Surah SAPI
BETINA
|
سُوۡرَةُ البَقَرَة
|
|
Dengan menyebut nama
Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
|
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
|
Mereka bertanya
kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang
dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi [manusia] dari jalan
Allah, kafir kepada Allah, [menghalangi masuk] Masjidil Haram dan mengusir
penduduknya dari sekitarnya, lebih besar [dosanya] di sisi Allah [134]. Dan berbuat fitnah [135] lebih besar [dosanya]
daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka
[dapat] mengembalikan kamu dari agamamu [kepada kekafiran], seandainya mereka
sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati
dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di
akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
(217)
|
يَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ
ٱلشَّہۡرِ ٱلۡحَرَامِ قِتَالٍ۬ فِيهِۖ قُلۡ قِتَالٌ۬ فِيهِ كَبِيرٌ۬ۖ وَصَدٌّ
عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ وَڪُفۡرُۢ بِهِۦ وَٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ وَإِخۡرَاجُ
أَهۡلِهِۦ مِنۡهُ أَكۡبَرُ عِندَ ٱللَّهِۚ وَٱلۡفِتۡنَةُ أَڪۡبَرُ مِنَ
ٱلۡقَتۡلِۗ وَلَا يَزَالُونَ يُقَـٰتِلُونَكُمۡ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمۡ عَن
دِينِڪُمۡ إِنِ ٱسۡتَطَـٰعُواْۚ وَمَن يَرۡتَدِدۡ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ
فَيَمُتۡ وَهُوَ ڪَافِرٌ۬ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ
حَبِطَتۡ أَعۡمَـٰلُهُمۡ فِى ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأَخِرَةِۖ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ أَصۡحَـٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا
خَـٰلِدُونَ (٢١٧)
|
|
[134] Jika
kita ikuti pendapat Ar Razy, maka terjemah ayat di atas sebagai berikut:
Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar, dan (adalah
berarti) menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah dan
(menghalangi manusia dari) Masjidilharam. Tetapi mengusir penduduknya dari
Masjidilharam (Mekah) lebih besar lagi (dosanya) di sisi Allah."
Pendapat Ar Razy ini mungkin berdasarkan pertimbangan, bahwa mengusir Nabi
dan sahabat-sahabatnya dari Masjidilharam sama dengan menumpas agama Islam.
[135] Fitnah di sini berarti penganiayaan dan segala perbuatan yang dimaksudkan untuk menindas Islam dan Muslimin.
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Diketengahkan oleh Ibnu
Jarir dan Ibnu Abu Hatim serta Thabrani dalam Al-Kabir dan Baihaqi dalam
Sunannya dari Jundub bin Abdullah bahwa Rasulullah saw. mengirim sepasukan tentara
yang dikepalai oleh Abdullah bin Jahsy. Mereka dihadang oleh Ibnu Hadhrami
yang mereka bunuh dan mereka tidak tahu apakah hari itu sudah termasuk bulan
Rajab atau masih dalam bulan Jumadilakhir. Maka kata orang-orang musyrik
kepada kaum muslimin, "Kalian melakukan pembunuhan di bulan suci."
Maka Allah swt. pun menurunkan, "Mereka bertanya kepadamu tentang
berperang pada bulan suci..." (Q.S. Al-Baqarah 2l7)
|
||
217. (Mereka menanyakan kepadamu tentang
bulan haram) atau bulan suci (yakni berperang padanya), menjadi badal
isytimal (Katakanlah) kepada mereka, ("Berperang dalam bulan itu adalah
besar"), maksudnya dosa besar. 'Berperang' menjadi mubtada', sedangkan
'besar' menjadi khabarnya, (tetapi menghalangi) manusia, menjadi mubtada' (dari
jalan Allah) maksudnya dari agama-Nya (dan kafir kepada-Nya), (serta)
menghalangi ia masuk (Masjidilharam), artinya kota Mekah (dan mengusir
penduduknya daripadanya) sebagaimana yang dialami Nabi saw. bersama
orang-orang mukmin, sedang yang menjadi khabarnya ialah (lebih besar lagi),
artinya dosanya (di sisi Allah) daripada berperang itu. (Sedangkan berbuat
fitnah) artinya kesyirikan (lebih besar lagi dari pembunuhan) bagimu padanya.
(Dan tidak henti-hentinya mereka), maksudnya orang-orang kafir (memerangi
kamu) hai orang-orang beriman (hingga), maksudnya agar (mengembalikan kamu
dari agamamu) kepada kekafiran, (sekiranya mereka sanggup. Barang siapa yang
murtad di antara kamu dari agamanya, lalu ia mati dalam kekafiran, maka
mereka itu menjadi sia-sia) atau batal (amal-amal mereka) yang saleh (di
dunia dan akhirat) hingga tidak dianggap dan tidak diberi pahala.
Mengaitkannya dengan kematian menunjukkan bahwa seandainya ia kembali kepada
Islam sebelum mati maka amalnya tidaklah batal dan tetap diberi pahala serta
tidak perlu diulangi lagi, haji misalnya. Demikianlah menurut pendapat
Syafii, (dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya).
Tatkala anak buah pasukannya tadi menyangka bahwa meskipun mereka tidak
berdosa, tetap tidak beroleh pahala (karena melakukan peperangan pada bulan
haram), maka turunlah ayat:
|
||
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan
Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (218)
|
إِنَّ ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ وَٱلَّذِينَ هَاجَرُواْ وَجَـٰهَدُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ يَرۡجُونَ رَحۡمَتَ ٱللَّهِۚ وَٱللَّهُ
غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ۬ (٢١٨) ۞
|
|
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Kata sebagian mereka,
"Walaupun mereka tidak berbuat dosa, tetapi mereka juga tidak beroleh
pahala." Maka Allah pun menurunkan, "Sesungguhnya orang-orang yang
beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka
mengharapkan rahmat dari Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (Q.S. Al-Baqarah 218) Ini juga diketengahkan oleh Ibnu
Mandah dari golongan sahabat dari jalur Usman bin Atha' dari bapaknya dari
Ibnu Abbas.
|
||
218. (Sesungguhnya orang-orang yang
beriman, orang-orang yang berhijrah) meninggalkan kampung halaman mereka,
(dan berjihad di jalan Allah), yakni untuk meninggikan agama-Nya, (mereka itu
mengharapkan rahmat Allah), artinya pahala-Nya, (dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang) terhadap orang-orang beriman.
|
||
Mereka bertanya
kepadamu tentang khamar [136] dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa’at bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa’atnya". Dan mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih
dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
supaya kamu berpikir, (219)
|
يَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ
ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِۖ قُلۡ فِيهِمَآ إِثۡمٌ۬ ڪَبِيرٌ۬ وَمَنَـٰفِعُ
لِلنَّاسِ وَإِثۡمُهُمَآ أَڪۡبَرُ مِن نَّفۡعِهِمَاۗ وَيَسۡـَٔلُونَكَ مَاذَا
يُنفِقُونَ قُلِ ٱلۡعَفۡوَۗ كَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأَيَـٰتِ
لَعَلَّڪُمۡ تَتَفَكَّرُونَ (٢١٩)
|
|
[136] Segala
minuman yang memabukkan.
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Diketengahkan oleh Ibnu
Abu Hatim dari jalur Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa segolongan sahabat
ketika mereka disuruh mengeluarkan nafkah di jalan Allah, mereka datang
kepada Nabi saw. lalu kata mereka, "Kami tidak tahu apa itu nafkah yang
diperintahkan mengeluarkannya dari harta benda kami, manakah yang akan kami
keluarkan?" Maka Allah pun menurunkan, "Mereka bertanya kepadamu
tentang apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, 'Kelebihan dari
keperluan.'" (Q.S. Al-Baqarah 219) Diketengahkan pula dari Yahya bahwa
ia mendengar berita bahwa Muaz bin Jabal dan Tsa`labah mendatangi Rasulullah saw.
lalu kata mereka, "Wahai Rasulullah! Kami ini mempunyai budak dan kaum
kerabat, maka manakah di antara harta kami yang harus kami nafkahkan?"
Maka Allah pun menurunkan ayat ini.
|
||
219. (Mereka menanyakan kepadamu tentang
minuman keras dan berjudi) apakah hukumnya? (Katakanlah kepada mereka) (pada
keduanya) maksudnya pada minuman keras dan berjudi itu terdapat (dosa besar).
Menurut satu qiraat dibaca katsiir (banyak) disebabkan keduanya banyak
menimbulkan persengketaan, caci-mencaci, dan kata-kata yang tidak senonoh,
(dan beberapa manfaat bagi manusia) dengan meminum-minuman keras akan
menimbulkan rasa kenikmatan dan kegembiraan, dan dengan berjudi akan
mendapatkan uang dengan tanpa susah payah, (tetapi dosa keduanya), maksudnya
bencana-bencana yang timbul dari keduanya (lebih besar) artinya lebih parah
(daripada manfaat keduanya). Ketika ayat ini diturunkan, sebagian sahabat
masih suka meminum minuman keras, sedangkan yang lainnya sudah
meninggalkannya hingga akhirnya diharamkan oleh sebuah ayat dalam surat Al-Maidah.
(Dan mereka menanyakan kepadamu beberapa yang akan mereka nafkahkan), artinya
berapa banyaknya. (Katakanlah), Nafkahkanlah (kelebihan) maksudnya yang lebih
dari keperluan dan janganlah kamu nafkahkan apa yang kamu butuhkan dan kamu
sia-siakan dirimu. Menurut satu qiraat dibaca al-`afwu sebagai khabar dari
mubtada' yang tidak disebutkan dan diperkirakan berbunyi, "yaitu huwa
....". (Demikianlah), artinya sebagaimana dijelaskan-Nya kepadamu apa
yang telah disebutkan itu (dijelaskan-Nya pula bagimu ayat-ayat agar kamu
memikirkan).
|
||
tentang dunia dan
akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah:
"Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu
menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa
yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jika Allah
menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (220)
|
فِى ٱلدُّنۡيَا
وَٱلۡأَخِرَةِۗ وَيَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡيَتَـٰمَىٰۖ قُلۡ إِصۡلَاحٌ۬ لَّهُمۡ
خَيۡرٌ۬ۖ وَإِن تُخَالِطُوهُمۡ فَإِخۡوَٲنُكُمۡۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ
ٱلۡمُفۡسِدَ مِنَ ٱلۡمُصۡلِحِۚ وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ لَأَعۡنَتَكُمۡۚ إِنَّ
ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ۬ (٢٢٠)
|
|
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Diketengahkan oleh Abu
Daud, Nasai, Hakim dan lain-lain dari Ibnu Abbas, katanya, "Tatkala
turun ayat, 'Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim kecuali dengan cara
yang lebih baik, dan bahwa sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak
yatim...' (Al-An`am 152, An-Nisa ayat 10), maka setiap mereka yang memelihara
anak yatim pun berangkatlah lalu memisahkan makanannya dari makanan anak
yatim, begitu pula minumnya dari minuman anak yatim itu. Dilebihkannya
makanannya sedikit buat anak yatim itu, ditahannya untuk mereka sampai habis
atau menjadi basi. Hal itu amat membingungkan mereka hingga akhirnya berita
mereka sampai kepada Nabi saw. Maka Allah pun menurunkan, 'Dan mereka
bertanya kepadamu tentang anak-anak yatim...'" (Q.S. Al-Baqarah 220)
|
||
220. (Yaitu tentang) urusan (dunia dan
akhirat) hingga kamu dapat memungut mana-mana yang lebih baik untukmu pada
keduanya. (Dan mereka menanyakan kepadamu tentang anak-anak yatim) serta
kesulitan-kesulitan yang mereka temui dalam urusan mereka. Jika mereka menyatukan
harta mereka dengan harta anak-anak yatim, mereka merasa berdosa dan jika
mereka pisahkan harta mereka dan dibuatkan makanan bagi mereka secara
terpisah, maka mengalami kerepotan. (Katakanlah, "Mengurus urusan mereka
secara patut) misalnya mengenai campur-tangan dalam upaya mengembangkan harta
mereka (adalah lebih baik) daripada membiarkannya. (Dan jika kamu mencampuri
urusan mereka), maksudnya kamu campurkan pengeluaran kamu dengan pengeluaran
mereka, (maka mereka adalah saudaramu) maksudnya mereka itu adalah
saudara-saudara seagama dan telah menjadi kelaziman bagi seorang saudara
untuk mencampurkan hartanya pada harta saudaranya. Tegasnya silakan
melakukannya karena tak ada salahnya (Dan Allah mengetahui orang yang membuat
kerusakan) terhadap harta anak-anak yatim itu ketika mencampurkan hartanya
kepada harta mereka (dari orang yang berbuat kebaikan) dengannya, hingga
masing-masing akan mendapat balasan yang setimpal (sekiranya Allah
menghendaki, tentulah Dia akan mempersulitmu) dengan melarang mencampurkan
harta, (sesungguhnya Allah Maha Kuasa) atas segala persoalan (lagi Maha
Bijaksana) dalam segala tindakan dan perbuatan.
|
||
Dan janganlah kamu
nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita
budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik
hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik [dengan
wanita-wanita mu’min] sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min
lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya [perintah-perintah-Nya] kepada manusia supaya
mereka mengambil pelajaran. (221)
|
وَلَا تَنكِحُواْ
ٱلۡمُشۡرِكَـٰتِ حَتَّىٰ يُؤۡمِنَّۚ وَلَأَمَةٌ۬ مُّؤۡمِنَةٌ خَيۡرٌ۬ مِّن
مُّشۡرِكَةٍ۬ وَلَوۡ أَعۡجَبَتۡكُمۡۗ وَلَا تُنكِحُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ حَتَّىٰ
يُؤۡمِنُواْۚ وَلَعَبۡدٌ۬ مُّؤۡمِنٌ خَيۡرٌ۬ مِّن مُّشۡرِكٍ۬ وَلَوۡ
أَعۡجَبَكُمۡۗ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ
يَدۡعُونَ إِلَى ٱلنَّارِۖ وَٱللَّهُ يَدۡعُوٓاْ إِلَى ٱلۡجَنَّةِ
وَٱلۡمَغۡفِرَةِ بِإِذۡنِهِۦۖ وَيُبَيِّنُ ءَايَـٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ
يَتَذَكَّرُونَ (٢٢١)
|
|
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Diketengahkan oleh Ibnu
Mundzir, Ibnu Abu Hatim dan Wahidi dari Muqatil, katanya, "Ayat ini
diturunkan mengenai Ibnu Abu Martsad Al-Ghunawi yang meminta izin kepada Nabi
saw. untuk mengawini seorang wanita musyrik yang cantik dan mempunyai
kedudukan tinggi. Maka turunlah ayat ini." Diketengahkan oleh Wahidi
dari jalur Suda dari Abu Malik dari Ibnu Abbas, katanya bahwa ayat ini turun
mengenai Abdullah bin Rawahah. Ia mempunyai seorang budak sahaya hitam yang
dimarahi dan dipukuli. Dalam keadaan kebingungan ia datang kepada Nabi saw.
lalu menyampaikan beritanya, seraya katanya, "Saya akan membebaskannya
dan akan mengawininya." Rencananya itu dilakukannya, hingga orang-orang
pun menyalahkannya, kata mereka, "Dia menikahi budak wanita." Maka
Allah swt. pun menurunkan ayat ini. Hadis ini dikeluarkan pula oleh Ibnu
Jarir melalui As-Sadiy berpredikat munqathi.
|
||
221. (Janganlah kamu nikahi) hai kaum
muslimin, (wanita-wanita musyrik), maksudnya wanita-wanita kafir (sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang beriman itu lebih baik daripada
wanita musyrik) walaupun ia merdeka. Sebab turunnya ayat ini adalah berkenaan
dengan celaan yang ditujukan kepada laki-laki yang menikahi budak wanita dan
menyanjung serta menyenangi laki-laki yang menikahi wanita merdeka yang
musyrik (walaupun ia menarik hatimu) disebabkan harta dan kecantikannya. Ini
dikhususkan bagi wanita yang bukan ahli kitab dengan ayat "Dan
wanita-wanita yang terpelihara di antara golongan ahli kitab". (Dan
janganlah kamu kawinkan) atau nikahkan (laki-laki musyrik), artinya laki-laki
kafir dengan wanita-wanita beriman (sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
budak yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik walaupun ia menarik
hatimu) disebabkan harta dan ketampanannya. (Mereka itu) atau ahli syirik
(mengajak ke neraka) disebabkan anjuran mereka melakukan perbuatan membawa
orang ke dalamnya, hingga tidaklah baik kawin dengan mereka. (Sedangkan Allah
mengajak) melalui lisan para Rasul-Nya (ke surga serta ampunan), maksudnya
amal perbuatan yang menjurus kepada keduanya (dengan izin-Nya), artinya
dengan kehendak-Nya, maka wajiblah bagi kamu atau wali-walinya mengabulkan
perkawinan (Dan dijelaskan-Nya ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka
beroleh peringatan) atau mendapat pelajaran.
|
||
Mereka bertanya kepadamu
tentang haidh. Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh sebab
itu hendaklah kamu menjauhkan diri [137] dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci [138] Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat
yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (222)
|
وَيَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ
ٱلۡمَحِيضِۖ قُلۡ هُوَ أَذً۬ى فَٱعۡتَزِلُواْ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلۡمَحِيضِۖ وَلَا
تَقۡرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطۡهُرۡنَۖ فَإِذَا تَطَهَّرۡنَ فَأۡتُوهُنَّ مِنۡ
حَيۡثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٲبِينَ وَيُحِبُّ
ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ (٢٢٢)
|
|
[137]
Maksudnya menyetubuhi wanita di waktu haidh.
[138] Ialah sesudah mandi. Adapula yang menafsirkan sesudah berhenti darah keluar.
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh
Muslim dan Tirmizi dari Anas bahwa orang-orang Yahudi jika salah seorang
wanita mereka haid, maka tidak mereka campuri dan tidak mereka bawa makan
bersama dalam rumah. Maka sahabat-sahabat Nabi saw. menanyakan hal itu,
hingga Allah pun menurunkan, "Dan mereka bertanya kepadamu tentang
haid..." (Q.S. Al-Baqarah 222) Sabdanya pula, "Perbuatlah segala
sesuatu kecuali bersetubuh!" Dan diketengahkan oleh Barudi di antara
golongan sahabat dari jalur Ibnu Ishak dari Muhammad bin Abu Muhammad dari
Ikrimah atau Said dari Ibnu Abbas bahwa Tsabit dan Dahdah menanyakan hal itu
kepada Nabi saw. maka turunlah ayat, "Dan mereka bertanya kepadamu
tentang haid..." (Q.S. Al-Baqarah 222) Juga Ibnu Jarir mengetengahkan
pula yang serupa dengan itu dari Suda.
|
||
222. (Mereka bertanya kepadamu tentang
haid), maksudnya haid atau tempatnya dan bagaimana memperlakukan wanita
padanya. (Katakanlah, "Haid adalah suatu kotoran) atau tempatnya
kotoran, (maka jauhilah wanita-wanita), maksudnya janganlah bersetubuh dengan
mereka (di waktu haid) atau pada tempatnya (dan janganlah kamu dekati mereka)
dengan maksud untuk bersetubuh (sampai mereka suci). 'Yathhurna' dengan tha
baris mati atau pakai tasydid lalu ha', kemudian pada ta' asalnya diidgamkan
kepada tha' dengan arti mandi setelah terhentinya. (Apabila mereka telah suci
maka datangilah mereka) maksudnya campurilah mereka (di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu) jauhilah di waktu haid, dan datangilah di
bagian kemaluannya dan jangan diselewengkan kepada bagian lainnya.
(sesungguhnya Allah menyukai) serta memuliakan dan memberi (orang-orang yang
bertobat) dari dosa (dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri) dari
kotoran.
|
||
Isteri-isterimu adalah
[seperti] tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat
bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki [3]. Dan kerjakanlah [amal
yang baik] untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa
kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang
beriman. (223)
|
نِسَآؤُكُمۡ حَرۡثٌ۬
لَّكُمۡ فَأۡتُواْ حَرۡثَكُمۡ أَنَّىٰ شِئۡتُمۡۖ وَقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُمۡۚ
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّڪُم مُّلَـٰقُوهُۗ وَبَشِّرِ
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ (٢٢٣)
|
|
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim, Abu Daud dan Tirmizi dari Jabir, katanya,
"Orang-orang Yahudi mengatakan bahwa jika seseorang mencampuri istrinya
dari belakangnya, maka anaknya akan lahir dalam keadaan bermata juling, maka
turunlah ayat ini, 'Istri-istrimu adalah tempat persemaian bagimu...'"
(Q.S. Al-Baqarah 223) Ahmad dan Tirmizi mengetengahkan dari Ibnu Abbas,
katanya, "Umar datang menemui Rasulullah saw. katanya, 'Wahai
Rasulullah! Saya telah celaka.' 'Apa yang mencelakakan kamu?' Ujarnya, 'Aku telah
pindahkan arah persetubuhan saya di waktu malam.' Nabi saw. tidak memberikan
jawaban apa-apa, hanya Allah menurunkan, 'Istri-istrimu itu menjadi tempat
persemaian bagi kamu, maka datangilah tempat persemaian di mana saja kamu
kehendaki.' (Q.S. Al-Baqarah 223) Apakah menghadap ke depan atau ke belakang.
Yang dijaga olehmu hanya dubur dan haid." Ibnu Jarir mengetengahkan, Abu
Ya`la dan Ibnu Marda dari jalur Zaid bin Aslam, dari Atha' bin Yasar dari Abu
Said Al-Khudri bahwa seorang laki-laki mencampuri istrinya dari arah
duburnya, hingga orang-orang pun menyalahkannya. Maka turunlah ayat,
"Istri-istrimu adalah sebagai tempat persemaian bagimu..." (Q.S.
Al-Baqarah 223) Bukhari mengetengahkan dari Ibnu Umar, katanya, "Ayat
ini diturunkan mengenai soal mencampuri wanita pada dubur mereka."
Sementara Thabrani mengetengahkan dalam Al-Ausath dengan sanad yang cukup
baik darinya, katanya, "Diturunkan ayat itu kepada Rasulullah saw.
sebagai keringanan tentang mencampuri wanita dari dubur (belakang) mereka."
Diketengahkan lagi daripadanya bahwa seorang laki-laki mencampuri istrinya
dari belakang, hingga Rasulullah menyalahkannya. Maka Allah swt. pun
menurunkan, "Istri-istrimu itu menjadi tempat persemaian bagimu."
(Q.S. Al-Baqarah 223) Abu Daud dan Hakim mengetengahkan dari Ibnu Abbas,
katanya, "Menurut Ibnu Umar, mereka itu yakni golongan Ansar hanyalah
pemuja-pemuja berhala yang tinggal berdampingan dengan golongan Yahudi,
termasuk Ahli Kitab hingga mereka merasa bahwa orang-orang Yahudi itu ada
kelebihan atas mereka dalam soal ilmu pengetahuan, lalu mereka contoh dan
ikuti perbuatan-perbuatan mereka. Salah satu kebiasaan Ahli Kitab adalah
bahwa mereka itu mencampuri istri-istri mereka menurut satu corak permainan
saja, yaitu dengan posisi menindihi wanita dari depan. Kebiasaan ini telah
diambil dan menjadi kebiasaan pula bagi orang-orang Ansar. Sebaliknya yang
terjadi di kalangan orang-orang Quraisy adalah mereka mencampuri wanita
dengan berbagai cara, adakalanya menghadap ke muka, belakang, menelungkup,
menelentang dan sebagainya. Tatkala orang-orang Muhajirin datang ke Madinah,
seorang laki-laki mereka kebetulan kawin dengan seorang wanita Ansar, dalam
berhubungan kelamin dia memperlakukan istrinya seperti kebiasaan orang-orang
Quraisy, hingga ia menolak dan mengatakan, 'Kami tidak biasa diperlakukan
seperti itu.' Hal itu tersiar kepada umum dan sampai ke telinga Rasulullah
saw. hingga Allah pun menurunkan, 'Istri-istrimu adalah tempat persemaian
bagimu, maka datangilah tempat persemaianmu itu menurut kehendak hatimu.'
(Q.S. Al-Baqarah 223) Artinya apakah sambil menelentang atau menelungkup,
maksudnya tempat anaknya." Al-Hafiz Ibnu Hajar mengatakan dalam syarah
Bukhari, "Sebab yang disebutkan Ibnu Umar mengenai turunnya ayat ini
dikenal umum dan seolah-olah hadis Ibnu Said tidak sampai kepada Ibnu Abbas
dan yang sampai itu hanyalah hadis Ibnu Umar hingga menimbulkan
kesalahpahaman."
|
||
223. (Istri-istrimu adalah tanah
persemaian bagimu), artinya tempat kamu membuat anak, (maka datangilah tanah
persemaianmu), maksudnya tempatnya yaitu pada bagian kemaluan (bagaimana
saja) dengan cara apa saja (kamu kehendaki) apakah sambil berdiri, duduk atau
berbaring, baik dari depan atau dari belakang. Ayat ini turun untuk menolak
anggapan orang-orang Yahudi yang mengatakan, "Barang siapa yang
mencampuri istrinya pada kemaluannya tetapi dari arah belakangnya
(pinggulnya), maka anaknya akan lahir bermata juling. (Dan kerjakanlah untuk
dirimu) amal-amal saleh, misalnya membaca basmalah ketika bercampur (dan
bertakwalah kepada Allah) baik dalam perintah maupun dalam larangan-Nya (dan
ketahuilah bahwa kamu akan menemui-Nya kelak) yakni di saat berbangkit, Dia
akan membalas segala amal perbuatanmu. (Dan sampaikanlah kabar gembira kepada
orang-orang yang beriman) yang bertakwa kepada-Nya, bahwa mereka akan
memperoleh surga.
|
||
Janganlah kamu jadikan
[nama] Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan,
bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia [139]. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. (224)
|
وَلَا تَجۡعَلُواْ
ٱللَّهَ عُرۡضَةً۬ لِّأَيۡمَـٰنِڪُمۡ أَن تَبَرُّواْ وَتَتَّقُواْ وَتُصۡلِحُواْ
بَيۡنَ ٱلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ۬ (٢٢٤)
|
|
[139]
Maksudnya: melarang bersumpah dengan mempergunakan nama Allah untuk tidak
mengerjakan yang baik, seperti: demi Allah, saya tidak akan membantu anak
yatim. Tetapi apabila sumpah itu telah terucapkan, haruslah dilanggar dengan
membayar kafarat.
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir
mengetengahkan dari jalur Ibnu Juraij, katanya, "Disampaikan hadis
kepada saya bahwa firman-Nya, 'Dan janganlah kamu jadikan Allah dalam
sumpahmu sebagai penghalang...' (Q.S. Al-Baqarah 224) diturunkan mengenai Abu
Bakar tentang soal Misthah".
|
||
224. (Janganlah kamu jadikan Allah),
artinya sewaktu bersumpah dengan-Nya (sebagai sasaran) atau penghalang (bagi
sumpah-sumpahmu) yang mendorong kamu (untuk) tidak (berbuat baik dan
bertakwa). Maka sumpah seperti itu tidak disukai, dan disunahkan untuk
melanggarnya lalu membayar kafarat. Berbeda halnya dengan sumpah untuk
berbuat kebaikan, maka itu termasuk taat (serta mendamaikan di antara
manusia), maksud ayat, jangan kamu terhalang untuk membuat kebaikan yang
disebutkan dan lain-lainnya itu jika terlanjur bersumpah, tetapi langgarlah
dan bayarlah kafarat sumpah, karena yang menjadi asbabun nuzulnya ialah tidak
mau melanggar sumpah yang telah diikrarkannya. (Dan Allah Maha Mendengar)
ucapan-ucapanmu (lagi Maha Mengetahui) keadaan-keadaanmu.
|
||
Allah tidak menghukum
kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud [untuk bersumpah], tetapi Allah
menghukum kamu disebabkan [sumpahmu] yang disengaja [untuk bersumpah] oleh
hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun [140] . (225)
|
لَّا يُؤَاخِذُكُمُ
ٱللَّهُ بِٱللَّغۡوِ فِىٓ أَيۡمَـٰنِكُمۡ وَلَـٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا كَسَبَتۡ
قُلُوبُكُمۡۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ۬ (٢٢٥)
|
|
[140] Halim
berarti penyantun, tidak segera menyiksa orang yang berbuat dosa.
|
||
225. (Allah tidaklah menghukum kamu
disebabkan sumpah kosong), artinya yang tidak dimaksud (dalam
sumpah-sumpahmu) yakni yang terucap dari mulut tanpa sengaja untuk bersumpah,
misalnya, "Tidak, demi Allah!" Atau "Benar, demi Allah!"
Maka ini tidak ada dosanya serta tidak wajib kafarat. (Tetapi Allah akan
menghukum kamu disebabkan sumpah yang disengaja oleh hatimu), artinya kamu
sadari bahwa itu sumpah yang tidak boleh dilanggar. (Dan Allah Maha
Pengampun) terhadap hal-hal yang tidak disengaja (lagi Maha Penyantun) hingga
sudi menangguhkan hukuman terhadap orang yang akan menjalaninya.
|
||
Kepada orang-orang
yang meng-ilaa’ isterinya [141] diberi tangguh empat bulan [lamanya]. Kemudian jika mereka
kembali [kepada isterinya], maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (226)
|
لِّلَّذِينَ يُؤۡلُونَ
مِن نِّسَآٮِٕهِمۡ تَرَبُّصُ أَرۡبَعَةِ أَشۡہُرٍ۬ۖ فَإِن
فَآءُو فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ۬ (٢٢٦)
|
|
[141]
"Meng-ilaa' isteri" maksudnya: bersumpah tidak akan mencampuri
isteri. Dengan sumpah ini seorang wanita menderita, karena tidak disetubuhi
dan tidak pula diceraikan. Dengan turunnya ayat ini, maka suami setelah 4 bulan
harus memilih antara kembali menyetubuhi isterinya lagi dengan membayar
kafarat sumpah atau menceraikan.
|
||
226. (Bagi orang-orang yang melakukan
ila` terhadap istri-istri mereka), artinya bersumpah tidak akan mencampuri
istri-istri mereka, (diberi tangguh) atau menunggu (selama empat bulan. Jika
mereka kembali), maksudnya rujuk dari sumpah untuk mencampuri, baik waktu itu
atau sesudahnya, (maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun) kepada mereka yang
telah membuat istri-istrinya menderita disebabkan sumpahnya, (lagi Maha
Penyayang) terhadap mereka.
|
||
Dan jika mereka
berazam [bertetap hati untuk] talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui. (227)
|
وَإِنۡ عَزَمُواْ
ٱلطَّلَـٰقَ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ۬ (٢٢٧)
|
|
227. (Dan sekiranya mereka berketetapan hati untuk talak),
artinya tak mau kembali, maka mereka harus menjatuhkannya, (karena
sesungguhnya Allah Maha Mendengar) ucapan mereka (lagi Maha Mengetahui),
maksud atau tekad mereka. Jadi maksudnya; setelah menunggu selama empat bulan
tidak ada lagi kesempatan terbuka bagi mereka, kecuali kembali atau
menjatuhkan talak.
|
||
Wanita-wanita yang
ditalak hendaklah menahan diri [menunggu] tiga kali quru [142] Tidak boleh mereka
menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman
kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam
masa menanti itu, jika mereka [para suami] itu menghendaki ishlah. Dan para
wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma’ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya [143]. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (228)
|
وَٱلۡمُطَلَّقَـٰتُ
يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَـٰثَةَ قُرُوٓءٍ۬ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن
يَكۡتُمۡنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِىٓ أَرۡحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤۡمِنَّ
بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِۚ وَبُعُولَتُہُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِى
ذَٲلِكَ إِنۡ أَرَادُوٓاْ إِصۡلَـٰحً۬اۚ وَلَهُنَّ مِثۡلُ ٱلَّذِى عَلَيۡہِنَّ
بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيۡہِنَّ دَرَجَةٌ۬ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ
حَكِيمٌ (٢٢٨)
|
|
[142] Quru'
dapat diartikan suci atau haidh.
[143] Hal ini disebabkan karena suami bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan rumah tangga (lihat ayat 34 surat An Nisaa').
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Abu Daud dan Ibnu Abu
Hatim mengetengahkan dari Asma binti Yazid bin Sakan Al-Anshariah, katanya,
"Saya dijatuhi talak di masa Rasulullah saw. sedangkan pada waktu itu
belum ada idah bagi wanita yang diceraikan, maka Allah menurunkan idah karena
talak itu, 'Dan wanita-wanita yang dicerai hendaklah menunggu selama tiga
kali quru'.'" (Q.S. Al-Baqarah 228) Disebutkan oleh Tsa`labi dan
Hibatullah bin Salamah dalam An-Nasikh dan Kalbi dan Muqatil bahwa Ismail bin
Abdillah Al-Ghiffari menceraikan istrinya Qatilah di masa Rasulullah saw.
tanpa mengetahui bahwa ia dalam keadaan hamil. Setelah diketahuinya, ia pun
rujuk dan melahirkan bayinya. Saat itu istrinya meninggal, diikuti oleh
anaknya, maka turunlah ayat, "Dan wanita-wanita yang dicerai, hendaklah
menunggu selama tiga kali quru'." (Q.S. Al-Baqarah 228)
|
||
228. (Dan wanita-wanita yang ditalak
hendaklah menunggu) atau menahan (diri mereka) dari kawin (selama tiga kali
quru') yang dihitung dari mulainya dijatuhkan talak. Dan quru' adalah jamak
dari qar-un dengan mematahkan qaf, mengenai hal ini ada dua pendapat, ada
yang mengatakannya suci dan ada pula yang mengatakannya haid. Ini mengenai
wanita-wanita yang telah dicampuri. Adapun mengenai yang belum dicampuri,
maka tidak ada idahnya berdasarkan firman Allah, "Maka mereka itu tidak
mempunyai idah bagimu. Juga bukan lagi wanita-wanita yang terhenti haidnya
atau anak-anak yang masih di bawah umur, karena bagi mereka idahnya selama
tiga bulan. Mengenai wanita-wanita hamil, maka idahnya adalah sampai mereka
melahirkan kandungannya sebagaimana tercantum dalam surah At-Thalaq,
sedangkan wanita-wanita budak, sebagaimana menurut hadis, idah mereka adalah
dua kali quru' (Dan mereka tidak boleh menyembunyikan apa yang telah
diciptakan Allah pada rahim-rahim mereka) berupa anak atau darah haid, (jika
mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan suami-suami mereka) (lebih
berhak untuk merujuk mereka) sekalipun mereka tidak mau dirujuk (di saat
demikian), artinya di saat menunggu itu (jika mereka menghendaki perbaikan)
sesama mereka dan bukan untuk menyusahkan istri. Ini merupakan dorongan bagi
orang yang berniat mengadakan perbaikan dan bukan merupakan syarat
diperbolehkannya rujuk. Ini mengenai talak raj`i dan memang tidak ada orang
yang lebih utama daripada suami, karena sewaktu masih dalam idah, tidak ada
hak bagi orang lain untuk mengawini istrinya. (Dan para wanita mempunyai)
dari para suaminya (hak-hak yang seimbang) dengan hak-hak para suami (yang
dibebankan kepada mereka) (secara makruf) menurut syariat, baik dalam
pergaulan sehari-hari, meninggalkan hal-hal yang akan mencelakakan istri dan
lain sebagainya. (Akan tetapi pihak suami mempunyai satu tingkat kelebihan)
tentang hak, misalnya tentang keharusan ditaati disebabkan maskawin dan
belanja yang mereka keluarkan dari kantong mereka. (Dan Allah Maha Tangguh)
dalam kerajaan-Nya, (lagi Maha Bijaksana) dalam rencana-Nya terhadap
hak-hak-Nya.
|
||
Talak [yang dapat
dirujuki] dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali
dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir
bahwa keduanya [suami isteri] tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka
tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk
menebus dirinya [144]. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang
zalim. (229)
|
ٱلطَّلَـٰقُ مَرَّتَانِۖ
فَإِمۡسَاكُۢ بِمَعۡرُوفٍ أَوۡ تَسۡرِيحُۢ بِإِحۡسَـٰنٍ۬ۗ وَلَا يَحِلُّ لَڪُمۡ
أَن تَأۡخُذُواْ مِمَّآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ شَيۡـًٔا إِلَّآ أَن يَخَافَآ
أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ
ٱللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡہِمَا فِيمَا ٱفۡتَدَتۡ بِهِۦۗ تِلۡكَ حُدُودُ
ٱللَّهِ فَلَا تَعۡتَدُوهَاۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ (٢٢٩)
|
|
[144] Ayat
inilah yang menjadi dasar hukum khulu' dan penerimaan 'iwadh. Kulu' yaitu
permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut 'iwadh.
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Tirmizi, Hakim dan
lain-lain mengetengahkan dari Aisyah, katanya, "Seorang laki-laki dapat
menceraikan istrinya seberapa dikehendakinya untuk menceraikannya. Dia akan
tetap menjadi istrinya jika ia rujuk selama berada dalam idah, walau
diceraikannya lebih dari seratus kali pun, hingga seorang laki-laki berkuasa
mengatakan kepada istrinya, 'Demi Allah, saya tidak akan menceraikanmu hingga
kamu lepas dari tangan saya, dan tak akan pula memberimu tempat tinggal untuk
selama-lamanya.' Jawab wanita itu, 'Bagaimana caranya?' Jawabnya, 'Saya
jatuhkan talak kepadamu, dan setiap idahmu hendak habis, saya kembali rujuk
kepadamu.' Maka saya sampaikan hal itu kepada Nabi saw. lalu beliau terdiam,
sampai turun ayat, 'Talak itu dua kali dan setelah itu boleh rujuk secara
yang makruf atau baik-baik dan menceraikan dengan ihsan atau secara baik-baik
pula.'" (Q.S. Al-Baqarah 229) Diketengahkan oleh Abu Daud dalam
An-Nasikhu wal Mansukh dari Ibnu Abbas, katanya, "Seorang suami biasa
memakan harta istrinya dari maskawin yang telah diberikan kepadanya dan dari
lain-lainnya tanpa menganggapnya sebagai dosa. Maka Allah pun menurunkan,
'Dan tidak halal bagimu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan
pada mereka.'" (Q.S. Al-Baqarah 229) Ibnu Jarir mengetengahkan dari Ibnu
Juraij, katanya, "Ayat ini diturunkan mengenai Tsabit bin Qais dengan
Habibah. Wanita ini mengadukan suaminya kepada Rasulullah saw. maka sabdanya,
'Apakah kamu bersedia mengembalikan kebunnya kepadanya?' 'Ya, bersedia,'
jawabnya. Maka Nabi saw. memanggil suaminya dan menyebutkan hal itu. Katanya,
'Dan ia telah rela terhadap demikian, dan hal itu telah saya lakukan.' Maka
turunlah ayat, 'Dan tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang
telah kamu berikan kepada mereka, kecuali jika keduanya khawatir tak akan
dapat menjalankan hukum-hukum Allah.'" (Q.S. Al-Baqarah 229)
|
||
229. (Talak) atau perceraian yang dapat
kembali rujuk itu (dua kali) (setelah itu boleh memegang mereka) dengan jalan
rujuk (secara baik-baik) tanpa menyusahkan mereka (atau melepas), artinya
menceraikan mereka (dengan cara baik pula. Tidak halal bagi kamu) hai para
suami (untuk mengambil kembali sesuatu yang telah kami berikan kepada mereka)
berupa mahar atau maskawin, jika kamu menceraikan mereka itu, (kecuali kalau
keduanya khawatir), maksudnya suami istri itu (tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah), artinya tidak dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban yang
telah digariskan-Nya. Menurut satu qiraat dibaca 'yukhaafaa' secara pasif,
Sedangkan 'an laa yuqiimaa' menjadi badal isytimal bagi dhamir yang terdapat
di sana. Terdapat juga bacaan dengan baris di atas pada kedua fi`il tersebut.
(Jika kamu merasa khawatir bahwa mereka berdua tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, maka tidaklah mereka itu berdosa mengenai uang tebusan)
yang dibayarkan oleh pihak istri untuk menebus dirinya, artinya tak ada
salahnya jika pihak suami mengambil uang tersebut begitu pula pihak istri
jika membayarkannya. (Itulah), yakni hukum-hukum yang disebutkan di atas
(peraturan-peraturan Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa
yang melanggar peraturan-peraturan Allah, maka merekalah orang-orang yang
aniaya).
|
||
Kemudian jika si suami
menalaknya [sesudah talak yang kedua], maka perempuan itu tidak halal lagi
baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang
lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya [bekas suami
pertama dan isteri] untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya
kepada kaum yang [mau] mengetahui. (230)
|
فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا
تَحِلُّ لَهُ ۥ مِنۢ بَعۡدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوۡجًا غَيۡرَهُ ۥۗ
فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡہِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّآ أَن
يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِۗ وَتِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ يُبَيِّنُہَا لِقَوۡمٍ۬
يَعۡلَمُونَ (٢٣٠)
|
|
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Ibnu Munzir
mengetengahkan dari Muqatil bin Hibban, katanya, "Ayat ini turun
mengenai Aisyah binti Abdurrahman bin Atik yang menjadi istri dari saudara
sepupunya Rifa`ah bin Wahab bin Atik. Suaminya itu menceraikannya sampai
talak bain, lalu ia kawin dengan Abdurrahman bin Zubair Al-Qurazhi, yang
menceraikannya pula. Maka Aisyah datang kepada Nabi saw. katanya, 'Ia
menceraikan saya sebelum menyetubuhi saya, maka bolehkah saya, kembali kepada
suami saya yang pertama?' Jawab Nabi, 'Tidak, sampai ia menyetubuhi atau
mencampurimu.' Jika si suami menceraikan istrinya, maka tidak halal baginya
sampai ia kawin dengan suami yang lain, lalu mencampurinya. Dan jika
diceraikan setelah dicampuri, maka tidak ada dosa bagi mereka, jika ia
kembali kepada suaminya yang pertama."
|
||
230. (Kemudian jika ia menceraikannya
lagi), maksudnya si suami setelah talak yang kedua, (maka wanita itu tidak
halal lagi baginya setelah itu), maksudnya setelah talak tiga (hingga dia
kawin dengan suami yang lain) serta mencampurinya sebagaimana tersebut dalam
hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. (Kemudian jika ia
menceraikannya pula) maksudnya suaminya yang kedua, (maka tidak ada dosa bagi
keduanya), maksudnya istri dan bekas suami yang pertama (untuk kembali) pada
perkawinan mereka setelah berakhirnya idah, (jika keduanya itu mengira akan
dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah), maksudnya semua yang telah
disebutkan itu (peraturan-peraturan Allah yang dijelaskan-Nya kepada kaum
yang mau mengetahui) atau merenungkan.
|
||
Apabila kamu mentalak
isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka
dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf
[pula]. Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena
dengan demikian kamu menganiaya mereka [145]. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat
zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah
sebagai permainan. Dan ingatlah ni’mat Allah padamu, dan apa yang telah
diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab [Al Qur’an] dan Al Hikmah [As
Sunnah]. Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya
itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. (231)
|
وَإِذَا طَلَّقۡتُمُ
ٱلنِّسَآءَ فَبَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمۡسِكُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٍ أَوۡ
سَرِّحُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٍ۬ۚ وَلَا تُمۡسِكُوهُنَّ ضِرَارً۬ا لِّتَعۡتَدُواْۚ
وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٲلِكَ فَقَدۡ ظَلَمَ نَفۡسَهُ ۥۚ وَلَا تَتَّخِذُوٓاْ
ءَايَـٰتِ ٱللَّهِ هُزُوً۬اۚ وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَمَآ
أَنزَلَ عَلَيۡكُم مِّنَ ٱلۡكِتَـٰبِ وَٱلۡحِكۡمَةِ يَعِظُكُم بِهِۦۚ
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ۬ (٢٣١)
|
|
[145]
Umpamanya: memaksa mereka minta cerai dengan cara khulu' atau membiarkan
mereka hidup terkatung-katung.
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir
mengetengahkan dari jalur Aufi dari Ibnu Abbas, katanya, "Ada seorang
laki-laki yang menceraikan istrinya lalu rujuk kepadanya sebelum habis
idahnya, kemudian diceraikannya kembali. Hal itu dilakukannya untuk
menyusahkannya dan menghalanginya jatuh ke tangan laki-laki lain. Maka Allah
pun menurunkan ayat ini." Diketengahkan pula dari As-Sadiy, katanya,
"Ayat ini turun mengenai seorang laki-laki Ansar bernama Tsabit bin
Yasar yang menceraikan istrinya, lalu jika masa idahnya tinggal dua atau tiga
hari lagi, maka ia rujuk kembali kepadanya dengan tujuan untuk
menyusahkannya. Maka Allah swt. pun menurunkan, 'Dan janganlah kamu rujuk
kepada mereka dengan maksud untuk menyusahkan mereka, karena dengan demikian
berarti kamu melakukan penganiayaan!'" (Q.S. Al-Baqarah 231) Ibnu Abu
Umar mengetengahkan dalam Musnadnya dan oleh Ibnu Murdawaih dan Abu Darda,
katanya, "Ada seorang laki-laki yang menjatuhkan talak, lalu katanya,
'Saya hanya bermain-main', lalu ia membebaskan budak dan katanya, 'Saya hanya
bergurau', maka Allah pun menurunkan, 'Dan janganlah kamu jadikan ayat-ayat
Allah sebagai barang permainan!'" (Q.S. Al-Baqarah 231) Riwayat yang
serupa dengan itu dikeluarkan pula oleh Ibnu Mundzir dari Ubadah bin Shamit,
begitu pula oleh Ibnu Murdawaih dari Ibnu Abbas, dan oleh Ibnu Jarir dari
mursal hasan.
|
||
231. (Apabila kamu menceraikan
istri-istri, lalu sampai idahnya), maksudnya dekat pada berakhir idahnya
(maka peganglah mereka), artinya rujuklah kepada mereka (secara baik-baik)
tanpa menimbulkan kesusahan bagi mereka (atau lepaskanlah secara baik-baik
pula), artinya biarkanlah mereka itu sampai habis idah mereka. (Janganlah
kamu tahan mereka itu) dengan rujuk (untuk menimbulkan kesusahan) berfungsi
sebagai maf`ul liajlih (sehingga menganiaya mereka) sampai mereka terpaksa
menebus diri, minta cerai dan menunggu lama. (Barang siapa melakukan
demikian, berarti ia menganiaya dirinya) dengan menghadapkannya pada siksaan
Allah (dan janganlah kamu jadikan ayat-ayat Allah sebagai permainan), artinya
berolok-olok dengan melanggarnya (dan ingatlah nikmat Allah kepadamu), yakni
agama Islam (dan apa-apa yang telah diturunkan-Nya padamu berupa Kitab)
Alquran (dan hikmah) artinya hukum-hukum yang terdapat padanya (Allah memberimu
pengajaran dengannya) agar kamu bersyukur dengan mengamalkannya (Dan
bertakwalah kamu kepada Allah serta ketahuilah bahwa Allah mengetahui segala
sesuatunya) hingga tidak satu pun yang tersembunyi bagi-Nya.
|
||
Apabila kamu menalak
isteri-isterimu, lalu habis iddahnya, maka janganlah kamu [para wali]
menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya [146], apabila telah
terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang
dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan
hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui. (232)
|
وَإِذَا طَلَّقۡتُمُ
ٱلنِّسَآءَ فَبَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعۡضُلُوهُنَّ أَن يَنكِحۡنَ
أَزۡوَٲجَهُنَّ إِذَا تَرَٲضَوۡاْ بَيۡنَہُم بِٱلۡمَعۡرُوفِۗ ذَٲلِكَ يُوعَظُ
بِهِۦ مَن كَانَ مِنكُمۡ يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِۗ ذَٲلِكُمۡ
أَزۡكَىٰ لَكُمۡ وَأَطۡهَرُۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ (٢٣٢) ۞
|
|
[146] Kawin
lagi dengan bekas suami atau dengan laki-laki yang lain.
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh
Bukhari, Abu Daud, Tirmizi dan lain-lain dari Ma`qil bin Yasar, bahwa ia
mengawinkan saudaranya yang perempuan dengan seorang laki-laki Islam.
Demikianlah mereka hidup berumah tangga, tetapi kemudian pihak suami
menceraikan istrinya dan tidak rujuk kepadanya sampai idahnya habis. Kemudian
si suami merasa rindu kepada bekas istrinya, demikian pula si istri kepada
bekas suaminya, lalu si suami meminangnya kembali bersama rombongannya.
Tetapi jawaban Ma`qil, "Hai bajingan tengik, saya telah memuliakanmu dan
mengawinkan saudara saya denganmu tetapi kamu menceraikannya, demi Allah, ia
tidak boleh kembali lagi kepadamu buat selama-lamanya." Dalam pada itu
Allah mengetahui kebutuhan sang suami kepada bekas istri dan kebutuhan sang
istri kepada bekas suaminya, maka diturunkanlah, "Apabila kamu
menceraikan istri-istrimu, lalu habis idah mereka...," sampai dengan,
"...kamu tidak mengetahui..." (Q.S. Al-Baqarah 232). Tatkala Ma`qil
mendengarnya, ia mengatakan, "Aku dengar perintah Tuhanku dan aku
taati." Lalu dipanggilnya bekas iparnya tadi seraya katanya, "Saya
kawinkan dia denganmu dan saya muliakan kamu." Ibnu Murdawaih
mengetengahkannya pula dari jalur yang berbeda-beda. Diketengahkan pula dari
As-Sadiy, katanya, "Ayat itu diturunkan mengenai Jabir bin Abdullah
Al-Anshari. Ia mempunyai seorang saudara sepupu yang diceraikan oleh suaminya
satu kali talak. Kemudian ketika masa idahnya telah habis, bekas suaminya itu
kembali dengan maksud hendak rujuk kepadanya tetapi Jabir tidak bersedia,
katanya, 'Kamu ceraikan saudara sepupu kami, lalu hendak kawin buat kedua
kalinya!' Dalam pada itu si istri juga ingin kembali dan rela atas perlakuan
suaminya, maka turunlah ayat ini." Riwayat pertama lebih sahih dan juga
lebih kuat.
|
||
232. (Apabila kamu menceraikan
istri-istrimu lalu sampai idahnya), maksudnya habis masa idahnya, (maka
janganlah kamu halangi mereka itu) ditujukan kepada para wali agar mereka
tidak melarang wanita-wanita untuk (untuk rujuk dengan suami-suami mereka
yang telah menceraikan mereka itu). Asbabun nuzul ayat ini bahwa saudara
perempuan dari Ma`qil bin Yasar diceraikan suaminya, lalu suaminya itu hendak
rujuk kepadanya, tetapi dilarang oleh Ma`qil bin Yasar, sebagaimana
diriwayatkan oleh Hakim (jika terdapat kerelaan), artinya kerelaan suami
istri (di antara mereka secara baik-baik), artinya menurut syariat. (Demikian
itu), yakni larangan menghalangi itu (dinasihatkan kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu kepada Allah dan hari yang akhir). Karena hanya mereka
sajalah yang mengerti nasihat ini (Itu), artinya tidak menghalangi (lebih
suci) lebih baik (bagi kamu dan lebih bersih) baik bagi kamu maupun bagi
mereka karena dikhawatirkan kedua belah pihak bekas suami istri akan
melakukan hubungan gelap, mengingat kedua belah pihak sudah saling cinta dan
mengenal. (Dan Allah mengetahui) semua maslahat (sedangkan kamu tidak
mengetahui yang demikian itu), maka mohonlah petunjuk dan ikutilah
perintah-Nya.
|
||
Para ibu hendaklah
menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada
para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut
kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin menyapih [sebelum dua tahun] dengan kerelaan
keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika
kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
(233)
|
وَٱلۡوَٲلِدَٲتُ يُرۡضِعۡنَ
أَوۡلَـٰدَهُنَّ حَوۡلَيۡنِ كَامِلَيۡنِۖ لِمَنۡ أَرَادَ أَن يُتِمَّ
ٱلرَّضَاعَةَۚ وَعَلَى ٱلۡمَوۡلُودِ لَهُ ۥ رِزۡقُهُنَّ وَكِسۡوَتُہُنَّ
بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ لَا تُكَلَّفُ نَفۡسٌ إِلَّا وُسۡعَهَاۚ لَا تُضَآرَّ
وَٲلِدَةُۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوۡلُودٌ۬ لَّهُ ۥ بِوَلَدِهِۦۚ وَعَلَى
ٱلۡوَارِثِ مِثۡلُ ذَٲلِكَۗ فَإِنۡ أَرَادَا فِصَالاً عَن تَرَاضٍ۬ مِّنۡہُمَا
وَتَشَاوُرٍ۬ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡہِمَاۗ وَإِنۡ أَرَدتُّمۡ أَن
تَسۡتَرۡضِعُوٓاْ أَوۡلَـٰدَكُمۡ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ إِذَا سَلَّمۡتُم
مَّآ ءَاتَيۡتُم بِٱلۡمَعۡرُوفِۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ
ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٌ۬ (٢٣٣)
|
|
233. (Para ibu menyusukan), maksudnya hendaklah menyusukan
(anak-anak mereka selama dua tahun penuh) sifat yang memperkuat, (yaitu bagi
orang yang ingin menyempurnakan penyusuan) dan tidak perlu ditambah lagi.
(Dan kewajiban yang diberi anak), maksudnya bapak (memberi mereka (para ibu)
sandang pangan) sebagai imbalan menyusukan itu, yakni jika mereka diceraikan
(secara makruf), artinya menurut kesanggupannya. (Setiap diri itu tidak
dibebani kecuali menurut kadar kemampuannya, maksudnya kesanggupannya. (Tidak
boleh seorang ibu itu menderita kesengsaraan disebabkan anaknya) misalnya
dipaksa menyusukan padahal ia keberatan (dan tidak pula seorang ayah karena
anaknya), misalnya diberi beban di atas kemampuannya. Mengidhafatkan anak
kepada masing-masing ibu dan bapak pada kedua tempat tersebut ialah untuk
mengimbau keprihatinan dan kesantunan, (dan ahli waris pun) ahli waris dari
bapaknya, yaitu anak yang masih bayi dan di sini ditujukan kepada wali yang
mengatur hartanya (berkewajiban seperti demikian), artinya seperti kewajiban
bapaknya memberi ibunya sandang pangan. (Apabila keduanya ingin), maksudnya
ibu bapaknya (menyapih) sebelum masa dua tahun dan timbul (dari kerelaan)
atau persetujuan (keduanya dan hasil musyawarah) untuk mendapatkan
kemaslahatan si bayi, (maka keduanya tidaklah berdosa) atas demikian itu.
(Dan jika kamu ingin) ditujukan kepada pihak bapak (anakmu disusukan oleh
orang lain) dan bukan oleh ibunya, (maka tidaklah kamu berdosa) dalam hal itu
(jika kamu menyerahkan) kepada orang yang menyusukan (pembayaran upahnya)
atau upah yang hendak kamu bayarkan (menurut yang patut) secara baik-baik dan
dengan kerelaan hati. (Dan bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan) hingga tiada satu pun yang
tersembunyi bagi-Nya.
|
||
Orang-orang yang
meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri [hendaklah para
isteri itu] menangguhkan dirinya [ber’iddah] empat bulan sepuluh hari.
Kemudian apabila telah habis iddahnya, maka tiada dosa bagimu [para wali]
membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka [147] menurut yang patut. Allah mengetahui apa
yang kamu perbuat. (234)
|
وَٱلَّذِينَ
يُتَوَفَّوۡنَ مِنكُمۡ وَيَذَرُونَ أَزۡوَٲجً۬ا يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ
أَرۡبَعَةَ أَشۡہُرٍ۬ وَعَشۡرً۬اۖ فَإِذَا بَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ
عَلَيۡكُمۡ فِيمَا فَعَلۡنَ فِىٓ أَنفُسِهِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۗ وَٱللَّهُ بِمَا
تَعۡمَلُونَ خَبِيرٌ۬ (٢٣٤)
|
|
[147]
Berhias, atau bepergian, atau menerima pinangan.
|
||
234. (Orang-orang yang wafat) atau
meninggal dunia (di antara kamu dengan meninggalkan istri-istri, maka mereka
menangguhkan), artinya hendaklah para istri itu menahan (diri mereka) untuk
kawin setelah suami mereka yang meninggal itu (selama empat bulan dan
sepuluh), maksudnya hari. Ini adalah mengenai wanita-wanita yang tidak hamil.
Mengenai yang hamil, maka idah mereka sampai melahirkan kandungannya
berdasarkan ayat At-Thalaq, sedangkan bagi wanita budak adalah setengah dari
yang demikian itu, menurut hadis. (Apabila waktu mereka telah sampai),
artinya habis masa idahnya, (mereka tiada dosa bagi kamu) hai para wali
(membiarkan mereka berbuat pada diri mereka), misalnya bersolek dan
menyiapkan diri untuk menerima pinangan (secara baik-baik), yakni menurut
agama. (Dan Allah Maha Mengetahui apa-apa yang kamu lakukan), baik yang lahir
maupun yang batin.
|
||
Dan tidak ada dosa
bagi kamu meminang wanita-wanita itu [148]
dengan sindiran [149] atau kamu
menyembunyikan [keinginan mengawini mereka] dalam hatimu. Allah mengetahui
bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu
mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar
mengucapkan [kepada mereka] perkataan yang ma’ruf [150]. Dan janganlah kamu
ber’azam [bertetap hati] untuk berakad nikah, sebelum habis iddahnya. Dan
ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka
takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun. (235)
|
وَلَا جُنَاحَ
عَلَيۡكُمۡ فِيمَا عَرَّضۡتُم بِهِۦ مِنۡ خِطۡبَةِ ٱلنِّسَآءِ أَوۡ أَڪۡنَنتُمۡ
فِىٓ أَنفُسِكُمۡۚ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمۡ سَتَذۡكُرُونَهُنَّ وَلَـٰكِن لَّا
تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّآ أَن تَقُولُواْ قَوۡلاً۬ مَّعۡرُوفً۬اۚ وَلَا
تَعۡزِمُواْ عُقۡدَةَ ٱلنِّڪَاحِ حَتَّىٰ يَبۡلُغَ ٱلۡكِتَـٰبُ أَجَلَهُ ۥۚ
وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا فِىٓ أَنفُسِكُمۡ فَٱحۡذَرُوهُۚ
وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ۬ (٢٣٥)
|
|
[148] Yang
suaminya telah meninggal dan masih dalam 'iddah.
[149] Wanita yang boleh dipinang secara sindiran ialah wanita yang dalam 'iddah karena meninggal suaminya, atau karena talak bain, sedang wanita yang dalam 'iddah talak raji'i tidak boleh dipinang walaupun dengan sindiran. [150] Perkataan sindiran yang baik. |
||
235. (Dan tak ada dosa bagimu meminang
wanita-wanita itu secara sindiran), yakni wanita-wanita yang kematian suami
dan masih berada dalam idah mereka, misalnya kata seseorang kepadanya,
"Engkau cantik" atau "Siapa yang melihatmu pasti jatuh
cinta" atau "tiada wanita secantik engkau" (atau kamu
sembunyikan) kamu rahasiakan (dalam hatimu) rencana untuk mengawini mereka.
(Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka) dan tidak sabar
untuk meminang, maka diperbolehkannya secara sindiran, (tetapi janganlah kamu
mengadakan perjanjian dengan mereka secara rahasia), maksudnya perjanjian
kawin (melainkan) diperbolehkan (sekadar mengucapkan kata-kata yang baik)
yang menurut syariat dianggap sindiran pinangan. (Dan janganlah kamu pastikan
akan mengakadkan nikah), artinya melangsungkannya (sebelum yang tertulis)
dari idah itu (habis waktunya) tegasnya sebelum idahnya habis. (Dan
ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada di dalam hatimu) apakah
rencana pasti atau lainnya (maka takutlah kepada-Nya) dan janganlah sampai
menerima hukuman-Nya disebabkan rencanamu yang pasti itu (Dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Pengampun) terhadap orang yang takut kepada-Nya (lagi Maha
Penyantun) hingga menangguhkan hukuman-Nya terhadap orang yang berhak
menerimanya.
|
||
Tidak ada kewajiban
membayar [mahar] atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum
kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan
hendaklah kamu berikan suatu mut’ah [pemberian] kepada mereka. Orang yang
mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya [pula],
yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan
bagi orang-orang yang berbuat kebajikan. (236)
|
لَّا جُنَاحَ
عَلَيۡكُمۡ إِن طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ مَا لَمۡ تَمَسُّوهُنَّ أَوۡ
تَفۡرِضُواْ لَهُنَّ فَرِيضَةً۬ۚ وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى ٱلۡمُوسِعِ
قَدَرُهُ ۥ وَعَلَى ٱلۡمُقۡتِرِ قَدَرُهُ ۥ مَتَـٰعَۢا بِٱلۡمَعۡرُوفِۖ
حَقًّا عَلَى ٱلۡمُحۡسِنِينَ (٢٣٦)
|
|
236. (Tidak ada dosa bagi kamu, jika kamu menceraikan
istri-istrimu sebelum kamu menyentuh mereka) menurut satu qiraat,
'tumaassuuhunna' artinya mencampuri mereka (atau) sebelum (kamu menentukan maharnya),
maksudnya maskawinnya. 'Ma' mashdariyah zharfiyah, maksudnya tak ada risiko
atau tanggung jawabmu dalam perceraian sebelum campur dan sebelum
ditentukannya berapa mahar, maka ceraikanlah mereka itu. (Dan hendaklah kamu
beri mereka itu 'mutah') atau pemberian yang akan menyenangkan hati mereka;
(bagi yang mampu) maksudnya yang kaya di antaramu (sesuai dengan
kemampuannya, sedangkan bagi yang melarat) atau miskin (sesuai dengan
kemampuannya pula). Ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tentang derajat
atau kedudukan istri (yaitu pemberian) atau hiburan (menurut yang patut)
menurut syariat dan menjadi sifat bagi mata`an. Demikian itu (merupakan
kewajiban) 'haqqan' menjadi sifat yang kedua atau mashdar yang memperkuat
(bagi orang-orang yang berbuat kebaikan) atau orang-orang yang taat.
|
||
Jika kamu menceraikan
isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya
kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah
kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu mema’afkan atau
dima’afkan oleh orang yang memegang ikatan nikah [151] , dan pema’afan kamu
itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan.
(237)
|
وَإِن
طَلَّقۡتُمُوهُنَّ مِن قَبۡلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدۡ فَرَضۡتُمۡ لَهُنَّ
فَرِيضَةً۬ فَنِصۡفُ مَا فَرَضۡتُمۡ إِلَّآ أَن يَعۡفُونَ أَوۡ يَعۡفُوَاْ
ٱلَّذِى بِيَدِهِۦ عُقۡدَةُ ٱلنِّكَاحِۚ وَأَن تَعۡفُوٓاْ أَقۡرَبُ
لِلتَّقۡوَىٰۚ وَلَا تَنسَوُاْ ٱلۡفَضۡلَ بَيۡنَكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا
تَعۡمَلُونَ بَصِيرٌ (٢٣٧)
|
|
[151] Ialah
suami atau wali. Kalau wali mema'afkan, maka suami dibebaskan dari membayar
mahar yang seperdua, sedang kalau suami yang mema'afkan, maka dia membayar
seluruh mahar.
|
||
237. (Dan jika kamu menceraikan
istri-istrimu sebelum mencampuri mereka, padahal kamu sudah menetapkan mahar,
maka bayarlah separuh dari yang telah kamu tetapkan itu). Ini menjadi hak
mereka, sedangkan yang separuhnya lagi kembali kepadamu, (kecuali) atau tidak
demikian hukumnya (jika mereka itu), maksudnya para istri itu memaafkan
mereka hingga mereka tidak mengambilnya (atau dimaafkan oleh yang pada
tangannya tergenggam akad nikah), yaitu suami, maka mahar diserahkan kepada
para istri-istri itu semuanya. Tetapi menurut keterangan yang diterima dari Ibnu
Abbas, wali boleh bertindak sepenggantinya, bila wanita itu mahjurah (tidak
dibolehkan bertasaruf) dan hal ini tidak ada dosa baginya, maka dalam hal itu
tidak ada kesulitan (dan bahwa kamu memaafkan itu) 'an' dengan mashdarnya
menjadi mubtada' sedangkan khabarnya ialah (lebih dekat kepada ketakwaan. Dan
jangan kamu lupakan keutamaan di antara kamu), artinya saling menunjukkan
kemurahan hati, (sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan) dan
akan membalasmu sebaik-baiknya.
|
||
Peliharalah segala
shalat [mu], dan [peliharalah] shalat wusthaa [152]. Berdirilah karena Allah [dalam shalatmu] dengan khusyu’. (238)
|
حَـٰفِظُواْ عَلَى
ٱلصَّلَوَٲتِ وَٱلصَّلَوٰةِ ٱلۡوُسۡطَىٰ وَقُومُواْ لِلَّهِ قَـٰنِتِينَ (٢٣٨)
|
|
[152]
"Shalat wusthaa" ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling
utama. Ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan "shalat
wusthaa" ialah shalat Ashar. Menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini
menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Ahmad dan Bukhari
mengetengahkan dalam kitab Tarikh, juga oleh Abu Daud, Baihaqi dan Ibnu Jarir
dari Zaid bin Tsabit bahwa Nabi saw. melakukan salat zuhur di tengah hari
yang panas sekali. Salat itu merupakan yang terberat bagi para sahabatnya,
hingga turunlah ayat, "Peliharalah semua salat dan salat yang
pertengahan!" (Q.S. Al-Baqarah 238) Ahmad, Nasai dan Ibnu Jarir
mengetengahkan dari Zaid bin Tsabit bahwa Nabi saw. sedang melakukan salat
zuhur di tengah hari yang sangat terik. Tetapi jemaahnya di belakang hanya
satu atau dua saf saja, sementara orang-orang berada di naungan dan
perniagaan mereka, maka Allah pun menurunkan, "Dan peliharalah semua
salat dan salat yang pertengahan!" (Q.S. Al-Baqarah 238) Imam yang berenam
dan lain-lain mengetengahkan dari Zaid bin Arqam, katanya, "Di masa
Rasulullah saw. kami berbicara di waktu salat, sedang seorang laki-laki
berkata-kata dengan teman yang berada di sampingnya hingga turun ayat, 'Dan
berdirilah karena Allah dengan khusyuk...' (Q.S. Al-Baqarah 238) Dengan
demikian kami disuruh supaya diam dan dilarang berbicara." Ibnu Jarir
dan Mujahid mengetengahkan, katanya, "Mereka biasa bicara di waktu
salat, bahkan seorang laki-laki berani menyuruh temannya untuk sesuatu
keperluan. Maka Allah pun menurunkan, 'Dan berdirilah karena Allah dengan
khusyuk.'" (Q.S. Al-Baqarah 238)
|
||
238. (Peliharalah semua salatmu), yakni
yang lima waktu dengan mengerjakannya pada waktunya (dan salat wustha atau
pertengahan). Ditemui beberapa pendapat, ada yang mengatakan salat asar,
subuh, zuhur atau selainnya dan disebutkan secara khusus karena
keistimewaannya. (Berdirilah untuk Allah) dalam salatmu itu (dalam keadaan
taat) atau patuh, berdasarkan sabda Nabi saw., "Setiap qunut dalam
Alquran itu maksudnya ialah taat" (H.R. Ahmad dan lain-lainnya). Ada
pula yang mengatakan khusyuk atau diam, berdasarkan hadis Zaid bin Arqam,
katanya, "Mulanya kami berkata-kata dalam salat, hingga turunlah ayat
tersebut, maka kami pun disuruh diam dan dilarang bercakap-cakap." (H.R.
Bukhari dan Muslim)
|
||
Jika kamu dalam
keadaan takut [bahaya], maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan.
Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah [shalatlah],
sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
(239)
|
فَإِنۡ خِفۡتُمۡ
فَرِجَالاً أَوۡ رُكۡبَانً۬اۖ فَإِذَآ أَمِنتُمۡ فَٱذۡڪُرُواْ ٱللَّهَ كَمَا
عَلَّمَڪُم مَّا لَمۡ تَكُونُواْ تَعۡلَمُونَ (٢٣٩)
|
|
239. (Jika kamu dalam keadaan takut) baik terhadap musuh,
maupun banjir atau binatang buas (maka sambil berjalan kaki) jamak dari
raajil, artinya salatlah sambil jalan kaki (atau berkendaraan), 'rukbaanan'
jamak dari 'raakib', maksudnya bagaimana sedapatnya, baik menghadap kiblat
atau tidak mau memberi isyarat saat rukuk dan sujud. (Kemudian apabila kamu
telah aman), yakni dari ketakutan, (maka sebutlah Allah), artinya salatlah
(sebagaimana Dia telah mengajarkan kepadamu apa-apa yang tidak kamu ketahui),
yakni sebelum diajarkan-Nya itu berupa fardu dan syarat-syaratnya. 'Kaf'
berarti 'umpama' dan 'maa' mashdariyah atau maushuulah.
|
||
Dan orang-orang yang
akan meninggal dunia di antaramu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat
untuk isteri-isterinya, [yaitu] diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan
tidak disuruh pindah [dari rumahnya]. Akan tetapi jika mereka pindah
[sendiri], maka tidak ada dosa bagimu [wali atau waris dari yang meninggal]
membiarkan mereka berbuat yang ma’ruf terhadap diri mereka. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. (240)
|
وَٱلَّذِينَ
يُتَوَفَّوۡنَ مِنڪُمۡ وَيَذَرُونَ أَزۡوَٲجً۬ا وَصِيَّةً۬ لِّأَزۡوَٲجِهِم
مَّتَـٰعًا إِلَى ٱلۡحَوۡلِ غَيۡرَ إِخۡرَاجٍ۬ۚ فَإِنۡ خَرَجۡنَ فَلَا جُنَاحَ
عَلَيۡڪُمۡ فِى مَا فَعَلۡنَ فِىٓ أَنفُسِهِنَّ مِن مَّعۡرُوفٍ۬ۗ وَٱللَّهُ
عَزِيزٌ حَڪِيمٌ۬ (٢٤٠)
|
|
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Ishak bin Rahawaih
mengetengahkan dalam tafsirnya dari Muqatil bin Hibban bahwa seorang
laki-laki warga Thaif datang ke Madinah, ia mempunyai banyak anak laki-laki
dan perempuan dan ia juga mempunyai ibu-bapak dan seorang istri, ia mati di
Madinah dan hal itu disampaikan kepada Nabi saw. Maka diberinya kedua orang
tua dan anak-anaknya secara baik-baik, tetapi istrinya tidak diberinya
sesuatu apa pun, tetapi mereka disuruh memberinya nafkah dari peninggalan
suaminya selama satu tahun. Dan mengenai peristiwa inilah diturunkan,
"Dan orang-orang yang akan wafat di antara kamu dan
meninggalkan..." (Q.S. Al-Baqarah 240)
|
||
240. (Dan orang-orang yang akan meninggal
dunia di antara kamu dan meninggalkan istri) hendaklah (berwasiat) menurut
satu qiraat dengan baris di depan dan berarti wajib berwasiat (untuk
istri-istri mereka) agar mereka diberi (nafkah) yang dapat mereka nikmati
(hingga) sempurna (satu tahun) lamanya menunggu bagi istri-istri yang
ditinggal mati suami (tanpa mengeluarkan mereka), artinya tanpa menyuruh
mereka pindah dari rumah yang mereka diami sewaktu suami mereka masih hidup.
(Tetapi jika mereka pindah) atas kemauan sendiri, (maka tidak ada dosa
bagimu) hai para wali orang yang mati (mengenai apa yang mereka perbuat
terhadap diri mereka secara patut), yakni menurut syariat, misalnya bersolek,
menghentikan masa berkabung dan tidak hendak menerima nafkah lagi. (Dan Allah
Maha Tangguh) dalam kerajaan-Nya (lagi Maha Bijaksana) dalam perbuatan-Nya.
Wasiat yang disebut di atas dinasakh oleh ayat waris dan menunggu selama
setahun oleh ayat empat bulan sepuluh hari yang lalu, tetapi turunnya
terkemudian. Mengenai tempat kediaman, menurut Syafii tetap dipertahankan
bagi istri-istri itu, artinya tidak dinasakh.
|
||
Kepada wanita-wanita
yang diceraikan [hendaklah diberikan oleh suaminya] mut`ah [153] menurut yang ma’ruf,
sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang takwa. (241)
|
وَلِلۡمُطَلَّقَـٰتِ
مَتَـٰعُۢ بِٱلۡمَعۡرُوفِۖ حَقًّا عَلَى ٱلۡمُتَّقِينَ (٢٤١)
|
|
[153] Mut'ah
(pemberian) ialah sesuatu yang diberikan oleh suami kepada isteri yang
diceraikannya sebagai penghibur, selain nafkah sesuai dengan kemampuannya.
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir
mengetengahkan, dari Ibnu Zaid, katanya, "Tatkala turun ayat, 'Dan
hendaklah kamu beri mereka mutah, orang yang mampu menurut kemampuannya dan
yang miskin sekadar kesanggupannya pula, yaitu pemberian menurut yang patut,
yang merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan,' maka ada
seorang laki-laki yang berkata, 'Jika saya suka, maka saya lakukan, tetapi
jika tidak, maka tidak saya lakukan!' Maka Allah swt. menurunkan, 'Dan
wanita-wanita yang diceraikan, hendaklah diberi mutah secara makruf, menjadi
suatu kewajiban bagi orang-orang yang takwa.'" (Q.S. Al-Baqarah 241)
|
||
241. (Wanita-wanita yang diceraikan
hendaklah mendapat mutah), maksudnya diberi mutah (secara patut), artinya
menurut kemampuan suami (sebagai suatu kewajiban), 'haqqan' dengan baris di
atas sebagai maf`ul mutlak bagi fi`ilnya yang dapat diperkirakan (bagi
orang-orang yang takwa). Hal ini diulang kembali oleh Allah agar mencapai
pula wanita-wanita yang telah dicampuri, karena ayat yang lalu adalah ayat
mengenai yang belum dicampuri.
|
||
Demikianlah Allah
menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya [hukum-hukum-Nya] supaya kamu memahaminya.
(242)
|
كَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ
ٱللَّهُ لَڪُمۡ ءَايَـٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ (٢٤٢) ۞
|
|
242. (Demikianlah), artinya seperti telah disebutkan di atas
(Allah menjelaskan kepadamu ayat-ayat-Nya agar kamu mengerti) atau
memahaminya.
|
||
Apakah kamu tidak
memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedang
mereka beribu-ribu [jumlahnya] karena takut mati; maka Allah berfirman kepada
mereka: "Matilah kamu" [154] kemudian Allah
menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia
tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. (243)
|
أَلَمۡ تَرَ إِلَى
ٱلَّذِينَ خَرَجُواْ مِن دِيَـٰرِهِمۡ وَهُمۡ أُلُوفٌ حَذَرَ ٱلۡمَوۡتِ فَقَالَ
لَهُمُ ٱللَّهُ مُوتُواْ ثُمَّ أَحۡيَـٰهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَذُو فَضۡلٍ عَلَى
ٱلنَّاسِ وَلَـٰكِنَّ أَڪۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَشۡڪُرُونَ (٢٤٣)
|
|
[154]
Sebahagian ahli tafsir (seperti Al-Thabari dan Ibnu Katsir) mengartikan mati
di sini dengan mati yang sebenarnya; sedangkan sebahagian ahli tafsir yang
lain mengartikannya dengan mati semangat.
|
||
243. (Tidakkah kamu perhatikan)
pertanyaan disertai keanehan dan dorongan untuk mendengar apa yang
dibicarakan sesudah itu (orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka,
sedangkan jumlah mereka beribu-ribu) ada yang mengatakan empat, delapan atau
sepuluh ribu serta ada pula yang mengatakan berjumlah tiga puluh, empat puluh
atau tujuh puluh ribu (disebabkan takut mati) sebagai maf`ul liajlih. Mereka
ini ialah segolongan Bani Israel yang ditimpa oleh wabah sampar hingga lari
meninggalkan negeri mereka. (Maka firman Allah kepada mereka, "Matilah
kamu!") hingga mereka pun mati, (kemudian mereka dihidupkan-Nya
kembali), yakni setelah delapan hari atau lebih, atas doa Nabi mereka yang
bernama Hizqil. Ada beberapa lamanya mereka hidup tetapi bekas kematian
tanda-tandanya terdapat pada diri mereka, tidak memakai pakaian kecuali nanti
berbalik menjadi kain kafan, dan peristiwa ini menjadi buah tutur sampai
kepada anak-anak mereka. (Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap
manusia) di antaranya menghidupkan mereka tadi, (tetapi kebanyakan manusia)
yakni orang-orang kafir (tidak bersyukur). Adapun tujuan menyebutkan tentang
orang-orang itu di sini ialah untuk merangsang semangat orang-orang beriman
untuk berperang dan itulah sebabnya dihubungkan kepadanya.
|
||
Dan berperanglah kamu
sekalian di jalan Allah, dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui. (244)
|
وَقَـٰتِلُواْ فِى
سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ۬ (٢٤٤)
|
|
244. (Dan berperanglah kamu di jalan Allah) maksudnya untuk
meninggikan agama-Nya (dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha
Mendengar) akan ucapanmu (lagi Maha Mengetahui) akan keadaanmu, hingga
memberi balasan kepadamu.
|
||
Siapakah yang mau
memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik [menafkahkan hartanya di
jalan Allah], maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan
lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan [rezki] dan
kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (245)
|
مَّن ذَا ٱلَّذِى
يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنً۬ا فَيُضَـٰعِفَهُ ۥ لَهُ ۥۤ
أَضۡعَافً۬ا ڪَثِيرَةً۬ۚ وَٱللَّهُ يَقۡبِضُ وَيَبۡصُۜطُ وَإِلَيۡهِ
تُرۡجَعُونَ (٢٤٥)
|
|
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh Ibnu
Hibban dalam kitab Sahih dan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih, dari
Ibnu Umar, katanya bahwa tatkala turun ayat, "Perumpamaan orang-orang
yang menafkahkan harta mereka di jalan Allah, adalah seperti sebutir biji..."
(Q.S. Al-Baqarah 261) Berkatalah Nabi saw., "Tuhanku, tambahlah
umatku," lalu turunlah ayat, "Siapakah yang bersedia memberi
pinjaman kepada Allah suatu pinjaman yang baik, maka ia akan diberi-Nya
keuntungan berlipat ganda." (Q.S. Al-Baqarah 245)
|
||
245. (Siapakah yang bersedia memberi
pinjaman kepada Allah) yaitu dengan menafkahkan hartanya di jalan Allah
(yakni pinjaman yang baik) dengan ikhlas kepada-Nya semata, (maka Allah akan
menggandakan) pembayarannya; menurut satu qiraat dengan tasydid hingga
berbunyi 'fayudha'ifahu' (hingga berlipat-lipat) mulai dari sepuluh sampai
pada tujuh ratus lebih sebagaimana yang akan kita temui nanti (Dan Allah
menyempitkan) atau menahan rezeki orang yang kehendaki-Nya sebagai ujian (dan
melapangkannya) terhadap orang yang dikehendaki-Nya, juga sebagai cobaan (dan
kepada-Nya kamu dikembalikan) di akhirat dengan jalan akan dibangkitkan dari
matimu dan akan dibalas segala amal perbuatanmu.
|
||
Apakah kamu tidak
memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika
mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: "Angkatlah untuk kami seorang
raja supaya kami berperang [di bawah pimpinannya] di jalan Allah". Nabi
mereka menjawab: "Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang,
kamu tidak akan berperang." Mereka menjawab: "Mengapa kami tidak
mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari
kampung halaman kami dan dari anak-anak kami?" [155] . Maka tatkala perang
itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa orang saja
di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim.
(246)
|
أَلَمۡ تَرَ إِلَى
ٱلۡمَلَإِ مِنۢ بَنِىٓ إِسۡرَٲٓءِيلَ مِنۢ بَعۡدِ مُوسَىٰٓ إِذۡ قَالُواْ لِنَبِىٍّ۬
لَّهُمُ ٱبۡعَثۡ لَنَا مَلِڪً۬ا نُّقَـٰتِلۡ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِۖ قَالَ هَلۡ
عَسَيۡتُمۡ إِن ڪُتِبَ عَلَيۡڪُمُ ٱلۡقِتَالُ أَلَّا تُقَـٰتِلُواْۖ قَالُواْ
وَمَا لَنَآ أَلَّا نُقَـٰتِلَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَقَدۡ أُخۡرِجۡنَا مِن
دِيَـٰرِنَا وَأَبۡنَآٮِٕنَاۖ
فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيۡهِمُ ٱلۡقِتَالُ تَوَلَّوۡاْ إِلَّا قَلِيلاً۬ مِّنۡهُمۡۗ
وَٱللَّهُ عَلِيمُۢ بِٱلظَّـٰلِمِينَ (٢٤٦)
|
|
[155]
Maksudnya: mereka diusir dan anak-anak mereka ditawan.
|
||
246. (Tidakkah kamu perhatikan segolongan
Bani Israel setelah) wafat (Musa), maksudnya kisah dan berita mereka, (yaitu
ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka) namanya Samuel,
("Angkatlah untuk kami seorang raja, supaya kami berperang) dengannya
(di jalan Allah) hingga ia dapat memimpin dan menyusun barisan kami! (Jawab
nabi mereka, "Tidak mungkinkah) dengan memakai baris di atas dan baris
di bawah (jika kamu diwajibkan berperang, kamu tidak mau berperang?")
Khabar dari `asa, sedangkan pertanyaan menunjukkan lebih besar kemungkinan
terjadinya. (Jawab mereka, "Kenapa kami tidak mau berperang di jalan
Allah, padahal kami sudah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak
kami"), artinya sebagian dari mereka ada yang ditawan dan sebagian yang
lain ada yang dibunuh. Hal ini telah dilakukan terhadap mereka oleh kaum
Jalut. Jadi maksudnya adalah tidak ada halangan bagi kami untuk berperang,
yakni selama alasannya masih ada. Firman Allah swt., (Maka tatkala berperang
itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling) daripadanya dan merasa
kecut, (kecuali sebagian kecil dari mereka), yakni yang menyeberangi sungai
bersama Thalut sebagaimana yang akan diterangkan nanti. (Dan Allah Maha
Mengetahui akan orang-orang yang aniaya), maksudnya akan membalas segala yang
diperbuat oleh mereka. Dan nabi mereka pun memohon kepada Tuhannya agar
mengirimkan seorang raja, tetapi yang dikabulkan-Nya ialah Thalut.
|
||
Nabi mereka mengatakan
kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi
rajamu". Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami,
padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang
diapun tidak diberi kekayaan yang banyak?" [Nabi mereka] berkata:
"Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya
ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi
Maha Mengetahui. (247)
|
وَقَالَ لَهُمۡ
نَبِيُّهُمۡ إِنَّ ٱللَّهَ قَدۡ بَعَثَ لَڪُمۡ طَالُوتَ مَلِكً۬اۚ قَالُوٓاْ
أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ ٱلۡمُلۡكُ عَلَيۡنَا وَنَحۡنُ أَحَقُّ بِٱلۡمُلۡكِ مِنۡهُ
وَلَمۡ يُؤۡتَ سَعَةً۬ مِّنَ ٱلۡمَالِۚ قَالَ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصۡطَفَٮٰهُ عَلَيۡڪُمۡ وَزَادَهُ ۥ بَسۡطَةً۬ فِى
ٱلۡعِلۡمِ وَٱلۡجِسۡمِۖ وَٱللَّهُ يُؤۡتِى مُلۡڪَهُ ۥ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ
وَاسِعٌ عَلِيمٌ۬ (٢٤٧)
|
|
247. (Kata nabi mereka kepada mereka, "Sesungguhnya Allah
telah mengangkat Thalut bagi kamu sebagai raja." Jawab mereka,
"Bagaimana), artinya betapa (ia akan menjadi raja, padahal kami lebih
berhak terhadap kerajaan ini daripadanya). Ia bukanlah dari keturunan
raja-raja atau bangsawan dan tidak pula dari keturunan nabi-nabi. Bahkan ia
hanyalah seorang tukang samak atau gembala, (sedangkan ia pun tidak diberi
kekayaan yang mencukupi") yakni yang amat diperlukan untuk membina atau
mendirikan sebuah kerajaan. (Kata nabi) kepada mereka, ("Sesungguhnya
Allah telah memilihnya sebagai rajamu (dan menambahnya pula keluasan) dan
keperkasaan (dalam ilmu dan tubuh"). Memang ketika itu dialah orang
Israel yang paling berilmu, paling gagah dan paling berakhlak. (Dan Allah
memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya) suatu pemberian
yang tidak seorang pun mampu untuk menghalanginya. (Dan Allah Maha Luas)
karunia-Nya, (lagi Maha Mengetahui) orang yang lebih patut menerima
karunia-Nya itu.
|
||
Dan Nabi mereka
mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja,
ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan [156] dari Tuhanmu dan sisa
dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh
Malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika
kamu orang yang beriman. (248)
|
وَقَالَ لَهُمۡ
نَبِيُّهُمۡ إِنَّ ءَايَةَ مُلۡڪِهِۦۤ أَن يَأۡتِيَڪُمُ ٱلتَّابُوتُ فِيهِ
سَڪِينَةٌ۬ مِّن رَّبِّڪُمۡ وَبَقِيَّةٌ۬ مِّمَّا تَرَكَ ءَالُ مُوسَىٰ وَءَالُ
هَـٰرُونَ تَحۡمِلُهُ ٱلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةُۚ
إِنَّ فِى ذَٲلِكَ لَأَيَةً۬ لَّڪُمۡ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ (٢٤٨)
|
|
[156] Tabut
ialah peti tempat menyimpan Taurat yang membawa ketenangan bagi mereka.
|
||
248. (Kata nabi mereka kepada mereka), yakni
tatkala mereka meminta kepadanya tanda pengangkatannya sebagai raja.
(Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja ialah datangnya tabut kepadamu),
yakni sebuah peti tempat menyimpan serunai nabi-nabi yang diturunkan Allah
kepada nabi Adam dan terus-menerus berada pada mereka sampai mereka
dikalahkan oleh orang-orang Amaliqah yang berhasil merebut serunai itu.
Selama ini mereka mengambilnya sebagai lambang kemenangan mereka terhadap
musuh dan mereka tonjolkan dalam peperangan serta mendapatkan ketenangan hati,
sebagaimana firman Allah swt., ("Di dalamnya terdapat ketenangan)
ketenteraman bagi hatimu (dari Tuhanmu dan sisa-sisa peninggalan keluarga
Musa dan keluarga Harun), yakni yang ditinggalkan kedua nabi itu, sepasang
terompah Musa dan tongkatnya serta serban nabi Harun dan tulang-tulang burung
manna yang pernah turun kepada mereka serta kepingan-kepingan luh (yang
dibawa oleh malaikat) menjadi 'hal' dari pelaku 'ya'tiikum.' (Sesungguhnya
pada demikian itu menjadi tanda bagi kamu) atas diangkatnya sebagai raja
(jika kamu benar-benar beriman). Tabut itu lalu dibawa oleh malaikat,
terapung-apung antara bumi dan langit serta disaksikan oleh mereka dan
akhirnya ditaruh oleh malaikat dekat Thalut. Mereka pun mengakuinya sebagai
raja dan berlomba-lomba untuk berjihad di sampingnya. Maka dipilihnyalah 70
ribu orang di antara pemuda-pemuda mereka.
|
||
Maka tatkala Thalut
keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya Allah akan menguji
kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah
ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk
tangan, maka ia adalah pengikutku." Kemudian mereka meminumnya kecuali
beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang
beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah
minum berkata: "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan
Jalut dan tentaranya." Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan
menemui Allah berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit
dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta
orang-orang yang sabar." (249)
|
فَلَمَّا فَصَلَ
طَالُوتُ بِٱلۡجُنُودِ قَالَ إِنَّ ٱللَّهَ مُبۡتَلِيڪُم بِنَهَرٍ۬ فَمَن شَرِبَ
مِنۡهُ فَلَيۡسَ مِنِّى وَمَن لَّمۡ يَطۡعَمۡهُ فَإِنَّهُ ۥ مِنِّىٓ إِلَّا
مَنِ ٱغۡتَرَفَ غُرۡفَةَۢ بِيَدِهِۦۚ فَشَرِبُواْ مِنۡهُ إِلَّا قَلِيلاً۬
مِّنۡهُمۡۚ فَلَمَّا جَاوَزَهُ ۥ هُوَ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ
مَعَهُ ۥ قَالُواْ لَا طَاقَةَ لَنَا ٱلۡيَوۡمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِۦۚ
قَالَ ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَـٰقُواْ ٱللَّهِ ڪَم مِّن فِئَةٍ۬
قَلِيلَةٍ غَلَبَتۡ فِئَةً۬ ڪَثِيرَةَۢ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ مَعَ
ٱلصَّـٰبِرِينَ (٢٤٩)
|
|
249. (Maka tatkala keluar) artinya berangkat (Thalut bersama
tentaranya) dari Baitulmakdis, sedang ketika itu hari amat panas hingga
mereka meminta kepadanya agar diberi air, (maka jawabnya, "Sesungguhnya
Allah akan mencoba kamu) atau menguji kamu (dengan sebuah sungai) terletak
antara Yordania dan Palestina, agar jelas siapa di antara kamu yang taat dan
siapa pula yang durhaka. "Maka barang siapa di antara kamu (meminumnya),
maksudnya meminum airnya (maka tidaklah ia dari golonganku) bukan
pengikut-pengikutku. (Barang siapa yang tidak merasainya) artinya tidak
meminumnya, (kecuali orang yang hanya meneguk satu tegukan saja, maka ia
adalah pengikutku) 'ghurfah' dengan baris di atas atau di depan (dengan
tangannya) mencukupkan dengan sebanyak itu dan tidak menambahnya lagi, maka
ia termasuk golonganku. (Maka mereka meminumnya) banyak-banyak ketika bertemu
dengan anak sungai itu, (kecuali beberapa orang di antara mereka). Mereka ini
mencukupkan satu tegukan tangan mereka, yakni untuk mereka minum dan untuk
hewan-hewan mereka. Jumlah mereka tiga ratus dan beberapa belas orang
(Tatkala ia telah melewati anak sungai itu, yakni Thalut dengan orang-orang
yang beriman bersamanya) yakni mereka yang mencukupkan satu tegukan (mereka
pun berkata) maksudnya yang minum secara banyak tadi, ("Tak ada
kesanggupan) atau daya dan kekuatan (kami sekarang ini untuk menghadapi Jalut
dan tentaranya") maksudnya untuk berperang dengan mereka. Mereka jadi
pengecut dan tidak jadi menyeberangi sungai itu. (Berkatalah orang-orang yang
menyangka), artinya meyakini (bahwa mereka akan menemui Allah), yakni di hari
berbangkit, mereka itulah yang berhasil menyeberangi sungai: ("Berapa
banyaknya), artinya amat banyak terjadi (golongan yang sedikit dapat
mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah) serta kehendak-Nya (Dan
Allah beserta orang-orang yang sabar") dengan bantuan dan
pertolongan-Nya.
|
||
Tatkala mereka nampak
oleh Jalut dan tentaranya, merekapun [Thalut dan tentaranya] berdo’a:
"Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah
pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir". (250)
|
وَلَمَّا بَرَزُواْ لِجَالُوتَ
وَجُنُودِهِۦ قَالُواْ رَبَّنَآ أَفۡرِغۡ عَلَيۡنَا صَبۡرً۬ا وَثَبِّتۡ
أَقۡدَامَنَا وَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡڪَـٰفِرِينَ (٢٥٠)
|
|
250. (Dan tatkala mereka tampil untuk memerangi Jalut bersama
tentaranya) artinya telah berbaris dan siap sedia untuk bertempur, (mereka
berdoa, "Ya Tuhan kami! Tuangkanlah) atau limpahkanlah (kepada kami
kesabaran, teguhkanlah pendirian kami) dengan memperkokoh hati kami untuk
berjuang, (dan bantulah kami terhadap orang-orang kafir").
|
||
Mereka [tentara
Thalut] mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan [dalam peperangan
itu] Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya [Daud]
pemerintahan dan hikmah [157], [sesudah meninggalnya Thalut] dan mengajarkan kepadanya apa
yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak [keganasan] sebahagian
manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah
mempunyai karunia [yang dicurahkan] atas semesta alam. (251)
|
فَهَزَمُوهُم بِإِذۡنِ
ٱللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُ ۥدُ جَالُوتَ وَءَاتَٮٰهُ
ٱللَّهُ ٱلۡمُلۡكَ وَٱلۡحِڪۡمَةَ وَعَلَّمَهُ ۥ مِمَّا يَشَآءُۗ
وَلَوۡلَا دَفۡعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعۡضَهُم بِبَعۡضٍ۬ لَّفَسَدَتِ ٱلۡأَرۡضُ
وَلَـٰڪِنَّ ٱللَّهَ ذُو فَضۡلٍ عَلَى ٱلۡعَـٰلَمِينَ (٢٥١)
|
|
[157] Yang
dimaksud di sini ialah kenabian dan Kitab Zabur.
|
||
251. (Mereka berhasil mengalahkan tentara
Jalut) atau menghancurkan mereka (dengan izin Allah) atau kehendak-Nya, (dan
Daud membunuh) yang berada dalam tentara Thalut (Jalut, kemudian ia diberi),
yakni Daud (oleh Allah kerajaan) dalam lingkungan Bani Israel (dan hikmah),
yaitu kenabian, setelah kematian Samuel dan Thalut. Kedua jabatan ini tidak
pernah dirangkap oleh seorang pun sebelumnya (serta diajarkan-Nya kepadanya
apa-apa yang dikehendaki-Nya), misalnya membuat baju besi dan menguasai
bahasa burung. (Dan seandainya Allah tidak menolak kekejaman sebagian
manusia) ba`dhuhum menjadi badal dari manusia (dengan sebagian yang lain,
tentulah bumi ini akan rusak binasa), yakni dengan kemenangan orang-orang
musyrik, terbunuhnya kaum muslimin dan dihancurkannya mesjid-mesjid. (Tetapi
Allah mempunyai karunia terhadap seluruh alam) hingga Allah menolak atau
menahan sebagian dari mereka (kaum musyrikin) melalui sebagian yang lain
(kaum muslimin).
|
||
Itu adalah ayat-ayat
Allah. Kami bacakan kepadamu dengan hak [benar] dan sesungguhnya kamu
benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus. (252)
|
تِلۡكَ ءَايَـٰتُ
ٱللَّهِ نَتۡلُوهَا عَلَيۡكَ بِٱلۡحَقِّۚ وَإِنَّكَ لَمِنَ ٱلۡمُرۡسَلِينَ (٢٥٢) ۞
|
|
252. (Itu), maksudnya ayat-ayat tadi (adalah ayat Allah yang
Kami bacakan) atau ceritakan (kepadamu) hai Muhammad (dengan benar) (dan
sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari para rasul). Penegasan dengan
'inna' dan lain-lainnya, bertujuan untuk menolak ucapan orang-orang kafir
terhadapnya yang mengatakan, "Kamu bukanlah salah seorang rasul."
|
||
Rasul-rasul itu Kami
lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang
Allah berkata-kata [langsung dengan dia] dan sebagiannya Allah meninggikannya
[158] beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada
’Isa putera Maryam beberapa mu’jizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul
Qudus [159].
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang
[yang datang] sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa
macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka
yang beriman dan ada [pula] di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah
menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa
yang dikehendaki-Nya. (253)
|
تِلۡكَ ٱلرُّسُلُ
فَضَّلۡنَا بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ۬ۘ مِّنۡهُم مَّن كَلَّمَ ٱللَّهُۖ
وَرَفَعَ بَعۡضَهُمۡ دَرَجَـٰتٍ۬ۚ وَءَاتَيۡنَا عِيسَى ٱبۡنَ مَرۡيَمَ
ٱلۡبَيِّنَـٰتِ وَأَيَّدۡنَـٰهُ بِرُوحِ ٱلۡقُدُسِۗ وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ مَا
ٱقۡتَتَلَ ٱلَّذِينَ مِنۢ بَعۡدِهِم مِّنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَتۡهُمُ
ٱلۡبَيِّنَـٰتُ وَلَـٰكِنِ ٱخۡتَلَفُواْ فَمِنۡہُم مَّنۡ ءَامَنَ وَمِنۡہُم مَّن
كَفَرَۚ وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ مَا ٱقۡتَتَلُواْ وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ يَفۡعَلُ
مَا يُرِيدُ (٢٥٣)
|
|
[158] Yakni
Nabi Muhammad SAW
[159] Lihat kembali (not 69) Maksudnya: kejadian Isa a.s. adalah kejadian yang luar biasa, tanpa bapak, yaitu dengan tiupan Ruhul Qudus oleh Jibril kepada diri Maryam. Ini termasuk mu'jizat 'Isa a.s. Menurut jumhur musafirin, bahwa Ruhul Qudus itu ialah malaikat Jibril. |
||
253. (Para rasul itu) menjadi mubtada,
sedangkan khabarnya adalah (Kami lebihkan sebagian atas lainnya), yaitu
dengan memberi mereka keistimewaan yang tidak diberikan kepada lainnya. (Di
antara mereka ada yang diajak berbicara oleh Allah), misalnya Musa (dan
sebagian ditinggikan-Nya - kedudukannya -), yakni nabi Muhammad saw.
(beberapa tingkat) dari yang lainnya, misalnya dengan dakwahnya yang umum,
mukjizat yang berlimpah dan keistimewaan yang tidak terhitung banyaknya. (Dan
Kami berikan kepada Isa bin Maryam beberapa mukjizat dan Kami kuatkan ia
dengan Roh Kudus), yakni Jibril yang mengiringkannya ke mana pergi.
(Sekiranya Allah menghendaki) tentulah akan ditunjuki-Nya semua manusia dan
(tidaklah mereka akan berbunuh-bunuhan orang-orang yang datang sesudah
mereka), yakni sesudah para rasul itu, maksudnya ialah umat-umat mereka
(sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan) disebabkan
pertikaian dan saling menyesatkan di antara mereka. (Tetapi mereka bertikai)
disebabkan kehendak Allah tadi, (maka di antara mereka ada yang beriman)
artinya kuat dan tetap keimanannya (dan di antara mereka ada pula yang kafir)
seperti orang-orang Kristen setelah Almasih. (Sekiranya Allah menghendaki
tidaklah mereka akan berbunuh-bunuhan) sebagai pengukuhan (tetapi Allah
berbuat apa yang dikehendaki-Nya) yaitu menunjuki siapa yang disukai-Nya dan
menjatuhkan orang yang dikehendaki-Nya.
|
||
Hai orang-orang yang
beriman, belanjakanlah [di jalan Allah] sebagian dari rezki yang telah Kami
berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi
jual-beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi
syafa’at [160]. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.
(254)
|
يَـٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِمَّا رَزَقۡنَـٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن
يَأۡتِىَ يَوۡمٌ۬ لَّا بَيۡعٌ۬ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ۬ وَلَا شَفَـٰعَةٌ۬ۗ
وَٱلۡكَـٰفِرُونَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ (٢٥٤)
|
|
[160] Lihat (not
46) Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfa'at bagi orang
lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. Syafa'at yang tidak
diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.
|
||
254. (Hai orang-orang yang beriman!
Nafkahkanlah sebagian dan rezeki yang telah Kami berikan padamu), yakni
zakatnya, (sebelum datang suatu hari tidak ada lagi jual beli) atau tebusan
(padanya, dan tidak pula persahabatan) yang akrab dan memberi manfaat, (dan
tidak pula syafaat) tanpa izin dari-Nya, yaitu di hari kiamat. Menurut satu
qiraat dengan baris di depannya ketiga kata, bai`u, khullatu dan syafaa`atu.
(Dan orang-orang yang kafir) kepada Allah atau terhadap apa yang
diwajibkan-Nya, (merekalah orang-orang yang aniaya) karena menempatkan
perintah Allah bukan pada tempatnya.
|
||
Allah, tidak ada Tuhan
[yang berhak disembah] melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus
mengurus [makhluk-Nya]; tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa
yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah
tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di
belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah
melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi [161]
Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah
tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha
Besar. (255)
|
ٱللَّهُ لَآ إِلَـٰهَ
إِلَّا هُوَ ٱلۡحَىُّ ٱلۡقَيُّومُۚ لَا تَأۡخُذُهُ ۥ سِنَةٌ۬ وَلَا
نَوۡمٌ۬ۚ لَّهُ ۥ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِۗ مَن ذَا
ٱلَّذِى يَشۡفَعُ عِندَهُ ۥۤ إِلَّا بِإِذۡنِهِۦۚ يَعۡلَمُ مَا بَيۡنَ
أَيۡدِيهِمۡ وَمَا خَلۡفَهُمۡۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَىۡءٍ۬ مِّنۡ عِلۡمِهِۦۤ
إِلَّا بِمَا شَآءَۚ وَسِعَ كُرۡسِيُّهُ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضَۖ وَلَا
يَـُٔودُهُ ۥ حِفۡظُهُمَاۚ وَهُوَ ٱلۡعَلِىُّ ٱلۡعَظِيمُ (٢٥٥)
|
|
[161] Kursi dalam
ayat ini oleh sebagian mufassirin diartikan dengan ilmu Allah dan ada pula
yang mengartikan dengan kekuasaan-Nya.
|
||
255. (Allah, tak ada Tuhan), artinya tak
ada ma`bud atau sembahan yang sebenarnya di alam wujud ini, (melainkan Dia
Yang Maha Hidup), artinya Kekal lagi Abadi (dan senantiasa mengatur),
maksudnya terus-menerus mengatur makhluk-Nya (tidak mengantuk) atau terlena,
(dan tidak pula tidur. Milik-Nyalah segala yang terdapat di langit dan di
bumi) sebagai kepunyaan, ciptaan dan hamba-Nya. (Siapakah yang dapat),
maksudnya tidak ada yang dapat (memberi syafaat di sisi-Nya, kecuali dengan
izin-Nya) dalam hal itu terhadapnya. (Dia mengetahui apa yang di hadapan
mereka), maksudnya di hadapan makhluk (dan apa yang di belakang mereka),
artinya urusan dunia atau soal akhirat, (sedangkan mereka tidak mengetahui
suatu pun dari ilmu-Nya), artinya manusia tidak tahu sedikit pun dari apa
yang diketahui oleh Allah itu, (melainkan sekadar yang dikehendaki-Nya) untuk
mereka ketahui melalui pemberitaan dari para Rasul. (Kursinya meliputi langit
dan bumi) ada yang mengatakan bahwa maksudnya ialah ilmu-Nya, ada pula yang
mengatakan kekuasaan-Nya, dan ada pula Kursi itu sendiri yang mencakup langit
dan bumi, karena kebesaran-Nya, berdasarkan sebuah hadis, "Tidaklah langit
yang tujuh pada kursi itu, kecuali seperti tujuh buah uang dirham yang
dicampakkan ke dalam sebuah pasukan besar (Dan tidaklah berat bagi-Nya
memelihara keduanya), artinya memelihara langit dan bumi itu (dan Dia Maha
Tinggi) sehingga menguasai semua makhluk-Nya, (lagi Maha Besar).
|
||
Tidak ada paksaan
untuk [memasuki] agama [Islam]; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar
daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut [162] dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya
ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (256)
|
لَآ إِكۡرَاهَ فِى
ٱلدِّينِۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشۡدُ مِنَ ٱلۡغَىِّۚ فَمَن يَكۡفُرۡ
بِٱلطَّـٰغُوتِ وَيُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ
ٱلۡوُثۡقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَاۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (٢٥٦)
|
|
[162]
Thaghut, ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh Abu
Daud, Nasai dan Ibnu Hibban, dari Ibnu Abbas, katanya, "Ada seorang
wanita yang sering keguguran, maka dia berjanji pada dirinya, sekiranya ada
anaknya yang hidup, akan dijadikannya seorang Yahudi. Maka tatkala Bani
Nadhir diusir dari Madinah, kebetulan di antara mereka ada anak Ansar, maka
kata orang-orang Ansar, 'Kami tak akan membiarkan anak-anak kami,' maka Allah
pun menurunkan, 'Tak ada paksaan dalam agama.'" (Q.S. Al-Baqarah 256)
Ibnu Jarir mengetengahkan, dari jalur Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas,
katanya, "Tak ada paksaan dalam agama." Ayat itu turun mengenai
seorang Ansar dari Bani Salim bin Auf bernama Hushain, yang mempunyai dua
orang anak beragama Kristen, sedangkan ia sendiri beragama Islam. Maka
katanya kepada Nabi saw., "Tidakkah akan saya paksa mereka, karena
mereka tak hendak meninggalkan agama Kristen itu?" Maka Allah pun
menurunkan ayat tersebut.
|
||
256. (Tidak ada paksaan dalam agama),
maksudnya untuk memasukinya. (Sesungguhnya telah nyata jalan yang benar dari
jalan yang salah), artinya telah jelas dengan adanya bukti-bukti dan
keterangan-keterangan yang kuat bahwa keimanan itu berarti kebenaran dan
kekafiran itu adalah kesesatan. Ayat ini turun mengenai seorang Ansar yang
mempunyai anak-anak yang hendak dipaksakan masuk Islam. (Maka barang siapa
yang ingkar kepada tagut), maksudnya setan atau berhala, dipakai untuk
tunggal dan jamak (dan dia beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada simpul tali yang teguh kuat) ikatan tali yang kokoh (yang
tidak akan putus-putus dan Allah Maha Mendengar) akan segala ucapan (Maha
Mengetahui) segala perbuatan.
|
||
Allah Pelindung
orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan [kekafiran]
kepada cahaya [iman]. Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya
ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan
[kekafiran]. Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
(257)
|
ٱللَّهُ وَلِىُّ
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ يُخۡرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَـٰتِ إِلَى ٱلنُّورِۖ
وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ أَوۡلِيَآؤُهُمُ ٱلطَّـٰغُوتُ يُخۡرِجُونَهُم مِّنَ
ٱلنُّورِ إِلَى ٱلظُّلُمَـٰتِۗ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ
أَصۡحَـٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيہَا خَـٰلِدُونَ (٢٥٧)
|
|
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Diketengahkan oleh Ibnu
Jarir, dari Abdah bin Abu Lubabah mengenai firman Allah swt., "Allah
Pelindung orang-orang yang beriman," katanya, "Mereka itu ialah
orang-orang yang tadinya beriman kepada Isa, dan tatkala datang Nabi Muhammad
saw. mereka beriman pula kepadanya. Maka ayat ini diturunkan mengenai
mereka." Diketengahkan dari Mujahid, katanya, "Ada suatu golongan
yang beriman kepada Isa dan segolongan lagi kafir kepadanya. Maka tatkala
dibangkitkan Nabi Muhammad saw. golongan yang kafir kepada Isa tadi beriman
kepadanya, sebaliknya golongan yang beriman kepada Isa, kafir. Maka Allah pun
menurunkan ayat ini."
|
||
257. (Allah pelindung) atau pembela
(orang-orang yang beriman yang mengeluarkan mereka dari kegelapan), maksudnya
kekafiran (pada cahaya) atau keimanan. (Sedangkan orang-orang kafir,
pelindung-pelindung mereka ialah setan yang mengeluarkan mereka dari cahaya
kepada kegelapan). Disebutkan di sini ikhraj atau mengeluarkan. Adakalanya
sebagai imbangan firman-Nya, "Mengeluarkan mereka dari kegelapan",
atau mengenai orang-orang Yahudi yang beriman kepada nabi sebelum dibangkitkannya,
kemudian kafir kepadanya. (Mereka itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya).
|
||
Apakah kamu tidak
memperhatikan orang [163] yang mendebat Ibrahim
tentang Tuhannya [Allah] karena Allah telah memberikan kepada orang itu
pemerintahan [kekuasaan]. Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang
menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat
menghidupkan dan mematikan" [164]. Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari
dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu heran terdiamlah
orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim. (258)
|
أَلَمۡ تَرَ إِلَى
ٱلَّذِى حَآجَّ إِبۡرَٲهِـۧمَ فِى رَبِّهِۦۤ أَنۡ ءَاتَٮٰهُ ٱللَّهُ ٱلۡمُلۡكَ إِذۡ قَالَ إِبۡرَٲهِـۧمُ
رَبِّىَ ٱلَّذِى يُحۡىِۦ وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا۟ أُحۡىِۦ وَأُمِيتُۖ قَالَ
إِبۡرَٲهِـۧمُ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَأۡتِى بِٱلشَّمۡسِ مِنَ ٱلۡمَشۡرِقِ فَأۡتِ
بِہَا مِنَ ٱلۡمَغۡرِبِ فَبُهِتَ ٱلَّذِى كَفَرَۗ وَٱللَّهُ لَا يَہۡدِى
ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّـٰلِمِينَ (٢٥٨)
|
|
[163] Yaitu
Namrudz dari Babilonia.
[164] Maksudnya raja Namrudz dengan "menghidupkan" ialah membiarkan hidup, dan yang dimaksudnya dengan "mematikan" ialah membunuh. Perkataan itu untuk mengejek Nabi Ibrahim a.s. |
||
258. (Tidakkah kamu perhatikan orang yang
mendebat Ibrahim tentang Tuhannya) (mentang-mentang ia diberi Allah kerajaan)
maksudnya raja Namruz yang karena telah berkuasa hendak menyangkal karunia
Allah kepadanya, (ketika) menjadi badal dari 'haajja' (Ibrahim berkata)
ketika Namruz menanyakan padanya, "Siapakah Tuhanmu yang kamu seru kami
kepada-Nya itu?" ("Tuhanku ialah yang menghidupkan dan
mematikan"), maksudnya menciptakan kehidupan dan kematian di dalam
tubuh. (Katanya) Kata Namruz, ("Sayalah yang menghidupkan dan yang
mematikan), yakni dengan membunuh dan memaafkan, lalu dipanggillah dua orang
laki-laki, yang seorang dibunuh dan yang seorang lagi dibiarkan hidup. Maka
tatkala dilihatnya raja itu seorang yang tolol, (Ibrahim berkata) sambil
meningkat kepada alasan yang lebih jelas lagi, ("Sesungguhnya Allah
menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah) olehmu (dari barat.
Karena itu, bingung dan terdiamlah orang kafir itu) tidak dapat memberikan
jawaban atau dalih lagi (dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang aniaya) karena kekafirannya, yakni petunjuk ke jalan hidayah.
|
||
Atau apakah [kamu
tidak memperhatikan] orang yang melalui suatu negeri yang [temboknya] telah
roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali
negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus
tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapa lama
kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya telah tinggal di sini se
hari atau setengah hari". Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah
tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu
yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu [yang telah menjadi
tulang belulang]; Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi
manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami
menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging". Maka
tatkala telah nyata kepadanya [bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati]
diapun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu". (259)
|
أَوۡ كَٱلَّذِى مَرَّ
عَلَىٰ قَرۡيَةٍ۬ وَهِىَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىٰ يُحۡىِۦ
هَـٰذِهِ ٱللَّهُ بَعۡدَ مَوۡتِهَاۖ فَأَمَاتَهُ ٱللَّهُ مِاْئَةَ عَامٍ۬ ثُمَّ
بَعَثَهُ ۥۖ قَالَ ڪَمۡ لَبِثۡتَۖ قَالَ لَبِثۡتُ يَوۡمًا أَوۡ بَعۡضَ
يَوۡمٍ۬ۖ قَالَ بَل لَّبِثۡتَ مِاْئَةَ عَامٍ۬ فَٱنظُرۡ إِلَىٰ طَعَامِكَ
وَشَرَابِكَ لَمۡ يَتَسَنَّهۡۖ وَٱنظُرۡ إِلَىٰ حِمَارِكَ وَلِنَجۡعَلَكَ
ءَايَةً۬ لِّلنَّاسِۖ وَٱنظُرۡ إِلَى ٱلۡعِظَامِ ڪَيۡفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ
نَكۡسُوهَا لَحۡمً۬اۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ ۥ قَالَ أَعۡلَمُ أَنَّ
ٱللَّهَ عَلَىٰ ڪُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ۬ (٢٥٩)
|
|
259. (Atau) tidakkah kamu perhatikan (orang) 'kaf' hanya
tambahan belaka (yang lewat di suatu negeri). Orang itu bernama Uzair dan
lewat di Baitulmakdis dengan mengendarai keledai sambil membawa sekeranjang
buah tin dan satu mangkuk perasan anggur (yang temboknya telah roboh menutupi
atap-atapnya), yakni setelah dihancurkan oleh raja Bukhtanashar. (Katanya,
"Bagaimana caranya Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah
robohnya?") disebabkan kagumnya akan kekuasaan-Nya (Maka Allah pun
mematikan orang itu) dan membiarkannya dalam kematian (selama seratus tahun,
kemudian menghidupkannya). Untuk memperlihatkan kepadanya bagaimana caranya
demikian itu. (Allah berfirman) kepadanya, (Berapa lamanya kamu tinggal di
sini?) (Jawabnya, "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari)
karena ia mulai tidur dari waktu pagi, lalu dimatikan dan dihidupkan lagi di
waktu Magrib, hingga menurut sangkanya tentulah ia tidur sepanjang hari itu.
(Firman Allah swt., "Sebenarnya sudah seratus tahun lamanya kamu tinggal;
lihatlah makanan dan minumanmu itu) buah tin dan perasan anggur (yang belum
berubah) artinya belum lagi basi walaupun waktunya sudah sekian lama. 'Ha'
pada 'yatasannah' ada yang mengatakan huruf asli pada 'sanaha', ada pula yang
mengatakannya sebagai huruf saktah, sedangkan menurut satu qiraat, tidak
pakai 'ha' sama sekali (dan lihatlah keledaimu) bagaimana keadaannya. Maka
dilihatnya telah menjadi bangkai sementara tulang belulangnya telah putih dan
berkeping-keping. Kami lakukan itu agar kamu tahu, (dan akan Kami jadikan
kamu sebagai tanda) menghidupkan kembali (bagi manusia. Dan lihatlah
tulang-belulang) keledaimu itu (bagaimana Kami menghidupkannya) dibaca dengan
nun baris di depan. Ada pula yang membacanya dengan baris di atas kata
'nasyara', sedang menurut qiraat dengan baris di depan berikut zai
'nunsyizuha' yang berarti Kami gerakkan dan Kami susun, (kemudian Kami tutup
dengan daging) dan ketika dilihatnya tulang-belulang itu sudah tertutup
dengan daging, bahkan telah ditiupkan kepadanya roh hingga meringkik. (Maka
setelah nyata kepadanya) demikian itu dengan kesaksian mata (ia pun berkata,
"Saya yakin") berdasar penglihatan saya (bahwa Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu"). Menurut satu qiraat 'i`lam' atau 'ketahuilah'
yang berarti perintah dari Allah kepadanya supaya menyadari.
|
||
Dan [ingatlah] ketika
Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau
menghidupkan orang mati". Allah berfirman: "Belum yakinkah
kamu?". Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakininya, akan tetapi agar
hatiku tetap mantap [dengan imanku]". Allah berfirman: "[Kalau
demikian] ambillah empat ekor burung, lalu cingcanglah [165] semuanya olehmu. [Allah berfirman]:
"Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari
bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu
dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (260)
|
وَإِذۡ قَالَ
إِبۡرَٲهِـۧمُ رَبِّ أَرِنِى ڪَيۡفَ تُحۡىِ ٱلۡمَوۡتَىٰۖ قَالَ أَوَلَمۡ
تُؤۡمِنۖ قَالَ بَلَىٰ وَلَـٰكِن لِّيَطۡمَٮِٕنَّ
قَلۡبِىۖ قَالَ فَخُذۡ أَرۡبَعَةً۬ مِّنَ ٱلطَّيۡرِ فَصُرۡهُنَّ إِلَيۡكَ ثُمَّ
ٱجۡعَلۡ عَلَىٰ كُلِّ جَبَلٍ۬ مِّنۡہُنَّ جُزۡءً۬ا ثُمَّ ٱدۡعُهُنَّ يَأۡتِينَكَ
سَعۡيً۬اۚ وَٱعۡلَمۡ أَنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ۬ (٢٦٠)
|
|
[165]
Pendapat di atas adalah menurut At-Thabari dan Ibnu Katsir, sedang menurut
Abu Muslim Al Ashfahani pengertian ayat di atas bahwa Allah memberi
penjelasan kepada Nabi Ibrahim a.s. tentang cara Dia menghidupkan orang-orang
yang mati. Disuruh-Nya Nabi Ibrahim a.s. mengambil empat ekor burung lalu
memeliharanya dan menjinakkannya hingga burung itu dapat datang seketika,
bilamana dipanggil. Kemudian, burung-burung yang sudah pandai itu, diletakkan
di atas tiap-tiap bukit seekor, lalu burung-burung itu dipanggil dengan satu
tepukan/seruan, niscaya burung-burung itu akan datang dengan segera, walaupun
tempatnya terpisah-pisah dan berjauhan. Maka demikian pula Allah menghidupkan
orang-orang yang mati yang tersebar di mana-mana, dengan satu kalimat cipta
"hiduplah kamu semua" pastilah mereka itu hidup kembali. Jadi
menurut Abu Muslim sighat amr (bentuk kata perintah) dalam ayat ini,
pengertiannya khabar (bentuk berita) sebagai cara penjelasan. Pendapat beliau
ini dianut pula oleh Ar Razy dan Rasyid Ridha.
|
||
260. (Dan) ingatlah (ketika Ibrahim berkata,
"Ya Tuhanku! Perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang
mati." Firman Allah) kepadanya (Apakah kamu tidak percaya?") akan
kekuasaan-Ku dalam menghidupkan itu? Ditanyakan Ibrahim padahal Dia
mengetahui bahwa Ibrahim mempercayainya, agar Ibrahim memberikan jawaban
terhadap pertanyaan-Nya, hingga para pendengar pun mengerti akan maksud-Nya.
("Saya percaya", katanya) (tetapi) saya tanyakan (agar tenang) dan
tenteram (hatiku) disebabkan kesaksian yang digabungkan pada pengambilan
dalil (Firman-Nya, "Ambillah empat ekor burung, lalu jinakkanlah
kepadamu) dengan 'shad' yang baris di bawah dan baris di depan yang berarti
jinakkanlah olehmu, lalu potong-potonglah hingga daging dan bulunya bercampur
baur. (Kemudian letakkanlah di setiap bukit) yang terletak di negerimu
(sebagian darinya, setelah itu panggillah ia) kepadamu (niscaya mereka akan
mendatangimu dengan cepat) atau segera. (Dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Tangguh.") dalam perbuatan-Nya. Maka diambilnya burung merak, burung elang,
gagak dan ayam jantan, masing-masing satu ekor, lalu ia melakukan apa yang
diperintahkan sambil memegang kepala masing-masing, kemudian dipanggilnya
hingga beterbangan potongan-potongan burung itu menemui kelompoknya hingga
lengkap, lalu menuju kepalanya yang berada di tangannya.
|
||
Perumpamaan [nafkah
yang dikeluarkan oleh] orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah [166] adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus
biji. Allah melipat gandakan [ganjaran] bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah Maha Luas [karunia-Nya] lagi Maha Mengetahui. (261)
|
مَّثَلُ ٱلَّذِينَ
يُنفِقُونَ أَمۡوَٲلَهُمۡ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتۡ
سَبۡعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ۬ مِّاْئَةُ حَبَّةٍ۬ۗ وَٱللَّهُ
يُضَـٰعِفُ لِمَن يَشَآءُۗ وَٱللَّهُ وَٲسِعٌ عَلِيمٌ (٢٦١)
|
|
[166]
Pengertian menafkahkan "harta di jalan Allah" meliputi belanja
untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha
penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
|
||
261. (Perumpamaan) atau sifat nafkah dari
(orang-orang yang membelanjakan harta mereka di jalan Allah) artinya dalam
menaati-Nya (adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh buah tangkai,
pada masing-masing tangkai seratus biji.) Demikianlah pula halnya nafkah yang
mereka keluarkan itu menjadi 700 kali lipat. (Dan Allah melipatgandakan)
lebih banyak dari itu lagi (bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha
Luas) karunia-Nya (lagi Maha Mengetahui) siapa-siapa yang seharusnya beroleh
ganjaran yang berlipat ganda itu.
|
||
Orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa
yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak
menyakiti [perasaan si penerima], mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan
mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak [pula] mereka
bersedih hati. (262)
|
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ
أَمۡوَٲلَهُمۡ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ثُمَّ لَا يُتۡبِعُونَ مَآ أَنفَقُواْ
مَنًّ۬ا وَلَآ أَذً۬ىۙ لَّهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ
عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ (٢٦٢) ۞
|
|
262. (Orang-orang yang membelanjakan harta mereka di jalan
Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang mereka belanjakan itu dengan
cercaan) terhadap orang yang diberi, misalnya dengan mengatakan, "Saya
telah berbuat baik kepadamu dan telah menutupi keperluanmu" (atau
menyakiti perasaan) yang bersangkutan, misalnya dengan menyebutkan soal itu
kepada pihak yang tidak perlu mengetahuinya dan sebagainya (mereka memperoleh
pahala) sebagai ganjaran nafkah mereka (di sisi Tuhan mereka. Tak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka berduka cita) yakni di
akhirat kelak.
|
||
Perkataan yang baik
dan pemberian ma’af [167] lebih baik dari sedekah
yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan [perasaan si penerima]. Allah
Maha Kaya lagi Maha Penyantun. (263)
|
قَوۡلٌ۬ مَّعۡرُوفٌ۬
وَمَغۡفِرَةٌ خَيۡرٌ۬ مِّن صَدَقَةٍ۬ يَتۡبَعُهَآ أَذً۬ىۗ وَٱللَّهُ غَنِىٌّ
حَلِيمٌ۬ (٢٦٣)
|
|
[167]
"Perkataan yang baik" maksudnya menolak dengan cara yang baik, dan
maksud "pemberian ma'af" ialah mema'afkan tingkah laku yang kurang
sopan dari si penerima.
|
||
263. (Perkataan yang baik) atau ucapan
yang manis dan penolakan secara lemah lembut terhadap si peminta (serta
pemberian maaf) kepadanya atas desakan atau tingkah lakunya (lebih baik
daripada sedekah yang diiringi dengan menyakiti perasaan) dengan mencerca
atau mengomelinya (Dan Allah Maha Kaya) hingga tidak menemukan sedekah
hamba-hambanya (lagi Maha Penyantun) dengan menangguhkan hukuman terhadap
orang yang mencerca dan menyakiti hati si peminta.
|
||
Hai orang-orang
beriman, janganlah kamu menghilangkan [pahala] sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti [perasaan si penerima], seperti orang yang
menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang
di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah
dia bersih [tidak bertanah]. Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang
mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir [168].
(264)
|
يَـٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُبۡطِلُواْ صَدَقَـٰتِكُم بِٱلۡمَنِّ وَٱلۡأَذَىٰ
كَٱلَّذِى يُنفِقُ مَالَهُ ۥ رِئَآءَ ٱلنَّاسِ وَلَا يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ
وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِۖ فَمَثَلُهُ ۥ كَمَثَلِ صَفۡوَانٍ عَلَيۡهِ
تُرَابٌ۬ فَأَصَابَهُ ۥ وَابِلٌ۬ فَتَرَڪَهُ ۥ صَلۡدً۬اۖ لَّا
يَقۡدِرُونَ عَلَىٰ شَىۡءٍ۬ مِّمَّا ڪَسَبُواْۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِى
ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡكَـٰفِرِينَ (٢٦٤)
|
|
[168] Mereka
ini tidak mendapat manfaat di dunia dari usaha-usaha mereka dan tidak pula
mendapat pahala di akhirat.
|
||
264. (Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu batalkan sedekah-sedekahmu), maksudnya pahala-pahalanya
(dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan) si penerima hingga menjadi
hapus (seperti orang), maksudnya seperti batalnya nafkah orang yang
(menafkahkan hartanya karena ria kepada manusia) maksudnya ingin mendapatkan
pujian manusia (dan ia tidak beriman kepada Allah dan hari yang akhir) yakni
orang munafik (Maka perumpamaannya adalah seperti sebuah batu licin yang
bertanah di atasnya, lalu ditimpa oleh hujan lebat) (hingga menjadi licin
tandas) tanpa tanah dan apa-apa lagi di atasnya. (Mereka tidak menguasai).
Kalimat ini untuk menyatakan tamsil keadaan orang munafik yang menafkahkan
hartanya dengan tujuan beroleh pujian manusia. Dhamir atau kata ganti manusia
di sini menunjukkan jamak, mengingat makna 'alladzii' juga mencakupnya (suatu
pun dari hasil usaha mereka) yang telah mereka kerjakan, maksudnya pahalanya
di akhirat, tak ubahnya bagai batu licin yang ditimpa hujan hingga tanahnya
habis dihanyutkan air. (Dan Allah tidak menunjukkan orang-orang yang kafir).
|
||
Dan perumpamaan
orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan
untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran
tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua
kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis [pun
memadai]. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. (265)
|
وَمَثَلُ ٱلَّذِينَ
يُنفِقُونَ أَمۡوَٲلَهُمُ ٱبۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِ ٱللَّهِ وَتَثۡبِيتً۬ا مِّنۡ
أَنفُسِهِمۡ كَمَثَلِ جَنَّةِۭ بِرَبۡوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ۬ فَـَٔاتَتۡ
أُڪُلَهَا ضِعۡفَيۡنِ فَإِن لَّمۡ يُصِبۡہَا وَابِلٌ۬ فَطَلٌّ۬ۗ وَٱللَّهُ
بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٌ (٢٦٥)
|
|
265. (Dan perumpamaan) nafkah dari (orang-orang yang
menafkahkan harta mereka guna mencari) atau mendapatkan (keridaan Allah dan
untuk keteguhan jiwa mereka) maksudnya untuk memastikan pahalanya, berbeda
halnya dengan orang-orang munafik yang tidak mengharapkannya sama sekali
karena pada dasarnya sudah tidak mempercayainya (seperti sebuah kebun) atau
taman (di sebuah rabwah) atau rubwah, artinya suatu dataran yang tinggi rata
(ditimpa oleh hujan lebat, hingga memberikan) artinya menghasilkan (buahnya)
atau hasil panennya (dua kali lipat) atau secara berganda. (Jika tidak
disiram oleh hujan lebat, maka oleh hujan gerimis) yang memadai disebabkan
letaknya yang tinggi. Tegasnya ia tetap berbuah dengan lebatnya, biar hujan
yang menimpanya lebat atau rintik-rintik. Demikian pula halnya nafkah yang
disebutkan tadi, di sisi Allah ia tetap berkembang, biar sedikit atau banyak.
(Dan Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan) dan akan membalasnya
dengan sebaik-baiknya.
|
||
Apakah ada salah
seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam
buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai
keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang
mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepada kamu supaya kamu memikirkannya [169]. (266)
|
أَيَوَدُّ أَحَدُڪُمۡ
أَن تَكُونَ لَهُ ۥ جَنَّةٌ۬ مِّن نَّخِيلٍ۬ وَأَعۡنَابٍ۬ تَجۡرِى مِن
تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ لَهُ ۥ فِيهَا مِن ڪُلِّ ٱلثَّمَرَٲتِ وَأَصَابَهُ
ٱلۡكِبَرُ وَلَهُ ۥ ذُرِّيَّةٌ۬ ضُعَفَآءُ فَأَصَابَهَآ إِعۡصَارٌ۬ فِيهِ
نَارٌ۬ فَٱحۡتَرَقَتۡۗ كَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَڪُمُ ٱلۡأَيَـٰتِ
لَعَلَّكُمۡ تَتَفَكَّرُونَ (٢٦٦)
|
|
[169] Inilah
perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya karena riya, membangga-banggakan
tentang pemberiannya kepada orang lain, dan menyakiti hati orang.
|
||
266. (Apakah ingin salah seorang kamu
mempunyai suatu kebun) atau taman dari kurma dan anggur, sedang di bawahnya
mengalir anak-anak sungai dan di dalamnya terdapat) buah-buahan (dari
berbagai corak dan) sungguh (datanglah masa tuanya) sehingga ia menjadi lemah
dan tak sanggup berusaha lagi, (sedangkan ia mempunyai keturunan yang
lemah-lemah) anak-anak yang masih kecil yang masih dalam asuhannya. (Maka
tiba-tiba kebun itu ditiup angin keras) atau topan (yang mengandung api
hingga terbakar). Maka orang tadi kehilangan kebunnya di saat ia amat
memerlukannya, hingga tinggallah ia bersama anak-anaknya dalam keadaan
bingung dan putus asa, tidak berdaya. Ini merupakan tamsil bagi orang yang
mengeluarkan nafkah dengan ria dan membangga-banggakan dirinya, yakni tentang
hampa dan tiada bergunanya di saat ia amat memerlukannya nanti di akhirat.
Pertanyaan di sini berarti tidak. Dari Ibnu Abbas diterima keterangan bahwa
tamsil ini adalah bagi orang yang pada mulanya gemar mengerjakan kebaikan,
tetapi tergoda oleh setan hingga berbalik mengerjakan kedurhakaan yang
membakar hangus amal-amalannya tadi. (Demikianlah) sebagaimana dijelaskan-Nya
apa yang kita sebutkan itu (Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu
supaya kamu memikirkannya) hingga mendapat pelajaran darinya.
|
||
Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah [di jalan Allah] sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
(267)
|
يَـٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَـٰتِ مَا ڪَسَبۡتُمۡ وَمِمَّآ
أَخۡرَجۡنَا لَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِۖ وَلَا تَيَمَّمُواْ ٱلۡخَبِيثَ مِنۡهُ
تُنفِقُونَ وَلَسۡتُم بِـَٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغۡمِضُواْ فِيهِۚ
وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌ (٢٦٧)
|
|
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh
Hakim, Tirmizi, Ibnu Majah dan lain-lainnya, dari Barra', katanya, "Ayat
ini turun mengenai kita, golongan Ansar yang memiliki buah kurma.
Masing-masing menyumbangkan kurmanya, sedikit atau banyak sesuai
kemampuannya. Tetapi orang-orang yang tidak ingin berbuat kebaikan, membawa
rangkaian kurmanya yang bercampur dengan kulit dan rantingnya, ada yang telah
putus dan lepas dari rangkaiannya, lalu diikatkannya, maka Allah pun
menurunkan, 'Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik...'" (Q.S. Al-Baqarah 267) Diriwayatkan oleh Abu
Daud, Nasai dan Hakim dan Sahl bin Hanif, katanya, "Orang-orang sengaja
memilih buah-buahan mereka yang jelek yang mereka keluarkan untuk sedekah.
Maka turunlah ayat, 'Dan janganlah kamu pilih yang jelek di antaranya untuk
dinafkahkan.'" (Q.S. Al-Baqarah 267) Diriwayatkan oleh Hakim, dari
Jabir, katanya, "Nabi saw. menyuruh mengeluarkan zakat fitrah sebanyak
satu sukat kurma. Maka datanglah seorang laki-laki membawa kurma yang jelek,
hingga Alquran pun turun menyampaikan, 'Hai orang-orang yang beriman!
Nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik...'" (Q.S.
Al-Baqarah 267) Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Ibnu Abbas, katanya,
"Para sahabat membeli makanan yang murah, lalu menyedekahkannya. Maka
Allah pun menurunkan ayat ini."
|
||
267. (Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah), maksudnya zakatkanlah (sebagian yang baik-baik) dari (hasil
usahamu) berupa harta (dan sebagian) yang baik-baik dari (apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu) berupa biji-bijian dan buah-buahan (dan janganlah kamu
sengaja) mengambil (yang jelek) atau yang buruk (darinya) maksudnya dari yang
disebutkan itu, lalu (kamu keluarkan untuk zakat) menjadi 'hal' dari dhamir
yang terdapat pada 'tayammamu' (padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya)
maksudnya yang jelek tadi, seandainya ia menjadi hak yang harus diberikan
kepadamu (kecuali dengan memejamkan mata terhadapnya), artinya pura-pura
tidak tahu atau tidak melihat kejelekannya, maka bagaimana kamu berani
memberikan itu guna memenuhi hak Allah! (Dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Kaya) sehingga tidak memerlukan nafkahmu itu (lagi Maha Terpuji) pada setiap
kondisi dan situasi.
|
||
Syaitan menjanjikan
[menakut-nakuti] kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan
[kikir]; sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia [170]. Dan Allah Maha Luas
[karunia-Nya] lagi Maha Mengetahui. (268)
|
ٱلشَّيۡطَـٰنُ
يَعِدُكُمُ ٱلۡفَقۡرَ وَيَأۡمُرُڪُم بِٱلۡفَحۡشَآءِۖ وَٱللَّهُ يَعِدُكُم
مَّغۡفِرَةً۬ مِّنۡهُ وَفَضۡلاً۬ۗ وَٱللَّهُ وَٲسِعٌ عَلِيمٌ۬ (٢٦٨)
|
|
[170] Balasan
yang lebih baik dari apa yang dikerjakan sewaktu di dunia.
|
||
268. (Setan menjanjikan kemiskinan bagimu),
artinya menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan sekiranya kamu mengeluarkan
zakat, maka hendaklah waspada (dan menyuruh kamu berbuat kejahatan) bersifat
kikir dan menahan zakat (sedangkan Allah menjanjikan kepadamu) dengan
mengeluarkan nafkah itu (keampunan dari-Nya) terhadap dosa-dosamu (dan
karunia), yakni rezeki sebagai penggantinya (dan Allah Maha Luas) karunia-Nya
(lagi Maha Mengetahui) orang-orang yang suka mengeluarkan nafkah.
|
||
Allah menganugerahkan
al hikmah [kepahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah] kepada siapa
yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi al hikmah itu, ia
benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran [dari firman Allah]. (269)
|
يُؤۡتِى ٱلۡحِڪۡمَةَ
مَن يَشَآءُۚ وَمَن يُؤۡتَ ٱلۡحِڪۡمَةَ فَقَدۡ أُوتِىَ خَيۡرً۬ا ڪَثِيرً۬اۗ
وَمَا يَذَّڪَّرُ إِلَّآ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَـٰبِ (٢٦٩)
|
|
269. (Allah memberikan hikmah), artinya ilmu yang berguna yang
dapat mendorong manusia untuk bekerja dan berkarya (kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dan barang siapa yang telah diberi hikmah itu, maka sungguh
ia telah diberi kebaikan yang banyak) karena hikmah itu akan menuntunnya
kepada kebahagiaan yang abadi. (Dan tiadalah yang dapat mengambil pelajaran).
Asalnya ta diidghamkan pada dzal hingga menjadi yadzdzakkaruu, (kecuali
orang-orang berakal).
|
||
Apa saja yang kamu
nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan [171], maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang
berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya. (270)
|
وَمَآ أَنفَقۡتُم مِّن
نَّفَقَةٍ أَوۡ نَذَرۡتُم مِّن نَّذۡرٍ۬ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُهُ ۥۗ
وَمَا لِلظَّـٰلِمِينَ مِنۡ أَنصَارٍ (٢٧٠)
|
|
[171]
"Nazar" yaitu janji untuk melakukan sesuatu Kebajikan terhadap
Allah s.w.t. untuk mendekatkan diri kepada-Nya baik dengan syarat ataupun
tidak.
|
||
270. (Apa saja nafkah yang kamu
keluarkan), artinya zakat atau sedekah yang kamu bayarkan (dan apa saja nazar
yang kamu janjikan) lalu kamu penuhi dengan tepat (maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya) lalu membalasnya dengan balasan sebaik-baiknya. (Dan tidaklah
orang-orang yang aniaya itu), yakni yang menahan zakat dan tidak menepati
nazar atau memberikan nafkah bukan pada tempatnya, hanya untuk berbuat
maksiat kepada Allah (mempunyai pembela) yang akan melindungi mereka dari
azab Allah swt.
|
||
Jika kamu menampakkan
sedekah[mu] [172], maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya [173] dan kamu berikan
kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan
Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (271)
|
إِن تُبۡدُواْ
ٱلصَّدَقَـٰتِ فَنِعِمَّا هِىَۖ وَإِن تُخۡفُوهَا وَتُؤۡتُوهَا ٱلۡفُقَرَآءَ
فَهُوَ خَيۡرٌ۬ لَّڪُمۡۚ وَيُكَفِّرُ عَنڪُم مِّن سَيِّـَٔاتِڪُمۡۗ وَٱللَّهُ
بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٌ۬ (٢٧١) ۞
|
|
[172]
Menampakkan sedekah dengan tujuan supaya dicontoh orang lain.
[173] Menyembunyikan sedekah itu lebih baik dari menampakkannya, karena menampakkan itu dapat menimbulkan riya pada diri si pemberi dan dapat pula menyakitkan hati orang yang diberi. |
||
271. (Jika kamu menampakkan) atau
memperlihatkan kepada umum (sedekah-sedekah), yakni yang sunah, (maka itu
baik sekali). (Sebaliknya, jika kamu sembunyikan) atau rahasiakan (dan kamu
berikan kepada orang-orang miskin, maka itu lebih baik bagimu) daripada menampakkan
dan memberikannya kepada orang-orang yang mampu. Adapun sedekah yang fardu,
maka menampakkannya lebih utama agar ia menjadi ikutan orang lain dan untuk
menghindarkan tuduhan yang bukan-bukan. Sedekah fardu atau zakat hanya
diberikan kepada orang-orang miskin. (Dan Allah akan menghapus) dibaca dengan
ya dan nun serta memakai baris mati karena diathafkan pada 'fahuwa' dan dapat
pula dengan baris depan karena kedudukannya sebagai mubtada (daripadamu
sebagian) 'min' untuk tab`idh atau menunjukkan sebagian
(kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Maha Mengetahui apa-apa yang kamu
kerjakan), artinya menyelami apa-apa yang tersembunyi, tak ubahnya dengan
yang tampak atau yang lahir, tidak satu pun yang menjadi rahasia bagi-Nya.
|
||
Bukanlah kewajibanmu
menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi
petunjuk [memberi taufiq] siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang
baik yang kamu nafkahkan [di jalan Allah], maka pahalanya itu untuk kamu
sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari
keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya
kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan
dianiaya [dirugikan]. (272)
|
لَّيۡسَ عَلَيۡكَ هُدَٮٰهُمۡ وَلَـٰڪِنَّ ٱللَّهَ يَهۡدِى مَن يَشَآءُۗ
وَمَا تُنفِقُواْ مِنۡ خَيۡرٍ۬ فَلِأَنفُسِڪُمۡۚ وَمَا تُنفِقُونَ إِلَّا
ٱبۡتِغَآءَ وَجۡهِ ٱللَّهِۚ وَمَا تُنفِقُواْ مِنۡ خَيۡرٍ۬ يُوَفَّ إِلَيۡڪُمۡ
وَأَنتُمۡ لَا تُظۡلَمُونَ (٢٧٢)
|
|
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh Nasai,
Hakim, Bazzar, Thabrani dan lain-lainnya dari Ibnu Abbas, katanya,
"Orang-orang itu tidak suka memberi bantuan kepada kaum keluarga mereka
dari golongan musyrik. Mereka pun mengajukan permohonan dan mereka diberi
oleh Nabi saw. keringanan, maka turunlah ayat ini, 'Bukanlah kewajibanmu
memberi mereka petunjuk...,' sampai dengan, '...sedangkan kamu tidak
teraniaya...'" (Q.S. Al-Baqarah 272) Ibnu Abu Hatim mengetengahkan, dari
Ibnu Abbas, "Nabi saw. biasa menyuruh, 'Jangan memberi sedekah kecuali
kepada penganut-penganut Islam,' maka turunlah ayat, 'Bukanlah kewajibanmu
menjadikan mereka beroleh petunjuk...' (Q.S. Al-Baqarah 272) Lalu Nabi saw.
menyuruh memberi sedekah kepada siapa yang memintanya dari setiap
agama."
|
||
272. Tatkala Nabi saw. melarang memberikan
sedekah kepada orang-orang musyrik agar mereka masuk Islam, turunlah ayat,
(Bukan kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk), maksudnya menjadikan
manusia masuk Islam, karena kewajibanmu hanyalah menyampaikan belaka, (tetapi
Allahlah yang menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya) untuk memperoleh petunjuk
agar masuk Islam. (Dan apa saja yang baik yang kamu nafkahkan), maksudnya
berupa harta (maka buat dirimu sendiri) karena pahalanya untuk kamu (Dan
tidaklah kamu menafkahkan sesuatu melainkan karena mengharapkan keridaan
Allah), maksudnya pahala-Nya dan bukan karena yang lain seperti harta benda
dunia. Kalimat ini kalimat berita, tetapi maksudnya adalah larangan, jadi
berarti, "Dan janganlah kamu nafkahkan sesuatu..." dan seterusnya.
("Dan apa saja harta yang kamu nafkahkan, niscaya akan diberikan
kepadamu dengan secukupnya), artinya pahalanya (dan kamu tidaklah akan
dirugikan"), artinya jumlahnya tidak akan dikurangi sedikit pun. Kedua
kalimat belakangan memperkuat yang pertama.
|
||
[Berinfaklah] kepada
orang-orang fakir yang terikat [oleh jihad] di jalan Allah; mereka tidak
dapat [berusaha] di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang
kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan
melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.
Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan [di jalan Allah], maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. (273)
|
لِلۡفُقَرَآءِ
ٱلَّذِينَ أُحۡصِرُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ لَا يَسۡتَطِيعُونَ ضَرۡبً۬ا فِى ٱلۡأَرۡضِ
يَحۡسَبُهُمُ ٱلۡجَاهِلُ أَغۡنِيَآءَ مِنَ ٱلتَّعَفُّفِ تَعۡرِفُهُم
بِسِيمَـٰهُمۡ لَا يَسۡـَٔلُونَ ٱلنَّاسَ إِلۡحَافً۬اۗ وَمَا تُنفِقُواْ مِنۡ
خَيۡرٍ۬ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ (٢٧٣)
|
|
273. (Ialah bagi orang-orang fakir) menjadi predikat atau
khabar dari subjek atau mubtada yang dibuang yang diperkirakan berbunyi,
"Sedekah itu untuk...." (yang terikat di jalan Allah), maksudnya
yang menyediakan diri mereka untuk berjihad. Mereka itu ialah ahli sufi
sebanyak 400 orang Muhajirin yang menekuni Alquran dan menunggu kesempatan
untuk pergi keluar bersama rombongan pasukan. (Mereka tidak dapat berusaha)
atau menjadi musafir (di muka bumi) untuk berdagang dan mencari penghidupan
karena kesibukan mereka dalam perjuangan itu. (Orang-orang yang tidak tahu
menyangka mereka) melihat keadaan lahiriah mereka (kaya raya karena mereka
memelihara diri dari meminta-minta) karena segan dan tak hendak menadahkan
tangan mereka. (Kamu mengenal mereka) hai para mukhathab (dengan tanda-tanda)
atau ciri-ciri mereka misalnya tawaduk atau rendah hati dan bekas-bekas
keletihan. (Mereka tak hendak meminta kepada orang-orang) sesuatu (dengan
mendesak) artinya pada dasarnya mereka tak hendak meminta, hingga tidak
mungkin pula akan mendesak. (Dan apa saja harta yang baik yang kamu infakkan,
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya) dan akan membalasnya.
|
||
Orang-orang yang
menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan
terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak [pula] mereka bersedih hati.
(274)
|
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ
أَمۡوَٲلَهُم بِٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ سِرًّ۬ا وَعَلَانِيَةً۬ فَلَهُمۡ
أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ (٢٧٤)
|
|
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Thabrani dan Ibnu Abu
Hatim mengetengahkan, dari Yazid bin Abdullah bin Gharib, dari bapaknya,
selanjutnya dari kakeknya, dari Nabi saw., katanya, "Orang-orang yang
menafkahkan harta mereka, baik di waktu malam maupun di waktu siang, secara
tersembunyi dan terang-terangan, hingga mereka beroleh pahala mereka..."
ayat ini turun mengenai para pemilik kuda, yaitu Yazid dan bapaknya yang
keduanya tidak dikenal. Abdurrazaq, Ibnu Jarir, Ibnu Abu Hatim dan Thabrani
mengetengahkan dengan sanad yang lemah, dari Ibnu Abbas, katanya, "Ayat
ini turun mengenai Ali bin Abu Thalib yang memiliki uang empat dirham. Maka
satu dirham dinafkahkannya di waktu malam, satu dirham di waktu siang, satu
dirham lagi secara sembunyi-sembunyi dan satu dirham pula secara terang-terangan."
Ibnu Munzir mengetengahkan dari Ibnu Musayab katanya, "Ayat ini turun
mengenai Abdurrahman bin Auf dan Usman bin Affan pada nafkah mereka yang
dikeluarkan untuk mempersiapkan bala tentara dalam kondisi sulit ketika
perang Tabuk."
|
||
274. (Orang-orang yang menafkahkan harta
mereka, baik malam maupun siang secara sembunyi-sembunyi atau
terang-terangan, maka mereka beroleh pahala di sisi Tuhan mereka, tak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka berduka cita).
|
||
Orang-orang yang makan
[mengambil] riba [174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran [tekanan] penyakit gila [175]. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata [berpendapat], sesungguhnya
jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli
dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti [dari mengambil riba], maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu [176] [sebelum datang larangan];
dan urusannya [terserah] kepada Allah. Orang yang mengulangi [mengambil
riba], maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya. (275)
|
ٱلَّذِينَ يَأۡڪُلُونَ
ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ
ٱلشَّيۡطَـٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ ذَٲلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُوٓاْ إِنَّمَا
ٱلۡبَيۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰاْۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ
ٱلرِّبَوٰاْۚ فَمَن جَآءَهُ ۥ مَوۡعِظَةٌ۬ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ
فَلَهُ ۥ مَا سَلَفَ وَأَمۡرُهُ ۥۤ إِلَى ٱللَّهِۖ وَمَنۡ عَادَ
فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ أَصۡحَـٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيہَا
خَـٰلِدُونَ (٢٧٥)
|
|
[174] Riba
itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang
disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu
barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang
yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas,
padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba
nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman
jahiliyah.
[175] Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan. [176] Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan. |
||
275. (Orang-orang yang memakan riba),
artinya mengambilnya. Riba itu ialah tambahan dalam muamalah dengan uang dan
bahan makanan, baik mengenai banyaknya maupun mengenai waktunya, (tidaklah
bangkit) dari kubur-kubur mereka (seperti bangkitnya orang yang kemasukan
setan disebabkan penyakit gila) yang menyerang mereka; minal massi berkaitan
dengan yaquumuuna. (Demikian itu), maksudnya yang menimpa mereka itu (adalah
karena), maksudnya disebabkan mereka (mengatakan bahwa jual-beli itu seperti
riba) dalam soal diperbolehkannya. Berikut ini kebalikan dari persamaan yang
mereka katakan itu secara bertolak belakang, maka firman Allah menolaknya,
(padahal Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Maka barang
siapa yang datang kepadanya), maksudnya sampai kepadanya (pelajaran) atau
nasihat (dari Tuhannya, lalu ia menghentikannya), artinya tidak memakan riba
lagi (maka baginya apa yang telah berlalu), artinya sebelum datangnya
larangan dan doa tidak diminta untuk mengembalikannya (dan urusannya) dalam
memaafkannya terserah (kepada Allah. Dan orang-orang yang mengulangi)
memakannya dan tetap menyamakannya dengan jual beli tentang halalnya, (maka
mereka adalah penghuni neraka, kekal mereka di dalamnya).
|
||
Allah memusnahkan riba
dan menyuburkan sedekah [177]. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran, dan selalu berbuat dosa[178]. (276)
|
يَمۡحَقُ ٱللَّهُ
ٱلرِّبَوٰاْ وَيُرۡبِى ٱلصَّدَقَـٰتِۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ
أَثِيمٍ (٢٧٦)
|
|
[177] Yang
dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan
berkahnya. Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah
memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat
gandakan berkahnya.
[178] Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya. |
||
276. (Allah menghancurkan riba) dengan
menguranginya dan melenyapkan berkahnya (dan menyuburkan sedekah), maksudnya
menambah dan mengembangkannya serta melipatgandakan pahalanya. (Dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang ingkar) yang menghalalkan riba (lagi banyak
dosa), artinya yang durhaka dengan memakan riba itu hingga akan menerima
hukuman-Nya.
|
||
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan
menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak [pula] mereka bersedih hati.
(277)
|
إِنَّ ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ
ٱلزَّڪَوٰةَ لَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا
هُمۡ يَحۡزَنُونَ (٢٧٧)
|
|
277. (Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh
serta mendirikan salat dan membayar zakat, bagi mereka pahala di sisi Tuhan
mereka, tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka berduka
cita)
|
||
Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba [yang belum
dipungut] jika kamu orang-orang yang beriman. (278)
|
يَـٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓاْ
إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ (٢٧٨)
|
|
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Abu Ya`la
mengetengahkan dalam Musnad-nya dan Ibnu Mandah dari jalur Al-Kalbiy dan Abu
Shalih dari Ibnu Abbas, katanya, "Kami dapat berita bahwa ayat ini turun
pada Bani Amr bin Auf dari suku Tsaqif dan pada Bani Mughirah. Bani Mughirah
memberikan bunga uang kepada Tsaqif. Tatkala Mekah dikuasakan Allah kepada
Rasul-Nya, maka ketika itu seluruh riba dihapuskan. Maka datanglah Bani Amr
dan Bani Mughirah kepada Atab Ibnu Usaid yang ketika itu menjadi pemimpin
muslimin di Mekah. Kata Bani Mughirah, 'Tidakkah kami dijadikan
secelaka-celaka manusia mengenai riba, karena terhadap semua manusia
dihapuskan, tetapi pada kami tidak?' Jawab Bani Amr, 'Dalam perjanjian damai
di antara kami disebutkan bahwa kami tetap memperoleh riba kami.' Atab pun
mengirim surah kepada Nabi saw. mengenai hal itu, maka turunlah ayat ini dan
ayat-ayat berikutnya." Ibnu Jarir mengetengahkan dari Ikrimah, katanya,
"Ayat ini turun mengenai suku Tsaqif, di antara mereka Masud, Habib,
Tabiah dan Abdu Yalail, serta Bani Amr dan Bani Umair."
|
||
278. (Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kamu kepada Allah dan tinggalkanlah), maksudnya jauhilah (sisa
yang tinggal dari riba, jika kamu beriman dengan sebenarnya, karena sifat
atau ciri-ciri orang beriman adalah mengikuti perintah Allah. Ayat ini diturunkan
tatkala sebagian sahabat masih juga menuntut riba di masa lalu, walaupun riba
itu sudah dilarang.
|
||
Maka jika kamu tidak
mengerjakan [meninggalkan sisa riba], maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat [dari pengambilan riba],
maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak [pula] dianiaya.
(279)
|
فَإِن لَّمۡ
تَفۡعَلُواْ فَأۡذَنُواْ بِحَرۡبٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ وَإِن تُبۡتُمۡ
فَلَڪُمۡ رُءُوسُ أَمۡوَٲلِڪُمۡ لَا تَظۡلِمُونَ وَلَا تُظۡلَمُونَ (٢٧٩)
|
|
279. (Jika kamu tak mau melakukannya), yakni apa yang
diperintahkan itu, (maka ketahuilah) datangnya (serbuan dari Allah dan
rasul-Nya) terhadapmu. Ayat ini berisi ancaman keras kepada mereka, hingga
ketika ia turun, mereka mengatakan, "Tak ada daya kita untuk mengatasi
serbuan itu!" (Dan jika kamu bertobat), artinya menghentikannya, (maka
bagi kamu pokok) atau modal (hartamu, agar kamu tidak menganiaya) dengan
mengambil tambahan (dan tidak pula teraniaya) dengan menerima jumlah yang kurang.
|
||
Dan jika [orang
berhutang itu] dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan. Dan menyedekahkan [sebagian atau semua hutang] itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui. (280)
|
وَإِن كَانَ ذُو
عُسۡرَةٍ۬ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيۡسَرَةٍ۬ۚ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيۡرٌ۬ لَّڪُمۡۖ
إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ (٢٨٠)
|
|
280. (Dan jika dia), yakni orang yang berutang itu (dalam
kesulitan, maka hendaklah diberi tangguh) maksudnya hendaklah kamu undurkan
pembayarannya (sampai dia berkelapangan) dibaca 'maisarah' atau 'maisurah'.
(Dan jika kamu menyedekahkannya), dibaca dengan tasydid, yakni setelah
mengidgamkan ta pada asalnya pada shad menjadi 'tashshaddaqu', juga tanpa
tasydid hingga dibaca 'tashaddaqu', yakni telah dibuang ta, sedangkan artinya
ialah mengeluarkan sedekah kepada orang yang sedang dalam kesusahan itu
dengan jalan membebaskannya dari utang, baik sebagian maupun keseluruhan (itu
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui) bahwa demikian itu baik, maka
kerjakanlah! Dalam sebuah hadis disebutkan, "Barang siapa yang memberi
tangguh orang yang dalam kesusahan atau membebaskannya dari utang, maka Allah
akan melindunginya dalam naungan-Nya, di hari saat tak ada naungan selain
naungan-Nya." (H.R. Muslim)
|
||
Dan peliharalah dirimu
dari [azab yang terjadi pada] hari yang pada waktu itu kamu semua
dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang
sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun
tidak dianiaya [dirugikan]. (281)
|
وَٱتَّقُواْ يَوۡمً۬ا
تُرۡجَعُونَ فِيهِ إِلَى ٱللَّهِۖ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفۡسٍ۬ مَّا ڪَسَبَتۡ
وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ (٢٨١)
|
|
281. (Dan takutlah akan suatu hari yang nanti kamu akan
dikembalikan) dibina' bagi maf`ul, sedangkan jika bagi fa`il, maka bunyinya 'tasiiruun',
artinya berjalan (kepada Allah pada hari itu), yakni hari kiamat (kemudian
dipenuhkan) pada hari itu (kepada setiap jiwa) balasan terhadap (apa yang
dilakukannya) baik berupa kebaikan maupun kejahatan (dan mereka tidak akan
dianiaya) dengan mengurangi kebaikan atau menambah kejahatannya.
|
||
Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu bermu’amalah [179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
berhutang itu mengimlakan [apa yang akan ditulis itu], dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau
lemah [keadaannya] atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah
walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari
orang-orang lelaki di antaramu]. Jika tak ada dua orang lelaki, maka [boleh]
seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai,
supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah
saksi-saksi itu enggan [memberi keterangan] apabila mereka dipanggil; dan
janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas
waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak [menimbulkan]
keraguanmu, [Tulislah mu’amalahmu itu], kecuali jika mu’amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi
kamu, [jika] kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu
berjual-beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika
kamu lakukan [yang demikian], maka sesungguhnya hal itu adalah suatu
kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (282)
|
يَـٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٍ۬ مُّسَمًّ۬ى
فَٱڪۡتُبُوهُۚ وَلۡيَكۡتُب بَّيۡنَكُمۡ ڪَاتِبُۢ بِٱلۡعَدۡلِۚ وَلَا يَأۡبَ
كَاتِبٌ أَن يَكۡتُبَ ڪَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُۚ فَلۡيَڪۡتُبۡ وَلۡيُمۡلِلِ
ٱلَّذِى عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُ ۥ وَلَا يَبۡخَسۡ
مِنۡهُ شَيۡـًٔ۬اۚ فَإِن كَانَ ٱلَّذِى عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ سَفِيهًا أَوۡ
ضَعِيفًا أَوۡ لَا يَسۡتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ فَلۡيُمۡلِلۡ وَلِيُّهُ ۥ
بِٱلۡعَدۡلِۚ وَٱسۡتَشۡہِدُواْ شَہِيدَيۡنِ مِن رِّجَالِڪُمۡۖ فَإِن لَّمۡ
يَكُونَا رَجُلَيۡنِ فَرَجُلٌ۬ وَٱمۡرَأَتَانِ مِمَّن تَرۡضَوۡنَ مِنَ
ٱلشُّہَدَآءِ أَن تَضِلَّ إِحۡدَٮٰهُمَا
فَتُذَڪِّرَ إِحۡدَٮٰهُمَا ٱلۡأُخۡرَىٰۚ
وَلَا يَأۡبَ ٱلشُّہَدَآءُ إِذَا مَا دُعُواْۚ وَلَا تَسۡـَٔمُوٓاْ أَن
تَكۡتُبُوهُ صَغِيرًا أَوۡ ڪَبِيرًا إِلَىٰٓ أَجَلِهِۦۚ ذَٲلِكُمۡ أَقۡسَطُ
عِندَ ٱللَّهِ وَأَقۡوَمُ لِلشَّہَـٰدَةِ وَأَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَرۡتَابُوٓاْۖ
إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَـٰرَةً حَاضِرَةً۬ تُدِيرُونَهَا بَيۡنَڪُمۡ فَلَيۡسَ
عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٌ أَلَّا تَكۡتُبُوهَاۗ وَأَشۡهِدُوٓاْ إِذَا تَبَايَعۡتُمۡۚ
وَلَا يُضَآرَّ كَاتِبٌ۬ وَلَا شَهِيدٌ۬ۚ وَإِن تَفۡعَلُواْ فَإِنَّهُ ۥ
فُسُوقُۢ بِڪُمۡۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ وَيُعَلِّمُڪُمُ ٱللَّهُۗ وَٱللَّهُ
بِڪُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ۬ (٢٨٢) ۞
|
|
[179]
"Bermu'amalah" ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa
menyewa dan sebagainya.
|
||
282. (Hai orang-orang yang beriman! Jika
kamu mengadakan utang piutang), maksudnya muamalah seperti jua beli,
sewa-menyewa, utang-piutang dan lain-lain (secara tidak tunai), misalnya
pinjaman atau pesanan (untuk waktu yang ditentukan) atau diketahui, (maka
hendaklah kamu catat) untuk pengukuhan dan menghilangkan pertikaian nantinya.
(Dan hendaklah ditulis) surat utang itu (di antara kamu oleh seorang penulis
dengan adil) maksudnya benar tanpa menambah atau mengurangi jumlah utang atau
jumlah temponya. (Dan janganlah merasa enggan) atau berkeberatan (penulis
itu) untuk (menuliskannya) jika ia diminta, (sebagaimana telah diajarkan
Allah kepadanya), artinya telah diberi-Nya karunia pandai menulis, maka
janganlah dia kikir menyumbangkannya. 'Kaf' di sini berkaitan dengan 'ya'ba'
(Maka hendaklah dituliskannya) sebagai penguat (dan hendaklah diimlakkan)
surat itu (oleh orang yang berutang) karena dialah yang dipersaksikan, maka
hendaklah diakuinya agar diketahuinya kewajibannya, (dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah, Tuhannya) dalam mengimlakkan itu (dan janganlah
dikurangi darinya), maksudnya dari utangnya itu (sedikit pun juga. Dan
sekiranya orang yang berutang itu bodoh) atau boros (atau lemah keadaannya)
untuk mengimlakkan disebabkan terlalu muda atau terlalu tua (atau ia sendiri
tidak mampu untuk mengimlakkannya) disebabkan bisu atau tidak menguasai
bahasa dan sebagainya, (maka hendaklah diimlakkan oleh walinya), misalnya
bapak, orang yang diberi amanat, yang mengasuh atau penerjemahnya (dengan
jujur. Dan hendaklah persaksikan) utang itu kepada (dua orang saksi di antara
laki-lakimu) artinya dua orang Islam yang telah balig lagi merdeka (Jika
keduanya mereka itu bukan), yakni kedua saksi itu (dua orang laki-laki, maka
seorang laki-laki dan dua orang perempuan) boleh menjadi saksi (di antara
saksi-saksi yang kamu sukai) disebabkan agama dan kejujurannya. Saksi-saksi
wanita jadi berganda ialah (supaya jika yang seorang lupa) akan kesaksian
disebabkan kurangnya akal dan lemahnya ingatan mereka, (maka yang lain (yang
ingat) akan mengingatkan kawannya), yakni yang lupa. Ada yang membaca
'tudzkir' dan ada yang dengan tasydid 'tudzakkir'. Jumlah dari idzkar
menempati kedudukan sebagai illat, artinya untuk mengingatkannya jika ia lupa
atau berada di ambang kelupaan, karena itulah yang menjadi sebabnya. Menurut
satu qiraat 'in' syarthiyah dengan baris di bawah, sementara 'tudzakkiru'
dengan baris di depan sebagai jawabannya. (Dan janganlah saksi-saksi itu
enggan jika) 'ma' sebagai tambahan (mereka dipanggil) untuk memikul dan
memberikan kesaksian (dan janganlah kamu jemu) atau bosan (untuk
menuliskannya), artinya utang-utang yang kamu saksikan, karena memang banyak
orang yang merasa jemu atau bosan (biar kecil atau besar) sedikit atau banyak
(sampai waktunya), artinya sampai batas waktu membayarnya, menjadi 'hal' dari
dhamir yang terdapat pada 'taktubuh' (Demikian itu) maksudnya surat-surat
tersebut (lebih adil di sisi Allah dan lebih mengokohkan persaksian), artinya
lebih menolong meluruskannya, karena adanya bukti yang mengingatkannya (dan
lebih dekat), artinya lebih kecil kemungkinan (untuk tidak menimbulkan
keraguanmu), yakni mengenai besarnya utang atau jatuh temponya. (Kecuali
jika) terjadi muamalah itu (berupa perdagangan tunai) menurut satu qiraat
dengan baris di atas hingga menjadi khabar dari 'takuuna' sedangkan isimnya
adalah kata ganti at-tijaarah (yang kamu jalankan di antara kamu), artinya
yang kamu pegang dan tidak mempunyai waktu berjangka, (maka tidak ada dosa
lagi kamu jika kamu tidak menulisnya), artinya barang yang diperdagangkan itu
(hanya persaksikanlah jika kamu berjual beli) karena demikian itu lebih dapat
menghindarkan percekcokan. Maka soal ini dan yang sebelumnya merupakan soal
sunah (dan janganlah penulis dan saksi -maksudnya yang punya utang dan yang
berutang- menyulitkan atau mempersulit), misalnya dengan mengubah surat tadi
atau tak hendak menjadi saksi atau menuliskannya, begitu pula orang yang
punya utang, tidak boleh membebani si penulis dengan hal-hal yang tidak patut
untuk ditulis atau dipersaksikan. (Dan jika kamu berbuat) apa yang dilarang
itu, (maka sesungguhnya itu suatu kefasikan), artinya keluar dari taat yang
sekali-kali tidak layak (bagi kamu dan bertakwalah kamu kepada Allah) dalam
perintah dan larangan-Nya (Allah mengajarimu) tentang kepentingan urusanmu.
Lafal ini menjadi hal dari fi`il yang diperkirakan keberadaannya atau sebagai
kalimat baru. (Dan Allah mengetahui segala sesuatu).
|
||
Jika kamu dalam
perjalanan [dan bermu’amalah tidak secara tunai] sedang kamu tidak memperoleh
seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang [180] [oleh yang
berpiutang]. Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya [hutangnya] dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu [para saksi]
menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan. (283)
|
وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ
سَفَرٍ۬ وَلَمۡ تَجِدُواْ كَاتِبً۬ا فَرِهَـٰنٌ۬ مَّقۡبُوضَةٌ۬ۖ فَإِنۡ أَمِنَ
بَعۡضُكُم بَعۡضً۬ا فَلۡيُؤَدِّ ٱلَّذِى ٱؤۡتُمِنَ أَمَـٰنَتَهُ ۥ
وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُ ۥۗ وَلَا تَكۡتُمُواْ ٱلشَّهَـٰدَةَۚ وَمَن
يَڪۡتُمۡهَا فَإِنَّهُ ۥۤ ءَاثِمٌ۬ قَلۡبُهُ ۥۗ وَٱللَّهُ بِمَا
تَعۡمَلُونَ عَلِيمٌ۬ (٢٨٣)
|
|
[180] Barang
tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai.
|
||
283. (Jika kamu dalam perjalanan), yakni
sementara itu mengadakan utang-piutang (sedangkan kamu tidak beroleh seorang
penulis, maka hendaklah ada barang jaminan) ada yang membaca 'ruhunun' bentuk
jamak dari rahnun (yang dipegang) yang diperkuat dengan kepercayaanmu. Sunah
menyatakan diperbolehkannya jaminan itu di waktu mukim dan adanya penulis.
Maka mengaitkannya dengan jaminan, karena kepercayaan terhadapnya menjadi
lebih kuat, sedangkan firman-Nya, "...dan jaminan yang dipegang",
menunjukkan jaminan disyaratkan harus dipegang dan dianggap memadai walaupun
si peminjam atau wakilnya tidak hadir. (Akan tetapi jika sebagian kamu
mempercayai yang lainnya), maksudnya yang berpiutang kepada orang yang
berutang dan ia tidak dapat menyediakan jaminan (maka hendaklah orang yang
dipercayainya itu memenuhi), maksudnya orang yang berutang (amanatnya),
artinya hendaklah ia membayar utangnya (dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah, Tuhannya) dalam membayar utangnya itu. (Dan barang siapa yang
menyembunyikan kesaksian, maka ia adalah orang yang berdosa hatinya).
Dikhususkan menyebutkannya di sini, karena hati itulah yang menjadi tempat
kesaksian dan juga karena apabila hati berdosa, maka akan diikuti oleh
lainnya, hingga akan menerima hukuman sebagaimana dialami oleh semua anggota
tubuhnya. (Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan) hingga tiada
satu pun yang tersembunyi bagi-Nya.
|
||
Kepunyaan Allah-lah
segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu
melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya
Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka
Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang
dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (284)
|
لِّلَّهِ مَا فِى
ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِۗ وَإِن تُبۡدُواْ مَا فِىٓ أَنفُسِڪُمۡ
أَوۡ تُخۡفُوهُ يُحَاسِبۡكُم بِهِ ٱللَّهُۖ فَيَغۡفِرُ لِمَن يَشَآءُ
وَيُعَذِّبُ مَن يَشَآءُۗ وَٱللَّهُ عَلَىٰ ڪُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ (٢٨٤)
|
|
SEBAB
TURUNNYA AYAT: “Kepunyaan Allah-lah
segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang
ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat
perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa
yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S Al-Baqarah 284) Diriwayatkan bahwa ketika
turun ayat “Wa in tubduu maa fii anfusikum au tukhfuuhu yuhaasibkum
bihillaah” (“Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang
perbuatanmu itu”), para sahabat merasa sangat keberatan, sehingga datang
kepada Rasulullah saw sambil berlutut memohon keringanan, dengan berkata:
“Kami tidak mampu untuk mengikuti ayat ini”. Rasulullah saw bersabda: “Apakah
kalian akan berkata: `Sami’na wa ‘ashaina’ (kami dengar akan tetapi tidak
akan menurut) seperti apa yang telah diucapkan oleh dua ahli kitab (Yahudi
& Nasrani) sebelum kamu? Ucapkanlah `Sami’na wa atha’na ghufraanaka
rabbana wa ilaikal mashiir’ (kami mendengar & taat, dan ampunilah kami
wahai Tuhan kami, krn kepada-Mu lah tempat kembali)” Setelah dibacakannya
kepada para sahabat, dan terbiasakan lidahnya, turunlah kemudian ayat 285 dari
surat Al-Baqarah: “Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan
kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman; semuanya
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, dan Rasul-rasul-Nya. (Mereka
mengatakan): `Kami tidak membeda-bedakan antara seorangpun (dengan yg lain)
dari Rasul-rasul-Nya’, dan mereka mengatakan: `Kami dengar dan kami taat’.
(Mereka berdo’a):`Ampunilah kami wahai Tuhan kami, krn kepada-Mu lah tempat
kembali" Kemudian mereka laksanakan ayat 285 tersebut. Dan kemudian turunlah
ayat selanjutnya, yaitu surat Al-Baqarah ayat 186, yang menghibur hati
mereka, serta mengajarkan salah satu do’a yang masyhur. “Allah tidak
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat
pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya. (Mereka berdo’a): `Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau hukum kami jika kami terlupa atau tersalah. Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri
maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami,
maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir’”. (Diriwayatkan oleh Muslim dan
lain-lainnya yg bersumber dari Abu Hurairah)
|
||
284. (Milik Allahlah apa yang terdapat di
langit dan apa yang terdapat di bumi dan jika kamu menyatakan) atau
melahirkan (apa yang ada di dalam hatimu) berupa kejahatan dan rencana untuk
melakukannya (atau kamu menyembunyikan) maksudnya merahasiakannya (pastilah
akan dihisab), yakni dibukakan (oleh Allah) pada hari kiamat. Allah
mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya) untuk diampuni, (dan menyiksa siapa
yang dikehendaki-Nya) untuk disiksa. Kedua kata kerja ini dapat dihubungkan pada
jawab syarat dengan baris mati dan dapat pula dengan baris di depan dengan
perkiraan, 'fahuwa...' (Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu), di
antaranya melakukan hisab atas perhitungan terhadapmu dan memberikan
balasannya.
|
||
Rasul telah beriman kepada
Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang
yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. [Mereka mengatakan]: "Kami tidak
membeda-bedakan antara seseorangpun [dengan yang lain] dari rasul
rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami
ta’at". [Mereka berdo’a]: "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada
Engkaulah tempat kembali". (285)
|
ءَامَنَ ٱلرَّسُولُ
بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡهِ مِن رَّبِّهِۦ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۚ كُلٌّ ءَامَنَ
بِٱللَّهِ وَمَلَـٰٓٮِٕكَتِهِۦ
وَكُتُبِهِۦ وَرُسُلِهِۦ لَا نُفَرِّقُ بَيۡنَ أَحَدٍ۬ مِّن رُّسُلِهِۦۚ
وَقَالُواْ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَاۖ غُفۡرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيۡكَ ٱلۡمَصِيرُ
(٢٨٥)
|
|
SEBAB
TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh
Ahmad, Muslim dan lain-lainnya dari Abu Hurairah, katanya, "Tatkala
turun ayat, 'Dan jika kamu melahirkan apa yang terdapat dalam dadamu atau
menyembunyikannya, pastilah akan dihisab oleh Allah.' (Q.S. Al-Baqarah 284)
sungguh terasa berat oleh para sahabat. Mereka datang kepada Rasulullah saw.
lalu bersimpuh di atas kedua lutut mereka, kata mereka, 'Ayat ini telah
diturunkan kepada baginda, tetapi kami tidak sanggup memikulnya', maka
Rasulullah saw. bertanya, 'Apakah kalian hendak mengatakan seperti apa yang
diucapkan oleh Ahli Kitab yang sebelum kalian, 'Kami dengar dan kami
langgar?' hendaklah kalian ucapkan, 'Kami dengar dan kami patuhi. Ampunilah
kami wahai Tuhan kami dan kepada-Mu kami akan kembali.' Setelah orang-orang
itu berusaha membacanya hingga lidah-lidah mereka pun menjadi lunak
karenanya, maka Allah pun menurunkan di belakangnya, 'Rasul telah beriman...'
(Q.S. Al-Baqarah 285) Sesudah itu ayat tadi dinasakhkan oleh Allah dengan
menurunkan, 'Allah tidak membebani seseorang kecuali menurut
kemampuannya...'" (Q.S. Al-Baqarah 286) Muslim dan lain-lain
meriwayatkan pula seperti di atas dari Ibnu Abbas.
|
||
285. (Telah beriman), artinya membenarkan
(Rasul), yakni Muhammad (terhadap apa yang diturunkan kepadanya dari
Tuhannya), yakni Alquran, demikian pula (orang-orang yang beriman), ma`thuf
atau dihubungkan kepada Rasul (semuanya), tanwinnya menjadi pengganti bagi
mudhaf ilaih (beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya dan
Kitab-Kitab-Nya) ada yang membaca secara jamak dan ada pula secara mufrad
atau tunggal (serta para Rasul-Nya) kata mereka, ("Kami tidak
membeda-bedakan antara seseorang pun di antara Rasul-Rasul-Nya") hingga
kami beriman kepada sebagian dan kafir kepada lainnya, sebagaimana dilakukan
oleh orang-orang Yahudi dan Kristen (Dan mereka mengatakan, "Kami
dengar"), maksudnya apa yang diperintahkan kepada kami itu, disertai
dengan penerimaan (dan kami taati) serta kami bermohon, ("Ampunilah
kami, wahai Tuhan kami, dan kepada Engkaulah kami kembali"), yakni
dengan adanya saat berbangkit. Tatkala turun ayat yang sebelumnya,
orang-orang mukmin mengadukan waswas dan kekhawatiran mereka serta terasa
berat bagi mereka saat perhitungan, maka turun pula ayat:
|
||
Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala [dari
kebaikan] yang diusahakannya dan ia mendapat siksa [dari kejahatan] yang
dikerjakannya. [Mereka berdo’a]: "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum
kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada
orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan
kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami;
ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah
kami terhadap kaum yang kafir". (286)
|
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ
نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ لَهَا مَا كَسَبَتۡ وَعَلَيۡہَا مَا ٱكۡتَسَبَتۡۗ
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَآ إِن نَّسِينَآ أَوۡ أَخۡطَأۡنَاۚ رَبَّنَا وَلَا
تَحۡمِلۡ عَلَيۡنَآ إِصۡرً۬ا كَمَا حَمَلۡتَهُ ۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن
قَبۡلِنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلۡنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦۖ وَٱعۡفُ
عَنَّا وَٱغۡفِرۡ لَنَا وَٱرۡحَمۡنَآۚ أَنتَ مَوۡلَٮٰنَا
فَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡڪَـٰفِرِينَ (٢٨٦)
|
|
286. (Allah tidaklah membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kemampuannya), artinya sekadar kesanggupannya. (Ia mendapat dari apa
yang diusahakannya) berupa kebaikan artinya pahalanya (dan ia beroleh pula
dari hasil kejahatannya), yakni dosanya. Maka seseorang itu tidaklah menerima
hukuman dari apa yang tidak dilakukannya, hanya baru menjadi angan-angan dan
lamunan mereka. Mereka bermohon, ("Wahai Tuhan kami! Janganlah kami
dihukum) dengan siksa (jika kami lupa atau tersalah), artinya meninggalkan
kebenaran tanpa sengaja, sebagaimana dihukumnya orang-orang sebelum kami.
Sebenarnya hal ini telah dicabut Allah terhadap umat ini, sebagaimana yang
telah dijelaskan oleh hadis. Permintaan ini merupakan pengakuan terhadap
nikmat Allah. (Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau bebankan kepada kami beban
yang berat) yang tidak mungkin dapat kami pikul (sebagaimana Engkau bebankan
kepada orang-orang yang sebelum kami), yaitu Bani Israel berupa bunuh diri
dalam bertobat, mengeluarkan seperempat harta dalam zakat dan mengorek tempat
yang kena najis. (Wahai Tuhan kami! Janganlah Kamu pikulkan kepada kami apa
yang tidak sanggup) atau tidak kuat (kami memikulnya) berupa tugas-tugas dan
cobaan-cobaan. (Beri maaflah kami) atau hapuslah sekalian dosa kami
(ampunilah kami dan beri rahmatlah kami) dalam rahmat itu terdapat kelanjutan
atau tambahan keampunan, (Engkaulah pembela kami), artinya pemimpin dan
pengatur urusan kami (maka tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir."),
yakni dengan menegakkan hujah dan memberikan kemenangan dalam peraturan dan
pertempuran dengan mereka, karena ciri-ciri seorang maula atau pembela adalah
menolong anak buahnya terhadap musuh-musuh mereka. Dalam sebuah hadis
tercantum bahwa tatkala ayat ini turun dan dibaca oleh Nabi saw., maka setiap
kalimat diberikan jawaban oleh Allah swt., "Telah Engkau penuhi!"
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar