيُمۡلِلِ ٱلَّذِى عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُ ۥ وَلَا يَبۡخَسۡ مِنۡهُ شَيۡـًٔ۬ا‌ۚ فَإِن كَانَ ٱلَّذِى عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ سَفِيهًا أَوۡ ضَعِيفًا أَوۡ لَا يَسۡتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ فَلۡيُمۡلِلۡ وَلِيُّهُ ۥ بِٱلۡعَدۡلِ‌ۚ وَٱسۡتَشۡہِدُواْ شَہِيدَيۡنِ مِن رِّجَالِڪُمۡ‌ۖ فَإِن لَّمۡ يَكُونَا رَجُلَيۡنِ فَرَجُلٌ۬ وَٱمۡرَأَتَانِ مِمَّن تَرۡضَوۡنَ مِنَ ٱلشُّہَدَآءِ أَن تَضِلَّ إِحۡدَٮٰهُمَا فَتُذَڪِّرَ إِحۡدَٮٰهُمَا ٱلۡأُخۡرَىٰ‌ۚ وَلَا يَأۡبَ ٱلشُّہَدَآءُ إِذَا مَا دُعُواْ‌ۚ وَلَا تَسۡـَٔمُوٓاْ أَن تَكۡتُبُوهُ صَغِيرًا أَوۡ ڪَبِيرًا إِلَىٰٓ أَجَلِهِۦ‌ۚ ذَٲلِكُمۡ أَقۡسَطُ عِندَ ٱللَّهِ وَأَقۡوَمُ لِلشَّہَـٰدَةِ وَأَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَرۡتَابُوٓاْ‌ۖ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَـٰرَةً حَاضِرَةً۬ تُدِيرُونَهَا بَيۡنَڪُمۡ فَلَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٌ أَلَّا تَكۡتُبُوهَا‌ۗ وَأَشۡهِدُوٓاْ إِذَا تَبَايَعۡتُمۡ‌ۚ وَلَا يُضَآرَّ كَاتِبٌ۬ وَلَا شَهِيدٌ۬‌ۚ وَإِن تَفۡعَلُواْ فَإِنَّهُ ۥ فُسُوقُۢ بِڪُمۡ‌ۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۖ وَيُعَلِّمُڪُمُ ٱللَّهُ‌ۗ وَٱللَّهُ بِڪُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ۬ (٢٨٢) ۞
[179] "Bermu'amalah" ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.

282. (Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu mengadakan utang piutang), maksudnya muamalah seperti jua beli, sewa-menyewa, utang-piutang dan lain-lain (secara tidak tunai), misalnya pinjaman atau pesanan (untuk waktu yang ditentukan) atau diketahui, (maka hendaklah kamu catat) untuk pengukuhan dan menghilangkan pertikaian nantinya. (Dan hendaklah ditulis) surat utang itu (di antara kamu oleh seorang penulis dengan adil) maksudnya benar tanpa menambah atau mengurangi jumlah utang atau jumlah temponya. (Dan janganlah merasa enggan) atau berkeberatan (penulis itu) untuk (menuliskannya) jika ia diminta, (sebagaimana telah diajarkan Allah kepadanya), artinya telah diberi-Nya karunia pandai menulis, maka janganlah dia kikir menyumbangkannya. 'Kaf' di sini berkaitan dengan 'ya'ba' (Maka hendaklah dituliskannya) sebagai penguat (dan hendaklah diimlakkan) surat itu (oleh orang yang berutang) karena dialah yang dipersaksikan, maka hendaklah diakuinya agar diketahuinya kewajibannya, (dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya) dalam mengimlakkan itu (dan janganlah dikurangi darinya), maksudnya dari utangnya itu (sedikit pun juga. Dan sekiranya orang yang berutang itu bodoh) atau boros (atau lemah keadaannya) untuk mengimlakkan disebabkan terlalu muda atau terlalu tua (atau ia sendiri tidak mampu untuk mengimlakkannya) disebabkan bisu atau tidak menguasai bahasa dan sebagainya, (maka hendaklah diimlakkan oleh walinya), misalnya bapak, orang yang diberi amanat, yang mengasuh atau penerjemahnya (dengan jujur. Dan hendaklah persaksikan) utang itu kepada (dua orang saksi di antara laki-lakimu) artinya dua orang Islam yang telah balig lagi merdeka (Jika keduanya mereka itu bukan), yakni kedua saksi itu (dua orang laki-laki, maka seorang laki-laki dan dua orang perempuan) boleh menjadi saksi (di antara saksi-saksi yang kamu sukai) disebabkan agama dan kejujurannya. Saksi-saksi wanita jadi berganda ialah (supaya jika yang seorang lupa) akan kesaksian disebabkan kurangnya akal dan lemahnya ingatan mereka, (maka yang lain (yang ingat) akan mengingatkan kawannya), yakni yang lupa. Ada yang membaca 'tudzkir' dan ada yang dengan tasydid 'tudzakkir'. Jumlah dari idzkar menempati kedudukan sebagai illat, artinya untuk mengingatkannya jika ia lupa atau berada di ambang kelupaan, karena itulah yang menjadi sebabnya. Menurut satu qiraat 'in' syarthiyah dengan baris di bawah, sementara 'tudzakkiru' dengan baris di depan sebagai jawabannya. (Dan janganlah saksi-saksi itu enggan jika) 'ma' sebagai tambahan (mereka dipanggil) untuk memikul dan memberikan kesaksian (dan janganlah kamu jemu) atau bosan (untuk menuliskannya), artinya utang-utang yang kamu saksikan, karena memang banyak orang yang merasa jemu atau bosan (biar kecil atau besar) sedikit atau banyak (sampai waktunya), artinya sampai batas waktu membayarnya, menjadi 'hal' dari dhamir yang terdapat pada 'taktubuh' (Demikian itu) maksudnya surat-surat tersebut (lebih adil di sisi Allah dan lebih mengokohkan persaksian), artinya lebih menolong meluruskannya, karena adanya bukti yang mengingatkannya (dan lebih dekat), artinya lebih kecil kemungkinan (untuk tidak menimbulkan keraguanmu), yakni mengenai besarnya utang atau jatuh temponya. (Kecuali jika) terjadi muamalah itu (berupa perdagangan tunai) menurut satu qiraat dengan baris di atas hingga menjadi khabar dari 'takuuna' sedangkan isimnya adalah kata ganti at-tijaarah (yang kamu jalankan di antara kamu), artinya yang kamu pegang dan tidak mempunyai waktu berjangka, (maka tidak ada dosa lagi kamu jika kamu tidak menulisnya), artinya barang yang diperdagangkan itu (hanya persaksikanlah jika kamu berjual beli) karena demikian itu lebih dapat menghindarkan percekcokan. Maka soal ini dan yang sebelumnya merupakan soal sunah (dan janganlah penulis dan saksi -maksudnya yang punya utang dan yang berutang- menyulitkan atau mempersulit), misalnya dengan mengubah surat tadi atau tak hendak menjadi saksi atau menuliskannya, begitu pula orang yang punya utang, tidak boleh membebani si penulis dengan hal-hal yang tidak patut untuk ditulis atau dipersaksikan. (Dan jika kamu berbuat) apa yang dilarang itu, (maka sesungguhnya itu suatu kefasikan), artinya keluar dari taat yang sekali-kali tidak layak (bagi kamu dan bertakwalah kamu kepada Allah) dalam perintah dan larangan-Nya (Allah mengajarimu) tentang kepentingan urusanmu. Lafal ini menjadi hal dari fi`il yang diperkirakan keberadaannya atau sebagai kalimat baru. (Dan Allah mengetahui segala sesuatu).

Jika kamu dalam perjalanan [dan bermu’amalah tidak secara tunai] sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang [180] [oleh yang berpiutang]. Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya [hutangnya] dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu [para saksi] menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (283) 


وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ وَلَمۡ تَجِدُواْ كَاتِبً۬ا فَرِهَـٰنٌ۬ مَّقۡبُوضَةٌ۬‌ۖ فَإِنۡ أَمِنَ بَعۡضُكُم بَعۡضً۬ا فَلۡيُؤَدِّ ٱلَّذِى ٱؤۡتُمِنَ أَمَـٰنَتَهُ ۥ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُ ۥ‌ۗ وَلَا تَكۡتُمُواْ ٱلشَّهَـٰدَةَ‌ۚ وَمَن يَڪۡتُمۡهَا فَإِنَّهُ ۥۤ ءَاثِمٌ۬ قَلۡبُهُ ۥ‌ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ عَلِيمٌ۬ (٢٨٣)


[180] Barang tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai.

283. (Jika kamu dalam perjalanan), yakni sementara itu mengadakan utang-piutang (sedangkan kamu tidak beroleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan) ada yang membaca 'ruhunun' bentuk jamak dari rahnun (yang dipegang) yang diperkuat dengan kepercayaanmu. Sunah menyatakan diperbolehkannya jaminan itu di waktu mukim dan adanya penulis. Maka mengaitkannya dengan jaminan, karena kepercayaan terhadapnya menjadi lebih kuat, sedangkan firman-Nya, "...dan jaminan yang dipegang", menunjukkan jaminan disyaratkan harus dipegang dan dianggap memadai walaupun si peminjam atau wakilnya tidak hadir. (Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai yang lainnya), maksudnya yang berpiutang kepada orang yang berutang dan ia tidak dapat menyediakan jaminan (maka hendaklah orang yang dipercayainya itu memenuhi), maksudnya orang yang berutang (amanatnya), artinya hendaklah ia membayar utangnya (dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya) dalam membayar utangnya itu. (Dan barang siapa yang menyembunyikan kesaksian, maka ia adalah orang yang berdosa hatinya). Dikhususkan menyebutkannya di sini, karena hati itulah yang menjadi tempat kesaksian dan juga karena apabila hati berdosa, maka akan diikuti oleh lainnya, hingga akan menerima hukuman sebagaimana dialami oleh semua anggota tubuhnya. (Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan) hingga tiada satu pun yang tersembunyi bagi-Nya.

Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (284) 


لِّلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِ‌ۗ وَإِن تُبۡدُواْ مَا فِىٓ أَنفُسِڪُمۡ أَوۡ تُخۡفُوهُ يُحَاسِبۡكُم بِهِ ٱللَّهُ‌ۖ فَيَغۡفِرُ لِمَن يَشَآءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَآءُ‌ۗ وَٱللَّهُ عَلَىٰ ڪُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ (٢٨٤) 

SEBAB TURUNNYA AYAT: “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S Al-Baqarah 284) Diriwayatkan bahwa ketika turun ayat “Wa in tubduu maa fii anfusikum au tukhfuuhu yuhaasibkum bihillaah” (“Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu”), para sahabat merasa sangat keberatan, sehingga datang kepada Rasulullah saw sambil berlutut memohon keringanan, dengan berkata: “Kami tidak mampu untuk mengikuti ayat ini”. Rasulullah saw bersabda: “Apakah kalian akan berkata: `Sami’na wa ‘ashaina’ (kami dengar akan tetapi tidak akan menurut) seperti apa yang telah diucapkan oleh dua ahli kitab (Yahudi & Nasrani) sebelum kamu? Ucapkanlah `Sami’na wa atha’na ghufraanaka rabbana wa ilaikal mashiir’ (kami mendengar & taat, dan ampunilah kami wahai Tuhan kami, krn kepada-Mu lah tempat kembali)” Setelah dibacakannya kepada para sahabat, dan terbiasakan lidahnya, turunlah kemudian ayat 285 dari surat Al-Baqarah: “Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman; semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, dan Rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): `Kami tidak membeda-bedakan antara seorangpun (dengan yg lain) dari Rasul-rasul-Nya’, dan mereka mengatakan: `Kami dengar dan kami taat’. (Mereka berdo’a):`Ampunilah kami wahai Tuhan kami, krn kepada-Mu lah tempat kembali" Kemudian mereka laksanakan ayat 285 tersebut. Dan kemudian turunlah ayat selanjutnya, yaitu surat Al-Baqarah ayat 186, yang menghibur hati mereka, serta mengajarkan salah satu do’a yang masyhur. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya. (Mereka berdo’a): `Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami terlupa atau tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir’”. (Diriwayatkan oleh Muslim dan lain-lainnya yg bersumber dari Abu Hurairah)

284. (Milik Allahlah apa yang terdapat di langit dan apa yang terdapat di bumi dan jika kamu menyatakan) atau melahirkan (apa yang ada di dalam hatimu) berupa kejahatan dan rencana untuk melakukannya (atau kamu menyembunyikan) maksudnya merahasiakannya (pastilah akan dihisab), yakni dibukakan (oleh Allah) pada hari kiamat. Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya) untuk diampuni, (dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya) untuk disiksa. Kedua kata kerja ini dapat dihubungkan pada jawab syarat dengan baris mati dan dapat pula dengan baris di depan dengan perkiraan, 'fahuwa...' (Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu), di antaranya melakukan hisab atas perhitungan terhadapmu dan memberikan balasannya.

Rasul telah beriman kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. [Mereka mengatakan]: "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun [dengan yang lain] dari rasul rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami ta’at". [Mereka berdo’a]: "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". (285) 


ءَامَنَ ٱلرَّسُولُ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡهِ مِن رَّبِّهِۦ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ‌ۚ كُلٌّ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَمَلَـٰٓٮِٕكَتِهِۦ وَكُتُبِهِۦ وَرُسُلِهِۦ لَا نُفَرِّقُ بَيۡنَ أَحَدٍ۬ مِّن رُّسُلِهِۦ‌ۚ وَقَالُواْ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَا‌ۖ غُفۡرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيۡكَ ٱلۡمَصِيرُ (٢٨٥) 

SEBAB TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan lain-lainnya dari Abu Hurairah, katanya, "Tatkala turun ayat, 'Dan jika kamu melahirkan apa yang terdapat dalam dadamu atau menyembunyikannya, pastilah akan dihisab oleh Allah.' (Q.S. Al-Baqarah 284) sungguh terasa berat oleh para sahabat. Mereka datang kepada Rasulullah saw. lalu bersimpuh di atas kedua lutut mereka, kata mereka, 'Ayat ini telah diturunkan kepada baginda, tetapi kami tidak sanggup memikulnya', maka Rasulullah saw. bertanya, 'Apakah kalian hendak mengatakan seperti apa yang diucapkan oleh Ahli Kitab yang sebelum kalian, 'Kami dengar dan kami langgar?' hendaklah kalian ucapkan, 'Kami dengar dan kami patuhi. Ampunilah kami wahai Tuhan kami dan kepada-Mu kami akan kembali.' Setelah orang-orang itu berusaha membacanya hingga lidah-lidah mereka pun menjadi lunak karenanya, maka Allah pun menurunkan di belakangnya, 'Rasul telah beriman...' (Q.S. Al-Baqarah 285) Sesudah itu ayat tadi dinasakhkan oleh Allah dengan menurunkan, 'Allah tidak membebani seseorang kecuali menurut kemampuannya...'" (Q.S. Al-Baqarah 286) Muslim dan lain-lain meriwayatkan pula seperti di atas dari Ibnu Abbas.

285. (Telah beriman), artinya membenarkan (Rasul), yakni Muhammad (terhadap apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya), yakni Alquran, demikian pula (orang-orang yang beriman), ma`thuf atau dihubungkan kepada Rasul (semuanya), tanwinnya menjadi pengganti bagi mudhaf ilaih (beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya dan Kitab-Kitab-Nya) ada yang membaca secara jamak dan ada pula secara mufrad atau tunggal (serta para Rasul-Nya) kata mereka, ("Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun di antara Rasul-Rasul-Nya") hingga kami beriman kepada sebagian dan kafir kepada lainnya, sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Kristen (Dan mereka mengatakan, "Kami dengar"), maksudnya apa yang diperintahkan kepada kami itu, disertai dengan penerimaan (dan kami taati) serta kami bermohon, ("Ampunilah kami, wahai Tuhan kami, dan kepada Engkaulah kami kembali"), yakni dengan adanya saat berbangkit. Tatkala turun ayat yang sebelumnya, orang-orang mukmin mengadukan waswas dan kekhawatiran mereka serta terasa berat bagi mereka saat perhitungan, maka turun pula ayat:

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala [dari kebaikan] yang diusahakannya dan ia mendapat siksa [dari kejahatan] yang dikerjakannya. [Mereka berdo’a]: "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (286) 


لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَا‌ۚ لَهَا مَا كَسَبَتۡ وَعَلَيۡہَا مَا ٱكۡتَسَبَتۡ‌ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَآ إِن نَّسِينَآ أَوۡ أَخۡطَأۡنَا‌ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحۡمِلۡ عَلَيۡنَآ إِصۡرً۬ا كَمَا حَمَلۡتَهُ ۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِنَا‌ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلۡنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦ‌ۖ وَٱعۡفُ عَنَّا وَٱغۡفِرۡ لَنَا وَٱرۡحَمۡنَآ‌ۚ أَنتَ مَوۡلَٮٰنَا فَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡڪَـٰفِرِينَ (٢٨٦)

286. (Allah tidaklah membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya), artinya sekadar kesanggupannya. (Ia mendapat dari apa yang diusahakannya) berupa kebaikan artinya pahalanya (dan ia beroleh pula dari hasil kejahatannya), yakni dosanya. Maka seseorang itu tidaklah menerima hukuman dari apa yang tidak dilakukannya, hanya baru menjadi angan-angan dan lamunan mereka. Mereka bermohon, ("Wahai Tuhan kami! Janganlah kami dihukum) dengan siksa (jika kami lupa atau tersalah), artinya meninggalkan kebenaran tanpa sengaja, sebagaimana dihukumnya orang-orang sebelum kami. Sebenarnya hal ini telah dicabut Allah terhadap umat ini, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh hadis. Permintaan ini merupakan pengakuan terhadap nikmat Allah. (Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat) yang tidak mungkin dapat kami pikul (sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami), yaitu Bani Israel berupa bunuh diri dalam bertobat, mengeluarkan seperempat harta dalam zakat dan mengorek tempat yang kena najis. (Wahai Tuhan kami! Janganlah Kamu pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup) atau tidak kuat (kami memikulnya) berupa tugas-tugas dan cobaan-cobaan. (Beri maaflah kami) atau hapuslah sekalian dosa kami (ampunilah kami dan beri rahmatlah kami) dalam rahmat itu terdapat kelanjutan atau tambahan keampunan, (Engkaulah pembela kami), artinya pemimpin dan pengatur urusan kami (maka tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir."), yakni dengan menegakkan hujah dan memberikan kemenangan dalam peraturan dan pertempuran dengan mereka, karena ciri-ciri seorang maula atau pembela adalah menolong anak buahnya terhadap musuh-musuh mereka. Dalam sebuah hadis tercantum bahwa tatkala ayat ini turun dan dibaca oleh Nabi saw., maka setiap kalimat diberikan jawaban oleh Allah swt., "Telah Engkau penuhi!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar