Senin, 29 April 2013

Surah 4 - An Nisaa' (1 - 176)

Surah WANITA

سُوۡرَةُ النِّسَاء
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang


بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya [263] Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan [mempergunakan] nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain [264], dan [peliharalah] hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (1) 


يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٍ۬ وَٲحِدَةٍ۬ وَخَلَقَ مِنۡہَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡہُمَا رِجَالاً۬ كَثِيرً۬ا وَنِسَآءً۬‌ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبً۬ا (١) 

[263] Maksud 'dari padanya' menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim. Di samping itu ada pula yang menafsirkan 'dari padanya' ialah dari unsur yang serupa ya'ni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan.

[264] Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti :"As aluka billah" artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah.

001. (Hai manusia) penduduk Mekah (bertakwalah kamu kepada Tuhanmu) artinya takutlah akan siksa-Nya dengan jalan menaati-Nya (yang telah menciptakan kamu dari satu diri) yakni Adam (dan menciptakan daripadanya istrinya) yaitu Hawa; dibaca panjang; dari salah satu tulang rusuknya yang kiri (lalu mengembangbiakkan) menyebarluaskan (dari kedua mereka itu) dari Adam dan Hawa (laki-laki yang banyak dan wanita) yang tidak sedikit jumlahnya. (Dan bertakwalah kepada Allah yang kamu saling meminta) terdapat idgam ta pada sin sedangkan menurut satu qiraat dengan takhfif yaitu membuangnya sehingga menjadi tas-aluuna (dengan nama-Nya) yang sebagian kamu mengatakan kepada sebagian lainnya, "Saya meminta kepadamu dengan nama Allah," (dan) jagalah pula (hubungan silaturahmi) jangan sampai terputus. Menurut satu qiraat dibaca dengan kasrah diathafkan kepada dhamir yang terdapat pada bihi. Mereka juga biasa saling bersumpah dengan hubungan rahim. (Sesungguhnya Allah selalu mengawasi kamu) menjaga perbuatanmu dan memberi balasan terhadapnya. Maka sifat mengawasi selalu melekat dan terdapat pada Allah swt. Ayat berikut diturunkan mengenai seorang anak yatim yang meminta hartanya kepada walinya tetapi ia tidak mau memberikannya.

Dan berikanlah kepada anak-anak yatim [yang sudah baligh] harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan [menukar dan memakan] itu, adalah dosa yang besar. (2) 


وَءَاتُواْ ٱلۡيَتَـٰمَىٰٓ أَمۡوَٲلَہُمۡ‌ۖ وَلَا تَتَبَدَّلُواْ ٱلۡخَبِيثَ بِٱلطَّيِّبِ‌ۖ وَلَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٲلَهُمۡ إِلَىٰٓ أَمۡوَٲلِكُمۡ‌ۚ إِنَّهُ ۥ كَانَ حُوبً۬ا كَبِيرً۬ا (٢) 

002. (Dan berikanlah kepada anak-anak yatim) yaitu anak-anak yang tidak berbapak (harta mereka) jika sudah balig (dan janganlah kamu tukar yang baik dengan yang buruk) artinya yang halal dengan yang haram dan janganlah kamu ambil harta yang baik dari anak yatim itu lalu kamu ganti dengan hartamu yang jelek (dan jangan kamu makan harta mereka) yang telah dicampur aduk (dengan hartamu. Sesungguhnya itu) maksudnya memakan yang demikian itu (adalah dosa) atau kesalahan (besar). Tatkala ayat ini turun mereka berkeberatan untuk menjadi wali anak yatim. Kemudian di antara mereka ada orang yang memiliki sepuluh atau delapan orang istri sehingga ia tak sanggup untuk berlaku adil di antara mereka, maka turunlah ayat:

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap [hak-hak] perempuan yatim [bilamana kamu mengawininya], maka kawinilah wanita-wanita [lain] yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil [265], maka [kawinilah] seorang saja [266], atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (3) 


وَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا تُقۡسِطُواْ فِى ٱلۡيَتَـٰمَىٰ فَٱنكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثۡنَىٰ وَثُلَـٰثَ وَرُبَـٰعَ‌ۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا تَعۡدِلُواْ فَوَٲحِدَةً أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُكُمۡ‌ۚ ذَٲلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُواْ (٣) 

[265] Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.

[266] Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW Ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja.

003. (Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim) sehingga sulit bagi kamu untuk menghadapi mereka lalu kamu takut pula tidak akan dapat berlaku adil di antara wanita-wanita yang kamu kawini (maka kawinilah) (apa) dengan arti siapa (yang baik di antara wanita-wanita itu bagi kamu dua, tiga atau empat orang) boleh dua, tiga atau empat tetapi tidak boleh lebih dari itu. (kemudian jika kamu tidak akan dapat berlaku adil) di antara mereka dalam giliran dan pembagian nafkah (maka hendaklah seorang saja) yang kamu kawini (atau) hendaklah kamu batasi pada (hamba sahaya yang menjadi milikmu) karena mereka tidak mempunyai hak-hak sebagaimana istri-istri lainnya. (Yang demikian itu) maksudnya mengawini empat orang istri atau seorang istri saja, atau mengambil hamba sahaya (lebih dekat) kepada (tidak berbuat aniaya) atau berlaku lalim.

Berikanlah maskawin [mahar] kepada wanita [yang kamu nikahi] sebagai pemberian dengan penuh kerelaan [267]. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah [ambillah] pemberian itu [sebagai makanan] yang sedap lagi baik akibatnya. (4) 


وَءَاتُواْ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَـٰتِہِنَّ نِحۡلَةً۬‌ۚ فَإِن طِبۡنَ لَكُمۡ عَن شَىۡءٍ۬ مِّنۡهُ نَفۡسً۬ا فَكُلُوهُ هَنِيٓـًٔ۬ا مَّرِيٓـًٔ۬ا (٤) 

[267] Pemberian itu ialah maskawin yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua pihak, karena pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas.

004. (Berikanlah kepada wanita-wanita itu maskawin mereka) jamak dari shadaqah (sebagai pemberian) karena ketulusan dan kesucian hati (Kemudian jika mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati) nafsan merupakan tamyiz yang asalnya menjadi fa'il; artinya hati mereka senang untuk menyerahkan sebagian dari maskawin itu kepadamu lalu mereka berikan (maka makanlah dengan enak) atau sedap (lagi baik) akibatnya sehingga tidak membawa bencana di akhirat kelak. Ayat ini diturunkan terhadap orang yang tidak menyukainya.

Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya [268], harta [mereka yang ada dalam kekuasaanmu] yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian [dari hasil harta itu] dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (5) 


وَلَا تُؤۡتُواْ ٱلسُّفَهَآءَ أَمۡوَٲلَكُمُ ٱلَّتِى جَعَلَ ٱللَّهُ لَكُمۡ قِيَـٰمً۬ا وَٱرۡزُقُوهُمۡ فِيہَا وَٱكۡسُوهُمۡ وَقُولُواْ لَهُمۡ قَوۡلاً۬ مَّعۡرُوفً۬ا (٥)
[268] Orang yang belum sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum balig atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta bendanya.

005. (Dan janganlah kamu serahkan) hai para wali (kepada orang-orang yang bebal) artinya orang-orang yang boros dari kalangan laki-laki, wanita dan anak-anak (harta kamu) maksudnya harta mereka yang berada dalam tanganmu (yang dijadikan Allah sebagai penunjang hidupmu) qiyaaman mashdar dari qaama; artinya penopang hidup dan pembela kepentinganmu karena akan mereka habiskan bukan pada tempatnya. Menurut suatu qiraat dibaca qayyima jamak dari qiimah; artinya alat untuk menilai harga benda-benda (hanya berilah mereka belanja daripadanya) maksudnya beri makanlah mereka daripadanya (dan pakaian dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik) misalnya janjikan jika mereka telah dewasa, maka harta mereka itu akan diberikan semuanya kepada mereka.

Dan ujilah [269] anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas [pandai memelihara harta], maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan [janganlah kamu] tergesa-gesa [membelanjakannya] sebelum mereka dewasa. Barangsiapa [di antara pemelihara itu] mampu, maka hendaklah ia menahan diri [dari memakan harta anak yatim itu] dan barangsiapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi [tentang penyerahan itu] bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas [atas persaksian itu]. (6) 


وَٱبۡتَلُواْ ٱلۡيَتَـٰمَىٰ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغُواْ ٱلنِّكَاحَ فَإِنۡ ءَانَسۡتُم مِّنۡہُمۡ رُشۡدً۬ا فَٱدۡفَعُوٓاْ إِلَيۡہِمۡ أَمۡوَٲلَهُمۡ‌ۖ وَلَا تَأۡكُلُوهَآ إِسۡرَافً۬ا وَبِدَارًا أَن يَكۡبَرُواْ‌ۚ وَمَن كَانَ غَنِيًّ۬ا فَلۡيَسۡتَعۡفِفۡ‌ۖ وَمَن كَانَ فَقِيرً۬ا فَلۡيَأۡكُلۡ بِٱلۡمَعۡرُوفِ‌ۚ فَإِذَا دَفَعۡتُمۡ إِلَيۡہِمۡ أَمۡوَٲلَهُمۡ فَأَشۡہِدُواْ عَلَيۡہِمۡ‌ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ حَسِيبً۬ا (٦)
[269] Yakni : mengadakan penyelidikan terhadap mereka tentang keagamaan, usaha-usaha mereka, kelakuan dan lain-lain sampai diketahui bahwa anak itu dapat dipercayai.

006. (Dan hendaklah kamu uji anak-anak yatim itu) sebelum mereka balig yakni mengenai keagamaan dan tingkah laku mereka (hingga setelah mereka sampai umur untuk kawin) artinya telah mampu untuk itu dengan melihat keadaan dan usia; menurut Imam Syafii 15 tahun penuh (maka jika menurut pendapatmu) atau penglihatanmu (mereka telah cerdas) artinya pandai menjaga agama dan harta mereka (maka serahkanlah kepada mereka itu harta-harta mereka dan janganlah kamu memakannya) hai para wali (secara berlebih-lebihan) tanpa hak; ini menjadi hal (dan dengan tergesa-gesa) untuk membelanjakannya karena khawatir (mereka dewasa) hingga harta itu harus diserahkan kepada yang berhak. (Dan barang siapa) di antara para wali (yang mampu, maka hendaklah ia menahan diri) dari mengambil dan memakan harta anak yatim itu (sedangkan siapa yang miskin, maka bolehlah ia memakan) harta itu (secara sepatutnya) artinya sekadar upah jerih payahnya. (Kemudian apabila kamu menyerahkan kepada mereka) maksudnya kepada anak-anak yatim (harta mereka, maka hendaklah kamu persaksikan terhadap mereka) yakni bahwa mereka telah menerimanya dan tanggung jawabmu telah selesai. Maksudnya ialah siapa tahu kalau-kalau terjadi persengketaan nanti, maka kamu dapat mempergunakan para saksi itu. Maka perintah ini tujuannya ialah untuk memberi petunjuk (Dan cukuplah Allah) ba merupakan tambahan (sebagai pengawas) yang mengawasi perbuatan-perbuatan hamba-Nya dan memberi mereka ganjaran. Ayat berikut ini diturunkan untuk menolak kebiasaan orang-orang jahiliah yang tidak mau memberi harta warisan kepada golongan wanita dan anak-anak.

Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian [pula] dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. (7) 



لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ۬ مِّمَّا تَرَكَ ٱلۡوَٲلِدَانِ وَٱلۡأَقۡرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ۬ مِّمَّا تَرَكَ ٱلۡوَٲلِدَانِ وَٱلۡأَقۡرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنۡهُ أَوۡ كَثُرَ‌ۚ نَصِيبً۬ا مَّفۡرُوضً۬ا (٧) 
SEBAB TURUNNYA AYAT: Abu Syaikh dan oleh Ibnu Hibban mengetengahkan dalam Kitabul Faraaidh dari jalur Kalbi dari Abu Saleh dari Ibnu Abbas, "Orang-orang jahiliah biasanya tidak mewariskan harta kepada kaum wanita dan anak laki-laki yang masih kecil sebelum balig. Kebetulan seorang laki-laki Ansar bernama Aus bin Tsabit mati meninggalkan dua orang anak perempuan dan seorang anak laki-laki yang masih kecil. Maka datanglah dua orang saudara sepupu mereka yang bernama Khalid dan yang menjadi ashabah, lalu mengambil semua harta itu. Maka datanglah istrinya, menemui Rasulullah saw. lalu menceritakan hal itu kepadanya. Jawabnya, 'Saya belum tahu apa yang harus saya katakan', maka turunlah ayat, 'Bagi laki-laki ada hak dari harta peninggalan ibu bapak...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 7)

007. (Bagi laki-laki) baik anak-anak maupun karib kerabat (ada bagian) atau hak (dari harta peninggalan ibu bapak dan karib kerabat) yang meninggal dunia (dan bagi wanita ada bagian pula dari harta peninggalan ibu bapak dan karib kerabat, baik sedikit daripadanya) maksudnya dari harta itu (atau banyak) yang dijadikan Allah (sebagai hak yang telah ditetapkan) artinya hak yang pasti yang harus diserahkan kepada mereka.

Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat [270], anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu [271]  [sekedarnya] dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. (8) 


وَإِذَا حَضَرَ ٱلۡقِسۡمَةَ أُوْلُواْ ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَـٰمَىٰ وَٱلۡمَسَـٰڪِينُ فَٱرۡزُقُوهُم مِّنۡهُ وَقُولُواْ لَهُمۡ قَوۡلاً۬ مَّعۡرُوفً۬ا (٨)
[270] Kerabat di sini maksudnya : kerabat yang tidak mempunyai hak warisan dari harta benda pusaka.

[271] Pemberian sekedarnya itu tidak boleh lebih dari sepertiga harta warisan.

008. (Dan apabila pembagian harta warisan dihadiri oleh karib kerabat) yakni dari golongan yang tidak beroleh warisan (dan anak-anak yatim serta orang-orang miskin, maka berilah mereka daripadanya sekadarnya) sebelum dilakukan pembagian (dan ucapkanlah) hai para wali (kepada mereka) yakni jika mereka masih kecil-kecil (kata-kata yang baik) atau lemah-lembut, seraya meminta maaf kepada kaum kerabat yang tidak mewarisi itu, bahwa harta peninggalan ini bukan milik kalian tetapi milik ahli waris yang masih kecil-kecil. Ada yang mengatakan bahwa hukum ini yakni pemberian kepada kaum kerabat yang tidak mewarisi telah dinasakhkan/dihapus. Tetapi ada pula yang mengatakan tidak, hanya manusialah yang mempermudah dan tidak melakukannya. Berdasarkan itu maka hukumnya sunah, tetapi Ibnu Abbas mengatakannya wajib.

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap [kesejahteraan] mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (9) 


وَلۡيَخۡشَ ٱلَّذِينَ لَوۡ تَرَكُواْ مِنۡ خَلۡفِهِمۡ ذُرِّيَّةً۬ ضِعَـٰفًا خَافُواْ عَلَيۡهِمۡ فَلۡيَتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡيَقُولُواْ قَوۡلاً۬ سَدِيدًا (٩) 
009. (Dan hendaklah bersikap waspada) maksudnya terhadap nasib anak-anak yatim (orang-orang yang seandainya meninggalkan) artinya hampir meninggalkan (di belakang mereka) sepeninggal mereka (keturunan yang lemah) maksudnya anak-anak yang masih kecil-kecil (mereka khawatir terhadap nasib mereka) akan terlantar (maka hendaklah mereka bertakwa kepada Allah) mengenai urusan anak-anak yatim itu dan hendaklah mereka lakukan terhadap anak-anak yatim itu apa yang mereka ingini dilakukan orang terhadap anak-anak mereka sepeninggal mereka nanti (dan hendaklah mereka ucapkan) kepada orang yang hendak meninggal (perkataan yang benar) misalnya menyuruhnya bersedekah kurang dari sepertiga dan memberikan selebihnya untuk para ahli waris hingga tidak membiarkan mereka dalam keadaan sengsara dan menderita.

Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala [neraka]. (10) 


إِنَّ ٱلَّذِينَ يَأۡڪُلُونَ أَمۡوَٲلَ ٱلۡيَتَـٰمَىٰ ظُلۡمًا إِنَّمَا يَأۡڪُلُونَ فِى بُطُونِهِمۡ نَارً۬ا‌ۖ وَسَيَصۡلَوۡنَ سَعِيرً۬ا (١٠) 
010. (Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim secara aniaya) maksudnya tanpa hak (bahwasanya mereka menelan api sepenuh perut mereka) karena harta itu akan berubah di akhirat nanti menjadi api (dan mereka akan masuk) dalam bentuk kalimat aktif atau pun pasif (api yang bernyala-nyala) yakni api neraka yang menyebabkan mereka terbakar hangus.

Allah mensyari’atkan bagimu tentang [pembagian pusaka untuk] anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; [272] dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua [273], maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya [saja], maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. [Pembagian-pembagian tersebut di atas] sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau [dan] sesudah dibayar hutangnya. [Tentang] orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat [banyak] manfa’atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (11) 


يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِىٓ أَوۡلَـٰدِڪُمۡ‌ۖ لِلذَّكَرِ مِثۡلُ حَظِّ ٱلۡأُنثَيَيۡنِ‌ۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءً۬ فَوۡقَ ٱثۡنَتَيۡنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ‌ۖ وَإِن كَانَتۡ وَٲحِدَةً۬ فَلَهَا ٱلنِّصۡفُ‌ۚ وَلِأَبَوَيۡهِ لِكُلِّ وَٲحِدٍ۬ مِّنۡہُمَا ٱلسُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ ۥ وَلَدٌ۬‌ۚ فَإِن لَّمۡ يَكُن لَّهُ ۥ وَلَدٌ۬ وَوَرِثَهُ ۥۤ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ ٱلثُّلُثُ‌ۚ فَإِن كَانَ لَهُ ۥۤ إِخۡوَةٌ۬ فَلِأُمِّهِ ٱلسُّدُسُ‌ۚ مِنۢ بَعۡدِ وَصِيَّةٍ۬ يُوصِى بِہَآ أَوۡ دَيۡنٍ‌ۗ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُكُمۡ لَا تَدۡرُونَ أَيُّهُمۡ أَقۡرَبُ لَكُمۡ نَفۡعً۬ا‌ۚ فَرِيضَةً۬ مِّنَ ٱللَّهِ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمً۬ا (١١) ۞
[272] Bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah karena kewajiban laki-laki lebih berat dari perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan memberi nafkah. (Lihat ayat 34 surat An Nisaa).

[273] Lebih dari dua maksudnya : dua atau lebih sesuai dengan yang diamalkan Nabi.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Imam yang enam mengetengahkan dari Jabir bin Abdullah, katanya, "Nabi saw. bersama Abu Bakar menjenguk saya di perkampungan Salamah dengan berjalan kaki. Didapatinya saya dalam keadaan tidak sadar lalu dimintanya air kemudian berwudu dan setelah itu dipercikkannya air kepada saya hingga saya siuman, lalu tanya saya, 'Apa seharusnya yang saya perbuat menurut Anda tentang harta saya?' Maka turunlah, 'Allah mewasiatkan kepadamu tentang anak-anakmu, bahwa bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.'" Ahmad, Abu Daud, Tirmizi dan Hakim mengetengahkan dari Jabir, katanya, "Istri Saad bin Rabi' datang kepada Rasulullah saw., katanya, 'Wahai Rasulullah! Kedua putri ini adalah anak Saad bin Rabi' yang ayahnya gugur di Uhud sebagai syahid sewaktu bersama Anda; paman mereka mengambil hartanya dan tidak meninggalkan sedikit pun bagi mereka, sedangkan mereka itu tidak dapat kawin kecuali dengan adanya harta.' Maka jawab Nabi saw., 'Allah memutuskan tentang masalah itu.' Maka turunlah ayat tentang pembagian harta pusaka." Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, "Ini menjadi pegangan bagi orang yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan mengenai kisah Ibnu Saad dan bukan tentang kisah Jabir, apalagi Jabir sendiri waktu itu belum punya anak." Kata Ibnu Hajar lagi, "Jawaban kita, bahwa ayat itu turun mengenai kedua peristiwa sekaligus, dan mungkin pada mulanya turun tentang kisah kedua anak perempuan itu, dan akhirnya yaitu kalimat yang berbunyi, 'Dan jika seorang laki-laki yang diwarisi itu tanpa anak atau bapak,' pada kisah Jabir hingga yang dimaksud oleh Jabir dengan ucapannya: Maka turunlah ayat, 'Allah mewasiatkan kepadamu tentang anak-anakmu....' (Q.S. An-Nisa 11) artinya disebutkannya kalalah yang berhubungan dengan ayat ini." Sebab ketiga yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir dari Assaddiy, katanya, "Penduduk Madinah tidaklah menjadikan wanita-wanita dan anak-anak yang masih lemah sebagai ahli waris dan tidak pula memperbolehkan seorang laki-laki dewasa mewarisi anaknya, kecuali siapa yang kuat berperang. Kebetulan wafatlah Abdurrahman saudara si penyair Hissan dengan meninggalkan seorang istri yang bernama Umu Kahah beserta lima orang anak perempuan. Ahli-ahli waris pun mengambil hartanya hingga Umu Kahah datang kepada Nabi saw. mengadukan halnya. Maka Allah pun menurunkan ayat ini, 'Sekiranya mereka terdiri dari wanita-wanita lebih dari dua orang, maka mereka mendapat dua pertiga harta...' lalu sabdanya mengenai Ummu Kahah, 'Dan bagi mereka seperempat dari harta peninggalanmu jika mereka tidak mempunyai anak, sedangkan jika kamu mempunyai anak, maka bagi mereka itu seperdelapan.'"

011. (Allah mewasiatkan atau menitahkan padamu mengenai anak-anakmu) dengan apa yang akan disebutkan ini: (yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan) di antara mereka. Jika ketiga mereka itu berkumpul, maka bagi yang lelaki seperdua harta dan bagi kedua anak perempuan seperdua pula. Sedangkan jika yang ditemui itu hanya seorang anak lelaki dan seorang perempuan, maka bagi yang perempuan itu hanya sepertiga sementara bagi yang laki-laki dua pertiga. Dan sekiranya yang laki-laki itu tunggal, maka ia menghabisi semua harta (jika mereka) maksudnya anak-anak itu (hanya perempuan) saja (lebih dari dua orang maka bagi mereka dua pertiga harta yang ditinggalkan) mayat; demikian pula jika jumlah mereka dua orang karena mereka itu dua bersaudara yang tercakup dalam firman Allah swt., "...maka bagi mereka dua pertiga dari harta peninggalan," mereka lebih utama apalagi mengingat bahwa seorang anak perempuan berhak sepertiga harta jika bersama seorang anak laki-laki sehingga dengan demikian jika dia bersama seorang anak perempuan lebih utama lagi dan lebih didahulukan dari hubungan apa pun. Ada pula yang mengatakan bahwa demikian itu ialah untuk menghilangkan dugaan bertambahnya bagian dengan bertambahnya bilangan, yakni tatkala timbul pengertian bahwa dengan diberikannya sepertiga bagian untuk seorang anak perempuan jika ia bersama seorang anak laki-laki, maka dua orang anak perempuan beroleh dua pertiga bagian. (Jika dia) maksudnya anak perempuan itu (seorang saja) menurut qiraat dengan baris di depan sehingga kaana dianggap sebagai tam dan bukan naqish. (maka ia memperoleh seperdua harta sedangkan untuk kedua orang tuanya) maksudnya orang tua mayat yang di sini diberi badal dengan (bagi masing-masing mereka seperenam dari harta pusaka; yakni jika si mayat itu mempunyai anak) baik laki-laki maupun wanita. Ditekankannya badal ialah untuk menyatakan bahwa kedua orang tua itu tidaklah berserikat padanya. Dan terhadap adanya anak dianggap adanya cucu, begitu pula terhadap adanya bapak adanya kakek. (Jika si mayat tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua orang tuanya) saja atau bersama istrinya (maka bagi ibunya) dapat dibaca li-ummihi dengan hamzah baris di depan dan boleh pula limmihi dengan hamzah baris di bawah untuk meringankan bertemunya dhammah dan kasrah pada dua tempat yang berdekatan (sepertiga) maksudnya sepertiga dari harta yang telah dibagikan kepada pihak istri, sedangkan sisanya buat bapak. (Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa orang saudara) maksudnya dua orang atau lebih, baik laki-laki atau perempuan (maka bagi ibunya seperenam) sedangkan sisanya untuk bapaknya, sementara saudara-saudaranya itu tidak beroleh bagian apa-apa. Dan pembagian warisan seperti tersebut di atas itu ialah (setelah) dilaksanakannya (wasiat yang dibuatnya) dibaca yuushii atau yuushaa dalam bentuk aktif atau pun pasif (atau) dibayarnya (utangnya). Dan disebutkannya lebih dulu pemenuhan wasiat daripada pembayaran utang, walaupun pelaksanaannya dibelakangkan ialah dengan maksud untuk tidak mengabaikannya. (Mengenai orang tuamu dan anak-anakmu) menjadi mubtada sedangkan khabarnya ialah: (tidaklah kamu ketahui manakah yang lebih dekat kepadamu manfaatnya) di dunia dan di akhirat. Ada orang yang mengira bahwa putranyalah yang lebih banyak kegunaannya kepadanya, lalu diberinya harta warisan sehingga dengan demikian ternyatalah bahwa bapaklah yang lebih bermanfaat bagi manusia, demikian sebaliknya. Maka yang mengetahui soal itu hanyalah Allah swt. dan itulah sebabnya diwajibkan-Nya pembagian pusaka. (Ini adalah ketetapan dari Allah; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui) terhadap makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) tentang peraturan-peraturan yang diberikan-Nya kepada mereka; artinya Dia tetap bersifat bijaksana dalam semuanya itu.

Dan bagimu [suami-suami] seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau [dan] sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau [dan] sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki [seibu saja] atau seorang saudara perempuan [seibu saja], maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat [kepada ahli waris] [274]. [Allah menetapkan yang demikian itu sebagai] syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. (12)


وَلَڪُمۡ نِصۡفُ مَا تَرَكَ أَزۡوَٲجُڪُمۡ إِن لَّمۡ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ۬‌ۚ فَإِن ڪَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ۬ فَلَڪُمُ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَڪۡنَ‌ۚ مِنۢ بَعۡدِ وَصِيَّةٍ۬ يُوصِينَ بِهَآ أَوۡ دَيۡنٍ۬‌ۚ وَلَهُنَّ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَكۡتُمۡ إِن لَّمۡ يَڪُن لَّكُمۡ وَلَدٌ۬‌ۚ فَإِن ڪَانَ لَڪُمۡ وَلَدٌ۬ فَلَهُنَّ ٱلثُّمُنُ مِمَّا تَرَڪۡتُم‌ۚ مِّنۢ بَعۡدِ وَصِيَّةٍ۬ تُوصُونَ بِهَآ أَوۡ دَيۡنٍ۬‌ۗ وَإِن كَانَ رَجُلٌ۬ يُورَثُ ڪَلَـٰلَةً أَوِ ٱمۡرَأَةٌ۬ وَلَهُ ۥۤ أَخٌ أَوۡ أُخۡتٌ۬ فَلِكُلِّ وَٲحِدٍ۬ مِّنۡهُمَا ٱلسُّدُسُ‌ۚ فَإِن ڪَانُوٓاْ أَڪۡثَرَ مِن ذَٲلِكَ فَهُمۡ شُرَڪَآءُ فِى ٱلثُّلُثِ‌ۚ مِنۢ بَعۡدِ وَصِيَّةٍ۬ يُوصَىٰ بِہَآ أَوۡ دَيۡنٍ غَيۡرَ مُضَآرٍّ۬‌ۚ وَصِيَّةً۬ مِّنَ ٱللَّهِ‌ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ۬ (١٢)
[274] Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan-tindakan seperti : a. Mewasiatkan lebih dari sepertiga harta pusaka. b. Berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. Sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.

012. (Dan bagi kamu, suami-suami, seperdua dari harta peninggalan istri-istrimu jika mereka tidak mempunyai anak) baik dari kamu maupun dari bekas suaminya dulu. (Tetapi jika mereka mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta peninggalan, yakni setelah dipenuhinya wasiat yang mereka buat atau dibayarnya utang mereka.) Dalam hal ini cucu dianggap sama dengan anak menurut ijmak. (Dan bagi mereka) artinya para istri itu baik mereka berbilang atau tidak (seperempat dari harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak; dan jika kamu mempunyai anak) baik dari istrimu itu maupun dari bekas istrimu (maka bagi mereka seperdelapan dari harta peninggalanmu, yakni setelah dipenuhinya wasiat yang kamu buat atau dibayarnya utangmu). Dalam hal ini cucu dianggap sama dengan anak menurut ijmak. (Jika seorang laki-laki yang diwarisi itu) menjadi sifat, sedangkan khabarnya: (kalalah) artinya tidak meninggalkan bapak dan tidak pula anak (atau perempuan) yang mewaris secara kalalah (tetapi ia mempunyai) maksudnya yang diwarisi itu (seorang saudara laki-laki atau seorang saudara perempuan) maksudnya yang seibu, dan jelas-jelas dibaca oleh Ibnu Masud dan lain-lain (maka masing-masing jenis saudara itu memperoleh seperenam) harta peninggalan. (Tetapi jika mereka itu) maksudnya saudara-saudara yang seibu itu, baik laki-laki maupun perempuan (lebih daripada itu) maksudnya lebih dari seorang (maka mereka berserikat dalam sepertiga harta) dengan bagian yang sama antara laki-laki dan perempuan (sesudah dipenuhinya wasiat yang dibuatnya atau dibayarnya utangnya tanpa memberi mudarat) menjadi hal dari dhamir yang terdapat pada yuushaa; artinya tidak menyebabkan adanya kesusahan bagi para ahli waris, misalnya dengan berwasiat lebih dari sepertiga harta (sebagai amanat) atau pesan, dan merupakan mashdar yang mengukuhkan dari yuushiikum (dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui) faraid atau tata cara pembagian pusaka yang diatur-Nya buat makhluk-Nya (lagi Maha Penyantun) dengan menangguhkan hukuman terhadap orang-orang yang melanggarnya. Kemudian mengenai pembagian pusaka terhadap ahli-ahli waris tersebut yang mengandung keraguan dengan adanya halangan seperti pembunuhan atau perbedaan agama dan menjadi murtad, maka penjelasannya diserahkan pada sunah.

[Hukum-hukum tersebut] itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. (13) 


تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ‌ۚ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ ۥ يُدۡخِلۡهُ جَنَّـٰتٍ۬ تَجۡرِى مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيهَا‌ۚ وَذَٲلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ (١٣) 
013. (Itulah) maksudnya hukum-hukum tersebut semenjak urusan anak yatim hingga berikutnya (ketentuan-ketentuan Allah) syariat-syariat yang ditetapkan-Nya buat hamba-hamba-Nya agar mereka patuhi dan tidak dikhianati. (Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya) mengenai hukum-hukum yang ditetapkan-Nya itu (maka akan dimasukkan-Nya) ada yang membaca nudkhiluhu; artinya Kami masukkan ia, dengan maksud merubah pembicaraan kepada orang pertama (ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan itulah kemenangan yang besar).

Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (14) 


وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ ۥ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ ۥ يُدۡخِلۡهُ نَارًا خَـٰلِدً۬ا فِيهَا وَلَهُ ۥ عَذَابٌ۬ مُّهِينٌ۬ (١٤) 
014. (Dan siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya serta melanggar aturan-aturan-Nya, maka akan dimasukkan-Nya) ada dua versi dengan memakai ya dan ada pula dengan memakai nun (ke dalam api neraka, kekal ia di dalamnya dan baginya) di dalamnya (siksa yang menghinakan) di samping menciutkan hati. Pada kedua ayat terdapat lafal man sedangkan pada khaalidiina makna atau artinya.

Dan [terhadap] para wanita yang mengerjakan perbuatan keji [275], hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu [yang menyaksikannya]. Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka [wanita-wanita itu] dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya [276] . (15) 


وَٱلَّـٰتِى يَأۡتِينَ ٱلۡفَـٰحِشَةَ مِن نِّسَآٮِٕڪُمۡ فَٱسۡتَشۡہِدُواْ عَلَيۡهِنَّ أَرۡبَعَةً۬ مِّنڪُمۡ‌ۖ فَإِن شَہِدُواْ فَأَمۡسِكُوهُنَّ فِى ٱلۡبُيُوتِ حَتَّىٰ يَتَوَفَّٮٰهُنَّ ٱلۡمَوۡتُ أَوۡ يَجۡعَلَ ٱللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلاً۬ (١٥)

[275] Perbuatan keji : menurut jumhur mufassirin yang dimaksud perbuatan keji ialah perbuatan zina, sedang menurut pendapat yang lain ialah segala perbuatan mesum seperti : zina, homo sek dan yang sejenisnya. Menurut pendapat Muslim dan Mujahid yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah musahaqah (homosek antara wanita dengan wanita).

[276] Menurut jumhur mufassirin jalan yang lain itu itu ialah dengan turunnya ayat 2 surat An Nuur.

015. (Dan wanita-wanita yang melakukan perbuatan keji) maksudnya berzina di antara wanita-wanitamu (maka persaksikanlah mereka itu kepada empat orang saksi di antaramu) maksudnya di antara laki-lakimu yang beragama Islam. (Maka jika mereka memberikan kesaksian) terhadap perbuatan mereka itu (maka tahanlah mereka itu) atau kurunglah (dalam rumah) dan laranglah mereka bergaul dengan manusia (sampai mereka diwafatkan oleh maut) maksudnya oleh malaikat maut (atau) hingga (Allah memberi bagi mereka jalan lain) yakni jalan untuk membebaskan mereka dari hukuman semacam itu. Demikianlah hukuman mereka pada awal Islam lalu mereka diberi jalan lain yaitu digantinya dengan hukum dera sebanyak seratus kali serta membuangnya dari kampung halamannya selama setahun yakni bagi yang belum kawin dan dengan merajam wanita-wanita yang sudah kawin. Dalam hadis tersebut bahwa tatkala hukuman itu diumumkan, bersabdalah Nabi saw., "Terimalah daripadaku, contohlah kepadaku karena Allah telah memberikan bagi mereka jalan lepas!" Riwayat Muslim.

Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (16) 


وَٱلَّذَانِ يَأۡتِيَـٰنِهَا مِنڪُمۡ فَـَٔاذُوهُمَا‌ۖ فَإِن تَابَا وَأَصۡلَحَا فَأَعۡرِضُواْ عَنۡهُمَآ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ ڪَانَ تَوَّابً۬ا رَّحِيمًا (١٦) 
016. (Dan mengenai dua orang) dengan nun yang memakai atau tanpa tasydid (yang melakukannya) maksudnya perbuatan keji, yaitu berzina atau homoseksual (di antara kamu) maksudnya kaum lelaki (maka berilah mereka hukuman) dengan mencela dan memukul mereka dengan terompah. (Kemudian jika mereka bertobat) daripadanya (dan memperbaiki perbuatan mereka) (maka tinggalkanlah mereka) dan jangan disakiti lagi. (Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat) terhadap orang yang sadar (lagi Maha Penyayang) kepadanya. Ayat ini telah dihapus/dimansukh hukumnya dengan ayat had, jika yang dimaksud karena berzina. Demikian pula menurut Syafii jika yang dimaksud karena homoseksual. Hanya menurutnya pula, orang yang "dikerjai" tidaklah dirajam walaupun telah beristri, hanya dipukul dan diasingkan. Bahwa yang dimaksud itu homoseksual lebih kuat dengan alasan adanya dhamir tatsniah huma dan lain-lain. Menurut golongan yang pertama yang dimaksud dengan kedua mereka itu ialah pezina yang laki-laki dan yang perempuan. Tetapi pendapat ini ditolak oleh golongan Syafii dengan penjelasan yang diberikan kemudian dengan hubungannya yang berkaitan dengan dhamir laki-laki dan berserikatnya kedua mereka dalam menerima hukuman, bertobat dan diisolir. Dan ini khusus bagi pihak laki-laki, karena sebagaimana kita ketahui bagi pihak wanita ialah tahanan rumah.

Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan [277], yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (17) 


إِنَّمَا ٱلتَّوۡبَةُ عَلَى ٱللَّهِ لِلَّذِينَ يَعۡمَلُونَ ٱلسُّوٓءَ بِجَهَـٰلَةٍ۬ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِن قَرِيبٍ۬ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ يَتُوبُ ٱللَّهُ عَلَيۡہِمۡ‌ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَڪِيمً۬ا (١٧)
[277] Maksudnya ialah : 1. Orang yang berbuat ma'siat dengan tidak mengetahui bahwa perbuatan itu adalah ma'siat kecuali jika dipikirkan lebih dahulu. 2. Orang yang durhaka kepada Allah baik dengan sengaja atau tidak. 3. Orang yang melakukan kejahatan karena kurang kesadaran lantaran sangat marah atau karena dorongan hawa nafsu.

017. (Sesungguhnya tobat di isi Allah) yakni yang pasti diterima di sisi-Nya berkat kemurahan-Nya (ialah bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan) atau maksiat (disebabkan kejahilan) menjadi hal artinya tidak tahu bahwa dengan itu berarti mendurhakai Allah (kemudian mereka bertobat dalam) waktu (dekat) yakni sebelum mengalami sekarat (maka mereka itulah yang diterima tobatnya oleh Allah) artinya diterima-Nya tobat mereka (dan Allah Maha Mengetahui) akan makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) mengenai tindakan-Nya terhadap mereka.

Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan [yang] hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, [barulah] ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang" Dan tidak [pula diterima taubat] orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih. (18) 


وَلَيۡسَتِ ٱلتَّوۡبَةُ لِلَّذِينَ يَعۡمَلُونَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ حَتَّىٰٓ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ ٱلۡمَوۡتُ قَالَ إِنِّى تُبۡتُ ٱلۡـَٔـٰنَ وَلَا ٱلَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمۡ ڪُفَّارٌ‌ۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ أَعۡتَدۡنَا لَهُمۡ عَذَابًا أَلِيمً۬ا (١٨)
018. (Dan tidaklah dikatakan tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan) atau dosa (hingga ketika ajal datang kepada salah seorang mereka) dan nyawanya hendak lepas (lalu dikatakannya) ketika menyaksikan apa yang sedang dialaminya ("Sesungguhnya saya bertobat sekarang.") karena itu tidaklah bermanfaat dan tidak akan diterima oleh Allah tobatnya. (Dan tidak pula orang-orang yang mati sedangkan mereka berada dalam kekafiran) yakni jika mereka bertobat di akhirat sewaktu menyaksikan azab, maka tidak pula akan diterima. (Mereka itu Kami siapkan) sediakan (bagi mereka siksa yang pedih) yang menyakitkan.

Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa [278] dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata [279]. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, [maka bersabarlah] karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (19) 


يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَحِلُّ لَكُمۡ أَن تَرِثُواْ ٱلنِّسَآءَ كَرۡهً۬ا‌ۖ وَلَا تَعۡضُلُوهُنَّ لِتَذۡهَبُواْ بِبَعۡضِ مَآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأۡتِينَ بِفَـٰحِشَةٍ۬ مُّبَيِّنَةٍ۬‌ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِ‌ۚ فَإِن كَرِهۡتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡـًٔ۬ا وَيَجۡعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيۡرً۬ا ڪَثِيرً۬ا (١٩) 
[278] Ayat ini tidak menunjukkan bahwa mewariskan wanita tidak dengan jalan paksa dibolehkan. Menurut adat sebahagian Arab Jahiliyah apabila seorang meninggal dunia, maka anaknya yang tertua atau anggota keluarganya yang lain mewarisi janda itu. Janda tersebut boleh dikawini sendiri atau dikawinkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh pewaris atau tidak dibolehkan kawin lagi.

[279] Maksudnya; berzina atau membangkang perintah.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Bukhari, Abu Daud dan Nasai dari Ibnu Abbas meriwayatkan, "Dulu jika seorang laki-laki mati, maka para walinyalah yang berhak tentang istrinya. Jika ada yang ingin, maka dikawininya, atau kalau tidak, dikawinkannya. Jadi mereka lebih berhak terhadap diri perempuan itu daripada kaum kerabatnya. Maka diturunkanlah ayat ini." Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dengan sanad yang hasan dari Abu Umamah bin Sahal bin Hanif, katanya, "Tatkala Abu Qais bin Aslat wafat, maka putranya ingin mengawini istrinya. Hal itu telah menjadi kebiasaan bagi mereka di masa jahiliah. Maka Allah menurunkan ayat, 'Tidak halal bagi kamu mewarisi wanita-wanita itu secara paksa.'" (Q.S. An-Nisa 19) Ada satu saksi lagi bagi hadis ini pada Ibnu Jarir dari Ikrimah.

019. (Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi wanita) maksudnya diri mereka (dengan paksa) dibaca karhan atau kurhan; artinya tanpa kemauan dan kerelaan mereka. Di zaman jahiliah mereka biasa mewarisi wanita-wanita, istri karib kerabat mereka. Jika mereka kehendaki mereka dapat mengawininya tanpa maskawin, atau mereka kawinkan lalu diambil maskawinnya, atau mereka halangi kawin sampai wanita itu menebus dirinya dengan harta warisan yang diperolehnya atau mereka tunggu sampai meninggal lalu mereka warisi hartanya; maka mereka dilarang demikian itu. (Dan tidak pula) bahwa (kamu menyusahkan mereka) artinya kamu halangi istri-istrimu buat mengawini laki-laki lain dengan menahan mereka padahal tak ada keinginanmu lagi terhadap mereka selain dari menyusahkan belaka (karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka) berupa mahar (kecuali jika mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata) dengan ya baris di atas dan baris di bawah, yang nyata atau yang dinyatakan, artinya zina atau nusyuz; maka ketika itu bolehlah kamu menyusahkan mereka hingga mereka melakukan khuluk atau menebus diri mereka (dan pergaulilah mereka secara patut) artinya secara baik-baik, biar dalam perkataan maupun dalam memberi nafkah lahir atau batin. (Maka jika kamu tidak menyukai mereka) hendaklah bersabar (karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu tetapi Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak). Siapa tahu hal itu dilakukan-Nya misalnya dengan menganugerahimu anak yang saleh.

Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain [280], sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan [menanggung] dosa yang nyata? (20) 


وَإِنۡ أَرَدتُّمُ ٱسۡتِبۡدَالَ زَوۡجٍ۬ مَّڪَانَ زَوۡجٍ۬ وَءَاتَيۡتُمۡ إِحۡدَٮٰهُنَّ قِنطَارً۬ا فَلَا تَأۡخُذُواْ مِنۡهُ شَيۡـًٔا‌ۚ أَتَأۡخُذُونَهُ ۥ بُهۡتَـٰنً۬ا وَإِثۡمً۬ا مُّبِينً۬ا (٢٠) 
[280] Maksudnya ialah : menceraikan isteri yang tidak disenangi dan kawin dengan isteri yang baru. Sekalipun ia menceraikan isteri yang lama itu bukan tujuan untuk kawin, namun meminta kembali pemberian-pemberian itu tidak dibolehkan.

020. (Dan jika kamu bermaksud hendak mengganti istrimu dengan istri yang lain) artinya kamu ambil dia sebagai penggantinya setelah kamu ceraikan istrimu yang pertama itu (dan) sungguh (kamu telah memberikan kepada salah seorang di antara mereka) maksudnya istri-istri itu (harta yang banyak) sebagai maskawinnya (maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikit pun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali secara aniaya) dengan zalim (dan dengan -memikul- dosa yang nyata?) Dinashabkan keduanya karena kedudukan mereka sebagai hal sedangkan pertanyaan berikut maksudnya sebagai celaan dan penolakan:

Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul [bercampur] dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka [isteri-isterimu] telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (21) 


وَكَيۡفَ تَأۡخُذُونَهُ ۥ وَقَدۡ أَفۡضَىٰ بَعۡضُڪُمۡ إِلَىٰ بَعۡضٍ۬ وَأَخَذۡنَ مِنڪُم مِّيثَـٰقًا غَلِيظً۬ا (٢١) 
021. (Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali) artinya dengan alasan apa (padahal sebagian kamu telah bergaul dengan yang lain) atau telah berhubungan sebagai suami istri dengan bercampur yang telah mensahkan maskawin (dan mereka telah mengambil daripadamu perjanjian) atau pengakuan (yang erat) atau berat, yakni berupa perintah Ilahi agar memegang mereka secara baik-baik atau melepas mereka secara baik-baik pula.

Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan [yang ditempuh]. (22) 


وَلَا تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ ءَابَآؤُڪُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا قَدۡ سَلَفَ‌ۚ إِنَّهُ ۥ ڪَانَ فَـٰحِشَةً۬ وَمَقۡتً۬ا وَسَآءَ سَبِيلاً (٢٢)
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim, Faryabi dan Thabrani mengetengahkan dari Adi bin Tsabit dari seorang laki-laki Ansar, katanya, "Abu Qais bin Aslat wafat, dan ia termasuk di antara orang-orang Ansar yang saleh. Lalu putranya yang bernama Qais meminang istrinya, jawabnya, 'Bagi saya kamu ini hanyalah anak, dan kamu termasuk orang-orang yang saleh pada kaummu!' Lalu wanita itu datang mendapatkan Nabi saw. dan menyampaikan berita itu. Maka jawab Nabi saw., 'Kembalilah ke rumahmu,' kemudian turunlah ayat, 'Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh bapakmu kecuali yang telah berlalu.'" (Q.S. An-Nisa 22) Ibnu Saad dari Muhammad bin Kaab Al-Qurazhi mengetengahkan, katanya, "Biasanya jika seorang laki-laki mati dengan meninggalkan istri, maka anaknyalah yang lebih berhak mengawini istrinya yakni jika tidak merupakan ibu kandungnya, atau kalau tidak, dikawinkannya dengan laki-laki lain yang disukainya. Maka ketika Abu Qais bin Aslat meninggal, bangkitlah putranya Muhshin dan bermaksud untuk mengawini ibu tirinya itu serta tidak memberinya harta warisan sedikit pun. Janda itu datang menemui Nabi saw. maka beliau bersabda, 'Pulanglah! Semoga Allah menurunkan sesuatu mengenai dirimu!', maka turunlah ayat ini, 'Janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh bapakmu...' (Q.S. An-Nisa 22) dan turun pula, 'Tidak halal bagi kamu mewarisi wanita-wanita itu secara paksa....' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 19) Diketengahkan pula dari Zuhri, katanya, "Ayat ini diturunkan mengenai beberapa orang dari golongan Ansar, yang mempunyai kebiasaan jika ada laki-laki yang meninggal di antara mereka, maka walinyalah yang lebih berhak memiliki istrinya yang akan menguasainya sampai matinya wanita itu."

022. (Dan janganlah kamu kawini apa) maksudnya siapa (Di antara wanita-wanita yang telah dikawini oleh bapakmu kecuali) artinya selain dari (yang telah berlalu) dari perbuatanmu itu, maka dimaafkan. (Sesungguhnya hal itu) maksudnya mengawini mereka itu (adalah perbuatan keji) atau busuk (suatu kutukan) maksudnya sesuatu yang menyebabkan timbulnya kutukan dari Allah, yang berarti kemurkaan-Nya yang amat sangat (dan sejahat-jahat) seburuk-buruk (jalan) yang ditempuh.

Diharamkan atas kamu [mengawini] ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu [mertua]; anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu [281] dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu [dan sudah kamu ceraikan], maka tidak berdosa kamu mengawininya; [dan diharamkan bagimu] isteri-isteri anak kandungmu [menantu]; dan menghimpunkan [dalam perkawinan] dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (23) 


حُرِّمَتۡ عَلَيۡڪُمۡ أُمَّهَـٰتُكُمۡ وَبَنَاتُكُمۡ وَأَخَوَٲتُڪُمۡ وَعَمَّـٰتُكُمۡ وَخَـٰلَـٰتُكُمۡ وَبَنَاتُ ٱلۡأَخِ وَبَنَاتُ ٱلۡأُخۡتِ وَأُمَّهَـٰتُڪُمُ ٱلَّـٰتِىٓ أَرۡضَعۡنَكُمۡ وَأَخَوَٲتُڪُم مِّنَ ٱلرَّضَـٰعَةِ وَأُمَّهَـٰتُ نِسَآٮِٕكُمۡ وَرَبَـٰٓٮِٕبُڪُمُ ٱلَّـٰتِى فِى حُجُورِڪُم مِّن نِّسَآٮِٕكُمُ ٱلَّـٰتِى دَخَلۡتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمۡ تَكُونُواْ دَخَلۡتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡڪُمۡ وَحَلَـٰٓٮِٕلُ أَبۡنَآٮِٕڪُمُ ٱلَّذِينَ مِنۡ أَصۡلَـٰبِڪُمۡ وَأَن تَجۡمَعُواْ بَيۡنَ ٱلۡأُخۡتَيۡنِ إِلَّا مَا قَدۡ سَلَفَ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورً۬ا رَّحِيمً۬ا (٢٣) ۞
[281] Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. Dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. Sedang yang dimaksud dengan "anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu", menurut jumhur ulama termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir dari Ibnu Juraij mengetengahkan, katanya, "Saya tanyakan kepada Atha' mengenai, '...dan diharamkan bagimu istri-istri anak kandungmu.' (Q.S. An-Nisa 23) Jawabnya, 'Menurut pembicara kami ia diturunkan mengenai Nabi Muhammad saw. yakni ketika beliau mengawini janda dari Zaid bin Haritsah. Orang-orang musyrik mengecamnya,' maka turunlah ayat, 'Dan diharamkan bagimu istri-istri anak kandungmu.' (Q.S. An-Nisa 23) dan turun pula ayat, 'Dan tidaklah Allah menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak-anak kandungmu sendiri.' (Q.S. Al-Ahzab 4) Demikian pula ayat, 'Bukanlah Muhammad itu bapak dari salah seorang laki-laki kamu, tetapi...' sampai akhir ayat." (Al-Ahzab 40).

023. (Diharamkan atas kamu ibu-ibumu) maksudnya mengawini mereka dan ini mencakup pula nenek, baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu (dan anak-anak perempuanmu) termasuk cucu-cucumu yang perempuan terus ke bawah (saudara-saudaramu yang perempuan) baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu (saudara-saudara bapakmu yang perempuan) termasuk pula saudara-saudara kakekmu (saudara-saudara ibumu yang perempuan) termasuk pula saudara-saudara nenekmu (anak-anak perempuan dari saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudaramu yang perempuan) maksudnya keponakan-keponakanmu dan tercakup pula di dalamnya anak-anak mereka (ibu-ibumu yang menyusui kamu) maksudnya ibu-ibu susuan, yakni sebelum usiamu mencapai dua tahun dan sekurang-kurangnya lima kali susuan sebagaimana dijelaskan oleh hadis (saudara-saudara perempuanmu sesusuan). Kemudian dalam sunah ditambahkan anak-anak perempuan daripadanya, yaitu wanita-wanita yang disusukan oleh wanita-wanita yang telah dicampurinya, berikut saudara-saudara perempuan dari bapak dan dari ibu, serta anak-anak perempuan dari saudara laki-laki dan anak-anak perempuan dari saudara perempuannya, berdasarkan sebuah hadis yang berbunyi, "Haram disebabkan penyusuan apa yang haram oleh sebab pertalian darah." Riwayat Bukhari dan Muslim. (ibu-ibu istrimu, mertua, dan anak-anak tirimu) jamak rabiibah yaitu anak perempuan istri dari suaminya yang lain (yang berada dalam asuhanmu) mereka berada dalam pemeliharaan kalian; kalimat ini berkedudukan sebagai kata sifat dari lafal rabaaib (dan istri-istrimu yang telah kamu campuri) telah kalian setubuhi (tetapi jika kamu belum lagi mencampuri mereka, maka tidaklah berdosa kamu) mengawini anak-anak perempuan mereka, jika kamu telah menceraikan mereka (dan diharamkan istri-istri anak kandungmu) yakni yang berasal dari sulbimu, berbeda halnya dengan anak angkatmu, maka kamu boleh kawin dengan janda-janda mereka (dan bahwa kamu himpun dua orang perempuan yang bersaudara) baik saudara dari pertalian darah maupun sepersusuan, dan menghimpun seorang perempuan dengan saudara perempuan bapaknya atau saudara perempuan ibunya tetapi diperbolehkan secara "tukar lapik" atau "turun ranjang" atau memiliki kedua mereka sekaligus asal yang dicampuri itu hanya salah seorang di antara mereka (kecuali) atau selain (yang telah terjadi di masa lalu) yakni di masa jahiliah sebagian dari apa yang disebutkan itu, maka kamu tidaklah berdosa karenanya. (Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).

dan [diharamkan juga kamu mengawini] wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki [282] [Allah telah menetapkan hukum itu] sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian [283] [yaitu] mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu ni’mati [campuri] di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya [dengan sempurna], sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu [284]. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (24) 


وَٱلۡمُحۡصَنَـٰتُ مِنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُڪُمۡ‌ۖ كِتَـٰبَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ‌ۚ وَأُحِلَّ لَكُم مَّا وَرَآءَ ذَٲلِڪُمۡ أَن تَبۡتَغُواْ بِأَمۡوَٲلِكُم مُّحۡصِنِينَ غَيۡرَ مُسَـٰفِحِينَ‌ۚ فَمَا ٱسۡتَمۡتَعۡتُم بِهِۦ مِنۡہُنَّ فَـَٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً۬‌ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ فِيمَا تَرَٲضَيۡتُم بِهِۦ مِنۢ بَعۡدِ ٱلۡفَرِيضَةِ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمً۬ا (٢٤) 
[282] Maksudnya : budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya.

[283] Ialah : selain dari macam-macam wanita yang tersebut dalam ayat 23 dan 24 surat An Nisaa'.

[284] Ialah : menambah, mengurangi atau tidak membayar sama sekali maskawin yang telah ditetapkan.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Muslim, Abu Daud, Tirmizi meriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, katanya, "Kami beroleh wanita-wanita tawanan dari Bani Authas yang masih mempunyai suami. Mereka tidak bersedia kami campuri disebabkan masih bersuami itu. Lalu kami tanyakan hal itu kepada Nabi saw., maka turunlah ayat, 'Dan diharamkan mengawini wanita-wanita yang bersuami kecuali hamba sahaya yang menjadi milikmu.' (Q.S. An-Nisa 24) maksudnya kecuali yang diberikan Allah kepadamu sebagai orang-orang tawanan, maka dengan ayat itu halallah bagi kami kehormatan mereka." Thabrani dari Ibnu Abbas mengetengahkan, katanya, "Ayat itu turun di waktu perang Hunain tatkala kaum muslimin diberi kemenangan oleh Allah di perang Hunain, mereka mendapatkan beberapa orang wanita dari kalangan Ahli Kitab yang masih mempunyai suami. Jika salah seorang di antara mereka hendak dicampuri maka jawabnya, 'Saya ini bersuami', maka turunlah ayat, 'Dan diharamkan pula kamu mengawini wanita-wanita yang bersuami...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 24) Ibnu Jarir mengetengahkan dari Muammar bin Sulaiman, dari bapaknya, katanya, "Seorang laki-laki dari Hadramaut mengajukan soal, 'Bagaimana bila suami-suami telah menetapkan maskawin lalu siapa tahu mereka ditimpa oleh kesulitan', maka turunlah ayat, 'Dan kamu tidak berdosa mengenai sesuatu yang telah saling kamu relakan, setelah mahar ditetapkan itu.'" (Q.S. An-Nisa 24)

024. (Dan) diharamkan bagimu (wanita-wanita yang bersuami) untuk dikawini sebelum bercerai dengan suami-suami mereka itu, baik mereka merdeka atau budak dan beragama Islam (kecuali wanita-wanita yang kamu miliki) yakni hamba-hamba sahaya yang tertawan, maka mereka boleh kamu campuri walaupun mereka punya suami di negeri perang, yakni setelah istibra' atau membersihkan rahimnya (sebagai ketetapan dari Allah) kitaaba manshub sebagai mashdar dari kata dzaalika; artinya telah ditetapkan sebagai suatu ketetapan dari Allah (atas kamu, dan dihalalkan) ada yang membaca uhilla bentuk pasif ada pula ahalla bentuk aktif (bagi kamu selain yang demikian itu) artinya selain dari wanita-wanita yang telah diharamkan tadi (bahwa kamu mencari) istri (dengan hartamu) baik dengan maskawin atau lainnya (untuk dikawini bukan untuk dizinahi) (maka istri-istri) dengan arti faman (yang telah kamu nikmati) artinya campuri (di antara mereka) dengan jalan menyetubuhi mereka (maka berikanlah kepada mereka upah mereka) maksudnya maskawin mereka yang telah kamu tetapkan itu (sebagai suatu kewajiban. Dan kamu tidaklah berdosa mengenai sesuatu yang telah saling kamu relakan) dengan mereka (setelah ditetapkan itu) baik dengan menurunkan, menambah atau merelakannya. (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui akan ciptaan-Nya (lagi Maha Bijaksana) dalam mengatur kepentingan mereka.

Dan barangsiapa di antara kamu [orang merdeka] yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain [285], karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan [pula] wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka mengerjakan perbuatan yang keji [zina], maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. [Kebolehan mengawini budak] itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kesulitan menjaga diri [dari perbuatan zina] di antaramu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (25) 


وَمَن لَّمۡ يَسۡتَطِعۡ مِنكُمۡ طَوۡلاً أَن يَنڪِحَ ٱلۡمُحۡصَنَـٰتِ ٱلۡمُؤۡمِنَـٰتِ فَمِن مَّا مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُكُم مِّن فَتَيَـٰتِكُمُ ٱلۡمُؤۡمِنَـٰتِ‌ۚ وَٱللَّهُ أَعۡلَمُ بِإِيمَـٰنِكُم‌ۚ بَعۡضُكُم مِّنۢ بَعۡضٍ۬‌ۚ فَٱنكِحُوهُنَّ بِإِذۡنِ أَهۡلِهِنَّ وَءَاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِ مُحۡصَنَـٰتٍ غَيۡرَ مُسَـٰفِحَـٰتٍ۬ وَلَا مُتَّخِذَٲتِ أَخۡدَانٍ۬‌ۚ فَإِذَآ أُحۡصِنَّ فَإِنۡ أَتَيۡنَ بِفَـٰحِشَةٍ۬ فَعَلَيۡہِنَّ نِصۡفُ مَا عَلَى ٱلۡمُحۡصَنَـٰتِ مِنَ ٱلۡعَذَابِ‌ۚ ذَٲلِكَ لِمَنۡ خَشِىَ ٱلۡعَنَتَ مِنكُمۡ‌ۚ وَأَن تَصۡبِرُواْ خَيۡرٌ۬ لَّكُمۡ‌ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ۬ (٢٥) 
[285] Maksudnya : orang merdeka dan budak yang dikawininya itu adalah sama-sama keturunan Adam dan Hawa dan sama-sama beriman.

025. (Dan siapa yang tidak cukup biayanya untuk mengawini wanita-wanita merdeka) bukan budak (lagi beriman) ini yang berlaku menurut kebiasaan sehingga mafhumnya tidak berlaku (maka hamba sahaya yang kamu miliki) yang akan dikawininya (yakni dari golongan wanita-wanita kamu yang beriman. Dan Allah lebih mengetahui keimananmu) maka cukuplah kamu lihat lahirnya saja sedangkan batinnya serahkanlah kepada-Nya karena Dia mengetahui seluk-beluknya. Dan berapa banyaknya hamba sahaya yang lebih tinggi mutu keimanannya daripada wanita merdeka; ini merupakan bujukan agar bersedia kawin dengan hamba sahaya (sebagian kamu berasal dari sebagian yang lain) maksudnya kamu dan mereka itu sama-sama beragama Islam maka janganlah merasa keberatan untuk mengawini mereka (karena itu kawinilah mereka dengan seizin majikannya) artinya tuan dan pemiliknya (dan berikanlah kepada mereka upah) maksudnya mahar atau maskawin mereka (secara baik-baik) tanpa melalaikan atau menguranginya (sedangkan mereka pun hendaknya memelihara diri) menjadi hal (bukan melacurkan diri) atau berzina secara terang-terangan (serta tidak pula mengambil gundik) selir untuk berbuat zina secara sembunyi-sembunyi. (Maka jika mereka telah menjaga diri) artinya dikawinkan; dalam suatu qiraat dibaca ahshanna artinya telah kawin (lalu mereka melakukan perbuatan keji) maksudnya berzina (maka atas mereka separuh dari yang berlaku atas wanita-wanita merdeka) yakni yang masih perawan jika mereka berzina (berupa hukuman) atau hudud yaitu dengan didera 50 kali dan diasingkan setengah tahun. Dan kepada mereka ini dikiaskan hukuman bagi budak lelaki. Dan kawinnya hamba sahaya itu tidaklah dijadikan syarat untuk wajibnya hukuman, tetapi hanyalah untuk menunjukkan pada dasarnya mereka itu tidak menerima hukum rajam. (Demikian itu) maksudnya diperbolehkannya mengawini hamba sahaya sewaktu tak ada biaya itu (ialah bagi orang yang takut akan berzina) `anat artinya yang asli ialah masyaqqat atau kesulitan. Dinamakan zina demikian ialah karena dialah yang menyebabkan seseorang menerima hukuman berat di dunia dan siksa pedih di akhirat (di antara kamu). Ini berarti berbeda bagi orang yang tidak merasa khawatir dirinya akan jatuh dalam perzinaan, maka tidak halal baginya mengawini hamba sahaya itu. Demikian pula orang yang punya biaya untuk mengawini wanita-wanita merdeka. Pendapat ini juga dianut oleh Syafii. Hanya dalam firman Allah, "...di antara wanita-wanitamu yang beriman," menurut Syafii tidak termasuk wanita-wanita kafir sehingga tidak boleh kawin walau ia dalam keadaan tidak mampu dan takut dirinya akan jatuh dalam perbuatan maksiat. (Dan jika kamu bersabar) artinya tidak mengawini hamba sahaya (itu lebih baik bagi kamu) agar kamu tidak mempunyai anak yang berstatus budak atau hamba sahaya. (Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) dengan memberikan kelapangan dalam masalah itu.

Allah hendak menerangkan [hukum syari’at-Nya] kepadamu, dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu [para nabi dan shalihin] dan [hendak] menerima taubatmu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (26) 


يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمۡ وَيَہۡدِيَڪُمۡ سُنَنَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِڪُمۡ وَيَتُوبَ عَلَيۡكُمۡ‌ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ۬ (٢٦) 
026. (Allah hendak menerangkan padamu) syariat-syariat agamamu dan kepentingan-kepentingan dirimu (dan memimpin kepada sunah-sunah) atau jalan-jalan (orang-orang yang sebelum kamu) dari para nabi dalam soal menghalalkan dan mengharamkan, sehingga kamu dapat mengikuti mereka (serta menerima tobatmu) dan membawa kamu kembali dari perbuatan maksiatmu selama ini kepada menaati-Nya. (Dan Allah Maha Mengetahui) keadaanmu (lagi Maha Bijaksana) mengenai rencana dan peraturan-peraturan-Nya terhadapmu.

Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya [dari kebenaran]. (27) 


 وَٱللَّهُ يُرِيدُ أَن يَتُوبَ عَلَيۡڪُمۡ وَيُرِيدُ ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلشَّہَوَٲتِ أَن تَمِيلُواْ مَيۡلاً عَظِيمً۬ا (٢٧) 

027. (Dan Allah hendak menerima tobatmu) diulang-Nya di sini untuk menjadi dasar pembinaan (sementara orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya ingin) yakni orang-orang Yahudi, Nasrani atau Majusi atau yang gemar berzina (agar kamu berpaling sejauh-jauhnya) artinya menyimpang dari kebenaran dengan berbuat apa yang diharamkan sehingga kamu akan menjadi seperti mereka pula.

Allah hendak memberikan keringanan kepadamu [286], dan manusia dijadikan bersifat lemah. (28) 


يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمۡ‌ۚ وَخُلِقَ ٱلۡإِنسَـٰنُ ضَعِيفً۬ا (٢٨) 
[286] Yaitu dalam syari'at di antaranya boleh menikahi budak bila telah cukup syarat-syaratnya.

028. (Allah hendak memberi keringanan kepadamu) artinya memudahkan hukum-hukum syariat (karena manusia dijadikan bersifat lemah) tidak tahan menghadapi wanita dan godaan seksual.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; [287] sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (29) 


يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡڪُلُوٓاْ أَمۡوَٲلَكُم بَيۡنَڪُم بِٱلۡبَـٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَـٰرَةً عَن تَرَاضٍ۬ مِّنكُمۡ‌ۚ وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمۡ رَحِيمً۬ا (٢٩)
[287] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.

029. (Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang batil) artinya jalan yang haram menurut agama seperti riba dan gasab/merampas (kecuali dengan jalan) atau terjadi (secara perniagaan) menurut suatu qiraat dengan baris di atas sedangkan maksudnya ialah hendaklah harta tersebut harta perniagaan yang berlaku (dengan suka sama suka di antara kamu) berdasar kerelaan hati masing-masing, maka bolehlah kamu memakannya. (Dan janganlah kamu membunuh dirimu) artinya dengan melakukan hal-hal yang menyebabkan kecelakaannya bagaimana pun juga cara dan gejalanya baik di dunia dan di akhirat. (Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu) sehingga dilarang-Nya kamu berbuat demikian.

Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (30)


وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٲلِكَ عُدۡوَٲنً۬ا وَظُلۡمً۬ا فَسَوۡفَ نُصۡلِيهِ نَارً۬ا‌ۚ وَڪَانَ ذَٲلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرًا (٣٠) 
030. (Dan siapa berbuat demikian) apa yang dilarang itu (dengan melanggar yang hak) menjadi hal (dan aniaya) menjadi taukid (maka akan Kami masukkan ia ke dalam neraka) ia akan dibakar hangus di dalamnya (dan demikian itu bagi Allah amat mudah) atau pekerjaan gampang.

Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu [dosa-dosamu yang kecil] dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia [surga]. (31) 


إِن تَجۡتَنِبُواْ ڪَبَآٮِٕرَ مَا تُنۡہَوۡنَ عَنۡهُ نُكَفِّرۡ عَنكُمۡ سَيِّـَٔاتِكُمۡ وَنُدۡخِلۡڪُم مُّدۡخَلاً۬ كَرِيمً۬ا (٣١) 
031. (Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya) yakni dosa-dosa yang pernah pelakunya mendapat ancaman seperti membunuh, berzina, mencuri dan lain-lain yang menurut Ibnu Abbas banyaknya hampir tujuh ratus macam (niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu) yang kecil-kecil dengan jalan mengerjakan ketaatan (dan Kami masukkan kamu dengan pemasukan) dibaca mudkhalan atau madkhalan yang berarti pemasukan atau ke tempat (yang mulia) yaitu surga.

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. [Karena] bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita [pun] ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (32) 


وَلَا تَتَمَنَّوۡاْ مَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بِهِۦ بَعۡضَكُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ۬‌ۚ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ۬ مِّمَّا ٱڪۡتَسَبُواْ‌ۖ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ۬ مِّمَّا ٱكۡتَسَبۡنَ‌ۚ وَسۡـَٔلُواْ ٱللَّهَ مِن فَضۡلِهِۦۤ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ ڪَانَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمً۬ا (٣٢)
SEBAB TURUNNYA AYAT: Tirmizi dan Hakim meriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa ia berkata, "Yang berperang itu ialah laki-laki, sedangkan wanita tidak berperang. Maka bagi kita harta warisan itu hanyalah seperdua." Maka Allah swt. pun menurunkan, "Dan janganlah kamu mengangan-angankan karunia yang dilebihkan Allah kepada sebagian kamu dari sebagian lainnya." (Q.S. An-Nisa 32) Dan Allah pun menurunkan pula, "Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim..." (Q.S. Al-Ahzab 35). Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Seorang istri Nabi saw. datang kepadanya, lalu katanya, 'Wahai Nabi Allah! Bagian seorang lelaki sama dengan bagian dua orang wanita, dan kesaksian dua orang wanita sebanding dengan seorang lelaki. Apakah kami dalam membuat amal kebaikan juga mengalami nasib yang serupa, yaitu jika seorang wanita mengerjakan satu kebaikan, maka pahalanya akan dicatat hanya separoh?' Maka Allah swt. pun menurunkan, 'Dan janganlah kamu mengangan-angankan...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 32)

032. (Dan janganlah kamu mengangan-angankan karunia yang dilebihkan Allah kepada sebagian kamu dari sebagian lainnya) baik dari segi keduniaan maupun pada soal keagamaan agar hal itu tidak menimbulkan saling membenci dan mendengki. (Bagi laki-laki ada bagian) atau pahala (dari apa yang mereka usahakan) disebabkan perjuangan yang mereka lakukan dan lain-lain (dan bagi wanita ada bagian pula dari apa yang mereka usahakan) misalnya mematuhi suami dan memelihara kehormatan mereka. Ayat ini turun ketika Umu Salamah mengatakan, "Wahai! Kenapa kita tidak menjadi laki-laki saja, hingga kita dapat berjihad dan beroleh pahala seperti pahala laki-laki," (dan mohonlah olehmu) ada yang memakai hamzah dan ada pula yang tidak (kepada Allah karunia-Nya) yang kamu butuhkan niscaya akan dikabulkan-Nya. (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu) di antaranya siapa seharusnya yang beroleh karunia, begitu pula permohonan kamu kepada-Nya.

Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya [288]. Dan [jika ada] orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. (33) 


وَلِڪُلٍّ۬ جَعَلۡنَا مَوَٲلِىَ مِمَّا تَرَكَ ٱلۡوَٲلِدَانِ وَٱلۡأَقۡرَبُونَ‌ۚ وَٱلَّذِينَ عَقَدَتۡ أَيۡمَـٰنُڪُمۡ فَـَٔاتُوهُمۡ نَصِيبَہُمۡ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ ڪَانَ عَلَىٰ ڪُلِّ شَىۡءٍ۬ شَهِيدًا (٣٣) 
[288] Lihat orang-orang yang termasuk ahli waris dalam ayat 11 dan 12 surat An Nisaa'.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Abu Daud mengetengahkan dalam Sunannya dari jalur Ibnu Ishak dari Daud bin Hushain, katanya, "Saya pernah membacakan ayat Alquran kepada Umu Saad binti Rabi' yang tinggal dalam asuhan Abu Bakar. Saya baca walladziina `aqadat aimaanukum, maka katanya, 'Tidak, tetapi walladziina `aqadat.' Ayat itu turun mengenai Abu Bakar dengan putranya, sewaktu putranya itu tak mau masuk Islam Abu Bakar pun bersumpah tidak akan memberinya harta warisan, tetapi setelah ia masuk Islam, Abu Bakar menyuruh orang memberi putranya itu bagiannya."

033. (Dan bagi masing-masing) laki-laki dan wanita (Kami jadikan ahli waris) atau ashabah yang memperoleh (apa yang ditinggalkan oleh ibu bapak dan karib kerabat) bagi mereka berupa harta (dan mengenai orang-orang yang kamu telah berjanji dan bersumpah setia dengan mereka) `aqadat ada yang pakai alif sehingga menjadi `aaqadat; sedangkan aimaan jamak daripada yamiin berarti sumpah atau tangan sehingga kalimat itu berarti sumpah sekutu-sekutu kamu yang telah terikat dalam perjanjian denganmu di masa jahiliah buat tolong-menolong dan waris-mewarisi (maka berilah mereka) sekarang (bagian mereka) dari harta warisan yaitu seperenam (sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu) artinya mengetahui apa pun juga, termasuk hal-ihwalmu. Dan hukum ini telah dihapus dengan firman-Nya, "Dan orang-orang yang mempunyai pertalian darah, sebagian mereka lebih utama dari sebagian lainnya."

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka [laki-laki] atas sebahagian yang lain [wanita], dan karena mereka [laki-laki] telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri [289] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara [mereka] [290]. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya [291], maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya [292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (34)


ٱلرِّجَالُ قَوَّٲمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ۬ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٲلِهِمۡ‌ۚ فَٱلصَّـٰلِحَـٰتُ قَـٰنِتَـٰتٌ حَـٰفِظَـٰتٌ۬ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ‌ۚ وَٱلَّـٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهۡجُرُوهُنَّ فِى ٱلۡمَضَاجِعِ وَٱضۡرِبُوهُنَّ‌ۖ فَإِنۡ أَطَعۡنَڪُمۡ فَلَا تَبۡغُواْ عَلَيۡہِنَّ سَبِيلاً‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّ۬ا ڪَبِيرً۬ا (٣٤)
[289] Maksudnya : Tidak berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya.

[290] Maksudnya : Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik.

[291] Nusyuz : yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. Nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.

[292] Maksudnya : untuk memberi peljaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. Bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Hasan, katanya, "Seorang wanita datang kepada Nabi saw. mengadukan suaminya karena telah memukulnya, maka sabda Rasulullah saw., 'Berlaku hukum kisas,' maka Allah pun menurunkan, 'Kaum lelaki menjadi pemimpin atas kaum wanita...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 34.) Demikianlah wanita itu kembali tanpa kisas. Ibnu Jarir mengetengahkan pula dari beberapa jalur dari Hasan, yang pada sebagiannya terdapat bahwa seorang laki-laki Ansar memukul istrinya, hingga istrinya itu pun datang menuntut kisas. Nabi saw. pun menitahkan hukum kisas di antara mereka, maka turunlah ayat, "Dan janganlah kamu mendahului Alquran sebelum diputuskan mewahyukannya bagimu." (Q.S. Thaha 114) dan turunlah ayat, "Kaum lelaki menjadi pemimpin kaum wanita..." Dan dikeluarkan pula yang serupa dengan ini dari Ibnu Juraij dan Saddiy. Ibnu Murdawaih mengetengahkan juga dari Ali, katanya, "Seorang laki-laki Ansar datang kepada Nabi saw. dengan membawa istrinya, maka kata istrinya, 'Wahai Rasulullah! Dia ini memukul saya hingga berbekas pada wajah saya.' Jawab Rasulullah, 'Tidak boleh ia berbuat demikian', maka Allah swt. pun menurunkan ayat, 'Kaum lelaki menjadi pemimpin kaum wanita...sampai akhir ayat.' (Q.S. An-Nisa 34) Maka hadis-hadis ini menjadi saksi, yang masing-masingnya menguatkan yang lainnya."


034. (Kaum lelaki menjadi pemimpin) artinya mempunyai kekuasaan (terhadap kaum wanita) dan berkewajiban mendidik dan membimbing mereka (oleh karena Allah telah melebihkan sebagian kamu atas lainnya) yaitu kekuasaan dan sebagainya (dan juga karena mereka telah menafkahkan) atas mereka (harta mereka. Maka wanita-wanita yang saleh ialah yang taat) kepada suami mereka (lagi memelihara diri di balik belakang)) artinya menjaga kehormatan mereka dan lain-lain sepeninggal suami (karena Allah telah memelihara mereka) sebagaimana dipesankan-Nya kepada pihak suami itu. (Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyus) artinya pembangkangan mereka terhadap kamu misalnya dengan adanya ciri-ciri atau gejala-gejalanya (maka nasihatilah mereka itu) dan ingatkan supaya mereka takut kepada Allah (dan berpisahlah dengan mereka di atas tempat tidur) maksudnya memisahkan kamu tidur ke ranjang lain jika mereka memperlihatkan pembangkangan (dan pukullah mereka) yakni pukullah yang tidak melukai jika mereka masih belum sadar (kemudian jika mereka telah menaatimu) mengenai apa yang kamu kehendaki (maka janganlah kamu mencari gara-gara atas mereka) maksudnya mencari-cari jalan untuk memukul mereka secara aniaya. (Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar) karena itu takutlah kamu akan hukuman-Nya jika kamu menganiaya mereka.

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam [293] dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufiq kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (35) 


وَإِنۡ خِفۡتُمۡ شِقَاقَ بَيۡنِہِمَا فَٱبۡعَثُواْ حَكَمً۬ا مِّنۡ أَهۡلِهِۦ وَحَكَمً۬ا مِّنۡ أَهۡلِهَآ إِن يُرِيدَآ إِصۡلَـٰحً۬ا يُوَفِّقِ ٱللَّهُ بَيۡنَہُمَآ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرً۬ا (٣٥) ۞
[293] Hakam ialah juru pendamai.

035. (Dan jika kamu khawatir timbulnya persengketaan di antara keduanya) maksudnya di antara suami dengan istri terjadi pertengkaran (maka utuslah) kepada mereka atas kerelaan kedua belah pihak (seorang penengah) yakni seorang laki-laki yang adil (dari keluarga laki-laki) atau kaum kerabatnya (dan seorang penengah dari keluarga wanita) yang masing-masingnya mewakili pihak suami tentang putusannya untuk menjatuhkan talak atau menerima khuluk/tebusan dari pihak istri dalam putusannya untuk menyetujui khuluk. Kedua mereka akan berusaha sungguh-sungguh dan menyuruh pihak yang aniaya supaya sadar dan kembali, atau kalau dianggap perlu buat memisahkan antara suami istri itu. Firman-Nya: (jika mereka berdua bermaksud) maksudnya kedua penengah itu (mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberikan taufik kepada mereka) artinya suami istri sehingga ditakdirkan-Nyalah mana-mana yang sesuai untuk keduanya, apakah perbaikan ataukah perceraian. (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui) segala sesuatu (lagi Maha Mengenali) yang batin seperti halnya yang lahir.

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh [294], teman sejawat, ibnu sabil [295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, (36)


وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـًٔ۬ا‌ۖ وَبِٱلۡوَٲلِدَيۡنِ إِحۡسَـٰنً۬ا وَبِذِى ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَـٰمَىٰ وَٱلۡمَسَـٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِى ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُكُمۡ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن ڪَانَ مُخۡتَالاً۬ فَخُورًا (٣٦)

[294] Dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan kekeluargaan, dan ada pula antara yang muslim dan yang bukan muslim.

[295] Ibnus sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan ma'shiat yang kehabisan bekal. Termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu bapaknya.

036. (Sembahlah olehmu Allah) dengan mengesakan-Nya (dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan suatu pun juga.) (Dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak) dengan berbakti dan bersikap lemah lembut (kepada karib kerabat) atau kaum keluarga (anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang karib) artinya yang dekat kepadamu dalam bertetangga atau dalam pertalian darah (dan kepada tetangga yang jauh) artinya yang jauh daripadamu dalam kehidupan bertetangga atau dalam pertalian darah (dan teman sejawat) teman seperjalanan atau satu profesi bahkan ada pula yang mengatakan istri (ibnu sabil) yaitu yang kehabisan biaya dalam perjalanannya (dan apa-apa yang kamu miliki) di antara hamba sahaya. (Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong) atau takabur (membanggakan diri) terhadap manusia dengan kekayaannya.

[yaitu] orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir [296] siksa yang menghinakan. (37)


ٱلَّذِينَ يَبۡخَلُونَ وَيَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلۡبُخۡلِ وَيَڪۡتُمُونَ مَآ ءَاتَٮٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ‌ۗ وَأَعۡتَدۡنَا لِلۡڪَـٰفِرِينَ عَذَابً۬ا مُّهِينً۬ا (٣٧) 
[296] Maksudnya kafir terhadap ni'mat Allah, ialah karena kikir, menyuruh orang lain berbuat kikir. Menyembunyikan karunia Allah berarti tidak mensyukuri ni'mat Allah.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan dari jalur Ibnu Ishak dari Muhammad bin Abu Muhammad dari Ikrimah atau Said dari Ibnu Abbas, katanya, "Kardum bin Zaid yakni sekutu dari Ka'ab bin Asyraf, bersama Usamah bin Habib, Nafi' bin Abu Nafi', Bahri bin Amr, Huyay bin Akhtab dan Rifa'ah bin Zaid bin Tabut datang kepada beberapa lelaki Ansar memberi mereka nasihat, kata mereka, 'Jangan belanjakan harta kalian. Kami khawatir kalian akan ditimpa kemiskinan habisnya harta itu. Dan jangan buru-buru mengeluarkan nafkah, karena kalian tidak tahu apa yang akan terjadi!' Maka Allah swt. pun menurunkan mengenai mereka ini, "Yaitu orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia bersifat kikir...' sampai dengan firman-Nya, 'dan Allah Maha Mengetahui keadaan mereka.'" (Q.S. An-Nisa 37-39)

037. (Orang-orang yang) menjadi mubtada (kikir) mengeluarkan apa yang wajib mereka keluarkan (dan menyuruh manusia supaya kikir pula) dengannya (serta menyembunyikan karunia yang telah diberikan Allah kepada mereka) berupa ilmu maupun harta, dan mereka ini ialah orang-orang Yahudi sedangkan yang menjadi khabar mubtadanya ialah: bagi mereka ancaman dahsyat (dan Kami sediakan bagi orang-orang yang kafir) terhadap hal itu dan hal-hal lainnya (siksa yang menghinakan).

Dan [juga] orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya’ [297] kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya, maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya. (38) 


وَٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٲلَهُمۡ رِئَآءَ ٱلنَّاسِ وَلَا يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَلَا بِٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِ‌ۗ وَمَن يَكُنِ ٱلشَّيۡطَـٰنُ لَهُ ۥ قَرِينً۬ا فَسَآءَ قَرِينً۬ا (٣٨)
[297] Riya' ialah melakukan sesuatu karena ingin dilihat dan dipuji orang.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan dari jalur Ibnu Ishak dari Muhammad bin Abu Muhammad dari Ikrimah atau Said dari Ibnu Abbas, katanya, "Kardum bin Zaid yakni sekutu dari Ka'ab bin Asyraf, bersama Usamah bin Habib, Nafi' bin Abu Nafi', Bahri bin Amr, Huyay bin Akhtab dan Rifa'ah bin Zaid bin Tabut datang kepada beberapa lelaki Ansar memberi mereka nasihat, kata mereka, 'Jangan belanjakan harta kalian. Kami khawatir kalian akan ditimpa kemiskinan habisnya harta itu. Dan jangan buru-buru mengeluarkan nafkah, karena kalian tidak tahu apa yang akan terjadi!' Maka Allah swt. pun menurunkan mengenai mereka ini, "Yaitu orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia bersifat kikir...' sampai dengan firman-Nya, 'dan Allah Maha Mengetahui keadaan mereka.'" (Q.S. An-Nisa 37-39)

038. (Dan orang-orang yang) diathafkan kepada orang-orang yang sebelumnya (menafkahkan harta mereka karena riya kepada manusia) artinya karena mereka ingin dipuji (dan mereka tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari akhir) misalnya orang-orang munafik dan kafir Mekah. (Barangsiapa yang menjadi sejawat setan) artinya temannya, maka ia akan mengikuti perintahnya dan akan melakukan seperti apa yang dilakukannya (maka setan itu adalah teman yang seburuk-buruknya).

Apakah kemudharatannya bagi mereka, kalau mereka beriman kepada Allah dan hari kemudian dan menafkahkan sebahagian rezki yang telah diberikan Allah kepada mereka? Dan adalah Allah Maha Mengetahui keadaan mereka. (39) 


وَمَاذَا عَلَيۡہِمۡ لَوۡ ءَامَنُواْ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِ وَأَنفَقُواْ مِمَّا رَزَقَهُمُ ٱللَّهُ‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ بِهِمۡ عَلِيمًا (٣٩) 
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan dari jalur Ibnu Ishak dari Muhammad bin Abu Muhammad dari Ikrimah atau Said dari Ibnu Abbas, katanya, "Kardum bin Zaid yakni sekutu dari Ka'ab bin Asyraf, bersama Usamah bin Habib, Nafi' bin Abu Nafi', Bahri bin Amr, Huyay bin Akhtab dan Rifa'ah bin Zaid bin Tabut datang kepada beberapa lelaki Ansar memberi mereka nasihat, kata mereka, 'Jangan belanjakan harta kalian. Kami khawatir kalian akan ditimpa kemiskinan habisnya harta itu. Dan jangan buru-buru mengeluarkan nafkah, karena kalian tidak tahu apa yang akan terjadi!' Maka Allah swt. pun menurunkan mengenai mereka ini, "Yaitu orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia bersifat kikir...' sampai dengan firman-Nya, 'dan Allah Maha Mengetahui keadaan mereka.'" (Q.S. An-Nisa 37-39)

039. (Apa salahnya bagi mereka jika mereka beriman kepada Allah dan hari yang akhir serta menafkahkan sebagian rezeki yang diberikan Allah kepada mereka) artinya apa bencana dan kerugiannya bagi mereka? Pertanyaan ini berarti sanggahan, sedangkan 'lau' mashdariah, artinya tak ada mudaratnya di sana itu, hanya kondisi di mana mereka berada itulah yang membawa mudarat atau bencana. (Dan Allah Maha Mengetahui keadaan mereka) sehingga akan dibalas-Nya apa yang mereka lakukan.

Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebaikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar [298]. (40) 


إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَظۡلِمُ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ۬‌ۖ وَإِن تَكُ حَسَنَةً۬ يُضَـٰعِفۡهَا وَيُؤۡتِ مِن لَّدُنۡهُ أَجۡرًا عَظِيمً۬ا (٤٠) 
[298] Maksudnya : Allah tidak akan mengurangi pahala orang-orang yang mengerjakan kebajikan walaupun sebesar zarrah, bahkan kalau dia berbuat baik pahalanya akan dilipat gandakan oleh Allah.

040. (Sesungguhnya Allah tidak menganiaya) seorang pun (walau sebesar zarrah) artinya sebesar semut yang paling kecil, misalnya dengan mengurangi kebaikan-kebaikannya atau menambah kejahatan-kejahatannya (dan sekiranya ada kebaikan sebesar zarrah) dari seorang mukmin; menurut satu qiraat dengan baris di depan sehingga merupakan tammah (niscaya Allah akan melipatgandakannya) dari 10 sampai lebih dari 700 kali lipat. Menurut satu qiraat tanpa tasydid sehingga menjadi yudhaa`ifuha (dan mendatangkan dari sisi-Nya) di samping ganjaran yang berlipat ganda itu (pahala yang besar) tak dapat diperkirakan oleh seorang pun juga.

Maka bagaimanakah [halnya orang kafir nanti], apabila Kami mendatangkan seseorang saksi [rasul] dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu [Muhammad] sebagai saksi atas mereka itu [sebagai umatmu] [299]. (41) 


 فَكَيۡفَ إِذَا جِئۡنَا مِن كُلِّ أُمَّةِۭ بِشَهِيدٍ۬ وَجِئۡنَا بِكَ عَلَىٰ هَـٰٓؤُلَآءِ شَہِيدً۬ا (٤١) 
[299] Seorang nabi menjadi saksi atas perbuatan tiap-tiap umatnya, apakah perbuatan itu sesuai dengan perintah dan larangan Allah atau tidak.

041. (Maka bagaimanakah) keadaan orang-orang kafir nanti (jika Kami datangkan dari setiap umat seorang saksi) yakni nabi mereka masing-masing yang menyaksikan amal perbuatan mereka (dan Kami datangkan kamu) hai Muhammad (sebagai saksi atas mereka itu) yakni umatmu.

Di hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang mendurhakai rasul, ingin supaya mereka disama-ratakan dengan tanah [300] dan mereka tidak dapat menyembunyikan [dari Allah] sesuatu kejadianpun. (42) 


يَوۡمَٮِٕذٍ۬ يَوَدُّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَعَصَوُاْ ٱلرَّسُولَ لَوۡ تُسَوَّىٰ بِہِمُ ٱلۡأَرۡضُ وَلَا يَكۡتُمُونَ ٱللَّهَ حَدِيثً۬ا (٤٢) 
[300] Maksudnya : mereka dikuburkan atau mereka hancur menjadi tanah.

042. (Di hari itu) yakni hari kedatangannya (orang-orang kafir dan yang mendurhakai Rasul menginginkan agar) seandainya (mereka disamaratakan dengan tanah) tusawwaa dalam bentuk pasif dan ada pula yang membacanya dalam bentuk aktif dengan menghilangkan salah satu dari ta-nya pada asal lalu mengidgamkannya pada sin artinya dari tustawa sedangkan maksudnya ialah mereka ingin agar menjadi tanah karena mereka tercekam rasa takut yang hebat sebagaimana tersebut pada ayat lain, "Dan orang kafir berkata, 'Wahai kiranya nasib, kenapa daku tidak menjadi tanah saja!' (dan mereka tidak dapat menyembunyikan kepada Allah suatu peristiwa pun) mengenai apa yang mereka kerjakan." Tetapi pada kali yang lain mereka masih mencoba-coba juga untuk menyembunyikan sebagaimana tersebut dalam Alquran, "Dan mereka berkata, 'Demi Allah Tuhan kami, tidaklah kami mempersekutukan-Mu.'"

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, [jangan pula hampiri masjid] sedang kamu dalam keadaan junub [301], terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik [suci]; sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun. (43) 



يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَقۡرَبُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنتُمۡ سُكَـٰرَىٰ حَتَّىٰ تَعۡلَمُواْ مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِى سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغۡتَسِلُواْ‌ۚ وَإِن كُنتُم مَّرۡضَىٰٓ أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوۡ جَآءَ أَحَدٌ۬ مِّنكُم مِّنَ ٱلۡغَآٮِٕطِ أَوۡ لَـٰمَسۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمۡ تَجِدُواْ مَآءً۬ فَتَيَمَّمُواْ صَعِيدً۬ا طَيِّبً۬ا فَٱمۡسَحُواْ بِوُجُوهِكُمۡ وَأَيۡدِيكُمۡ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا (٤٣) 
[301] Menurut sebahagian ahli tafsir dalam ayat ini termuat juga larangan untuk bersembahyang bagi orang junub yang belum mandi.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Abu Daud, Tirmizi, Nasai dan Hakim meriwayatkan dari Ali, katanya, "Abdurrahman bin Auf membuatkan makanan untuk kami. Lalu dipanggilnyalah kami dan disuguhinya minuman keras dan minuman itu mulailah mempengaruhi kami. Kebetulan datanglah waktu salat, lalu mereka mengajukan saya sebagai imam, maka yang saya baca ialah, 'Qul yaa ayyuhal kaafiruuna, laa a'budu maa ta'buduun wanahnu na'budu ma ta`buduuna.' Maka Allah pun menurunkan, 'Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu dekati salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.'" (Q.S. An-Nisa 43) Diketengahkan pula oleh Faryabi dan Ibnu Abu Hatim serta Ibnu Mundzir dari Ali, katanya, "Ayat ini yaitu firman-Nya '...dan tidak pula dalam keadaan junub,' (Q.S. An-Nisa ayat 43) diturunkan atas musafir yang mengalami junub, maka hendaklah ia bertayamum lalu salat." Dalam pada itu Ibnu Murdawaih mengeluarkan pula dari Asla' bin Syarik, katanya, "Saya ini mengendarai unta Rasulullah, lalu ditimpa jinabah pada suatu malam yang sangat dingin hingga saya takut mati atau sakit keras jika mandi dengan air dingin. Maka saya sampaikanlah hal itu kepada Nabi saw. hingga Allah pun menurunkan, 'Janganlah dekati salat sedang kamu dalam keadaan mabuk...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 43). Thabrani mengetengahkan dari Asla', katanya, "Saya melayani Nabi saw. dan berkendaraan untuk kepentingannya. Pada suatu hari katanya kepada saya, 'Hai Asla! Bangkitlah dan berangkatlah untuk suatu perjalanan.' Jawab saya, 'Wahai Rasulullah! Saya ditimpa janabah.' Maka Rasulullah saw. pun diam sementara Jibril datang kepadanya membawa ayat tayamum. Lalu sabda Rasulullah, 'Bangkitlah hai Asla',' lalu beliau bertayamum dan diperlihatkan kepada saya tata caranya, yaitu satu kali pukul untuk muka, dan satu kali lagi untuk kedua tangan sampai kedua siku. Maka saya pun bangkit, lalu bertayamum dan kemudian berangkat dengan kendaraan untuk suatu urusannya." Ibnu Jarir mengetengahkan dari Yazid bin Abu Habib bahwa beberapa orang Ansar pintu rumah mereka berada dalam mesjid. Kebetulan mereka mengalami junub, sedangkan mereka tidak punya air. Mereka memerlukan air tetapi tak ada jalan kecuali ke dalam mesjid. Maka Allah pun menurunkan, "...kecuali sekadar melewati jalan." (Q.S. An-Nisa 43) Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Mujahid, katanya, "Ayat ini diturunkan mengenai seorang laki-laki Ansar yang ditimpa sakit, hingga ia tidak dapat bangkit buat berwudu dan tidak pula punya pelayan yang akan membantunya. Maka hal itu pun disampaikannya kepada Rasulullah saw. lalu Allah menurunkan, 'Dan jika kamu dalam keadaan sakit...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 43). Ibnu Jarir mengetengahkan dari Ibrahim An-Nakha'i, katanya, "Beberapa orang sahabat Nabi saw. mendapat luka hingga meluas di kalangan mereka. Kemudian mereka mendapat cobaan pula dengan ditimpa jinabah. Hal itu mereka adukan kepada Nabi saw. hingga turunlah ayat, 'Dan jika kamu dalam keadaan sakit...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 43).

043. (Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu dekati salat) artinya janganlah salat (sedangkan kamu dalam keadaan mabuk) disebabkan minum-minuman keras. Asbabun nuzulnya ialah orang-orang salat berjemaah dalam keadaan mabuk (sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan) artinya sadar dan sehat kembali (dan tidak pula dalam keadaan junub) disebabkan bersetubuh atau keluar mani. Ia manshub disebabkan menjadi hal dan dipakai baik buat tunggal maupun buat jamak (kecuali sekadar melewati jalan) artinya selagi musafir atau dalam perjalanan (hingga kamu mandi lebih dulu) barulah kamu boleh melakukan salat itu. Dikecualikannya musafir boleh melakukan salat itu ialah karena baginya ada hukum lain yang akan dibicarakan nanti. Dan ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud ialah larangan terhadap mendekati tempat-tempat salat atau mesjid, kecuali sekadar melewatinya saja tanpa mendiaminya. (Dan jika kamu sakit) yakni mengidap penyakit yang bertambah parah jika kena air (atau dalam perjalanan) artinya dalam bepergian sedangkan kamu dalam keadaan junub atau berhadas besar (atau seseorang di antaramu datang dari tempat buang air) yakni tempat yang disediakan untuk buang hajat artinya ia berhadas (atau kamu telah menyentuh perempuan) menurut satu qiraat lamastum itu tanpa alif, dan keduanya yaitu baik pakai alif atau tidak, artinya ialah menyentuh yakni meraba dengan tangan. Hal ini dinyatakan oleh Ibnu Umar, juga merupakan pendapat Syafii. Dan dikaitkan dengannya meraba dengan kulit lainnya, sedangkan dari Ibnu Abbas diberitakan bahwa maksudnya ialah jimak atau bersetubuh (kemudian kamu tidak mendapat air) untuk bersuci buat salat yakni setelah berusaha menyelidiki dan mencari. Dan ini tentu mengenai selain orang yang dalam keadaan sakit (maka bertayamumlah kamu) artinya ambillah setelah masuknya waktu salat (tanah yang baik) maksudnya yang suci, lalu pukullah dengan telapak tanganmu dua kali pukulan (maka sapulah muka dan tanganmu) berikut dua sikumu. Mengenai masaha atau menyapu, maka kata-kata itu transitif dengan sendirinya atau dengan memakai huruf. (Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun).

Apakah kamu tidak melihat orang-orang yang telah diberi bahagian dari Al Kitab [Taurat]? Mereka membeli [memilih] kesesatan [dengan petunjuk] dan mereka bermaksud supaya kamu tersesat [menyimpang] dari jalan [yang benar]. (44) 


أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ أُوتُواْ نَصِيبً۬ا مِّنَ ٱلۡكِتَـٰبِ يَشۡتَرُونَ ٱلضَّلَـٰلَةَ وَيُرِيدُونَ أَن تَضِلُّواْ ٱلسَّبِيلَ (٤٤) 
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Ishak mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Rifa'ah bin Zaid bin Tabut adalah salah seorang tokoh Yahudi yang terkemuka. Jika berbicara dengan Rasulullah saw. ia memutar lidahnya, misalnya katanya, 'Dengarlah hai Muhammad agar anda dapat memahami perkataan kami,' lalu ia menuduh agama Islam sambil berolok-olok, maka Allah pun menurunkan, 'Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Alkitab, mereka membeli kesesatan.'" (Q.S. An-Nisa 44)

044. (Tidakkah kamu lihat orang-orang yang diberi bagian dari Alkitab) yakni orang-orang Yahudi (mereka membeli kesesatan) dengan petunjuk (dan menginginkan agar kamu sesat jalan) atau menempuh jalan yang tidak benar agar bernasib seperti mereka pula.

Dan Allah lebih mengetahui [daripada kamu] tentang musuh-musuhmu. Dan cukuplah Allah menjadi Pelindung [bagimu]. Dan cukuplah Allah menjadi Penolong [bagimu]. (45) 


وَٱللَّهُ أَعۡلَمُ بِأَعۡدَآٮِٕكُمۡ‌ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَلِيًّ۬ا وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ نَصِيرً۬ا (٤٥)
045. (Dan Allah lebih mengetahui tentang musuh-musuhmu) daripada kamu maka diberitakan-Nya kepada kamu keadaan mereka agar kamu tetap waspada (dan cukuplah Allah sebagai pelindung) atau pemeliharamu terhadap mereka (dan cukuplah Allah sebagai penolongmu) terhadap tipu daya mereka.

Yaitu orang-orang Yahudi, mereka merobah perkataan dari tempat-tempatnya [302]. Mereka berkata: "Kami mendengar", tetapi kami tidak mau menurutinya [303]. Dan [mereka mengatakan pula]: "Dengarlah" sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa [304]. Dan [mereka mengatakan]: "Raa`ina" [305], dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan: "Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis. (46) 


مِّنَ ٱلَّذِينَ هَادُواْ يُحَرِّفُونَ ٱلۡكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ وَيَقُولُونَ سَمِعۡنَا وَعَصَيۡنَا وَٱسۡمَعۡ غَيۡرَ مُسۡمَعٍ۬ وَرَٲعِنَا لَيَّۢا بِأَلۡسِنَتِہِمۡ وَطَعۡنً۬ا فِى ٱلدِّينِ‌ۚ وَلَوۡ أَنَّہُمۡ قَالُواْ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَا وَٱسۡمَعۡ وَٱنظُرۡنَا لَكَانَ خَيۡرً۬ا لَّهُمۡ وَأَقۡوَمَ وَلَـٰكِن لَّعَنَہُمُ ٱللَّهُ بِكُفۡرِهِمۡ فَلَا يُؤۡمِنُونَ إِلَّا قَلِيلاً۬ (٤٦) 
[302] Maksudnya : mengubah arti kata-kata, tempat atau menambah dan mengurangi.

[303] Maksudnya mereka mengatakan : "Kami mendengar", sedang hati mereka mengatakan : "Kami tidak mau menuruti".

[304] Maksudnya mereka mengatakan : "Dengarlah", tetapi hati mereka mengatakan : "Mudah-mudahan kamu tidak dapat mendengarkan (tuli)".

[305] Lihat not 80. "Raa 'ina" berarti: sudilah kiranya kamu memperhatikan kami. Di kala para sahabat menghadapkan kata ini kepada Rasulullah, orang Yahudipun memakai kata ini dengan digumam seakan-akan menyebut "Raa'ina" padahal yang mereka katakan ialah 'Ru'uunah" yang berarti kebodohan yang sangat, sebagai ejekan kepada Rasulullah. Itulah sebabnya Tuhan menyuruh supaya sahabat-sahabat menukar perkataan "Raa'ina' dengan "Unzhurna" yang juga sama artinya dengan "Raa'ina'.

046. (Di antara orang-orang Yahudi) ada suatu kaum (mereka mengubah perkataan-perkataan) yakni yang diturunkan Allah dalam Taurat berupa tanda-tanda dan sifat-sifat Nabi Muhammad saw. (dari tempat-tempatnya) semula (dan kata mereka) kepada Nabi saw. bila beliau menitahkan mereka mengerjakan sesuatu: ("Kami dengar) ucapanmu (dan kami langgar.") perintahmu (dan dengarlah padahal tidak ada yang akan didengar) menjadi hal yang berarti doa; artinya semoga saya tidak mendengarnya. (Dan) kata mereka pula kepadanya ("Ra`ina.") padahal mereka telah dilarang mengucapkannya karena dalam bahasa mereka kata-kata itu berarti makian (dengan memutar-mutar lidah mereka dan mencela) menjelekkan (agama) Islam. (Sekiranya mereka mengatakan, "Kami dengar dan kami turut) sebagai ganti dari 'kami langgar' (dan dengarlah) saja (dan perhatikanlah kami") yaitu unzhurnaa sebagai ganti dari raa`inaa (tentulah itu lebih baik bagi mereka) daripada apa yang mereka ucapkan tadi (dan lebih tepat) lebih adil daripadanya. (Akan tetapi Allah mengutuk mereka) artinya menjauhkan mereka dari rahmat-Nya (disebabkan kekafiran mereka sehingga mereka tidaklah beriman selain hanya segelintir saja) misalnya Abdullah bin Salam dan para sahabatnya.

Hai orang-orang yang telah diberi Al Kitab, berimanlah kamu kepada apa yang telah Kami turunkan [Al Qur’an] yang membenarkan Kitab yang ada pada kamu sebelum Kami merobah muka [mu], lalu Kami putarkan ke belakang [306] atau Kami kutuk mereka sebagaimana Kami telah mengutuk orang-orang [yang berbuat ma’siat] pada hari Sabtu [307]. Dan ketetapan Allah pasti berlaku. (47) 


يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَـٰبَ ءَامِنُواْ بِمَا نَزَّلۡنَا مُصَدِّقً۬ا لِّمَا مَعَكُم مِّن قَبۡلِ أَن نَّطۡمِسَ وُجُوهً۬ا فَنَرُدَّهَا عَلَىٰٓ أَدۡبَارِهَآ أَوۡ نَلۡعَنَہُمۡ كَمَا لَعَنَّآ أَصۡحَـٰبَ ٱلسَّبۡتِ‌ۚ وَكَانَ أَمۡرُ ٱللَّهِ مَفۡعُولاً (٤٧) 
[306] Menurut kebanyakan mufassirin, maksudnya ialah mengubah muka mereka lalu diputar kebelakang sebagai penghinaan.

[307] Lihat ayat 65 surat Al Baqarah dengan not 59 dan ayat 163 Al A'raaf.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Ishak mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Rasulullah saw. mengajak tokoh-tokoh pendeta Yahudi berbicara, di antara mereka ialah Abdullah bin Shuria dan Ka'ab bin Usid. Katanya kepada mereka, 'Hai orang-orang Yahudi, bertakwalah kepada Allah, masuklah kalian ke dalam agama Islam karena demi Allah sebenarnya tuan-tuan mengetahui bahwa yang saya bawa pada kalian ini adalah barang yang hak.' Kata mereka, 'Hai Muhammad! Kami tidak tahu akan soal itu.' Maka Allah pun menurunkan pada mereka, 'Hai orang-orang yang diberi Alkitab! Berimanlah kamu kepada apa yang telah Kami turunkan...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 47).

047. (Hai orang-orang yang diberi Alkitab! Berimanlah kamu kepada apa-apa yang telah Kami turunkan) berupa Alquran (yang membenarkan apa yang berada padamu) yakni Taurat (sebelum Kami mengubah mukamu) dengan membuang mata, hidung dan alis yang terdapat padanya (lalu Kami putarkan ke belakang) sehingga menjadi rata dengan tengkuknya (atau Kami kutuk mereka) dengan menjadikan mereka sebagai kera (sebagaimana Kami telah mengutuk) menyerapah (pendurhaka-pendurhaka di hari Sabtu) di antara mereka (dan urusan Allah) maksudnya ketetapan-Nya (pasti berlaku). Tatkala ayat ini turun, maka masuk Islamlah Abdullah bin Salam. Maka ada yang mengatakan bahwa ini merupakan ancaman dengan suatu syarat karena setelah sebagian mereka masuk Islam, maka hukuman itu dibatalkan. Dan ada pula yang mengatakan bahwa baik perubahan wajah dan penjelmaan menjadi kera itu akan dilakukan sebelum terjadinya kiamat.

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari [syirik] itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (48) 


إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٲلِكَ لِمَن يَشَآءُ‌ۚ وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفۡتَرَىٰٓ إِثۡمًا عَظِيمًا (٤٨) 
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim dan Thabrani mengetengahkan dari Abu Ayub Al-Anshari, katanya, "Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw., lalu katanya, 'Saya mempunyai seorang anak saudara laki-laki yang tidak henti-hentinya mengerjakan yang haram.' Tanya Rasulullah, 'Apa agamanya?' Jawabnya, 'Dia melakukan salat dan mengesakan Allah.' Sabda Rasulullah, 'Mintalah agamanya itu kepadanya, dan kalau dia berkeberatan, maka belilah!' Laki-laki itu pun melakukan sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah tadi, tetapi keponakannya itu menolak. Maka kembalilah laki-laki itu kepada Rasulullah, katanya, 'Saya lihat ia amat fanatik sekali kepada agamanya.' Maka turunlah ayat, 'Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang mempersekutukan sesuatu dengan-Nya dan Dia akan mengampuni dosa selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.'" (Q.S. An-Nisa 48)

048. (Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni bila Dia dipersekutukan) artinya tidak akan mengampuni dosa mempersekutukan-Nya (dan Dia akan mengampuni selain dari demikian) di antara dosa-dosa (bagi siapa yang dikehendaki-Nya) beroleh ampunan, sehingga dimasukkan-Nya ke dalam surga tanpa disentuh oleh siksa. Sebaliknya akan disiksa-Nya lebih dulu orang-orang mukmin yang dikehendaki-Nya karena dosa-dosa mereka, dan setelah itu barulah dimasukkan-Nya ke dalam surga. (Siapa mempersekutukan Allah, maka sesungguhnya ia telah berbuat dosa yang besar).

Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih? [308] Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikitpun. (49) 


أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ يُزَكُّونَ أَنفُسَہُم‌ۚ بَلِ ٱللَّهُ يُزَكِّى مَن يَشَآءُ وَلَا يُظۡلَمُونَ فَتِيلاً (٤٩) 
[308] Yang dimaksud di sini ialah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menganggap diri mereka bersih. Lihat ayat 80 dan ayat 111 surat Al Baqarah dan ayat 18 surat Al Maaidah.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Orang-orang Yahudi menonjolkan anak-anak mereka di waktu salat dan menyajikan kurban-kurban mereka serta mengaku bahwa mereka tidak mempunyai dosa dan kesalahan. Maka Allah menurunkan, 'Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menganggap diri mereka bersih?'" (Q.S. An-Nisa 49) Ibnu Jarir mengetengahkan pula yang serupa dengan itu dari Ikrimah, Mujahid, Abu Malik dan lain-lain.

049. (Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang membersih-bersihkan diri mereka itu) yakni orang-orang Yahudi yang mengatakan bahwa mereka itu anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya. Jadi persoalannya kebaikan itu bukanlah dengan membersih-bersihkan diri (tetapi Allah membersihkan) artinya menyucikan (siapa yang dikehendaki-Nya) dengan keimanan (sedangkan mereka tidak dianiaya) atau dikurangi amalan mereka (sedikit pun) walau sebesar kulit buah kurma sekalipun.

Perhatikanlah, betapakah mereka mengada-adakan dusta terhadap Allah? Dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata [bagi mereka]. (50) 


ٱنظُرۡ كَيۡفَ يَفۡتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ‌ۖ وَكَفَىٰ بِهِۦۤ إِثۡمً۬ا مُّبِينًا (٥٠) 
050. (Perhatikanlah) menunjukkan keheranan (betapa mereka mengada-adakan kedustaan terhadap Allah) mengenai hal itu (dan cukuplah itu menjadi dosa yang nyata) bagi mereka. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan Kaab bin Asyraf dan lain-lainnya dari kalangan ulama Yahudi, yaitu ketika mereka tiba di Mekah dan menyaksikan orang-orang musyrikin yang terbunuh dalam perang Badar, maka mereka membakar kaum musyrikin untuk membalas dendam atas kekalahan ini dan memerangi Nabi saw.:

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut [309], dan mengatakan kepada orang-orang kafir [musyrik Mekah], bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. (51) 


أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ أُوتُواْ نَصِيبً۬ا مِّنَ ٱلۡڪِتَـٰبِ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡجِبۡتِ وَٱلطَّـٰغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُواْ هَـٰٓؤُلَآءِ أَهۡدَىٰ مِنَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ سَبِيلاً (٥١) 
[309] Jibt dan thaghuut, ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain Allah s.w.t.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ahmad dan Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Tatkala Ka'ab bin Asyraf datang ke Mekah, berkatalah orang-orang Quraisy kepadanya, 'Tidakkah Anda lihat si kepala batu yang telah dikucilkan dari kaumnya itu, ia menyangka bahwa ia lebih baik daripada kami, padahal kami petugas-petugas haji yang melayani makan minum jemaah serta keamanan mereka.' Jawab mereka, 'Kamu lebih baik.' Maka turunlah mengenai mereka ayat, 'Sesungguhnya orang yang membencimu, dialah yang terputus.' (Al-Kautsar 3) Dan diturunkan pula, 'Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang diberi bagian Alkitab...' sampai dengan, '...penolong.'" (Q.S. An-Nisa 51-52) Ibnu Ishak mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Di antara orang-orang yang mengambil prakarsa untuk menggerakkan persekutuan di antara orang-orang Quraisy dengan Gathaan dan Bani Quraizhah ialah Huyai bin Akhthab, Salam bin Abu Haqiq, Abu Rafi', Rabi' bin Abu Haqiq, Abu Imarah dan Haudzhah bin Qais, kesemua mereka dari warga Bani Nadhir. Tatkala mereka ini mengadakan kunjungan kepada orang-orang Quraisy, beberapa orang warga Mekah mengatakan, 'Mereka itu adalah pendeta-pendeta Yahudi dan para ahli mereka mengenai kitab-kitab suci yang pertama dulu. Baik tanyakan pada mereka, manakah yang lebih baik, apakah agama kamu ataukah agama Muhammad.' Lalu mereka tanyakan, dan jawabannya ialah, 'Agamamu lebih baik dari agama mereka, dan kamu lebih banyak dapat petunjuk daripadanya dan dari pengikut-pengikutnya.' Maka Allah pun menurunkan, 'Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang diberi Alkitab...' sampai dengan, '...kerajaan besar.'" (Q.S. An-Nisa 51-54)

051. (Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Alkitab, mereka percaya kepada jibt dan tagut) nama dua berhala Quraisy (dan mengatakan kepada orang-orang kafir) yaitu Abu Sofyan dan sahabat-sahabatnya ketika mereka menanyakan kepada orang-orang Yahudi itu siapakah yang lebih benar jalannya, apakah mereka sebagai penguasa Kakbah, pelayan makan-minum jemaah haji dan pembantunya orang yang berada dalam kesukaran ataukah Muhammad, yakni orang yang telah menyalahi agama nenek moyangnya, memutuskan tali silaturahmi dan meninggalkan tanah suci? (bahwa mereka itu) maksudnya kamu hai orang-orang Quraisy (lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman) artinya lebih lurus jalan yang kamu tempuh daripada mereka.

Mereka itulah orang yang dikutuk Allah. Barangsiapa yang dikutuk Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya. (52)



SEBAB TURUNNYA AYAT: Ahmad dan Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Tatkala Ka'ab bin Asyraf datang ke Mekah, berkatalah orang-orang Quraisy kepadanya, 'Tidakkah Anda lihat si kepala batu yang telah dikucilkan dari kaumnya itu, ia menyangka bahwa ia lebih baik daripada kami, padahal kami petugas-petugas haji yang melayani makan minum jemaah serta keamanan mereka.' Jawab mereka, 'Kamu lebih baik.' Maka turunlah mengenai mereka ayat, 'Sesungguhnya orang yang membencimu, dialah yang terputus.' (Al-Kautsar 3) Dan diturunkan pula, 'Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang diberi bagian Alkitab...' sampai dengan, '...penolong.'" (Q.S. An-Nisa 51-52) Ibnu Ishak mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Di antara orang-orang yang mengambil prakarsa untuk menggerakkan persekutuan di antara orang-orang Quraisy dengan Gathaan dan Bani Quraizhah ialah Huyai bin Akhthab, Salam bin Abu Haqiq, Abu Rafi', Rabi' bin Abu Haqiq, Abu Imarah dan Haudzhah bin Qais, kesemua mereka dari warga Bani Nadhir. Tatkala mereka ini mengadakan kunjungan kepada orang-orang Quraisy, beberapa orang warga Mekah mengatakan, 'Mereka itu adalah pendeta-pendeta Yahudi dan para ahli mereka mengenai kitab-kitab suci yang pertama dulu. Baik tanyakan pada mereka, manakah yang lebih baik, apakah agama kamu ataukah agama Muhammad.' Lalu mereka tanyakan, dan jawabannya ialah, 'Agamamu lebih baik dari agama mereka, dan kamu lebih banyak dapat petunjuk daripadanya dan dari pengikut-pengikutnya.' Maka Allah pun menurunkan, 'Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang diberi Alkitab...' sampai dengan, '...kerajaan besar.'" (Q.S. An-Nisa 51-54)

052. (Mereka itulah orang-orang yang dikutuk oleh Allah dan siapa yang dikutuk) oleh (Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolongnya) yang akan melindunginya dari azab siksa-Nya.

Ataukah ada bagi mereka bahagian dari kerajaan [kekuasaan]? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikitpun [kebajikan] kepada manusia [310], (53)


أُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ لَعَنَہُمُ ٱللَّهُ‌ۖ وَمَن يَلۡعَنِ ٱللَّهُ فَلَن تَجِدَ لَهُ ۥ نَصِيرًا (٥٢) أَمۡ لَهُمۡ نَصِيبٌ۬ مِّنَ ٱلۡمُلۡكِ فَإِذً۬ا لَّا يُؤۡتُونَ ٱلنَّاسَ نَقِيرًا (٥٣) 

[310] Maksudnya : orang-orang yang tidak dapat memberikan kebaikan kepada manusia atau masyarakatnya, tidak selayaknya ikut memegang jabatan dalam pemerintahan.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Ishak mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Di antara orang-orang yang mengambil prakarsa untuk menggerakkan persekutuan di antara orang-orang Quraisy dengan Gathaan dan Bani Quraizhah ialah Huyai bin Akhthab, Salam bin Abu Haqiq, Abu Rafi', Rabi' bin Abu Haqiq, Abu Imarah dan Haudzhah bin Qais, kesemua mereka dari warga Bani Nadhir. Tatkala mereka ini mengadakan kunjungan kepada orang-orang Quraisy, beberapa orang warga Mekah mengatakan, 'Mereka itu adalah pendeta-pendeta Yahudi dan para ahli mereka mengenai kitab-kitab suci yang pertama dulu. Baik tanyakan pada mereka, manakah yang lebih baik, apakah agama kamu ataukah agama Muhammad.' Lalu mereka tanyakan, dan jawabannya ialah, 'Agamamu lebih baik dari agama mereka, dan kamu lebih banyak dapat petunjuk daripadanya dan dari pengikut-pengikutnya.' Maka Allah pun menurunkan, 'Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang diberi Alkitab...' sampai dengan, '...kerajaan besar.'" (Q.S. An-Nisa 51-54)

053. (Ataukah mereka ada mempunyai bagian kerajaan) maksudnya mereka tidak mempunyai sedikit pun daripadanya, dan walaupun ada (hingga bila demikian, maka tidak secuil pun yang akan mereka berikan kepada manusia) naqiira: sesuatu yang tak ada harganya, sebesar patukan burung kecil di atas biji, dan sikap mereka itu ialah karena amat bakhil atau kikirnya.

ataukah mereka dengki kepada manusia [Muhammad] lantaran karunia [311] yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar. (54) 


أَمۡ يَحۡسُدُونَ ٱلنَّاسَ عَلَىٰ مَآ ءَاتَٮٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ‌ۖ فَقَدۡ ءَاتَيۡنَآ ءَالَ إِبۡرَٲهِيمَ ٱلۡكِتَـٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَءَاتَيۡنَـٰهُم مُّلۡكًا عَظِيمً۬ا (٥٤) 
[311] Yaitu : kenabian, Al-Qur'an, dan kemenangan.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Ishak mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Di antara orang-orang yang mengambil prakarsa untuk menggerakkan persekutuan di antara orang-orang Quraisy dengan Gathaan dan Bani Quraizhah ialah Huyai bin Akhthab, Salam bin Abu Haqiq, Abu Rafi', Rabi' bin Abu Haqiq, Abu Imarah dan Haudzhah bin Qais, kesemua mereka dari warga Bani Nadhir. Tatkala mereka ini mengadakan kunjungan kepada orang-orang Quraisy, beberapa orang warga Mekah mengatakan, 'Mereka itu adalah pendeta-pendeta Yahudi dan para ahli mereka mengenai kitab-kitab suci yang pertama dulu. Baik tanyakan pada mereka, manakah yang lebih baik, apakah agama kamu ataukah agama Muhammad.' Lalu mereka tanyakan, dan jawabannya ialah, 'Agamamu lebih baik dari agama mereka, dan kamu lebih banyak dapat petunjuk daripadanya dan dari pengikut-pengikutnya.' Maka Allah pun menurunkan, 'Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang diberi Alkitab...' sampai dengan, '...kerajaan besar.'" (Q.S. An-Nisa 51-54) Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari jalur Aufi dari Ibnu Abbas, katanya, "Kata Ahli Kitab, 'Muhammad menduga bahwa apa yang telah diberikan kepadanya itu dianggapnya sederhana, padahal ia mempunyai sembilan orang istri dan tak ada minatnya selain daripada kawin. Nah, raja manakah yang lebih utama daripadanya?' Maka Allah pun menurunkan, 'Apakah mereka merasa dengki kepada manusia...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 54). Ibnu Saad mengetengahkan dari Umar Maula Afrah yang hampir sama dengan itu yaitu, "Lebih berkelapangan daripadanya."

054. (Atau) apakah (mereka dengki kepada manusia) maksudnya kepada Nabi saw. (atas karunia yang telah diberikan Allah kepada mereka itu) berupa kenabian dan banyaknya istri? Artinya mereka mengangankan lenyapnya nikmat itu daripadanya dan mengatakan, "Sekiranya ia nabi, tentulah ia tidak akan menghiraukan banyak istri itu!" (Sungguh, Kami telah memberikan kepada keluarga Ibrahim) nenek moyang mereka seperti Musa, Daud dan Sulaiman (Kitab dan hikmah) serta nubuwah (dan telah Kami berikan kepada mereka kerajaan yang besar) Daud mempunyai 99 orang istri, sedangkan Sulaiman seribu orang wanita, campuran dari orang merdeka dan hamba sahaya.

Maka di antara mereka [orang-orang yang dengki itu], ada orang-orang yang beriman kepadanya, dan di antara mereka ada orang-orang yang menghalangi [manusia] beriman kepadanya. Dan cukuplah [bagi mereka] Jahannam yang menyala-nyala apinya. (55) 


فَمِنۡہُم مَّنۡ ءَامَنَ بِهِۦ وَمِنۡہُم مَّن صَدَّ عَنۡهُ‌ۚ وَكَفَىٰ بِجَهَنَّمَ سَعِيرًا (٥٥) 
055. (Maka di antara mereka ada yang beriman kepadanya) yakni kepada Nabi Muhammad saw. (dan di antara mereka ada yang berpaling daripadanya) hingga ia tak mau beriman (dan cukuplah kiranya Jahanam itu sebagai api yang menyala-nyala) untuk membakar orang yang tidak beriman itu.

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (56) 


إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بِـَٔايَـٰتِنَا سَوۡفَ نُصۡلِيہِمۡ نَارً۬ا كُلَّمَا نَضِجَتۡ جُلُودُهُم بَدَّلۡنَـٰهُمۡ جُلُودًا غَيۡرَهَا لِيَذُوقُواْ ٱلۡعَذَابَ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَزِيزًا حَكِيمً۬ا (٥٦) 
056. (Sesungguhnya orang-orang yang kafir akan ayat-ayat Kami akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka) mereka akan terbakar hangus (setiap matang) atau menjadi hangus (kulit mereka itu Kami ganti dengan kulit lainnya) yakni dengan mengembalikannya kepada keadaannya sebelum matang atau hangus itu (supaya mereka merasakan azab) dan menderita kepedihannya. (Sesungguhnya Allah Maha Perkasa) dalam segala penciptaan-Nya.

Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya selama-lamanya; mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman. (57)


وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ سَنُدۡخِلُهُمۡ جَنَّـٰتٍ۬ تَجۡرِى مِن تَحۡتِہَا ٱلۡأَنۡہَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيہَآ أَبَدً۬ا‌ۖ لَّهُمۡ فِيہَآ أَزۡوَٲجٌ۬ مُّطَهَّرَةٌ۬‌ۖ وَنُدۡخِلُهُمۡ ظِلاًّ۬ ظَلِيلاً (٥٧) ۞
057. (Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di bawahnya mengalir anak-anak sungai; kekal mereka di sana untuk selama-lamanya. Mereka di dalamnya mempunyai istri-istri yang suci) dari haid dan dari segala kotoran (dan Kami masukkan mereka ke tempat yang senantiasa teduh berkepanjangan) artinya tidak diganggu oleh sinar matahari yang tiada lain dari naungan surga.

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan [menyuruh kamu] apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (58) 


إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَـٰنَـٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُواْ بِٱلۡعَدۡلِ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦۤ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرً۬ا (٥٨) 
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Murdawaih mengetengahkan dari jalur Kalbi dari Abu Saleh dari Ibnu Abbas, katanya, "Tatkala Rasulullah saw. membebaskan kota Mekah, dipanggilnya Usman bin Thalhah lalu setelah datang, maka sabdanya, 'Coba lihat kunci Kakbah,' lalu diambilkannya. Tatkala Usman mengulurkan tangannya untuk menyerahkan kunci itu, tiba-tiba Abbas bangkit seraya berkata, 'Wahai Rasulullah! Demi ibu bapakku yang menjadi tebusanmu, gabungkanlah tugas ini dengan pelayanan minuman jemaah.' Mendengar itu Usman pun menahan tangannya, maka sabda Rasulullah saw., 'Berikanlah kunci itu, hai Utsman.' Maka jawabnya, 'Inilah amanat dari Allah.' Maka Rasulullah pun bangkit, lalu dibukanya Kakbah dan kemudian keluar, lalu bertawaf sekeliling Baitullah. Kemudian Jibril pun menurunkan wahyu agar mengembalikan kunci, maka dipanggilnya Usman bin Thalhah lalu diserahkannya kunci itu kepadanya, kemudian dibacakannya ayat, 'Sesungguhnya Allah menyuruhmu supaya kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak...' hingga ayat itu selesai." (Q.S. An-Nisa 58) Syu'bah mengetengahkan dalam tafsirnya dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij, katanya, "Ayat ini diturunkan mengenai Usman bin Thalhah yang Rasulullah menerima kunci Kakbah daripadanya. Dengan kunci itu beliau memasuki Baitullah pada hari pembebasan, kemudian keluar seraya membaca ayat ini. Dipanggilnya Usman lalu diserahkannya kunci itu kepadanya." Katanya pula, "Kata Umar bin Khaththab, 'Tatkala Rasulullah keluar dari Kakbah sambil membaca ayat ini, dan demi ibu bapak yang menjadi tebusannya, tidak pernah saya dengar ia membacanya sebelum itu.' Kata saya, 'Jika dilihat dari sini, ternyata surah tersebut turun dalam ruangan Kakbah.'"

058. (Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat) artinya kewajiban-kewajiban yang dipercayakan dari seseorang (kepada yang berhak menerimanya) ayat ini turun ketika Ali r.a. hendak mengambil kunci Kakbah dari Usman bin Thalhah Al-Hajabi penjaganya secara paksa yakni ketika Nabi saw. datang ke Mekah pada tahun pembebasan. Usman ketika itu tidak mau memberikannya lalu katanya, "Seandainya saya tahu bahwa ia Rasulullah tentulah saya tidak akan menghalanginya." Maka Rasulullah saw. pun menyuruh mengembalikan kunci itu padanya seraya bersabda, "Terimalah ini untuk selama-lamanya tiada putus-putusnya!" Usman merasa heran atas hal itu lalu dibacakannya ayat tersebut sehingga Usman pun masuk Islamlah. Ketika akan meninggal kunci itu diserahkan kepada saudaranya Syaibah lalu tinggal pada anaknya. Ayat ini walaupun datang dengan sebab khusus tetapi umumnya berlaku disebabkan persamaan di antaranya (dan apabila kamu mengadili di antara manusia) maka Allah menitahkanmu (agar menetapkan hukum dengan adil. Sesungguhnya Allah amat baik sekali) pada ni`immaa diidgamkan mim kepada ma, yakni nakirah maushufah artinya ni`ma syaian atau sesuatu yang amat baik (nasihat yang diberikan-Nya kepadamu) yakni menyampaikan amanat dan menjatuhkan putusan secara adil. (Sesungguhnya Allah Maha Mendengar) akan semua perkataan (lagi Maha Melihat) segala perbuatan.

Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul [Nya], dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah [Al Qur’an] dan Rasul [sunnahnya], jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama [bagimu] dan lebih baik akibatnya. (59) 


 يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِى ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡ‌ۖ فَإِن تَنَـٰزَعۡتُمۡ فِى شَىۡءٍ۬ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِ‌ۚ ذَٲلِكَ خَيۡرٌ۬ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلاً (٥٩)
SEBAB TURUNNYA AYAT: Bukhari dan lain-lain meriwayatkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Diturunkan ayat ini pada Abdullah bin Hudzafah bin Qais, yakni ketika ia dikirim oleh Nabi saw. dalam suatu ekspedisi. Berita itu diceritakannya secara ringkas. Dan kata Daud, ini berarti mengada-ada terhadap Ibnu Abbas, karena disebutkan bahwa Abdullah bin Huzafah tampil di hadapan tentaranya dalam keadaan marah, maka dinyalakannya api lalu disuruhnya mereka menceburkan diri ke dalam api itu. Sebagian mereka menolak, sedangkan sebagian lagi bermaksud hendak menceburkan dirinya." Katanya, "Sekiranya ayat itu turun sebelum peristiwa, maka kenapa kepatuhan itu hanya khusus terhadap Abdullah bin Hudzafah dan tidak kepada yang lain-lainnya? Dan jika itu turun sesudahnya, maka yang dapat diucapkan pada mereka ialah, 'Taat itu hanyalah pada barang yang makruf,' jadi tidak pantas dikatakan, 'Kenapa kalian tidak mau mematuhinya?'" Dalam pada itu Hafizh Ibnu Hajar menjawab bahwa yang dimaksud di dalam kisahnya dengan, "Jika kamu berselisih pendapat dalam sesuatu hal," bahwa mereka memang berselisih dalam menghadapi perintah itu dengan kepatuhan, atau menolaknya karena takut pada api. Maka wajarlah bila waktu itu diturunkan pedoman yang dapat memberi petunjuk bagi mereka apa yang harus diperbuat ketika berselisih pendapat itu yaitu mengembalikannya kepada Allah dan Rasul. Dan Ibnu Jarir mengetengahkan bahwa ayat tersebut diturunkan mengenai kisah yang terjadi di antara Ammar bin Yasir dengan Khalid bin Walid yang ketika itu menjadi amir atau panglima tentara. Tanpa setahu Khalid, Ammar melindungi seorang laki-laki hingga kedua mereka pun bertengkar.

059. (Hai orang-orang beriman! Taatlah kamu kepada Allah dan kepada rasul-Nya serta pemegang-pemegang urusan) artinya para penguasa (di antaramu) yakni jika mereka menyuruhmu agar menaati Allah dan Rasul-Nya. (Dan jika kamu berbeda pendapat) atau bertikai paham (tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah) maksudnya kepada kitab-Nya (dan kepada Rasul) sunah-sunahnya; artinya selidikilah hal itu pada keduanya (yakni jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Demikian itu) artinya mengembalikan pada keduanya (lebih baik) bagi kamu daripada bertikai paham dan mengandalkan pendapat manusia (dan merupakan rujukan yang sebaik-baiknya). Ayat berikut ini turun tatkala terjadi sengketa di antara seorang Yahudi dengan seorang munafik. Orang munafik ini meminta kepada Kaab bin Asyraf agar menjadi hakim di antara mereka sedangkan Yahudi meminta kepada Nabi saw. lalu kedua orang yang bersengketa itu pun datang kepada Nabi saw. yang memberikan kemenangan kepada orang Yahudi. Orang munafik itu tidak rela menerimanya lalu mereka mendatangi Umar dan si Yahudi pun menceritakan persoalannya. Kata Umar kepada si munafik, "Benarkah demikian?" "Benar," jawabnya. Maka orang itu pun dibunuh oleh Umar.

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut [312], padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka [dengan] penyesatan yang sejauh-jauhnya. (60) 


أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ يَزۡعُمُونَ أَنَّهُمۡ ءَامَنُواْ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُوٓاْ إِلَى ٱلطَّـٰغُوتِ وَقَدۡ أُمِرُوٓاْ أَن يَكۡفُرُواْ بِهِۦ وَيُرِيدُ ٱلشَّيۡطَـٰنُ أَن يُضِلَّهُمۡ ضَلَـٰلاَۢ بَعِيدً۬ا (٦٠) 
[312] yang selalu memusuhi Nabi dan kaum Muslimin dan ada yang mengatakan Abu Barzah seorang tukang tenung di masa Nabi. Termasuk Thaghut juga : 1. Orang yang menetapkan hukum secara curang menurut hawa nafsu. 2. Berhala-berhala.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari jalur Ikrimah atau Said dari Ibnu Abbas, katanya, "Jallas bin Shamit, Ma'tab bin Qusyair, Rafi bin Zaid dan Bisyr mengaku beragama Islam. Maka beberapa warga mereka yang beragama Islam mengajak mereka untuk menemui Rasulullah saw. buat menyelesaikan sengketa yang terdapat di antara mereka. Tetapi mereka tidak bersedia, sebaliknya membawa pihak lawan kepada tukang-tukang tenung yang biasa menjadi hakim di masa jahiliah. Maka Allah pun menurunkan mengenai mereka, 'Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang mengaku...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 60) Ibnu Jarir mengetengahkan dari Sya'bi, katanya, "Terjadi suatu pertengkaran di antara seorang laki-laki Yahudi dengan seorang laki-laki munafik. Kata si Yahudi, 'Ayolah kita bertahkim kepada ahli agamamu,' atau katanya, 'kepada Nabimu,' karena ia yakin bahwa Nabi tidak akan mau menerima suap dalam memutuskan sesuatu. Tetapi persetujuan tidak tercapai dan akhirnya mereka setuju untuk mendatangi seorang tukang tenung di Juhainah, maka turunlah ayat tersebut di atas." Ibnu Abu Hatim dan Thabrani mengetengahkan dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abbas, katanya, "Abu Barzah Al-Aslami adalah seorang tukang tenung yang biasa mengadili perkara-perkara yang menjadi persengketaan di antara orang-orang Yahudi. Kebetulan ada pula beberapa orang kaum muslimin yang minta agar persengketaan di antara mereka diadili pula olehnya. Maka Allah pun menurunkan, 'Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang mengaku diri mereka telah beriman...' sampai dengan, '...penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna.'" (Q.S. An-Nisa 60-62)

060. (Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang mengakui diri mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelum kamu; mereka hendak bertahkim kepada tagut) artinya orang yang banyak berbuat kedurhakaan, yaitu Kaab bin Asyraf (padahal mereka sudah dititahkan untuk mengingkarinya) dan tak akan memuliakan serta tidak mengangkatnya sebagai pemimpin. (Dan setan bermaksud menyesatkan mereka dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya) yakni dari kebenaran.

Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu [tunduk] kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi [manusia] dengan sekuat-kuatnya dari [mendekati] kamu. (61) 


وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ تَعَالَوۡاْ إِلَىٰ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَإِلَى ٱلرَّسُولِ رَأَيۡتَ ٱلۡمُنَـٰفِقِينَ يَصُدُّونَ عَنكَ صُدُودً۬ا (٦١) 
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim dan Thabrani mengetengahkan dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abbas, katanya, "Abu Barzah Al-Aslami adalah seorang tukang tenung yang biasa mengadili perkara-perkara yang menjadi persengketaan di antara orang-orang Yahudi. Kebetulan ada pula beberapa orang kaum muslimin yang minta agar persengketaan di antara mereka diadili pula olehnya. Maka Allah pun menurunkan, 'Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang mengaku diri mereka telah beriman...' sampai dengan, '...penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna.'" (Q.S. An-Nisa 60-62)

061. (Dan apabila dikatakan kepada mereka, marilah kamu kembali kepada apa yang diturunkan Allah) dalam Alquran berupa hukum-hukum (dan kepada rasul) agar dapat mengadili kamu (maka kamu lihat orang-orang munafik berpaling daripadamu) kepada yang lain (sejadi-jadinya.)

Maka bagaimanakah halnya apabila mereka [orang-orang munafik] ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna". (62) 


فَكَيۡفَ إِذَآ أَصَـٰبَتۡهُم مُّصِيبَةُۢ بِمَا قَدَّمَتۡ أَيۡدِيهِمۡ ثُمَّ جَآءُوكَ يَحۡلِفُونَ بِٱللَّهِ إِنۡ أَرَدۡنَآ إِلَّآ إِحۡسَـٰنً۬ا وَتَوۡفِيقًا (٦٢) 
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim dan Thabrani mengetengahkan dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abbas, katanya, "Abu Barzah Al-Aslami adalah seorang tukang tenung yang biasa mengadili perkara-perkara yang menjadi persengketaan di antara orang-orang Yahudi. Kebetulan ada pula beberapa orang kaum muslimin yang minta agar persengketaan di antara mereka diadili pula olehnya. Maka Allah pun menurunkan, 'Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang mengaku diri mereka telah beriman...' sampai dengan, '...penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna.'" (Q.S. An-Nisa 60-62)

062. (Maka betapa jadinya) dan apa yang akan mereka perbuat (jika mereka ditimpa oleh musibah) atau hukuman (disebabkan perbuatan tangan mereka) berupa perbuatan-perbuatan maksiat dan kekafiran, apakah mereka mampu berpaling dan melarikan diri daripadanya? Tentu saja tidak! (Kemudian mereka datang kepadamu) diathafkan kepada yashudduuna (sambil bersumpah atas nama Allah, "Tidaklah kami kehendaki) dengan bertahkim kepada orang lain (kecuali penyelesaian) atau perdamaian (dan kerukunan) di antara dua pihak yang bermusuhan dengan mengadakan pendekatan-pendekatan terhadap hukum dan bukan menyamarkan perkara yang benar."

Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (63) 


أُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُ ٱللَّهُ مَا فِى قُلُوبِہِمۡ فَأَعۡرِضۡ عَنۡہُمۡ وَعِظۡهُمۡ وَقُل لَّهُمۡ فِىٓ أَنفُسِہِمۡ قَوۡلاَۢ بَلِيغً۬ا (٦٣) 
063. (Mereka itu adalah orang-orang yang diketahui Allah isi hati mereka) berupa kemunafikan dan kedustaan mereka dalam mengajukan alasan (maka berpalinglah kamu dari mereka) dengan memberi mereka maaf (dan berilah mereka nasihat) agar takut kepada Allah (serta katakanlah kepada mereka tentang) keadaan (diri mereka perkataan yang dalam) artinya yang berbekas dan mempengaruhi jiwa, termasuk bantahan dan hardikan agar mereka kembali dari kekafiran.

Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk dita’ati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya [313] datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (64) 


وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذۡنِ ٱللَّهِ‌ۚ وَلَوۡ أَنَّهُمۡ إِذ ظَّلَمُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ جَآءُوكَ فَٱسۡتَغۡفَرُواْ ٱللَّهَ وَٱسۡتَغۡفَرَ لَهُمُ ٱلرَّسُولُ لَوَجَدُواْ ٱللَّهَ تَوَّابً۬ا رَّحِيمً۬ا (٦٤) 
[313] Ialah : berhakim kepada selain Nabi Muhammad SAW

064. (Dan Kami tidak mengutus seorang rasul kecuali untuk ditaati) segala yang diperintahkan dan diputuskannya (dengan izin Allah) dengan perintah-Nya; jadi bukan untuk ditentang atau didurhakai. (Dan sekiranya mereka ketika menganiaya kepada diri mereka itu) dengan bertahkim kepada tagut (segera datang kepadamu) dengan bertobat (lalu memohon ampun kepada Allah dan rasul pun memohonkan ampun untuk mereka) di sini terdapat peralihan arah pembicaraan demi meninggikan kedudukannya (tentulah akan mereka temui Allah Maha Penerima tobat) terhadap mereka (lagi Maha Penyayang) kepada mereka.

Maka demi Tuhanmu, mereka [pada hakekatnya] tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (65) 


فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيۡنَهُمۡ ثُمَّ لَا يَجِدُواْ فِىٓ أَنفُسِہِمۡ حَرَجً۬ا مِّمَّا قَضَيۡتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسۡلِيمً۬ا (٦٥) 
SEBAB TURUNNYA AYAT: Imam yang enam mengetengahkan dari Abdullah bin Zubair, katanya, "Zubair berselisih dengan seorang laki-laki Ansar mengenai aliran air di sebidang tanah, maka sabda Nabi saw., 'Alirilah tanahmu hai Zubair, kemudian teruskanlah aliran itu ke tanah tetanggamu!' Kata orang Ansar, 'Wahai Rasulullah! Mentang-mentang ia saudara sepupumu.' Wajah Rasulullah pun berubah merah, lalu sabdanya, 'Alirilah tanahmu, hai Zubair! Kemudian tahanlah air sampai kembali ke dinding, setelah itu barulah kamu kirimkan pada tetanggamu.'" Demikian Zubair mendapatkan haknya secara penuh, padahal pada mulanya Nabi telah mengusulkan pada mereka berdua cara yang lebih mudah. Kata Zubair, "Saya kira ayat-ayat ini, 'Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga menjadikan kamu sebagai hakim mengenai perkara yang mereka perselisihkan,' hanya diturunkan berkenaan dengan peristiwa itu!" Thabrani mengetengahkan dalam Al-Kabir dan oleh Humaidi dalam Musnadnya dari Umu Salamah, katanya, "Zubair mengadukan seorang laki-laki kepada Rasulullah saw. maka beliau menetapkan keputusan buat kemenangan Zubair. Maka kata laki-laki itu, 'Ia dimenangkannya tidak lain hanyalah karena ia saudara sepupunya.' Maka turunlah ayat, 'Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga menjadikan kamu sebagai hakim...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 65) Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Said bin Musayab mengenai firman-Nya, "Maka demi Tuhanmu...sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 65) diturunkan mengenai Zubair bin Awwam dan Hathib bin Abu Balta'ah yang bersengketa tentang air. Nabi saw. memutuskan agar yang ketinggian dialiri lebih dulu, kemudian baru yang kerendahan. Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih mengetengahkan dari Abul Aswad, katanya, "Dua orang laki-laki yang bersengketa mengadu kepada Rasulullah saw. lalu diadili oleh Rasulullah. Maka orang yang merasa dirinya dikalahkan, berkata, 'Kembalikan kami kepada Umar bin Khattab.' Lalu mereka datang kepadanya, dan kata laki-laki yang seorang lagi, 'Tadi Rasulullah saw. telah memberikan putusan terhadap perkara ini, tetapi kawan ini meminta agar kami dikirim kepada Anda?' 'Begitukah?' tanya Umar. 'Benar,' ujar orang itu. Maka kata Umar, 'Tinggallah kalian di sini, menunggu saya kembali dan memberikan keputusan saya!' Tidak lama antaranya Umar kembali dengan membawa pedangnya, lalu ditebasnya orang yang meminta kembali kepadanya itu. Maka Allah pun menurunkan, 'Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman...sampai akhir ayat.' (Q.S. An-Nisa 65) Tetapi hadis ini garib karena dalam isnadnya ada Ibnu Luhaiah. Tetapi ada pula saksi yang memperkuatnya yang dikeluarkan oleh Rahim dalam tafsirnya dari jalur Atabah bin Dhamrah dari bapaknya."

065. (Maka demi Tuhanmu) la menjadi tambahan (mereka tidaklah beriman sebelum menjadikanmu sebagai hakim tentang urusan yang menjadi pertikaian) atau sengketa (di antara mereka kemudian mereka tidak merasakan dalam hati mereka suatu keberatan) atau keragu-raguan (tentang apa yang kamu putuskan dan mereka menerima) atau tunduk kepada putusanmu itu (dengan sepenuhnya) tanpa bimbang atau ragu.

Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan [iman mereka], (66) 


وَلَوۡ أَنَّا كَتَبۡنَا عَلَيۡہِمۡ أَنِ ٱقۡتُلُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ أَوِ ٱخۡرُجُواْ مِن دِيَـٰرِكُم مَّا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌ۬ مِّنۡہُمۡ‌ۖ وَلَوۡ أَنَّہُمۡ فَعَلُواْ مَا يُوعَظُونَ بِهِۦ لَكَانَ خَيۡرً۬ا لَّهُمۡ وَأَشَدَّ تَثۡبِيتً۬ا (٦٦) 
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan dari As-Saddiy, dia mengatakan bahwa ketika turun ayat, "Dan sungguh, sekiranya Kami perintahkan kepada mereka, 'Bunuhlah dirimu atau keluarlah dari negerimu, maka mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka,' (Q.S. An-Nisa 66) maka Tsabit bin Qais bin Syammas dan seorang laki-laki Yahudi membangga-banggakan diri mereka. Kata si Yahudi, 'Demi Allah sungguh Allah telah memerintahkan kepada kami, 'Bunuhlah diri kamu,' maka kami mengerjakannya.' Dan kata Tsabit pula, 'Sekiranya Allah memerintahkan kami supaya membunuh diri kami, tentulah kami akan melakukannya.' Maka Allah pun menurunkan, 'Dan sekiranya mereka melakukan apa yang dinasihatkan kepada mereka, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan keimanan mereka.'" (Q.S. An-Nisa 66)

066. (Dan seandainya Kami wajibkan kepada mereka) an sebagai penafsiran ("Bunuhlah dirimu," atau, "Keluarlah kamu dari kampungmu,") sebagaimana telah Kami lakukan terhadap Bani Israel (tidaklah mereka akan melakukannya) apa yang diharuskan itu (kecuali sebagian kecil) dibaca marfu` sebagai badal dan manshub sebagai mustatsna (di antara mereka. Dan sekiranya mereka melakukan apa yang dinasihatkan kepada mereka itu) yakni menaati Rasul (tentulah hal itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan) lebih memantapkan keimanan mereka.

dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, (67) 


وَإِذً۬ا لَّأَتَيۡنَـٰهُم مِّن لَّدُنَّآ أَجۡرًا عَظِيمً۬ا (٦٧) 

067. (Dan jika demikian halnya) artinya jika mereka teguh dalam pendirian (tentulah akan Kami berikan kepada mereka dari sisi Kami pahala yang besar) yakni surga.

dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus. (68) 


وَلَهَدَيۡنَـٰهُمۡ صِرَٲطً۬ا مُّسۡتَقِيمً۬ا (٦٨) 
068. (Dan tentulah akan Kami bimbing mereka ke jalan yang lurus). Kata sebagian sahabat kepada Nabi saw., "Betapa caranya kami dapat melihat baginda dalam surga padahal baginda berada pada tingkat yang tinggi sedangkan kami di tingkat bawah?" Maka turunlah ayat:

Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul [Nya], mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin [314], orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (69) 


وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَيۡہِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّـۧنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّہَدَآءِ وَٱلصَّـٰلِحِينَ‌ۚ وَحَسُنَ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ رَفِيقً۬ا (٦٩) 
[314] Ialah : orang-orang yang amat teguh kepercayaannya kepada kebenaran Rasul, dan inilah orang-orang yang dianugerahi ni'mat sebagaimana yang tersebut dalam ayat 7 surat Al Faatihah.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Thabrani dan Ibnu Murdawaih mengetengahkan dengan sanad yang tak ada jeleknya dari Aisyah, katanya, "Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. lalu katanya, 'Wahai Rasulullah! Anda lebih saya cintai dari diri saya, dan lebih saya kasihi dari anak saya. Mungkin suatu saat saya sedang berada di rumah, lalu teringat kepada Anda, maka hati saya tak sabar hingga saya datang dan sempat melihat wajah Anda. Dan jika saya ingat akan kematian saya dan kematian Anda, saya pun maklum bahwa tempat Anda ditinggikan bersama para nabi, saya khawatir jika saya masuk surga tidak akan sempat melihat Anda lagi.' Nabi saw. tidak menjawab sedikit pun hingga turunlah Jibril membawa ayat ini, 'Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan kepada rasul...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 69) Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Masruq, bahwa para sahabat Nabi saw. mengatakan, "Wahai Rasulullah! Tidak sepatutnya kami berpisah dengan Anda, karena sekiranya Anda wafat, maka Anda akan dinaikkan di atas kami hingga kami tidak sempat melihat Anda lagi. Maka Allah pun menurunkan, 'Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 69) Dan diriwayatkan dari Ikrimah, katanya, "Seorang anak muda datang kepada Nabi saw. lalu katanya, 'Wahai Nabi Allah! Di dunia ini sesekali kami dapat juga melihat Anda, tetapi di hari kiamat kami tak dapat melihat Anda lagi karena Anda berada dalam surga pada tingkat yang tinggi.' Maka Allah pun menurunkan ayat ini. Lalu sabda Rasulullah saw. kepadanya, 'Kamu insya Allah berada bersama saya di dalam surga.'" Ibnu Jarir mengetengahkan pula yang sama dengan itu dari mursal Said bin Jubair, Masruq, Rabi', Qatadah dan As-Saddiy.

069. (Dan siapa yang menaati Allah dan Rasul) tentang apa yang dititahkan keduanya (maka mereka itu bersama orang-orang yang diberi karunia oleh Allah, yaitu golongan nabi-nabi dan shiddiqin) sahabat-sahabat utama dari para nabi-nabi dan rasul-rasul yang membenarkan dan amat teguh kepercayaan kepada mereka (para syuhada) orang-orang yang gugur syahid di jalan Allah (dan orang-orang saleh) yakni selain dari yang telah disebutkan itu. (Dan mereka itulah teman-teman yang sebaik-baiknya) maksudnya teman-teman dalam surga karena dapat melihat wajah mereka, berkunjung dan menghadiri majelis mereka walaupun tempat mereka jika dibandingkan dengan golongan-golongan lainnya lebih tinggi dan lebih mulia.

Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui. (70) 


ذَٲلِكَ ٱلۡفَضۡلُ مِنَ ٱللَّهِ‌ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ عَلِيمً۬ا (٧٠) 

070. (Demikian itu) artinya keadaannya bersama orang-orang yang disebutkan itu, menjadi mubtada sedangkan khabarnya ialah (karunia dari Allah) yang dianugerahkan-Nya kepada mereka, jadi bukan hasil dari ketaatan mereka sendiri. (Dan Allah cukup mengetahui) tentang pahala-pahala di akhirat, maka percayalah kamu kepada-Nya karena tak ada lagi yang lebih berwenang dalam penyampaian berita itu daripada-Nya.

Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah [ke medan pertempuran] berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama! (71) 


يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ خُذُواْ حِذۡرَڪُمۡ فَٱنفِرُواْ ثُبَاتٍ أَوِ ٱنفِرُواْ جَمِيعً۬ا (٧١)
071. (Hai orang-orang yang beriman, waspadalah kamu) terhadap musuh-musuhmu; artinya bersiap-siaplah dan berhati-hatilah menghadapi mereka (dan majulah kamu secara berkelompok-kelompok) atau terpisah-pisah pasukan demi pasukan (atau majulah secara bersama-sama) dalam satu pasukan besar.

Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat [ke medan pertempuran] [315]. Maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata: "Sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan ni’mat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama mereka". (72) 


وَإِنَّ مِنكُمۡ لَمَن لَّيُبَطِّئَنَّ فَإِنۡ أَصَـٰبَتۡكُم مُّصِيبَةٌ۬ قَالَ قَدۡ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَىَّ إِذۡ لَمۡ أَكُن مَّعَهُمۡ شَہِيدً۬ا (٧٢) 
[315] Sangat merasa keberatan ikut pergi berperang.

072. (Dan sungguh di antara kamu ada orang yang berlambat-lambat) atau bersikap lamban menghadapi peperangan, seperti Abdullah bin Ubai si munafik dan kawan-kawannya itu. Dia dianggap termasuk golongan munafik melihat sikap dan tindakan-tindakannya. Lam yang terdapat pada kata kerja berarti sumpah. (Jika kamu ditimpa musibah) seperti terbunuh atau kekalahan (maka katanya, "Sesungguhnya Allah telah memberi nikmat kepadaku sehingga aku tak ikut hadir bersama mereka) yang akan menyebabkanku ditimpa musibah pula.

Dan sungguh jika kamu beroleh karunia [kemenangan] dari Allah, tentulah dia mengatakan seolah-olah belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan dia: "Wahai, kiranya saya ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar [pula]". (73)


وَلَٮِٕنۡ أَصَـٰبَكُمۡ فَضۡلٌ۬ مِّنَ ٱللَّهِ لَيَقُولَنَّ كَأَن لَّمۡ تَكُنۢ بَيۡنَكُمۡ وَبَيۡنَهُ ۥ مَوَدَّةٌ۬ يَـٰلَيۡتَنِى كُنتُ مَعَهُمۡ فَأَفُوزَ فَوۡزًا عَظِيمً۬ا (٧٣) ۞
073. (Dan sungguh jika) lam menunjukkan sumpah (kamu beroleh karunia dari Allah) seperti kemenangan atau harta rampasan (tentulah dia akan berkata) sambil menyesal (seolah-olah) ditakhfifkan sedangkan isimnya dibuang dan diperkirakan berbunyi kaannahu artinya seolah-olah (belum pernah ada) pakai ya atau ta (di antaramu dengannya kasih sayang) artinya perkenalan dan persahabatan. Dan ini kembali kepada ucapannya tadi, 'Aku telah memberi nikmat kepadaku,' yang diselangnya di antara ucapan itu dengan perkataannya sekarang ini, yaitu (Wahai) sebagai kata peringatan (sekiranya aku berada bersama mereka tentu aku akan mendapat keberuntungan yang besar pula.") maksudnya beroleh harta rampasan yang banyak. Firman Allah swt.:

Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat [316] berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar. (74) 


فَلۡيُقَـٰتِلۡ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱلَّذِينَ يَشۡرُونَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا بِٱلۡأَخِرَةِ‌ۚ وَمَن يُقَـٰتِلۡ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَيُقۡتَلۡ أَوۡ يَغۡلِبۡ فَسَوۡفَ نُؤۡتِيهِ أَجۡرًا عَظِيمً۬ا (٧٤)
[316] Orang-orang mu'min yang mengutamakan kehidupan akhirat atas kehidupan dunia ini.

074. (Maka hendaklah berperang di jalan Allah) demi untuk meninggikan agama-Nya (orang-orang yang membeli) artinya menukar (kehidupan dunia dengan akhirat. Siapa yang berperang di jalan Allah lalu ia gugur) mati syahid (atau memperoleh kemenangan) terhadap musuhnya (maka nanti akan Kami beri ia pahala yang besar.)

Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan [membela] orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdo’a: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini [Mekah] yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!". (75) 


وَمَا لَكُمۡ لَا تُقَـٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱلۡمُسۡتَضۡعَفِينَ مِنَ ٱلرِّجَالِ وَٱلنِّسَآءِ وَٱلۡوِلۡدَٲنِ ٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَآ أَخۡرِجۡنَا مِنۡ هَـٰذِهِ ٱلۡقَرۡيَةِ ٱلظَّالِمِ أَهۡلُهَا وَٱجۡعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ وَلِيًّ۬ا وَٱجۡعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ نَصِيرًا (٧٥) 

075. (Mengapa kamu tak hendak berperang) pertanyaan yang berarti celaan; maksudnya tak ada halangannya bagi kamu untuk berperang (di jalan Allah dan) untuk membebaskan (golongan yang lemah baik laki-laki, wanita maupun anak-anak) yakni yang ditahan oleh orang-orang kafir buat berhijrah dan yang dianiaya mereka. Berkata Ibnu Abbas r.a., "Saya dan ibu saya termasuk golongan ini," (yang mengatakan) atau berdoa, "Wahai (Tuhan kami! Keluarkanlah kami dari negeri ini) Mekah (yang penduduknya aniaya) disebabkan kekafiran (dan berilah kami dari sisi-Mu seorang pelindung) yang akan mengatur urusan kami (dan berilah kami dari sisi-Mu seorang pembela.") yang mempertahankan kami terhadap mereka. Allah telah mengabulkan permohonan mereka ini, maka dimudahkan-Nya sebagian mereka itu untuk keluar sedangkan sisanya tinggal di Mekah sampai kota itu berhasil dibebaskan lalu Nabi saw. mengangkat Itab bin Usaid sebagai penguasa di Mekah, maka dibelanya orang-orang teraniaya dari penganiaya-penganiayanya.

Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah. (76) 


ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ يُقَـٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ‌ۖ وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يُقَـٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ ٱلطَّـٰغُوتِ فَقَـٰتِلُوٓاْ أَوۡلِيَآءَ ٱلشَّيۡطَـٰنِ‌ۖ إِنَّ كَيۡدَ ٱلشَّيۡطَـٰنِ كَانَ ضَعِيفًا (٧٦) 

076. (Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah sedangkan orang-orang kafir berperang di jalan tagut) setan. (Maka perangilah anak buah setan itu) maksudnya penyokong-penyokong agamanya niscaya kamu akan beroleh kemenangan karena kekuatanmu dengan Allah. (Sesungguhnya tipu daya setan) terhadap orang-orang beriman (adalah lemah) tidak akan dapat mengatasi siasat Allah terhadap orang-orang kafir itu.

Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: [317] "Tahanlah tanganmu [dari berperang], dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka [golongan munafik] takut kepada manusia [musuh], seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan [kewajiban berperang] kepada kami beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun [318]. (77) 


أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ قِيلَ لَهُمۡ كُفُّوٓاْ أَيۡدِيَكُمۡ وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيۡہِمُ ٱلۡقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ۬ مِّنۡہُمۡ يَخۡشَوۡنَ ٱلنَّاسَ كَخَشۡيَةِ ٱللَّهِ أَوۡ أَشَدَّ خَشۡيَةً۬‌ۚ وَقَالُواْ رَبَّنَا لِمَ كَتَبۡتَ عَلَيۡنَا ٱلۡقِتَالَ لَوۡلَآ أَخَّرۡتَنَآ إِلَىٰٓ أَجَلٍ۬ قَرِيبٍ۬‌ۗ قُلۡ مَتَـٰعُ ٱلدُّنۡيَا قَلِيلٌ۬ وَٱلۡأَخِرَةُ خَيۡرٌ۬ لِّمَنِ ٱتَّقَىٰ وَلَا تُظۡلَمُونَ فَتِيلاً (٧٧)
[317] Orang-orang yang menampakkan dirinya beriman dan minta izin berperang sebelum ada perintah berperang.

[318] Artinya pahala turut berperang tidak akan dikurangi sedikitpun.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Nasai dan Hakim mengetengahkan dari Ibnu Abbas bahwa Abdurrahman bin Auf serta beberapa orang kawannya datang menemui Nabi saw. lalu kata mereka, "Wahai Nabi Allah! Dahulu ketika masih musyrik kita ini orang-orang yang kuat, tetapi setelah beriman, kita menjadi orang-orang yang lemah." Jawab Nabi saw., "Saya disuruh untuk memaafkan kesalahan mereka, maka janganlah kalian perangi orang-orang itu!" Maka tatkala mereka disuruh pindah oleh Allah ke Madinah, mereka disuruh-Nya berperang, tetapi mereka tidak bersedia. Maka Allah pun menurunkan, "Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, 'Tahanlah tanganmu...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 77)

077. (Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, "Tahanlah tanganmu) dari memerangi orang-orang kafir tatkala hal itu mereka tuntut di Mekah disebabkan penganiayaan orang-orang kafir terhadap mereka. Dan mereka ini ialah segolongan sahabat (dan dirikanlah salat serta bayarkanlah zakat." Maka setelah diwajibkan atas mereka berperang tiba-tiba sebagian dari mereka takut kepada manusia) maksudnya kepada orang-orang kafir disebabkan tindakan dan keberanian mereka dalam peperangan itu (seperti menakuti) siksa (Allah bahkan lebih takut lagi) daripada itu. Asyadda dibaca manshub karena menjadi hal juga sebagai jawaban terhadap apa yang ditunjukkan oleh idzaa dan yang sesudahnya artinya tiba-tiba mereka didatangi oleh ketakutan. (kata mereka) karena cemas menghadapi maut ("Wahai Tuhan kami! Kenapa Engkau wajibkan atas kami berperang? Kenapa tidak Engkau tangguhkan agak beberapa waktu lagi?" Katakanlah) kepada mereka ("Kesenangan dunia) maksudnya apa-apa yang disenangi dan dinikmati di dunia ini (hanya sebentar) dan akan kembali lenyap (sedangkan akhirat) maksudnya surga (lebih baik bagi orang yang takwa) yakni yang menjaga diri dari siksa Allah dengan menjauhi larangan-Nya (dan kamu tidak akan dianiaya) dibaca dengan ta dan ya artinya tidak akan dikurangi amalmu (sedikit pun.") artinya walau sebesar kulit padi sekali pun, maka berjihad atau berusahalah.

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan [319], mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini [datangnya] dari sisi kamu [Muhammad]". Katakanlah: "Semuanya [datang] dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu [orang munafik] hampir-hampir tidak memahami pembicaraan [320] sedikit pun? (78) 


أَيۡنَمَا تَكُونُواْ يُدۡرِككُّمُ ٱلۡمَوۡتُ وَلَوۡ كُنتُمۡ فِى بُرُوجٍ۬ مُّشَيَّدَةٍ۬‌ۗ وَإِن تُصِبۡهُمۡ حَسَنَةٌ۬ يَقُولُواْ هَـٰذِهِۦ مِنۡ عِندِ ٱللَّهِ‌ۖ وَإِن تُصِبۡهُمۡ سَيِّئَةٌ۬ يَقُولُواْ هَـٰذِهِۦ مِنۡ عِندِكَ‌ۚ قُلۡ كُلٌّ۬ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ‌ۖ فَمَالِ هَـٰٓؤُلَآءِ ٱلۡقَوۡمِ لَا يَكَادُونَ يَفۡقَهُونَ حَدِيثً۬ا (٧٨) 
[319] Kemenangan dalam peperangan atau rezki.

[320] Pelajaran dan nasehat-nasehat yang diberikan.

078. (Di mana pun kamu berada, pastilah akan dicapai oleh maut sekalipun kamu di benteng yang tinggi lagi kokoh) karena itu janganlah takut berperang lantaran cemas akan mati. (Dan jika mereka ditimpa) yakni orang-orang Yahudi (oleh kebaikan) misalnya kesuburan dan keluasan (mereka berkata, "Ini dari Allah." Dan jika mereka ditimpa oleh keburukan) misalnya kekeringan dan bencana seperti yang mereka alami sewaktu kedatangan Nabi saw. ke Madinah (mereka berkata, "Ini dari sisimu,") hai Muhammad artinya ini karena kesialanmu! (Katakanlah) kepada mereka (Semuanya) baik kebaikan atau keburukan (dari sisi Allah) berasal daripada-Nya. (Maka mengapa orang-orang itu hampir-hampir tidak memahami pembicaraan) yang disampaikan kepada Nabi mereka. Mengapa pertanyaan disertai keheranan, melihat kebodohan mereka yang amat sangat. Dan ungkapan "hampir-hampir tidak memahami" lebih berat lagi dari "tidak memahaminya sama sekali."

Apa saja ni’mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari [kesalahan] dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (79) 


مَّآ أَصَابَكَ مِنۡ حَسَنَةٍ۬ فَمِنَ ٱللَّهِ‌ۖ وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ۬ فَمِن نَّفۡسِكَ‌ۚ وَأَرۡسَلۡنَـٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولاً۬‌ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَہِيدً۬ا (٧٩) 
079. (Apa pun yang kamu peroleh) hai manusia (berupa kebaikan, maka dari Allah) artinya diberi-Nya kamu karena karunia dan kemurahan-Nya (dan apa pun yang menimpamu berupa keburukan) atau bencana (maka dari dirimu sendiri) artinya karena kamu melakukan hal-hal yang mengundang datangnya bencana itu. (Dan Kami utus kamu) hai Muhammad (kepada manusia sebagai rasul) menjadi hal yang diperkuat. (Dan cukuplah Allah sebagai saksi) atas kerasulanmu.

Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling [dari keta’atan itu], maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka [321]. (80) 


مَّن يُطِعِ ٱلرَّسُولَ فَقَدۡ أَطَاعَ ٱللَّهَ‌ۖ وَمَن تَوَلَّىٰ فَمَآ أَرۡسَلۡنَـٰكَ عَلَيۡهِمۡ حَفِيظً۬ا (٨٠) 
[321] Rasul tidak bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan mereka dan tidak menjamin agar mereka tidak berbuat kesalahan.

080. (Siapa menaati Rasul, maka sesungguhnya ia telah menaati Allah, dan siapa yang berpaling) artinya tak mau menaatinya, maka bukan menjadi urusanmu (maka Kami tidaklah mengutusmu sebagai pemelihara) atau penjaga amal-amal perbuatan mereka, tetapi hanyalah sebagai pemberi peringatan sedangkan urusan mereka terserah kepada Kami dan Kami beri ganjaran dan balasannya. Ini sebelum datangnya perintah berperang.

Dan mereka [orang-orang munafik] mengatakan: "[Kewajiban kami hanyalah] ta’at". Tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu, sebahagian dari mereka mengatur siasat di malam hari [mengambil keputusan] lain dari yang telah mereka katakan tadi. Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah kamu dari mereka dan tawakkallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi Pelindung. (81) 


وَيَقُولُونَ طَاعَةٌ۬ فَإِذَا بَرَزُواْ مِنۡ عِندِكَ بَيَّتَ طَآٮِٕفَةٌ۬ مِّنۡہُمۡ غَيۡرَ ٱلَّذِى تَقُولُ‌ۖ وَٱللَّهُ يَكۡتُبُ مَا يُبَيِّتُونَ‌ۖ فَأَعۡرِضۡ عَنۡہُمۡ وَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ‌ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَكِيلاً (٨١) 
081. (Dan mereka berkata) maksudnya orang-orang munafik, jika mereka datang kepadamu, "Kewajiban kami hanyalah (taat) kepadamu." (Tetapi apabila mereka telah keluar dari sisimu, segolongan di antara mereka menyembunyikan) ta diidgamkan kepada tha dan boleh pula tidak (lain dari apa yang mereka katakan) padamu di hadapanmu tadi berupa ketaatan, tegasnya mereka menyembunyikan kedurhakaan mereka (Allah menulis) maksudnya menyuruh malaikat menulis (apa yang mereka sembunyikan itu) yakni dalam buku-buku catatan mereka agar menerima pembalasan nanti (maka berpalinglah kamu dari mereka) dengan memaafkan mereka (dan bertawakallah kepada Allah) artinya percayalah kepada-Nya karena Dia pasti melindungimu (dan cukuplah Allah itu sebagai pelindung) atau tempat bertawakal.

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (82) 


أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَ‌ۚ وَلَوۡ كَانَ مِنۡ عِندِ غَيۡرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ ٱخۡتِلَـٰفً۬ا ڪَثِيرً۬ا (٨٢) 
082. (Apakah mereka tidak memperhatikan) merenungkan (Alquran) dan makna-makna indah yang terdapat di dalamnya. (Sekiranya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah akan mereka jumpai di dalamnya pertentangan yang banyak) baik dalam makna maupun dalam susunannya.

Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri [322] di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya [akan dapat] mengetahuinya dari mereka [Rasul dan Ulil Amri] [323]. Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja [di antaramu]. (83) 


وَإِذَا جَآءَهُمۡ أَمۡرٌ۬ مِّنَ ٱلۡأَمۡنِ أَوِ ٱلۡخَوۡفِ أَذَاعُواْ بِهِۦ‌ۖ وَلَوۡ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُوْلِى ٱلۡأَمۡرِ مِنۡہُمۡ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسۡتَنۢبِطُونَهُ ۥ مِنۡہُمۡ‌ۗ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡڪُمۡ وَرَحۡمَتُهُ ۥ لَٱتَّبَعۡتُمُ ٱلشَّيۡطَـٰنَ إِلَّا قَلِيلاً۬ (٨٣) 
[322] Ialah : tokoh-tokoh sahabat dan para cendekiawan di antara mereka.

[323] Menurut mufassirin yang lain maksudnya ialah : kalau suatu berita tentang keamanan dan ketakutan itu disampaikan kepada Rasul dan Ulil Amri, tentulah Rasul dan Ulil Amri yang ahli dapat menetapkan kesimpulan (istimbat) dari berita itu.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Muslim meriwayatkan dari Umar bin Khattab, katanya, "Tatkala Nabi saw. mengucilkan para istrinya, aku masuk ke dalam mesjid, tiba-tiba kulihat orang-orang (para sahabat) melempar-lempar batu kerikil ke tanah seraya mengatakan Rasulullah telah menalak istri-istrinya, lalu aku berdiri tegak di pintu mesjid dan kuserukan dengan sekuat suaraku bahwa Nabi tidak menalak istri-istrinya, kemudian turunlah ayat ini, 'Dan jika datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan dan ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Padahal seandainya mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka tentulah orang-orang yang ingin menyelidiki duduk perkaranya akan dapat mengetahuinya dari mereka.' (Q.S. An-Nisa 83). Maka saya termasuk di antara orang-orang yang menyelidiki duduk perkaranya itu."

083. (Dan apabila datang kepada mereka suatu berita) mengenai hasil-hasil yang dicapai oleh ekspedisi tentara Nabi saw. (berupa keamanan) maksudnya kemenangan (atau ketakutan) maksudnya kekalahan (mereka lalu menyiarkannya). Ayat ini turun mengenai segolongan kaum munafik atau segolongan orang-orang mukmin yang lemah iman mereka, dan dengan perbuatan mereka itu lemahlah semangat orang-orang mukmin dan kecewalah Nabi saw. (Padahal kalau mereka menyerahkannya) maksudnya berita itu (kepada Rasul dan kepada Ulil amri di antara mereka) maksudnya para pembesar sahabat, jika mereka diam mengenai berita itu menunggu keputusannya (tentulah akan dapat diketahui) apakah hal itu boleh disiarkan atau tidak (oleh orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya) artinya yang mengikuti perkembangannya dan dituntut untuk mengetahuinya, mereka adalah orang-orang yang berhak menyiarkan berita itu (dari mereka) yakni Rasul dan Ulil amri (Dan kalau bukanlah karena karunia Allah kepadamu) yakni dengan agama Islam (serta rahmat-Nya) kepadamu dengan Alquran (tentulah kamu sekalian akan mengikuti setan) untuk mengerjakan kekejian-kekejian yang diperintahkannya (kecuali sebagian kecil saja di antaramu) yang tidak.

Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri [324]. Kobarkanlah semangat para mu’min [untuk berperang]. Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan [Nya]. (84) 


فَقَـٰتِلۡ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ لَا تُكَلَّفُ إِلَّا نَفۡسَكَ‌ۚ وَحَرِّضِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ‌ۖ عَسَى ٱللَّهُ أَن يَكُفَّ بَأۡسَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ‌ۚ وَٱللَّهُ أَشَدُّ بَأۡسً۬ا وَأَشَدُّ تَنكِيلاً۬ (٨٤) 
[324] Perintah berperang itu harus dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w karena yang dibebani adalah diri beliau sendiri. Ayat ini berhubungan dengan keengganan sebagian besar orang Madinah untuk ikut berperang bersama Nabi ke Badar Shughra. Maka turunlah ayat ini yang memerintahkan supaya Nabi Muhammad SAW pergi berperang walaupun sendirian saja.

084. (Maka berperanglah kamu) hai Muhammad (di jalan Allah kamu tidaklah dibebani kecuali dengan kewajibanmu sendiri) maka janganlah pedulikan keengganan mereka dalam berperang itu. Artinya, berperanglah kamu walau seorang diri, karena kamu telah dijamin akan beroleh kemenangan (dan kerahkanlah orang-orang mukmin) anjurkan mereka buat bertempur dan kobarkan semangat mereka (semoga Allah menahan kekerasan) artinya serangan (orang-orang kafir itu. Dan Allah lebih keras lagi) dari mereka (dan lebih hebat lagi siksa-Nya). Maka sabda Nabi saw., "Demi Tuhan yang diri saya berada dalam kekuasaan-Nya, saya akan pergi walaupun hanya seorang diri!" Lalu pergilah ia bersama 70 orang berkuda ke Badar Shughra sehingga Allah pun menolak serangan orang-orang kafir itu dengan meniupkan ketakutan ke dalam hati mereka dan menahan Abu Sofyan supaya tidak keluar sebagaimana telah disebutkan dalam surah Ali Imran.

Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang baik [325], niscaya ia akan memperoleh bahagian [pahala] daripadanya. Dan barangsiapa yang memberi syafa’at yang buruk [326], niscaya ia akan memikul bahagian [dosa] daripadanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (85) 


مَّن يَشۡفَعۡ شَفَـٰعَةً حَسَنَةً۬ يَكُن لَّهُ ۥ نَصِيبٌ۬ مِّنۡہَا‌ۖ وَمَن يَشۡفَعۡ شَفَـٰعَةً۬ سَيِّئَةً۬ يَكُن لَّهُ ۥ كِفۡلٌ۬ مِّنۡهَا‌ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ۬ مُّقِيتً۬ا (٨٥) 
[325] Syafa'at yang baik ialah : setiap sya'faat yang ditujukan untuk melindungi hak seorang muslim atau menghindarkannya dari sesuatu kemudharatan.

[326] Syafa'at yang buruk ialah kebalikan syafa'at yang baik.

085. (Siapa memberikan syafaat) kepada sesama manusia (yakni syafaat yang baik) yang sesuai dengan syarat (niscaya akan memperoleh bagian) pahala (daripadanya) artinya disebabkannya. (Dan siapa memberikan syafaat yang jelek) yakni yang bertentangan dengan syariat (maka ia akan memikul beban) dosanya (daripadanya) disebabkan perbuatannya itu. (Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu) sehingga setiap orang akan mendapat balasan yang setimpal daripada-Nya.

Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan [327], maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah [dengan yang serupa]. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu. (86) 


وَإِذَا حُيِّيتُم بِتَحِيَّةٍ۬ فَحَيُّواْ بِأَحۡسَنَ مِنۡہَآ أَوۡ رُدُّوهَآ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ حَسِيبًا (٨٦) 
[327] Penghormatan dalam Islam ialah : dengan mengucapkan "Assalamu'alaikum".

086. (Apabila kamu diberi salam dengan suatu salam penghormatan) misalnya bila dikatakan kepadamu, "Assalamu'alaikum!" (maka balaslah) kepada orang yang memberi salam itu (dengan salam yang lebih baik daripadanya) yaitu dengan mengatakan, "Alaikumus salaam warahmatullaahi wabarakaatuh." (atau balaslah dengan yang serupa) yakni dengan mengucapkan seperti apa yang diucapkannya. Artinya salah satu di antaranya menjadi wajib sedangkan yang pertama lebih utama. (Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu) artinya membuat perhitungan dan akan membalasnya di antaranya ialah terhadap membalas salam. Dalam pada itu menurut sunah, tidak wajib membalas salam kepada orang kafir, ahli bidah dan orang fasik. Begitu pula kepada orang Islam sendiri yakni orang yang sedang buang air, yang sedang berada dalam kamar mandi dan orang yang sedang makan. Hukumnya menjadi makruh kecuali pada yang terakhir. Dan kepada orang kafir jawablah, "Wa`alaikum." Artinya: juga atasmu.

Allah, tidak ada Tuhan [yang berhak disembah] selain Dia. Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan terjadinya. Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan [nya] daripada Allah. (87) 


ٱللَّهُ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ‌ۚ لَيَجۡمَعَنَّكُمۡ إِلَىٰ يَوۡمِ ٱلۡقِيَـٰمَةِ لَا رَيۡبَ فِيهِ‌ۗ وَمَنۡ أَصۡدَقُ مِنَ ٱللَّهِ حَدِيثً۬ا (٨٧) ۞
087. (Allah, tiada Tuhan selain Dia) dan Allah (akan menghimpun kamu) dari kubur-kuburmu (sampai) maksudnya pada (dari kiamat yang tak ada keraguan) atau kebimbangan (mengenainya. Dan siapa lagi) artinya tidak ada seorang pun (yang lebih benar ucapannya daripada Allah). Tatkala orang-orang kembali dari perang Uhud, mereka berbeda pendapat mengenai orang-orang munafik. Suatu golongan mengatakan, "Bunuhlah mereka!" Sedangkan satu golongan lagi mengatakan, "Jangan!" Maka turunlah ayat berikut ini:

Maka mengapa kamu [terpecah] menjadi dua golongan [328] dalam [menghadapi] orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah? [329]  Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan [untuk memberi petunjuk] kepadanya. (88) 


فَمَا لَكُمۡ فِى ٱلۡمُنَـٰفِقِينَ فِئَتَيۡنِ وَٱللَّهُ أَرۡكَسَہُم بِمَا كَسَبُوٓاْ‌ۚ أَتُرِيدُونَ أَن تَهۡدُواْ مَنۡ أَضَلَّ ٱللَّهُ‌ۖ وَمَن يُضۡلِلِ ٱللَّهُ فَلَن تَجِدَ لَهُ ۥ سَبِيلاً۬ (٨٨) 
[328] Maksudnya : golongan orang-orang mu'min yang membela orang-orang munafik dan golongan orang-orang mu'min yang memusuhi mereka.

[329] Pengertian disesatkan Allah lihat not. 34. Disesatkan Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah. Dalam ayat ini, karena mereka itu ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, maka mereka itu menjadi sesat.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Bukhari dan Muslim dan lain-lain meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit bahwa Rasulullah saw. berangkat menuju Uhud. Sebagian di antara orang-orang yang turut bersamanya tadi kembali pulang. Maka para sahabat Nabi saw. terbagi atas dua golongan dalam menghadapi orang-orang yang kembali atau kaum munafik ini. Sebagian mengatakan, "Kita bunuh mereka itu," sedang sebagian lagi mengatakan, "Tidak." Karena itu Allah menurunkan, "Maka kenapa kamu menjadi dua golongan dalam menghadapi orang-orang munafik?" (Q.S. An-Nisa 88). Said bin Manshur dan Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Said bin Mu'adz, katanya, "Rasulullah saw. berpidato di hadapan manusia, sabdanya, 'Siapa yang bersedia membantuku menghadapi orang-orang yang menyakitiku dan yang mengumpulkan di rumahnya orang-orang yang menyakitiku?' Maka kata Saad bin Mu'adz, 'Jika dia dari warga Aus kami bunuh dia, dan jika dia dari warga Khazraj, Anda dapat mengeluarkan perintah kepada kami dan kami akan menaatinya.' Mendengar itu maka Saad bin Ubadah berdiri lalu katanya, 'Betapa Anda akan menaati perintah Nabi saw. hai Ibnu Mu'adz, padahal Anda telah mengetahui bahwa orang yang dimaksud bukanlah dari warga Anda!' Lalu berdiri pula Usaid bin Hudhair, katanya, 'Hai Ibnu Ubadah, kamu ini seorang munafik dan mengasihi orang-orang munafik.' Ketika itu tampil pula Muhammad bin Maslamah, kataya. 'Diamlah tuan-tuan, hai manusia! Bukankah di kalangan kita ini ada Rasulullah dan beliau berhak memerintah kita hingga perintahnya itu harus dilaksanakan?' Karena itu Allah pun menurunkan, 'Maka kenapa kamu menjadi dua golongan dalam menghadapi orang-orang munafik...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 88) Ahmad mengetengahkan dari Abdurrahman bin Auf bahwa suatu kaum dari bangsa Arab datang menemui Rasulullah saw. di Madinah. Mereka pun masuk Islam, lalu ditimpa oleh wabah kota Madinah dan penyakit demamnya hingga mereka berbalik surut dan keluar meninggalkan kota Madinah. Sebagian sahabat menemui mereka, lalu menanyai mereka, "Kenapa kamu kembali?" Jawab mereka, "Kami ditimpa oleh wabah Madinah." Kata mereka pula, "Tidakkah Rasulullah itu dapat menjadi contoh yang baik bagi kamu?" Kata sebagian sahabat lagi, "Mereka ini rupanya orang-orang munafik!" Kata lainnya, "Tidak, mereka bukan orang-orang munafik." Maka Allah pun menurunkan, "Maka kenapa kamu menjadi dua golongan dalam menghadapi orang-orang munafik...sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 88) Dalam isnadnya terdapat pemalsuan dan bagian yang terputus.

088. (Mengapa kamu menjadi dua golongan menghadapi golongan munafik padahal Allah telah membalikkan mereka menjadi kafir) (disebabkan usaha mereka) berupa perbuatan maksiat dan kekafiran. (Apakah kamu hendak menunjuki orang yang disesatkan oleh Allah) artinya kamu anggap mereka itu termasuk orang-orang yang beroleh petunjuk? Pertanyaan pada kedua tempat berarti sanggahan. (Siapa yang disesatkan oleh Allah maka kamu sekali-kali takkan mendapatkan jalan) untuk menunjukinya.

Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama [dengan mereka]. Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong [mu], hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling [330], tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan [pula] menjadi penolong, (89) 


وَدُّواْ لَوۡ تَكۡفُرُونَ كَمَا كَفَرُواْ فَتَكُونُونَ سَوَآءً۬‌ۖ فَلَا تَتَّخِذُواْ مِنۡہُمۡ أَوۡلِيَآءَ حَتَّىٰ يُہَاجِرُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ‌ۚ فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَخُذُوهُمۡ وَٱقۡتُلُوهُمۡ حَيۡثُ وَجَدتُّمُوهُمۡ‌ۖ وَلَا تَتَّخِذُواْ مِنۡہُمۡ وَلِيًّ۬ا وَلَا نَصِيرًا (٨٩) 
[330] Diriwayatkan bahwa beberapa orang Arab datang kepada Rasulullah SAW di Madinah. Lalu mereka masuk Islam, kemudian mereka ditimpa "demam Madinah", karena itu mereka kembali kafir lalu mereka keluar dari Madinah. Kemudian mereka berjumpa dengan sahabat Nabi, lalu sahabat menanyakan sebab-sebab mereka meninggalkan Madinah. Mereka menerangkan bahwa mereka ditimpa "demam Madinah". Sahabat-sahabat berkata : "Mengapa kamu tidak mengambil teladan yang baik dari Rasulullah ?" Sahabat-sahabat terbagi kepada dua golongan dalam hal ini. Yang sebahagian berpendapat bahwa mereka telah menjadi munafik, sedang yang sebahagian lagi berpendapat bahwa mereka masih Islam. Lalu turunlah ayat ini yang mencela kaum Muslimin karena menjadi dua golongan itu, dan memerintahkan supaya orang-orang Arab itu ditawan dan dibunuh, jika mereka tidak berhijrah ke Madinah, karena mereka disamakan dengan kaum musyrikin yang lain.

089. (Mereka ingin) atau mengangan-angankan (agar kamu kafir hingga kamu menjadi sama) dengan mereka dalam kekafiran (maka janganlah kamu ambil di antara mereka sebagai pembela) yang akan membelamu walaupun mereka menampakkan keimanan (hingga mereka berhijrah di jalan Allah) yakni benar-benar hijrah yang membuktikan keimanan mereka. (Jika mereka berpaling) dan tetap atas keadaan mereka (maka ambillah mereka itu) maksudnya tawanlah (dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai dan janganlah kamu jadikan seorang pun di antara mereka sebagai pelindung) yang akan melindungimu (dan tidak pula sebagai penolong) yang akan kamu mintai pertolongan untuk menghadapi musuh-musuhmu.

kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian [damai] [331] atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya [332]. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu [333]  maka Allah tidak memberi jalan bagimu [untuk menawan dan membunuh] mereka. (90) 


إِلَّا ٱلَّذِينَ يَصِلُونَ إِلَىٰ قَوۡمِۭ بَيۡنَكُمۡ وَبَيۡنَہُم مِّيثَـٰقٌ أَوۡ جَآءُوكُمۡ حَصِرَتۡ صُدُورُهُمۡ أَن يُقَـٰتِلُوكُمۡ أَوۡ يُقَـٰتِلُواْ قَوۡمَهُمۡ‌ۚ وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ لَسَلَّطَهُمۡ عَلَيۡكُمۡ فَلَقَـٰتَلُوكُمۡ‌ۚ فَإِنِ ٱعۡتَزَلُوكُمۡ فَلَمۡ يُقَـٰتِلُوكُمۡ وَأَلۡقَوۡاْ إِلَيۡكُمُ ٱلسَّلَمَ فَمَا جَعَلَ ٱللَّهُ لَكُمۡ عَلَيۡہِمۡ سَبِيلاً۬ (٩٠) 
[331] Ayat ini menjadi dasar hukum suaka.

[332] Tidak memihak dan telah mengadakan hubungan dengan kaum muslimin.

[333] Maksudnya : menyerah.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih mengetengahkan dari Hasan bahwa Suraqah bin Malik Al-Mudlaji menceritakan kepada mereka, "Tatkala Nabi saw. telah beroleh kemenangan terhadap lawan-lawannya di perang Badar dan perang Uhud, serta orang-orang sekeliling telah masuk Islam, saya dengar berita bahwa beliau hendak mengirim Khalid bin Walid kepada warga saya suku Mudallaj. Maka saya datangi beliau, lalu kata saya, 'Saya minta Anda memberikan suatu karunia. Saya dengar kabar bahwa Anda hendak mengirim pasukan kepada kaum saya, sedangkan saya ingin agar Anda berdamai dengan mereka. Jika ternyata warga Anda masuk Islam, tentulah mereka pun akan masuk Islam. Tetapi jika tidak, maka tidaklah baik apabila warga anda itu menguasai mereka.' Maka Rasulullah saw. pun mengambil tangan Khalid bin Walid, katanya, 'Pergilah bersamanya dan turutilah apa yang dikehendakinya.' Khalid pun mengikat perdamaian dengan mereka dengan syarat mereka tidak menolong musuh-musuh Rasulullah saw. dan apabila orang-orang Quraisy masuk Islam, maka mereka pun akan masuk pula bersama mereka. Dan Allah pun menurunkan, 'Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum yang di antaramu dengan kaum itu telah ada perjanjian damai.' (Q.S. An-Nisa 90). Maka orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum itu akan terikat pula dalam perjanjian yang telah mereka perbuat." Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Diturunkan ayat, 'Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum yang di antaramu dengan kaum itu telah ada perjanjian damai' (Q.S. An-Nisa 90) mengenai Hilal bin Uwaimir Al-Aslami dan Suraqah bin Malik Al-Mudlaji juga mengenai Bani Judzaimah bin Amir bin Abdi Manaf." Diketengahkan pula dari Mujahid bahwa ayat itu diturunkan pula pada Hilal bin Uwaimir Al-Aslami yang di antaranya dengan kaum muslimin ada suatu perjanjian. Beberapa orang anak buahnya mendata

090. (Kecuali orang-orang yang menghubungi) maksudnya minta perlindungan (kepada suatu kaum yang antara kamu dengan mereka ada perjanjian damai) termasuk dengan sekutu-sekutu mereka sebagaimana pernah terjadi antara Nabi saw. dengan Hilal bin Uwaimir Al-Aslami (atau) orang-orang yang (datang kepadamu) sedangkan (hati mereka merasa keberatan) untuk (memerangimu) bersama kaum mereka (atau memerangi kaum mereka) bersama kamu; artinya tak mau berperang dengan kamu maupun dengan kaum mereka, maka janganlah kamu tawan atau bunuh mereka. Ini berikut yang sesudahnya dinasakhkan oleh ayat perang. (Sekiranya Allah menghendaki) agar mereka menguasaimu (tentulah Dia akan menjadikan mereka berkuasa atasmu) yaitu dengan menguatkan hati mereka (sehingga pastilah mereka memerangimu) tetapi Allah tiada menghendaki demikian, maka ditiupkan-Nya ke dalam hati mereka rasa takut dan ciut. (Tetapi jika mereka membiarkanmu dan tidak memerangi kamu hanya menyatakan perdamaian kepadamu) artinya mereka tunduk (maka Allah tidaklah memberi jalan kepadamu) untuk menawan dan membunuh mereka.

Kelak kamu akan dapati [golongan-golongan] yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman daripada kamu dan aman [pula] dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah [syirik], merekapun terjun ke dalamnya. Karena itu jika mereka tidak membiarkan kamu dan [tidak] mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta [tidak] menahan tangan mereka [dari memerangimu], maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemui mereka, dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepadamu alasan yang nyata [untuk menawan dan membunuh] mereka. (91) 


سَتَجِدُونَ ءَاخَرِينَ يُرِيدُونَ أَن يَأۡمَنُوكُمۡ وَيَأۡمَنُواْ قَوۡمَهُمۡ كُلَّ مَا رُدُّوٓاْ إِلَى ٱلۡفِتۡنَةِ أُرۡكِسُواْ فِيہَا‌ۚ فَإِن لَّمۡ يَعۡتَزِلُوكُمۡ وَيُلۡقُوٓاْ إِلَيۡكُمُ ٱلسَّلَمَ وَيَكُفُّوٓاْ أَيۡدِيَهُمۡ فَخُذُوهُمۡ وَٱقۡتُلُوهُمۡ حَيۡثُ ثَقِفۡتُمُوهُمۡ‌ۚ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكُمۡ جَعَلۡنَا لَكُمۡ عَلَيۡہِمۡ سُلۡطَـٰنً۬ا مُّبِينً۬ا (٩١) 
091. (Akan kamu dapati pula golongan lain yang bermaksud supaya mereka aman dari kamu) dengan berpura-pura beriman di hadapanmu (dan merasa aman pula dari kaum mereka) dengan menyatakan kekafiran jika mereka kembali kepada kaum mereka. Mereka ini ialah Bani Asad dan Ghathafan. (Setiap mereka diajak untuk fitnah) artinya kembali kepada kemusyrikan (mereka pun berbalik) atau terjun ke dalamnya. (Maka jika mereka tidak membiarkanmu) artinya masih hendak memerangimu (dan) tidak (mengemukakan perdamaian kepadamu serta) tidak (menahan tangan mereka) dari memerangimu (maka ambillah mereka) sebagai tawanan (dan bunuhlah mereka itu di mana juga kamu temui) atau jumpai (dan mereka itulah orang-orang yang Kami berikan kepadamu kekuasaan yang nyata) artinya wewenang dan bukti yang jelas untuk membunuh dan menawan mereka disebabkan kecurangan mereka.

Dan tidak layak bagi seorang mu’min membunuh seorang mu’min [yang lain], kecuali karena tersalah [tidak sengaja] [334], dan barangsiapa membunuh seorang mu’min karena tersalah [hendaklah] ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat [335] yang diserahkan kepada keluarganya [si terbunuh itu], kecuali jika mereka [keluarga terbunuh] bersedekah [336]. Jika ia [si terbunuh] dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mu’min, maka [hendaklah si pembunuh] memerdekakan hamba-sahaya yang mu’min. Dan jika ia [si terbunuh] dari kaum [kafir] yang ada perjanjian [damai] antara mereka dengan kamu, maka [hendaklah si pembunuh] membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya [si terbunuh] serta memerdekakan hamba sahaya yang mu’min. Barangsiapa yang tidak memperolehnya [337], maka hendaklah ia [si pembunuh] berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (92) 


وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٍ أَن يَقۡتُلَ مُؤۡمِنًا إِلَّا خَطَـًٔ۬ا‌ۚ وَمَن قَتَلَ مُؤۡمِنًا خَطَـًٔ۬ا فَتَحۡرِيرُ رَقَبَةٍ۬ مُّؤۡمِنَةٍ۬ وَدِيَةٌ۬ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهۡلِهِۦۤ إِلَّآ أَن يَصَّدَّقُواْ‌ۚ فَإِن كَانَ مِن قَوۡمٍ عَدُوٍّ۬ لَّكُمۡ وَهُوَ مُؤۡمِنٌ۬ فَتَحۡرِيرُ رَقَبَةٍ۬ مُّؤۡمِنَةٍ۬‌ۖ وَإِن ڪَانَ مِن قَوۡمِۭ بَيۡنَڪُمۡ وَبَيۡنَهُم مِّيثَـٰقٌ۬ فَدِيَةٌ۬ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهۡلِهِۦ وَتَحۡرِيرُ رَقَبَةٍ۬ مُّؤۡمِنَةٍ۬‌ۖ فَمَن لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ شَهۡرَيۡنِ مُتَتَابِعَيۡنِ تَوۡبَةً۬ مِّنَ ٱللَّهِ‌ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَڪِيمً۬ا (٩٢) 
[334] Seperti : menembak burung terkena seorang mu'min.

[335] "Diat" ialah pembayaran sejumlah harta karena sesuatu tindak pidana terhadap sesuatu jiwa atau anggota badan.

[336] Bersedekah di sini maksudnya : membebaskan si pembunuh dari pembayaran diat.

[337] Maksudnya : tidak mempunyai hamba; tidak memperoleh hamba sahaya yang beriman atau tidak mampu membelinya untuk dimerdekakan. Menurut sebagian ahli tafsir, puasa dua bulan berturut-turut itu adalah sebagai ganti dari pembayaran diat dan memerdekakan hamba sahaya.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan dari Ikrimah, katanya, "Harits bin Yazid dari Bani Amir bin Luai bersama Abu Jahal menyiksa Iyasy bin Abu Rabiah. Kemudian Harits ini pergi berhijrah kepada Nabi saw. Ia bertemu dengan Iyasy di Harrah kemudian Iyasy menghunus pedangnya karena menduga bahwa Harits masih kafir lalu datanglah Nabi saw. menceritakan keadaan sebenarnya, maka turunlah ayat, 'Tidak sepatutnya seorang mukmin membunuh seorang mukmin lainnya kecuali karena bersalah...'sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 92). Dan dikeluarkannya pula yang sama dengan itu dari Mujahid dan Suda. Diketengahkan pula oleh Ibnu Ishak, Abu Ya`la dan Harits bin Abu Usamah dan Abu Muslim Al-Kajji dari Qasim bin Muhammad yang serupa dengan itu, sementara Ibnu Abu Hatim mengeluarkannya pula dan jalur Said bin Jubair dari Ibnu Abbas.

092. (Dan tidak sepatutnya seorang mukmin membunuh seorang mukmin) yang lain; artinya tidak layak akan timbul perbuatan itu dari dirinya (kecuali karena tersalah) artinya tidak bermaksud untuk membunuhnya. (Dan siapa yang membunuh seorang mukmin karena tersalah itu) misalnya bermaksud melempar yang selainnya seperti binatang buruan atau pohon kayu tetapi mengenai seseorang dengan alat yang biasanya tidak menyebabkan kematian hingga membawa ajal (maka hendaklah memerdekakan) membebaskan (seorang hamba sahaya yang beriman beserta diat yang diserahkan) diberikan (kepada keluarganya) yaitu ahli waris yang terbunuh (kecuali jika mereka bersedekah) artinya memaafkannya. Dalam pada itu sunah menjelaskan bahwa besar diat itu 100 ekor unta, 20 ekor di antaranya terdiri dari yang dewasa, sedang lainnya yang di bawahnya, dalam usia yang bermacam-macam. Beban pembayaran ini terpikul di atas pundak `ashabah sedangkan keluarga-keluarga lainnya dibagi-bagi pembayarannya selama tiga tahun, bagi yang kaya setengah dinar, dan yang sedang seperempat dinar pada tiap tahunnya. Jika mereka tidak mampu maka diambilkan dari harta baitulmal, dan jika sulit maka dari pihak yang bersalah. (Jika ia) yakni yang terbunuh (dari kaum yang menjadi musuh) musuh perang (bagimu padahal ia mukmin, maka hendaklah memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman) jadi bagi si pembunuh wajib kafarat tetapi tidak wajib diat yang diserahkan kepada keluarganya disebabkan peperangan itu. (Dan jika ia) maksudnya yang terbunuh (dari kaum yang di antara kamu dengan mereka ada perjanjian) misalnya ahli dzimmah (maka hendaklah membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya) yaitu sepertiga diat orang mukmin, jika dia seorang Yahudi atau Nasrani, dan seperlima belas jika ia seorang Majusi serta memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman) oleh si pembunuhnya. (Siapa yang tidak memperolehnya) misalnya karena tak ada budak atau biayanya (maka hendaklah berpuasa selama dua bulan berturut-turut) sebagai kafarat yang wajib atasnya. Mengenai pergantian dengan makanan seperti pada zihar, tidak disebutkan oleh Allah swt. Tetapi menurut Syafii, pada salah satu di antara dua pendapatnya yang terkuat, ini diberlakukan (untuk penerimaan tobat dari Allah) mashdar yang manshub oleh kata kerjanya yang diperkirakan. (Dan Allah Maha Mengetahui) terhadap makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) mengenai pengaturan-Nya terhadap mereka.

Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. (93) 


وَمَن يَقۡتُلۡ مُؤۡمِنً۬ا مُّتَعَمِّدً۬ا فَجَزَآؤُهُ ۥ جَهَنَّمُ خَـٰلِدً۬ا فِيہَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ وَلَعَنَهُ ۥ وَأَعَدَّ لَهُ ۥ عَذَابًا عَظِيمً۬ا (٩٣) 
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan dari jalur Ibnu Juraij dari Ikrimah bahwa seorang laki-laki Ansar membunuh saudara dari Maqis bin Shababah. Maka Nabi saw. pun memberinya diat yang diterimanya dengan baik. Tetapi kemudian Maqis menerjang orang yang membunuh saudaranya itu lalu dibunuhnya pula. Sabda Nabi saw., "Saya tak ingin menjamin keamanan dirinya, baik di tanah halal atau di tanah haram," dan ternyata ia dibunuh di waktu pembebasan. Kata Ibnu Juraij, "Mengenainyalah turunnya ayat, 'Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 93)

093. (Dan siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja) artinya sengaja hendak membunuhnya dengan alat yang biasa dipergunakan untuk membunuh di samping ia tahu pula bahwa orang yang akan dibunuhnya itu beriman (maka balasannya ialah neraka Jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutukinya) artinya menjauhkannya dari rahmat-Nya (serta menyediakan baginya siksa yang besar) yakni di neraka. Ini ditakwilkan jika seseorang menganggapnya halal dengan pernyataan bahwa inilah balasannya yang setimpal jika dihukum menurut sepatutnya. Tetapi dengan catatan bahwa hukuman itu dapat saja diubah berdasarkan firman Allah swt., "Dan Dia mengampuni dosa selain itu, syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya." Dan menurut Ibnu Abbas bahwa ayat ini menasakhkan ayat-ayat lain yang berisi pengampunan sementara ayat pada surah Al-Baqarah menyatakan bahwa orang yang membunuh secara sengaja hendaklah dibunuh pula dan bahwa ia wajib membayar diat jika memperoleh kemaafan dan telah diterangkan pula berapa banyaknya. Di samping itu sunah menerangkan pula bahwa di antara sengaja dengan tersalah itu ada semacam pembunuhan yang disebut semi sengaja, yakni jika seseorang membunuh orang lain dengan alat yang tidak biasa digunakan untuk membunuh, maka tidak wajib kisas, hanya diat, sebagaimana pula sengaja dalam bentuk atau sifatnya tetapi tersalah dalam mengundurkan dan melakukannya. Dan ini dalam keadaan sengaja lebih patut membayar kafarat daripada dalam keadaan tersalah. Ayat berikut ini turun tatkala serombongan sahabat lewat pada seorang laki-laki dari Bani Sulaim yang sedang menghalau kambingnya. Orang itu memberi salam kepada rombongan sahabat itu tetapi kata mereka, "Ia mengucapkan salam itu hanyalah untuk menyelamatkan dirinya," lalu orang itu mereka bunuh dan mereka halau ternaknya.

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi [berperang] di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu: [338]  "Kamu bukan seorang mu’min" [lalu kamu membunuhnya], dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu [339] lalu Allah menganugerahkan ni’mat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (94) 


يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا ضَرَبۡتُمۡ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَتَبَيَّنُواْ وَلَا تَقُولُواْ لِمَنۡ أَلۡقَىٰٓ إِلَيۡڪُمُ ٱلسَّلَـٰمَ لَسۡتَ مُؤۡمِنً۬ا تَبۡتَغُونَ عَرَضَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا فَعِندَ ٱللَّهِ مَغَانِمُ ڪَثِيرَةٌ۬‌ۚ كَذَٲلِكَ ڪُنتُم مِّن قَبۡلُ فَمَنَّ ٱللَّهُ عَلَيۡڪُمۡ فَتَبَيَّنُوٓاْ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرً۬ا (٩٤) 
[338] Dimaksud juga dengan orang yang mengucapkan kalimat : "laa ilaaha illallah".

[339] Maksudnya : orang itu belum nyata keislamannya oleh orang ramai kamupun demikian pula dahulu.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Bukhari, Tirmizi, Hakim dan lain-lain meriwayatkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Seorang laki-laki dari Bani Salim lewat pada para sahabat Nabi saw. sambil menghalau kambingnya. Ia memberi salam kepada mereka, tetapi jawab mereka, 'Ia memberi salam itu tidak lain hanyalah untuk melindungkan dirinya kepada kita.' Mereka pun mendatanginya lalu membunuhnya, dan membawa kambing-kambingnya kepada Nabi saw. Maka turunlah ayat, 'Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi berperang di jalan Allah...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 94) Bazzar mengetengahkan dari jalur lain dari Ibnu Abbas, katanya, "Rasulullah saw. mengirim suatu ekspedisi tentara yang di dalamnya terdapat Miqdad. Ketika mereka sampai pada tempat yang dituju, mereka dapati orang-orangnya telah cerai-berai dan hanya tinggal seorang laki-laki dengan harta yang banyak. Kata laki-laki itu, 'Asyhadu allaa ilaaha illallaah.' Tetapi Miqdad tetap membunuhnya, maka sabda Nabi saw., 'Apa katamu nanti terhadap ucapan syahadatnya itu?' Dan dalam pada itu turunlah ayat tersebut." Ahmad, Thabrani dan lain-lain mengetengahkan dari Abdullah bin Abu Hudud Al-Aslami, katanya, "Kami dikirim oleh Rasulullah saw. bersama satu rombongan kaum muslimin di mana di dalamnya terdapat Abu Qatadah dan Mahlam bin Jatsamah. Kebetulan lewatlah di hadapan kami Amir bin Adhbath Al-Asyja'i lalu ia memberi salam kepada kami. Tetapi Mahlam menyerangnya lalu membunuhnya. Dan tatkala kami sampai di tempat Nabi saw. lalu menceritakan peristiwa itu, turunlah pada kami ayat, 'Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi berperang di jalan Allah...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 94) Juga Ibnu Jarir mengetengahkan yang sama dengan itu dari hadis Ibnu Umar. Dan diriwayatkan oleh Tsa'labi dari jalur Kalbi dari Abu Shalih dari Ibnu Abbas bahwa nama orang yang terbunuh itu ialah Mirdas bin Nuhaik dari warga Fadak, dan bahwa nama si pembunuhnya itu ialah Usamah bin Zaid sedangkan nama pemimpin ekspedisi itu Ghalib bin Fudhalah Al-Laitsi. Tatkala kaumnya telah kalah, tinggallah Mirdas seorang diri dan maksudnya hendak melindungi kambingnya ke sebuah bukit. Maka sewaktu berjumpa dengan kaum muslimin itu dibacanyalah laa ilaaha illallaah muhammadur rasuulullaah dan assalaamu`alaikum. Tetapi Usamah bin Zaid membunuhnya, dan ketika mereka telah kembali turunlah ayat di atas. Ibnu Jarir mengetengahkan pula yang serupa dengan itu dari jalur Suda, sedangkan Abdun dari jalur Qatadah. Dan Ibnu Abu Hatim mengeluarkan dari jalur Ibnu Luhaiah dari Abu Zubair dari Jabir, katanya, "Ayat berikut ini, 'Dan janganlah kamu katakan kepada orang yang mengucapkan salam kepadamu...' (Q.S. An-Nisa 94) diturunkan mengenai Mirdas, dan ia adalah seorang syahid yang baik." Ibnu Mandah mengetengahkan dari Juzin bin Hadrajan, katanya, "Saudara saya, Miqdad, berangkat menemui Nabi saw. sebagai seorang utusan dari Yaman. Kebetulan ia berjumpa dengan utusan Nabi saw. Maka katanya, 'Saya ini seorang mukmin.' Tetapi mereka tak mau menerimanya, hingga membunuhnya. Berita itu sampai ke telinga saya, maka pergilah saya menghadap Rasulullah saw. maka turunlah ayat, 'Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu pergi berperang di jalan Allah, maka selidikilah lebih dulu...' (Q.S. An-Nisa 94) Maka Nabi saw. memberi saya diat dari saudara saya itu."

094. (Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bepergian) maksudnya mengadakan perjalanan untuk berjihad (di jalan Allah maka selidikilah) menurut satu qiraat dengan tiga macam baris pada dua tempat (dan janganlah kamu katakan kepada orang yang mengucapkan salam kepadamu) ada yang memakai alif dan ada pula yang tidak sedangkan artinya ialah penghormatan atau ketundukan dengan membaca dua kalimat syahadat sebagai ciri-ciri bagi penganut agama Islam (kamu bukan seorang mukmin) kamu mengatakan itu hanyalah untuk menjaga diri dan hartamu, lalu kamu membunuhnya (dengan maksud, menuntut) artinya hendak mencari (harta benda kehidupan dunia) yakni barang rampasan (padahal di sisi Allah harta yang banyak) sehingga kamu tidak perlu membunuh untuk mendapatkan harta itu. (Begitu pulalah keadaan kamu dahulu) darah dan harta bendamu dipelihara berkat ucapan syahadat dari kamu (lalu Allah melimpahkan karunia-Nya kepadamu) hingga terkenal keimanan dan keteguhan pendirianmu (karena itu selidikilah) lebih dulu jangan sampai kamu membunuh orang yang telah beriman dan perlakukanlah terhadap orang yang baru masuk Islam sebagaimana kamu pernah diperlakukan. (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan) sehingga kamu akan mendapat balasan daripada-Nya.

Tidaklah sama antara mu’min yang duduk [yang tidak turut berperang] yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk [340] satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik [surga] dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk [341]  dengan pahala yang besar, (95) 


لَّا يَسۡتَوِى ٱلۡقَـٰعِدُونَ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ غَيۡرُ أُوْلِى ٱلضَّرَرِ وَٱلۡمُجَـٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمۡوَٲلِهِمۡ وَأَنفُسِہِمۡ‌ۚ فَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلۡمُجَـٰهِدِينَ بِأَمۡوَٲلِهِمۡ وَأَنفُسِہِمۡ عَلَى ٱلۡقَـٰعِدِينَ دَرَجَةً۬‌ۚ وَكُلاًّ۬ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلۡحُسۡنَىٰ‌ۚ وَفَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلۡمُجَـٰهِدِينَ عَلَى ٱلۡقَـٰعِدِينَ أَجۡرًا عَظِيمً۬ا (٩٥) 
[340] Maksudnya : yang tidak berperang karena uzur.

[341] Maksudnya : yang tidak berperang tanpa alasan. Sebagian ahli tafsir mengartikan "qaa'idiin" di sini sama dengan arti "qaa'idiin" pada not 340.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Bukhari meriwayatkan dari Barra', katanya, "Ketika turun ayat, 'Tidaklah sama orang-orang yang duduk di antara orang-orang mukmin...' (Q.S. An-Nisa 95) bersabdalah Nabi saw., 'Panggillah si Anu!' Maka datanglah dia membawa tinta, papan dan alketip, lalu sabda Nabi saw., 'Tulislah! Tidaklah sama orang-orang yang duduk di antara orang-orang mukmin dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah,' sedangkan Nabi meninggalkan dan tidak membawa serta Ibnu Ummi Maktum, maka katanya, 'Saya ini cacat wahai Rasulullah.' Maka turunlah sebagai ganti ayat tadi, 'Tidaklah sama orang-orang yang duduk yang tidak mempunyai uzur di antara orang-orang mukmin...'" (Q.S. An-Nisa 95) Bukhari dan lain-lain meriwayatkan dari hadis Zaid bin Tsabit, Thabrani dari Zaid bin Arqam dan Ibnu Hibban dari Fultan bin Ashim yang serupa dengan itu. Diriwayatkan pula oleh Tirmizi yang sama dengan itu dari Ibnu Abbas di mana disebutkan bahwa Abdullah bin Jahsy dan Ibnu Ummi Maktum mengatakan, "Kami ini orang-orang buta." Hadis-hadis mereka itu telah saya kemukakan dalam kitab Turjumanul Quran. Ibnu Jarir meriwayatkan pula hadis-hadis mursal yang isinya sama dengan itu dari jalur yang tidak sedikit.

095. (Tidaklah sama di antara orang-orang mukmin yang duduk) maksudnya tidak ikut berjihad (tanpa mempunyai uzur) seperti tua, buta dan lain-lain; marfu` karena sifat dan manshub sebagai mustatsna (dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah berikut harta dan jiwa mereka. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwa mereka atas orang-orang yang duduk) karena uzur (satu tingkat) atau satu kelebihan karena walaupun mereka sama dalam niat, tetapi ada tambahan pada orang-orang yang berjihad, yaitu pelaksanaan (dan kepada masing-masing) mereka dari kedua golongan itu (Allah menjanjikan pahala yang baik) yaitu surga. (Dan Allah memberi kelebihan terhadap orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk) tanpa uzur (berupa pahala yang besar) dan sebagai badalnya ialah:

[yaitu] beberapa derajat daripada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (96)


دَرَجَـٰتٍ۬ مِّنۡهُ وَمَغۡفِرَةً۬ وَرَحۡمَةً۬‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورً۬ا رَّحِيمًا (٩٦) 
096. (Yaitu beberapa tingkat daripada-Nya) yang sebagiannya lebih mulia dari lainnya (dan keampunan serta rahmat) manshub disebabkan kedua fi'ilnya yang diperkirakan (dan Allah Maha Pengampun) bagi para wali-Nya (lagi Maha Penyayang) terhadap ahli taat-Nya.

Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri [342], [kepada mereka] malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?". Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri [Mekah]". Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, (97) 


إِنَّ ٱلَّذِينَ تَوَفَّٮٰهُمُ ٱلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةُ ظَالِمِىٓ أَنفُسِہِمۡ قَالُواْ فِيمَ كُنتُمۡ‌ۖ قَالُواْ كُنَّا مُسۡتَضۡعَفِينَ فِى ٱلۡأَرۡضِ‌ۚ قَالُوٓاْ أَلَمۡ تَكُنۡ أَرۡضُ ٱللَّهِ وَٲسِعَةً۬ فَتُہَاجِرُواْ فِيہَا‌ۚ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ مَأۡوَٮٰهُمۡ جَهَنَّمُ‌ۖ وَسَآءَتۡ مَصِيرًا (٩٧) 
[342] Yang dimaksud dengan orang yang menganiaya diri sendiri di sini, ialah orang-orang muslimin Mekah yang tidak mau hijrah bersama Nabi sedangkan mereka sanggup. Mereka ditindas dan dipaksa oleh orang-orang kafir ikut bersama mereka pergi ke perang Badar; akhirnya di antara mereka ada yang terbunuh dalam peperangan itu.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beberapa orang kaum muslimin ikut bersama orang-orang musyrik mendapat upah dari mereka dalam menghadapi Rasulullah saw. di perang Badar. Maka adakalanya datang anak panah yang dilepaskan hingga menimpa salah seorang di antara mereka dan menewaskannya, atau ia terkena pukulan hingga membawa ajalnya. Maka Allah pun menurunkan, "Sesungguhnya orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan aniaya terhadap diri mereka...sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 97) Ibnu Murdawaih mengetengahkan bahkan tidak lupa menyebutkan beberapa nama dalam riwayatnya, yaitu Qais bin Walid bin Mughirah, Abu Qais bin Fakihah bin Mughirah, Walid bin Utbah bin Rabi'ah, Amar bin Umayah bin Sufyan dan Ali bin Umayah bin Khalaf lalu diceritakannya peristiwa mereka bahwa mereka berangkat ke medan perang Badar. Dan tatkala melihat sedikitnya jumlah kaum muslimin, hati mereka pun dimasuki keragu-raguan, kata mereka, "Rupanya mereka tertipu oleh agama mereka." Dan riwayat mereka ini pun berakhir dengan kematian, terbunuh, di perang Badar ini. Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dengan menambahkan kepada nama-nama tadi Harits bin Zam'ah bin Aswad dan Ash bin Munabbih bin Hajjaj. Thabrani mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Ada suatu kaum di Mekah yang telah masuk Islam. Tatkala Rasulullah saw. hijrah, mereka takut dan keberatan untuk pindah. Maka Allah pun menurunkan, 'Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan aniaya terhadap diri mereka...' sampai dengan firman-Nya, '....kecuali mereka yang tertindas.'" (Q.S. An-Nisa 97-98). Ibnu Mundzir dan Ibnu Jarir mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Ada suatu golongan di Mekah yang telah masuk Islam tetapi keislaman itu mereka sembunyikan. Maka di waktu perang Badar, mereka dipaksa keluar oleh orang-orang musyrik dan ikut mereka hingga sebagian di antara mereka mendapat kecelakaan. Kata kaum muslimin, 'Mereka itu sebenarnya beragama Islam, tetapi dipaksa oleh musuh,' lalu mereka mohonkan ampun buat mereka. Maka turunlah ayat, 'Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat...sampai akhir ayat.' (Q.S. An-Nisa 97). Ayat itu mereka tulis lalu mereka kirimkan kepada orang-orang Islam yang masih berada di Mekah dengan catatan bahwa tak ada maaf untuk mereka. Orang-orang yang di Mekah itu pun keluarlah dan pergi menuju Madinah, tetapi orang-orang musyrik menyusul dan mengancam mereka, hingga mereka pun kembali, maka turunlah ayat, 'Di antara manusia ada yang mengatakan, 'Kami beriman kepada Allah lalu apabila ia disakiti di jalan Allah, maka dianggapnya fitnah manusia seperti siksa Allah.' (Q.S. Al-Ankabut 10) Maka ayat itu ditulis oleh kaum muslimin dan mereka kirim ke Mekah, hingga mereka pun berduka-cita, kemudian turunlah pula ayat, 'Kemudian sesungguhnya Tuhanmu pelindung terhadap orang-orang yang berhijrah setelah mereka menerima fitnah...sampai akhir ayat.' (Q.S. An-Nahl 110.) Ayat itu pun mereka susulkan pula ke Mekah dan mendengar itu orang-orang Islam di Mekah berangkat kembali untuk hijrah. Tetapi orang-orang musyrik menyusul mereka, dan kesudahannya orang-orang yang lolos selamat, dan yang tidak menemui ajalnya. Dan diketengahkan pula oleh Ibnu Jarir yang serupa dengan ini dari jalur yang banyak."

097. (Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri) maksudnya orang-orang yang tinggal bersama orang kafir di Mekah dan tidak hendak hijrah (malaikat bertanya) kepada mereka sambil mencela ("Kenapa kamu ini?" artinya bagaimana sebenarnya pendirianmu terhadap agamamu ini? (Ujar mereka) mengajukan alasan ("Kami ini orang-orang yang ditindas) artinya lemah sehingga tidak mampu menegakkan agama (di muka bumi") artinya di negeri Mekah (Kata mereka) pula sambil mencela ("Bukankah bumi Allah luas hingga kamu dapat berhijrah padanya?") yakni dari bumi kaum kafir ke negeri lain sebagaimana dilakukan orang lain? Firman Allah swt. ("Mereka itu, tempat mereka ialah neraka Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.")

kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan [untuk hijrah], (98) 


إِلَّا ٱلۡمُسۡتَضۡعَفِينَ مِنَ ٱلرِّجَالِ وَٱلنِّسَآءِ وَٱلۡوِلۡدَٲنِ لَا يَسۡتَطِيعُونَ حِيلَةً۬ وَلَا يَہۡتَدُونَ سَبِيلاً۬ (٩٨) 
SEBAB TURUNNYA AYAT: Thabrani mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Ada suatu kaum di Mekah yang telah masuk Islam. Tatkala Rasulullah saw. hijrah, mereka takut dan keberatan untuk pindah. Maka Allah pun menurunkan, 'Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan aniaya terhadap diri mereka...' sampai dengan firman-Nya, '....kecuali mereka yang tertindas.'" (Q.S. An-Nisa 97-98).

098. (Kecuali orang-orang yang tertindas baik laki-laki maupun wanita dan anak-anak) yaitu mereka (yang tidak mampu berusaha) artinya tak ada tenaga maupun biaya bagi mereka untuk berhijrah (dan tidak mengetahui jalan) yang akan ditempuh menuju tempat berhijrah itu.

mereka itu, mudah-mudahan Allah mema’afkannya. Dan adalah Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun. (99)


فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ عَسَى ٱللَّهُ أَن يَعۡفُوَ عَنۡہُمۡ‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَفُوًّا غَفُورً۬ا (٩٩) ۞
099. (Maka mereka ini, moga-moga Allah memaafkan mereka dan Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.)

Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya [sebelum sampai ke tempat yang dituju], maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (100) 


وَمَن يُہَاجِرۡ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ يَجِدۡ فِى ٱلۡأَرۡضِ مُرَٲغَمً۬ا كَثِيرً۬ا وَسَعَةً۬‌ۚ وَمَن يَخۡرُجۡ مِنۢ بَيۡتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ يُدۡرِكۡهُ ٱلۡمَوۡتُ فَقَدۡ وَقَعَ أَجۡرُهُ ۥ عَلَى ٱللَّهِ‌ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورً۬ا رَّحِيمً۬ا (١٠٠) 
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim dan Abu Ya'la mengetengahkan dengan sanad yang cukup baik dari Ibnu Abbas, katanya, "Dhamrah bin Jundub keluar dari rumahnya untuk berhijrah. Katanya kepada keluarganya, 'Bawalah saya dan keluarkan dari bumi musyrik ini kepada Rasulullah saw.' Kebetulan di tengah jalan, sebelum bertemu dengan Rasulullah ia meninggal dunia. Maka turunlah wahyu, 'Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah...sampai akhir ayat.'" (Q.S. An-Nisa 100) Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Said bin Jubair dari Abu Dhamrah Ar-Rizqi yang ketika itu berada di Mekah, "Tatkala turun ayat, '...kecuali golongan yang lemah, baik laki-laki maupun wanita atau anak-anak yang tidak mampu berupaya...' (Q.S. An-Nisa 98) maka katanya, 'Saya ini mampu dan saya mempunyai upaya,' lalu ia mengadakan persiapan untuk menemui Nabi saw. Tetapi di Tan`im ia menemui ajalnya. Maka turunlah ayat ini, 'Dan barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah kepada Allah dan rasul-Nya...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 100). Ibnu Jarir mengetengahkan seperti demikian dari beberapa jalur, yakni dari Said bin Jubair, Ikrimah, Qatadah, As-Saddiy, Dhahhak dan lain-lain. Pada sebagian disebutkan Dhamrah bin Aish atau Aish bin Dhamrah dan pada sebagian yang lain lagi, Jundab bin Dhamrah Al-Junda'i atau adh-Dhamri. Ada pula yang menyebutkan seorang laki-laki dari Bani Dhamrah, seorang laki-laki dari Khuza'ah, seorang laki-laki dari Bani Laits, dari Bani Kinanah dan ada lagi dari Bani Bakr. Diketengahkan pula oleh Ibnu Saad dalam Ath-Thabaqat, yakni dari Yazid bin Abdillah bin Qisth bahwa Junda' bin Dhamrah Adh-Dhamri berada di Mekah dan kemudian jatuh sakit. Maka katanya kepada putra-putranya, "Keluarkan saya dari Mekah ini, kerisauannya telah membunuh saya." Jawab mereka, "Ke mana?" Maka diisyaratkannya dengan tangannya ke Madinah, maksudnya berhijrah lalu mereka membawanya keluar. Tatkala sampai di mata air Bani Ghaffar, ia pun wafat. Maka Allah pun menurunkan, "Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah...sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 100) Ibnu Abu Hatim, Ibnu Mandah dan Barudi mengetengahkan dari golongan sahabat dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya bahwa Zubair bin Awwam mengatakan, "Khalid bin Haram berhijrah ke Habsyi, kebetulan dalam perjalanan ia dipatuk ular hingga wafat, maka turunlah ayat, 'Dan barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah...sampai akhir ayat.'" (Q.S. An-Nisa 100) Dalam buku Al-Maghazi Al-Umawi mengetengahkan dari Abdul Malik bin Umair, katanya, "Tatkala sampai ke telinga Aktsam bin Shaifi hijrahnya Nabi saw. ia pun bermaksud hendak menemuinya. Tetapi kaumnya berkeberatan untuk memanggilnya, maka kata Aktsam, 'Carilah yang akan membawa pesan dari saya kepadanya, dan yang akan membawanya daripadanya kepada saya.' Demikianlah tampil dua orang utusan, lalu mendatangi Nabi saw. Kata mereka, 'Kami ini adalah utusan dari Aktsam Shaifi yang hendak menanyakan kepada Anda, siapakah Anda ini, tugas atau jabatan apakah yang Anda pegang, dan apa yang Anda bawa?' Jawabnya, 'Saya ini adalah Muhammad bin Abdullah, dan tugas saya ialah menjadi hamba Allah dan utusan-Nya.' Kemudian dibacakan ayat yang artinya, 'Sesungguhnya Allah menyuruh agar berlaku adil dan berbuat baik...sampai akhir ayat.' (An-Nahl 90). Kedua utusan itu pun kembali kepada Aktsam lalu menceritakan apa yang mereka dengar. Kata Aktsam, 'Manalah kaumku! Ternyata orang ini menyuruh kepada akhlak mulia dan melarang pekerti durjana. Maka hendaklah dalam urusan ini kalian menjadi kepala atau pemuka, dan janganlah menjadi ekor atau sekedar embel-embel belaka.' Kemudian dinaikinya untanya hendak menuju Madinah, tetapi dalam perjalanan itu ajalnya sampai. Maka diturunkanlah di sini, 'Dan barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah...sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 100). Hadis ini mursal dan isnadnya lemah. Dan diketengahkan oleh Hatim dalam buku Al-Muammarain dari dua buah jalur dari Ibnu Abbas, bahwa ia ditanyai orang tentang ayat ini, maka jawabnya, "Ia diturunkan tentang Aktsam bin Shaifi." Lalu ditanyakan orang, "Kalau begitu di mana Laitsi?" Jawabnya, "Ini pada saat sebelum Laitsi, dan ia dapat umum dan dapat pula khusus."

100. (Dan siapa yang berhijrah di jalan Allah, maka mereka akan menemukan di muka bumi ini tempat hijrah yang banyak dan kelapangan) dalam rezeki. (Dan siapa yang keluar dari rumahnya dengan tujuan berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya lalu ia ditimpa oleh kematian) di tengah jalan seperti terjadi atas Junda bin Dhamrah Al-Laitsi (maka sungguh, telah tetaplah pahalanya di sisi Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).

Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqashar [343] sembahyang[mu], jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. (101) 


وَإِذَا ضَرَبۡتُمۡ فِى ٱلۡأَرۡضِ فَلَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٌ أَن تَقۡصُرُواْ مِنَ ٱلصَّلَوٰةِ إِنۡ خِفۡتُمۡ أَن يَفۡتِنَكُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ‌ۚ إِنَّ ٱلۡكَـٰفِرِينَ كَانُواْ لَكُمۡ عَدُوًّ۬ا مُّبِينً۬ا (١٠١) 

[343] Menurut pendapat jumhur arti qashar di sini ialah : sembahyang yang empat raka'at dijadikan dua raka'at. Meng-qashar di sini ada kalanya dengan mengurangi jumlah raka'at dari 4 menjadi 2, yaitu di waktu bepergian dalam keadaan aman dan ada kalanya dengan meringankan rukun-rukun dari yang 2 raka'at itu, yaitu di waktu dalam perjalanan dalam keadaan khauf. Dan ada kalanya lagi meringankan rukun-rukun yang 4 raka'at dalam keadaan khauf di waktu hadhar.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan dari Ali, katanya, "Suatu kaum dari Bani Najjar menanyakan kepada Rasulullah saw., 'Wahai Rasulullah! Kami mengadakan perjalanan di muka bumi, maka bagaimana caranya kami melakukan salat?' Maka Allah pun menurunkan, 'Jika kamu mengadakan perjalanan di muka bumi, maka tak ada salahnya kamu mengqasar salatmu.' (Q.S. An-Nisa 101) Setelah itu wahyu pun terputus. Kemudian setahun setelah itu Nabi saw. pergi berperang dan melakukan salat zuhur. Maka kata orang-orang musyrik, 'Muhammad dan para sahabatnya telah menyerahkan punggung mereka kepada tuan-tuan, kenapa tidak tuan-tuan serbu saja mereka itu?' Salah seorang-menjawab, 'Mereka punya punggung yang lain seperti itu di belakangnya' Maka Allah pun menurunkan di antara dua buah salat, 'Yakni jika kamu takut diganggu oleh orang-orang kafir...' sampai dengan, '...siksa yang menghinakan.'" (Q.S. An-Nisa 101-102). Demikian turunnya salat khauf/salat dalam keadaan ketakutan.

101. (Dan jika kamu mengadakan perjalanan) atau bepergian (di muka bumi, maka tak ada salahnya kamu) (apabila mengqasar salat) dengan membuat yang empat rakaat menjadi dua (jika kamu khawatir akan diperangi) atau mendapat cidera dari (orang-orang kafir) menyatakan peristiwa yang terjadi di kala itu, maka mafhumnya tidak berlaku. Menurut keterangan dari sunah, yang dimaksud dengan suatu perjalanan panjang ialah empat pos atau dua marhalah. Dan dari firman-Nya, "Maka tak ada salahnya kamu," ditarik kesimpulan bahwa mengqasar salat itu merupakan keringanan dan bukan kewajiban. Dan ini merupakan pendapat Imam Syafii. (Sesungguhnya orang-orang kafir itu bagi kamu musuh yang nyata) maksudnya jelas dan terang permusuhannya terhadap kamu.

Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka [sahabatmu] lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri [shalat] besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka [yang shalat besertamu] sujud [telah menyempurnakan seraka’at] [344], maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu [untuk menghadapi musuh] dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu [345], dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata [346]. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu. (102) 


وَإِذَا كُنتَ فِيہِمۡ فَأَقَمۡتَ لَهُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَلۡتَقُمۡ طَآٮِٕفَةٌ۬ مِّنۡہُم مَّعَكَ وَلۡيَأۡخُذُوٓاْ أَسۡلِحَتَہُمۡ فَإِذَا سَجَدُواْ فَلۡيَكُونُواْ مِن وَرَآٮِٕڪُمۡ وَلۡتَأۡتِ طَآٮِٕفَةٌ أُخۡرَىٰ لَمۡ يُصَلُّواْ فَلۡيُصَلُّواْ مَعَكَ وَلۡيَأۡخُذُواْ حِذۡرَهُمۡ وَأَسۡلِحَتَہُمۡ‌ۗ وَدَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَوۡ تَغۡفُلُونَ عَنۡ أَسۡلِحَتِكُمۡ وَأَمۡتِعَتِكُمۡ فَيَمِيلُونَ عَلَيۡڪُم مَّيۡلَةً۬ وَٲحِدَةً۬‌ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيۡڪُمۡ إِن كَانَ بِكُمۡ أَذً۬ى مِّن مَّطَرٍ أَوۡ كُنتُم مَّرۡضَىٰٓ أَن تَضَعُوٓاْ أَسۡلِحَتَكُمۡ‌ۖ وَخُذُواْ حِذۡرَكُمۡ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ أَعَدَّ لِلۡكَـٰفِرِينَ عَذَابً۬ا مُّهِينً۬ا (١٠٢) 
[344] Menurut jumhur mufassirin bila telah selesai seraka'at, maka diselesaikan satu raka'at lagi sendiri, dan Nabi duduk menunggu golongan yang kedua.

[345] Yaitu raka'at yang pertama, sedang raka'at yang kedua mereka selesaikan sendiri pula dan mereka mengakhiri sembahyang mereka bersama-sama Nabi.

[346] Cara sembahyang khauf seperti tersebut pada ayat 102 ini dilakukan dalam keadaan yang masih mungkin mengerjakannya, bila keadaan tidak memungkinkan untuk mengerjakannya, maka sembahyang itu dikerjakan sedapat-dapatnya, walaupun dengan mengucapkan tasbih saja.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan dari Ali, katanya, "Suatu kaum dari Bani Najjar menanyakan kepada Rasulullah saw., 'Wahai Rasulullah! Kami mengadakan perjalanan di muka bumi, maka bagaimana caranya kami melakukan salat?' Maka Allah pun menurunkan, 'Jika kamu mengadakan perjalanan di muka bumi, maka tak ada salahnya kamu mengqasar salatmu.' (Q.S. An-Nisa 101) Setelah itu wahyu pun terputus. Kemudian setahun setelah itu Nabi saw. pergi berperang dan melakukan salat zuhur. Maka kata orang-orang musyrik, 'Muhammad dan para sahabatnya telah menyerahkan punggung mereka kepada tuan-tuan, kenapa tidak tuan-tuan serbu saja mereka itu?' Salah seorang-menjawab, 'Mereka punya punggung yang lain seperti itu di belakangnya' Maka Allah pun menurunkan di antara dua buah salat, 'Yakni jika kamu takut diganggu oleh orang-orang kafir...' sampai dengan, '...siksa yang menghinakan.'" (Q.S. An-Nisa 101-102). Demikian turunnya salat khauf/salat dalam keadaan ketakutan. Dan diketengahkan oleh Ahmad dan Hakim yang menganggapnya sahih begitu pula oleh Baihaqi dalam Ad-Dalail dari Ibnu Iyasy Az-Zarqi, katanya, "Kami berada bersama Rasulullah saw. di Usfan, lalu dihadang oleh orang-orang musyrik yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. Kebetulan mereka berada di antara kami dengan kiblat. Maka Nabi saw. melakukan salat zuhur dengan kami. Kata mereka, 'Mereka akan kalang kabut, kalau kita berhasil menyerang baris depan mereka.' Kemudian kata mereka pula, 'Sekarang datang waktu mereka salat, yakni yang lebih mereka cintai dari anak-anak dan diri mereka sendiri.' Maka Jibril pun turun membawa ayat-ayat ini di antara salat zuhur dengan asar, 'Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka, lalu kamu hendak mendirikan salat bersama mereka...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 102) Diriwayatkan oleh Tirmizi seperti itu dari Abu Hurairah dan oleh Ibnu Jarir seperti demikian dari Jabir bin Abdullah dan dari Ibnu Abbas. Diketengahkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas, katanya, "Diturunkan ayat, 'Jika kamu mendapat gangguan dari hujan atau kamu dalam keadaan sakit...' (Q.S. An-Nisa 102) mengenai Abdurrahman bin Auf yang mendapat luka."

102. (Dan apabila kamu) hai Muhammad, hadir (di tengah-tengah mereka) sedangkan kamu khawatir terhadap musuh (lalu kamu hendak mendirikan salat bersama mereka) ini berlaku menurut kebiasaan Alquran dalam pola pembicaraan sehingga dengan demikian mafhumnya tidak berlaku (maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri, salat, bersamamu) sedangkan golongan lainnya mengundurkan diri (dan hendaklah mereka mengambil) artinya golongan yang berdiri salat bersamamu tadi (senjata-senjata mereka) bersama mereka. (Dan apabila mereka sujud) artinya telah menyelesaikan salat satu rakaat (maka hendaklah mereka) yakni rombongan yang pertama tadi (pergi ke belakangmu) untuk menjaga musuh sampai salat selesai (dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum salat lalu salat bersamamu dan hendaklah mereka bersikap waspada dan membawa senjata mereka) bersama mereka sampai mereka menyelesaikan salat itu. Dan hal ini pernah dilakukan Nabi saw. di lembah Nakhl, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. (Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah) di waktu kamu mengerjakan salat (terhadap senjata dan harta bendamu lalu mereka menyerbu kamu sekaligus) yakni dengan menyerang dan menawan kamu. Inilah yang menjadi sebab kenapa kamu disuruh membawa senjata. (Dan tak ada salahnya bagimu meletakkan senjata-senjatamu kalau kamu mendapat gangguan dari hujan atau kamu dalam keadaan sakit) sehingga kamu tidak membawanya. Ini menunjukkan wajibnya membawa senjata di kala tak ada halangan, dan merupakan salah satu di antara kedua pendapat Syafii. Sedangkan pendapatnya yang kedua bahwa ini hanyalah sunah dan merupakan pendapat yang lebih kuat. (Dan hendaklah kamu bersikap waspada) terhadap musuh; artinya selalulah dalam keadaan siap siaga menghadapi serangannya. (Sesungguhnya Allah telah menyediakan bagi orang-orang kafir itu siksa yang menghinakan.)

Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat [mu], ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu [sebagaimana biasa]. Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (103) 


فَإِذَا قَضَيۡتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذۡڪُرُواْ ٱللَّهَ قِيَـٰمً۬ا وَقُعُودً۬ا وَعَلَىٰ جُنُوبِڪُمۡ‌ۚ فَإِذَا ٱطۡمَأۡنَنتُمۡ فَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ‌ۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتۡ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ كِتَـٰبً۬ا مَّوۡقُوتً۬ا (١٠٣) 
103. (Dan apabila kamu telah menyelesaikan salat, maka ingatlah Allah) dengan membaca tahlil dan tasbih (baik di waktu berdiri maupun di waktu duduk dan berbaring) tegasnya pada setiap saat. (Kemudian apabila kamu telah merasa tenteram) artinya aman dari bahaya (maka dirikanlah salat itu) sebagaimana mestinya. (Sesungguhnya salat itu atas orang-orang yang beriman adalah suatu kewajiban) artinya suatu fardu (yang ditetapkan waktunya) maka janganlah diundur atau ditangguhkan mengerjakannya. Ayat berikut turun tatkala Rasulullah saw. mengirim satu pasukan tentara untuk menyusul Abu Sofyan dan anak buahnya ketika mereka kembali dari perang Uhud. Mereka mengeluh karena menderita luka-luka:

Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka [musuhmu]. Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan [pula], sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (104) 


وَلَا تَهِنُواْ فِى ٱبۡتِغَآءِ ٱلۡقَوۡمِ‌ۖ إِن تَكُونُواْ تَأۡلَمُونَ فَإِنَّهُمۡ يَأۡلَمُونَ كَمَا تَأۡلَمُونَ‌ۖ وَتَرۡجُونَ مِنَ ٱللَّهِ مَا لَا يَرۡجُونَ‌ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا (١٠٤) 
104. (Dan janganlah kamu merasa lemah) atau tidak mampu (dalam mengejar musuh) yakni orang-orang kafir yang kamu perangi (karena jika kamu menderita sakit) disebabkan karena luka misalnya (maka sesungguhnya mereka menderita sakit pula sebagaimana kamu menderitakannya) maksudnya nasib mereka sama dengan kamu, sedangkan mereka tidak merasa takut atau pesimis dalam menghadapimu (dan kamu mengharapkan dari Allah) kemenangan dan pahala (sesuatu yang tidak mereka harapkan) hingga sebetulnya kamu lebih unggul dan ada kelebihan dari mereka, maka seharusnya lebih berani dan bergairah. (Dan Allah Maha Mengetahui) segala sesuatu (lagi Maha Bijaksana) dalam perbuatan dan pengaturan-Nya. Suatu kali Thu'mah bin Ubairiq mencuri sebuah baju besi dan menyembunyikannya di rumah seorang Yahudi. Ketika baju besi itu ditemukan, Thu'mah menuduh si Yahudi dan si Yahudi bersumpah bahwa ia tidak mencurinya. Lalu kaum si Yahudi itu pun meminta kepada Nabi saw. agar membelanya dan membersihkan dirinya dari tuduhan tersebut, maka turunlah ayat:

Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang [orang yang tidak bersalah], karena [membela] orang-orang yang khianat [347]. (105)


إِنَّآ أَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَـٰبَ بِٱلۡحَقِّ لِتَحۡكُمَ بَيۡنَ ٱلنَّاسِ بِمَآ أَرَٮٰكَ ٱللَّهُ‌ۚ وَلَا تَكُن لِّلۡخَآٮِٕنِينَ خَصِيمً۬ا (١٠٥) 
[347] Ayat ini dan beberapa ayat berikutnya diturunkan berhubungan dengan pencurian yang dilakukan Thu'mah dan ia menyembunyikan barang curian itu di rumah seorang Yahudi. Thu'mah tidak mengakui perbuatannya itu malah menuduh bahwa yang mencuri barang itu orang Yahudi. Hal ini diajukan oleh kerabat-kerabat Thu'mah kepada Nabi SAW dan mereka meminta agar Nabi membela Thu'mah dan menghukum orang-orang Yahudi, kendatipun mereka tahu bahwa yang mencuri barang itu ialah Thu'mah, Nabi sendiri hampir-hampir membenarkan tuduhan Thu'mah dan kerabatnya itu terhadap orang Yahudi.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh Hakim dan Tirmizi dan lain-lain dari Qatadah bin Nu'man, katanya, "Ada suatu keluarga pada kami yang disebut Bani Abiraq yang nama mereka ialah Bisyr, Basyir dan Mubasysyir. Basyir adalah seorang munafik, mengucapkan syair berisi celaan kepada para sahabat Rasulullah yang menjadi cemooh bagi sebagian orang Arab. Kata mereka, 'Si Anu mengatakan begitu...,' baik di masa jahiliah maupun di zaman Islam.' Keluarga Abiraq ini adalah keluarga miskin dan melarat. Ketika itu yang menjadi bahan makanan manusia di Madinah hanyalah gandum dan kurma. Maka paman saya, Rifa'ah bin Zaid, membeli satu pikul bahan makanan itu dari Darmak dan menaruhnya di warung kopinya yang juga disimpannya alat senjata, baju besi dan pedangnya. Rupanya ada pencuri yang melubangi warung itu dari bagian bawah lalu mengambil makanan dan alat senjata. Waktu pagi, paman Rifa'ah datang mendapatkan saya, katanya, 'Keponakanku, kita telah dianiaya tadi malam. Warung kita dibobol pencuri yang mengambil makanan dan alat-alat senjata kita.' Kami pun berusaha menyelidiki dan menanyakannya di sekeliling perkampungan itu. Ada yang mengatakan, 'Kami lihat Bani Abiraq menyalakan api tadi malam, dan menurut dugaan kami sasarannya ialah tentunya makanan tuan-tuan itu.' Ketika kami tanyakan, maka kata Bani Abiraq, 'Demi Allah, siapa lagi orangnya kalau bukan Lubaid bin Sahal,' yang menurut pendapat kami seorang yang baik dan beragama Islam. Ketika mendengar itu, Lubaid menyambar pedangnya lalu katanya, 'Siapa mencuri? Demi Allah, orang-orang itu harus menghadapi pedang saya ini, atau kalau tidak, mereka harus menjelaskan siapa sebenarnya yang melakukan pencurian itu!' Kata mereka, 'Bersabarlah Anda, sebenarnya bukanlah Anda yang kami maksud!' Lalu kami teruskan penyelidikan hingga kami tidak ragu lagi bahwa Bani Abiraqlah yang menjadi pelakunya. Kata paman saya kepada saya, 'Hai keponakanku! Bagaimana kalau kamu datang kepada Rasulullah dan menyampaikan hal ini kepada beliau?' Maka saya pun datanglah, kata saya, 'Ada suatu keluarga di lingkungan kami yang bertabiat kasar dan menganiaya paman saya. Mereka melubangi warungnya dan mencuri bahan makanan dan alat-alat senjata. Maka kami harap agar senjata kami dikembalikan dan tentang makanan, biarlah, kami tidak memerlukannya.' Jawab Rasulullah saw., 'Baiklah kami selidiki dulu.' Mendengar itu Bani Abiraq mendatangi seorang laki-laki dari kalangan mereka juga yang bernama Asir bin Urwah lalu membicarakan hal itu dengannya. Kemudian berkumpullah orang-orang dari perkampungan itu lalu menemui Rasulullah saw. kata mereka, 'Wahai Rasulullah! Qatadah bin Nu'man bersama pamannya, menuduh keluarga kami yang beragama Islam dan termasuk orang baik-baik telah mencuri tanpa keterangan dan bukti yang nyata.' Qatadah mendatangai Rasulullah saw. lalu katanya kepada saya, 'Betulkah kamu telah menuduh suatu keluarga baik-baik yang dikenal saleh dan beragama Islam melakukan pencurian tanpa sesuatu bukti atau keterangan?' Mendengar itu saya pun kembali mendapatkan paman saya dan menceritakannya. Maka kata paman saya, 'Hanya Allahlah tempat kita memohon pertolongan.' Maka tidak lama turunlah ayat Alquran, 'Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, agar kamu mengadili manusia dengan apa yang telah diwahyukan Allah kepadamu, dan janganlah kamu menjadi pembela bagi orang-orang yang berkhianat, maksudnya Bani Abiraq, dan mohonlah ampun kepada Allah; artinya mengenai apa yang telah kamu katakan kepada Qatadah,...' sampai dengan, '.....Maha Besar.' Setelah turun Alquran, Rasulullah pun mengambil pedang dan mengembalikannya kepada Rifa'ah sedangkan Basyir menggabungkan diri kepada orang-orang musyrik dan tinggal di rumah Sulafah binti Saad. Maka Allah pun menurunkan, 'Barangsiapa yang menentang Rasul setelah nyata kebenaran baginya...,' sampai dengan firman-Nya, '...maka sesungguhnya ia telah sesat sejauh-jauhnya.'" (Q.S. An-Nisa 115-116). Kata Hakim, hadis ini sahih menurut syarat Muslim. Ibnu Saad mengetengahkan dalam Ath-Thabaqat dengan sanadnya dari Mahmud bin Lubaid, katanya, "Basyir bin Harits membongkar sebuah gudang Rifa'ah bin Zaid, paman dari Qatadah bin Nu'man dengan melubanginya dari bagian belakangnya, lalu mengambil makanan dan dua buah baju besi dengan alat-alatnya. Maka Qatadah pun datang menemui Nabi saw. lalu menyampaikan berita itu hingga Basyir dipanggil oleh Nabi dan ditanyainya. Ia menyangkal dan menuduh Lubaid bin Sahal yang berbuat demikian. Lubaid ini adalah seorang yang terpandang dan mempunyai kedudukan di kampung itu. Maka turunlah Alquran mendustakan Basyir dan membersihkan diri Lubaid, 'Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, agar kamu mengadili manusia dengan apa yang telah diwahyukan Allah kepadamu...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 105) Dan tatkala turun Alquran mengenai Basyir dan berita itu sampai ke telinganya, ia pun lari ke Mekah dalam keadaan murtad dan tinggal di rumah Sulafah binti Saad. Di sana ia menjelek-jelekkan Nabi saw. dan kaum muslimin hingga turunlah pula ayat mengenainya, "Dan barangsiapa yang menentang Rasul...sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 115). Ia selalu dikecam oleh Hasan bin Tsabit lewat syairnya hingga ia kembali dan peristiwa ini terjadi pada bulan Rabi' tahun 4 Hijriah.

105. (Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu) yakni Alquran (dengan benar) kaitannya ialah kepada "menurunkan" (agar kamu mengadili di antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu). (Dan janganlah kamu menjadi pembela bagi orang yang berkhianat) seperti Thu`mah dan menjadi penentang mereka atau pihak lawannya.

dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (106) 


وَٱسۡتَغۡفِرِ ٱللَّهَ‌ۖ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورً۬ا رَّحِيمً۬ا (١٠٦) 
106. (Dan mohonlah ampunlah kepada Allah) mengenai apa yang telah kamu rencanakan dan sedianya hendak kamu lakukan. (Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.)

Dan janganlah kamu berdebat [untuk membela] orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa, (107) 


وَلَا تُجَـٰدِلۡ عَنِ ٱلَّذِينَ يَخۡتَانُونَ أَنفُسَہُمۡ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ خَوَّانًا أَثِيمً۬ا (١٠٧)
107. (Dan janganlah kamu berdebat dengan orang-orang yang mengkhianati diri mereka) artinya berkhianat dengan jalan berbuat maksiat karena bencana pengkhianatan itu akan kembali kepada diri sendiri. (Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang gemar berkhianat) artinya suka berkhianat (dan bergelimang dosa) hingga pasti akan menyiksanya.

mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi [ilmu-Nya] terhadap apa yang mereka kerjakan. (108) 


يَسۡتَخۡفُونَ مِنَ ٱلنَّاسِ وَلَا يَسۡتَخۡفُونَ مِنَ ٱللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمۡ إِذۡ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرۡضَىٰ مِنَ ٱلۡقَوۡلِ‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ بِمَا يَعۡمَلُونَ مُحِيطًا (١٠٨) 
108. (Mereka bersembunyi) maksudnya Thu'mah dan kaumnya disebabkan malu (dari manusia dan tidak bersembunyi dari Allah padahal Dia bersama mereka) yakni dengan ilmu-Nya (ketika pada suatu malam mereka menetapkan) artinya memutuskan secara rahasia (suatu rencana yang tidak diridai-Nya) yaitu rencana mereka mengucapkan sumpah tidak mencuri dan menuding si Yahudi melakukannya. (Dan Allah Maha Meliputi apa yang kamu kerjakan) maksudnya ilmu-Nya.

Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk [membela] mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk [membela] mereka pada hari kiamat? Atau siapakah yang jadi pelindung mereka [terhadap siksa Allah]? (109) 


هَـٰٓأَنتُمۡ هَـٰٓؤُلَآءِ جَـٰدَلۡتُمۡ عَنۡہُمۡ فِى ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا فَمَن يُجَـٰدِلُ ٱللَّهَ عَنۡہُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ أَم مَّن يَكُونُ عَلَيۡہِمۡ وَڪِيلاً۬ (١٠٩) 
109. (Demikianlah, kamu ini) hai (kamu sekalian) diarahkan kepada kaum Thu'mah (berdebat untuk membela mereka) yakni membela Thu'mah dan keluarganya; ada pula yang membaca `anhu artinya Thu'mah saja (dalam kehidupan dunia. Maka siapakah yang akan berdebat dengan Allah untuk membela mereka di hari kiamat nanti) artinya ketika Dia menyiksa mereka (atau siapakah yang akan menjadi pelindung mereka kelak?) yakni yang akan mengurus persoalan mereka dan mempertahankan mereka? Tegasnya tidak seorang pun yang mampu berbuat demikian.

Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (110)


وَمَن يَعۡمَلۡ سُوٓءًا أَوۡ يَظۡلِمۡ نَفۡسَهُ ۥ ثُمَّ يَسۡتَغۡفِرِ ٱللَّهَ يَجِدِ ٱللَّهَ غَفُورً۬ا رَّحِيمً۬ا (١١٠) 
110. (Dan siapa yang mengerjakan kejahatan) atau dosa yang mengenai orang lain seperti Thu'mah yang menuduh si Yahudi (atau menganiaya dirinya) artinya berbuat dosa yang hanya menimpa dan terbatas pada dirinya sendiri (kemudian ia memohon ampun kepada Allah) atas perbuatannya itu atau ia bertobat (maka akan didapatinya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) kepadanya.

Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk [kemudharatan] dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (111) 


وَمَن يَكۡسِبۡ إِثۡمً۬ا فَإِنَّمَا يَكۡسِبُهُ ۥ عَلَىٰ نَفۡسِهِۦ‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمً۬ا (١١١) 
111. (Siapa yang berbuat dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk kerugian dirinya sendiri) karena bencananya akan menimpa dirinya dan bukan diri orang lain. (Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana) dalam segala perbuatan-Nya.

Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata. (112) 


وَمَن يَكۡسِبۡ خَطِيٓـَٔةً أَوۡ إِثۡمً۬ا ثُمَّ يَرۡمِ بِهِۦ بَرِيٓـًٔ۬ا فَقَدِ ٱحۡتَمَلَ بُہۡتَـٰنً۬ا وَإِثۡمً۬ا مُّبِينً۬ا (١١٢) 
112. (Dan siapa yang mengerjakan suatu kesalahan) atau satu dosa kecil (atau suatu dosa) besar (kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah) membuatnya (maka sesungguhnya ia telah memikul suatu kebohongan) dan tuduhannya (dan dosa yang nyata) disebabkan kerja dan usahanya itu.

Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. Dan [juga karena] Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu. (113) 


وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكَ وَرَحۡمَتُهُ ۥ لَهَمَّت طَّآٮِٕفَةٌ۬ مِّنۡهُمۡ أَن يُضِلُّوكَ وَمَا يُضِلُّونَ إِلَّآ أَنفُسَہُمۡ‌ۖ وَمَا يَضُرُّونَكَ مِن شَىۡءٍ۬‌ۚ وَأَنزَلَ ٱللَّهُ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَـٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمۡ تَكُن تَعۡلَمُ‌ۚ وَكَانَ فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكَ عَظِيمً۬ا (١١٣) ۞
113. (Dan kalau bukanlah karena karunia dan rahmat Allah kepadamu) hai Muhammad (tentulah segolongan mereka bertekad) yakni kaum Thu`mah (akan menyesatkanmu) sehingga dengan penipuan mereka kamu menyimpang dari pengadilan yang benar. (Tetapi yang mereka sesatkan hanyalah diri mereka sendiri sedangkan mereka tidak dapat memberi mudarat kepadamu) min merupakan tambahan (sedikit pun juga) karena bencana perbuatan mereka yang menyesatkan itu kembali pada diri mereka sendiri (Allah telah menurunkan kepadamu kitab) Alquran (dan hikmah) maksudnya hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya (dan mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui) berupa hukum-hukum dan berita-berita gaib. (Dan karunia Allah padamu) disebabkan demikian dan karena lain-lainnya (amat besar).

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh [manusia] memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. (114) 


لَّا خَيۡرَ فِى ڪَثِيرٍ۬ مِّن نَّجۡوَٮٰهُمۡ إِلَّا مَنۡ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوۡ مَعۡرُوفٍ أَوۡ إِصۡلَـٰحِۭ بَيۡنَ ٱلنَّاسِ‌ۚ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٲلِكَ ٱبۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِ ٱللَّهِ فَسَوۡفَ نُؤۡتِيهِ أَجۡرًا عَظِيمً۬ا (١١٤) 
114. (Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka) artinya bisikan-bisikan manusia dan apa yang mereka percakapkan (kecuali) bisikan (orang yang menyuruh mengeluarkan sedekah atau melakukan perbuatan baik) atau kebaikan (atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Siapa yang melakukan demikian) yakni yang telah disebutkan tadi (demi menuntut) mencari (keridaan Allah) dan bukan karena hal-hal lainnya berupa urusan dunia (maka akan Kami beri dia) memakai nun dan ya maksudnya Allah (pahala yang besar).

Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu [348] dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (115) 


وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعۡدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلۡهُدَىٰ وَيَتَّبِعۡ غَيۡرَ سَبِيلِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصۡلِهِۦ جَهَنَّمَ‌ۖ وَسَآءَتۡ مَصِيرًا (١١٥) 
[348] Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan.

115. (Dan siapa yang menyalahi) atau menentang (Rasul) mengenai kebenaran yang dibawanya (setelah nyata baginya petunjuk) artinya setelah jelas baginya kebenaran dengan adanya mukjizat-mukjizat (dan ia mengikuti) jalan (yang bukan jalan orang-orang mukmin) artinya jalan keagamaan yang biasa mereka lalui dengan cara menyimpang dan mengingkarinya (maka Kami jadikan ia menguasai apa yang telah dikuasainya berupa kesesatan) artinya Kami jadikan ia membina hubungan di antaranya dengan kesesatan itu di atas dunia, lalu (Kami masukkan ia) di akhirat (ke dalam neraka Jahanam) hingga ia terbakar hangus di dalamnya (dan itulah seburuk-buruk tempat kembali).

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan [sesuatu] dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan [sesuatu] dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (116) 


إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٲلِكَ لِمَن يَشَآءُ‌ۚ وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَـٰلاَۢ بَعِيدًا (١١٦) 
116. (Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa mempersekutukan sesuatu dengan-Nya, dan Dia akan mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan siapa yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka sungguh ia telah tersesat sejauh-jauhnya) dari kebenaran. 

Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala [349], dan [dengan menyembah berhala itu] mereka tidak lain hanyalah menyembah syaitan yang durhaka, (117) 


 إِن يَدۡعُونَ مِن دُونِهِۦۤ إِلَّآ إِنَـٰثً۬ا وَإِن يَدۡعُونَ إِلَّا شَيۡطَـٰنً۬ا مَّرِيدً۬ا (١١٧) 
[349] Asal ma'na "Inaatsan" ialah wanita-wanita. Patung-patung berhala yang disembah Arab Jahiliyah itu biasanya diberi nama dengan nama-nama perempuan sebagai Laata, al Uzza dan Manah. Dapat juga berarti di sini orang-orang mati, benda-benda yang tidak berjenis dan benda-benda yang lemah.

117. (Tidaklah) apa (yang mereka seru) atau yang disembah oleh orang-orang musyrik (selain daripada-Nya) maksudnya selain dari Allah swt. (hanyalah berhala-berhala) yakni berhala-berhala betina seperti Lata, Uzza dan Manat (dan tidaklah) apa (yang mereka seru) yang mereka sembah dengan beribadah kepadanya itu (kecuali setan yang durhaka) disebabkan ketaatan mereka dalam hal beribadah kepada setan atau iblis itu.

yang dila’nati Allah dan syaitan itu mengatakan: "Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan [untuk saya] [350], (118) 


لَّعَنَهُ ٱللَّهُ‌ۘ وَقَالَ لَأَتَّخِذَنَّ مِنۡ عِبَادِكَ نَصِيبً۬ا مَّفۡرُوضً۬ا (١١٨) 
[350] Pada tiap-tiap manusia ada persediaan untuk baik dan ada persediaan untuk jahat, syaitan akan mempergunakan persediaan untuk jahat untuk mencelakakan manusia.

118. (Dia dikutuk oleh Allah) artinya dijauhkan dari rahmat-Nya (dan katanya) setan itu ("Akan saya ambil) untuk saya (dari hamba-hamba-Mu bagian yang telah ditetapkan) yang saya ajak untuk menaati saya!

dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka [memotong telinga-telinga binatang ternak], lalu mereka benar-benar memotongnya [351], dan akan aku suruh mereka [merobah ciptaan Allah], lalu benar-benar mereka merobahnya" [352] . Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. (119) 


وَلَأُضِلَّنَّهُمۡ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمۡ وَلَأَمُرَنَّهُمۡ فَلَيُبَتِّڪُنَّ ءَاذَانَ ٱلۡأَنۡعَـٰمِ وَلَأَمُرَنَّہُمۡ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلۡقَ ٱللَّهِ‌ۚ وَمَن يَتَّخِذِ ٱلشَّيۡطَـٰنَ وَلِيًّ۬ا مِّن دُونِ ٱللَّهِ فَقَدۡ خَسِرَ خُسۡرَانً۬ا مُّبِينً۬ا (١١٩) 
[351] Menurut kepercayaan Arab Jahiliyah, binatang-binatang yang akan dipersembahkan kepada patung-patung berhala, haruslah dipotong telinganya lebih dahulu, dan binatang yang seperti ini tidak boleh dikendarai dan tidak dipergunakan lagi, serta harus dilepaskan saja.

[352] Merubah ciptaan Allah dapat berarti, mengubah yang diciptakan Allah seperti mengebiri binatang. Ada yang mengartikannya dengan merubah agama Allah.

119. (Dan sungguh, akan saya sesatkan mereka) dari kebenaran dengan waswas dan godaan (dan akan saya berikan pada mereka angan-angan) artinya saya masukkan ke dalam hati mereka harapan akan berumur panjang dan bahwa tak ada saat berbangkit atau hari pengadilan (dan saya suruh mereka memotong telinga binatang-binatang ternak) dan hal itu telah mereka lakukan pada ternak bahirah. (Dan saya suruh mereka mengubah ciptaan Allah.") maksudnya agama-Nya yaitu dengan kekafiran, menghalalkan apa yang diharamkannya dan mengharamkan apa yang dihalalkannya. (Dan siapa yang mengambil setan sebagai pelindung) yang ditaati dan dipatuhinya (selain dari Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata) artinya yang jelas, karena tempat kediamannya sudah jelas tiada lain dari neraka yang akan didiaminya untuk selama-lamanya.

Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka. (120) 


يَعِدُهُمۡ وَيُمَنِّيہِمۡ‌ۖ وَمَا يَعِدُهُمُ ٱلشَّيۡطَـٰنُ إِلَّا غُرُورًا (١٢٠) 
120. (Setan itu menjanjikan pada mereka) panjang umur (dan meniupkan angan-angan kosong) tercapainya cita-cita di dunia dan bahwa tak ada hari kebangkitan dan pembalasan (dan tidaklah apa yang dijanjikan setan itu) seperti yang disebutkan tadi (kecuali tipu daya belaka) atau kosong semata.

Mereka itu tempatnya Jahannam dan mereka tidak memperoleh tempat lari daripadanya. (121)


أُوْلَـٰٓٮِٕكَ مَأۡوَٮٰهُمۡ جَهَنَّمُ وَلَا يَجِدُونَ عَنۡہَا مَحِيصً۬ا (١٢١) 
121. (Mereka itu tempatnya ialah neraka Jahanam dan mereka tak dapat menghindarkan diri daripadanya.)

Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan saleh, kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah? (122) 


وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ سَنُدۡخِلُهُمۡ جَنَّـٰتٍ۬ تَجۡرِى مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيہَآ أَبَدً۬ا‌ۖ وَعۡدَ ٱللَّهِ حَقًّ۬ا‌ۚ وَمَنۡ أَصۡدَقُ مِنَ ٱللَّهِ قِيلاً۬ (١٢٢) 
122. (Orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di bawahnya mengalir anak-anak sungai, kekal mereka di dalamnya buat selama-lamanya. Itu adalah janji yang benar dari Allah) artinya Allah telah menjanjikan demikian kepada mereka dan Allah pastilah akan menepati janji-Nya. (Dan siapakah lagi) maksudnya tak ada lagi (yang lebih benar dari Allah ucapannya) perkataan dan janjinya. Ayat berikut turun tatkala kaum Muslimin dan golongan Ahli kitab membangga-banggakan diri mereka:

[Pahala dari Allah] itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong [353]  dan tidak [pula] menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak [pula] penolong baginya selain dari Allah. (123) 


لَّيۡسَ بِأَمَانِيِّكُمۡ وَلَآ أَمَانِىِّ أَهۡلِ ٱلۡڪِتَـٰبِ‌ۗ مَن يَعۡمَلۡ سُوٓءً۬ا يُجۡزَ بِهِۦ وَلَا يَجِدۡ لَهُ ۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلِيًّ۬ا وَلَا نَصِيرً۬ا (١٢٣) 
[353] Mu di sini ada yang mengartikan dengan kaum muslimin dan ada pula yang mengartikan kaum musyrikin. Maksudnya ialah pahala di akhirat bukanlah menuruti angan-angan dan cita-cita mereka, tetapi sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Kata orang-orang Yahudi dan Nasrani, 'Tidaklah akan masuk surga selain kita,' dan kata orang-orang Quraisy, 'Kita tidaklah akan dibangkitkan,' maka Allah pun menurunkan, 'Demikian itu bukan menurut angan-anganmu dan bukan pula angan-angan Ahli Kitab.'" Ibnu Jarir mengetengahkan dari Masruq, katanya, "Kaum Nasrani dan kaum Muslimin saling membanggakan diri mereka. Kata yang pertama, 'Kami lebih mulia daripada kamu,' dan kata yang kedua, 'Bahkan kamilah yang lebih mulia', maka Allah pun menurunkan, 'Demikian itu bukan menurut angan-anganmu dan bukan pula angan-angan Ahli Kitab.'" (Q.S. An-Nisa 123) Diketengahkan yang serupa dengan itu dari Qatadah, Dhahhak, As-Saddiy dan Abu Saleh sedangkan kata-katanya berbunyi, "Pemeluk agama-agama saling membanggakan diri mereka terhadap lainnya." Dan menurut suatu versi, "Segolongan orang-orang Yahudi dan segolongan orang-orang Nasrani serta segolongan orang-orang Islam sedang duduk-duduk, maka kata yang pertama, 'Kami lebih mulia,' kata yang kedua 'Kami lebih mulia,' maka turunlah ayat itu."

123. (Tidaklah) masalahnya tergantung kepada (angan-anganmu dan tidak pula angan-angan Ahli kitab) tetapi kepada amal saleh. (Siapa mengerjakan kejahatan niscaya akan diberi pembalasan) adakalanya di akhirat dan adakalanya di dunia dengan cobaan dan bala bencana sebagaimana tersebut dalam sebuah hadis (dan tidaklah akan dijumpainya selain dari Allah pelindung) yang akan melindunginya (dan tidak pula pembela) yang akan membelanya.

Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun. (124) 


وَمَن يَعۡمَلۡ مِنَ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ مِن ذَڪَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٌ۬ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ يَدۡخُلُونَ ٱلۡجَنَّةَ وَلَا يُظۡلَمُونَ نَقِيرً۬ا (١٢٤) 
SEBAB TURUNNYA AYAT: Diketengahkan pula dari Masruq, katanya, "Ketika turun ayat, 'Demikian itu bukan menurut angan-anganmu dan angan-angan Ahli Kitab,' berkatalah Ahli Kitab, 'Kami dan kamu sama-sama,' maka turunlah pula ayat, 'Dan barangsiapa yang beramal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedangkan ia beriman...'" (Q.S. An-Nisa 124)

124. (Dan siapa yang mengerjakan) sesuatu (dari amal saleh, baik laki-laki atau wanita dan dia beriman, maka mereka itu akan masuk) ada yang membaca dalam bentuk aktif dan ada yang dalam bentuk pasif (ke dalam surga dan tidak akan dianiaya walau sedikit pun) walau sebesar lubang kecil sekalipun.

Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. (125) 


وَمَنۡ أَحۡسَنُ دِينً۬ا مِّمَّنۡ أَسۡلَمَ وَجۡهَهُ ۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنٌ۬ وَٱتَّبَعَ مِلَّةَ إِبۡرَٲهِيمَ حَنِيفً۬ا‌ۗ وَٱتَّخَذَ ٱللَّهُ إِبۡرَٲهِيمَ خَلِيلاً۬ (١٢٥) 
125. (Dan siapakah) maksudnya tidak seorang pun (yang lebih baik agamanya daripada orang yang menyerahkan dirinya) artinya ia tunduk dan ikhlas dalam beramal (karena Allah, sedangkan dia berbuat kebaikan) bertauhid (serta mengikuti agama Ibrahim) yang sesuai dengan agama Islam (yang lurus) menjadi hal, arti asalnya jalan condong, maksudnya condong kepada agama yang lurus dan meninggalkan agama lainnya. (Dan Allah mengambil Ibrahim sebagai kesayangan-Nya) yang disayangi-Nya secara tulus dan murni.

Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah [pengetahuan] Allah Maha Meliputi segala sesuatu. (126) 


وَلِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِ‌ۚ وَڪَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىۡءٍ۬ مُّحِيطً۬ا (١٢٦) 

126. (Dan milik Allahlah apa yang terdapat di langit dan apa yang terdapat di bumi) baik sebagai kepunyaan, maupun sebagai makhluk dan sebagai hamba. (Dan Allah Maha Meliputi segala sesuatu) maksudnya ilmu dan kekuasaan-Nya yang tetap melekat dan tidak terpisah-pisah daripada-Nya.

Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Qur’an [354]  [juga memfatwakan] tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa [355]  yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka [356] dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan [Allah menyuruh kamu] supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya". (127) 


وَيَسۡتَفۡتُونَكَ فِى ٱلنِّسَآءِ‌ۖ قُلِ ٱللَّهُ يُفۡتِيڪُمۡ فِيهِنَّ وَمَا يُتۡلَىٰ عَلَيۡڪُمۡ فِى ٱلۡكِتَـٰبِ فِى يَتَـٰمَى ٱلنِّسَآءِ ٱلَّـٰتِى لَا تُؤۡتُونَهُنَّ مَا كُتِبَ لَهُنَّ وَتَرۡغَبُونَ أَن تَنكِحُوهُنَّ وَٱلۡمُسۡتَضۡعَفِينَ مِنَ ٱلۡوِلۡدَٲنِ وَأَن تَقُومُواْ لِلۡيَتَـٰمَىٰ بِٱلۡقِسۡطِ‌ۚ وَمَا تَفۡعَلُواْ مِنۡ خَيۡرٍ۬ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِهِۦ عَلِيمً۬ا (١٢٧) 
[354] Lihat ayat 2 dan 3 Surat An Nisaa'

[355] Maksudnya ialah : pusaka dan maskawin.

[356] Menurut adat Arab Jahiliyah seorang wali berkuasa atas wanita yatim yang dalam asuhannya dan berkuasa akan hartanya. Jika wanita yatim itu cantik dikawini dan diambil hartanya. Jika wanita itu buruk rupanya, dihalanginya kawin dengan laki-laki yang lain supaya dia tetap dapat menguasai hartanya. Kebiasaan di atas dilarang melakukannya oleh ayat ini.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh Bukhari dari Aisyah mengenai ayat ini, katanya, "Ia adalah tentang seorang laki-laki yang mempunyai seorang anak yatim perempuan di mana ia menjadi wali dan ahli warisnya dan ia telah berserikat dengan anak yatim itu dalam hartanya sampai kepada buah kurmanya sehingga lelaki itu ingin menikahinya dan tidak ingin mengawinkannya dengan laki-laki lain karena takut akan berserikat pula dalam hartanya hingga ia pun menghalanginya. Lalu turunlah ayat di atas." Diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim dari As-Saddiy, bahwa Jabir mempunyai seorang saudara sepupu wanita yang rupanya tidak cantik. Tetapi dia mempunyai harta yang diwarisi dari bapaknya. Jabir tidak senang mengawininya dan tidak pula ingin mengawinkannya dengan orang lain karena takut hartanya akan dihabiskan oleh suaminya. Lalu ditanyakannya hal itu kepada Nabi saw., maka turunlah ayat ini.

127. (Dan mereka minta fatwa kepadamu) mohon agar mereka diberi fatwa (tentang) keadaan (wanita) dan pembagian warisan mereka. (Katakanlah) kepada mereka!, ("Allah akan memberi fatwa kepada kamu tentang mereka itu, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Kitab) yakni Alquran berupa ayat warisan, juga memfatwakan padamu (tentang wanita-wanita yatim yang tidak kamu beri apa yang telah diwajibkan) (sebagai hak mereka) berupa pusaka (sedangkan kamu tak ingin) hai para wali (untuk mengawini mereka) disebabkan derajat mereka yang rendah atau paras mereka yang buruk, dan kamu halangi kawin karena mengharapkan harta warisan mereka itu. Maksudnya Allah mengeluarkan fatwa yang berisi supaya kamu jangan melakukan itu (dan) tentang (golongan yang dianggap lemah) atau masih kecil (di antara anak-anak) agar kamu berikan kepada mereka hak-hak mereka (dan) disuruhnya kamu (agar mengurus anak-anak yatim secara adil) dalam soal harta warisan dan maskawin. (Dan apa juga yang kamu kerjakan berupa kebaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.") hingga akan membalasnya.

Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz [357] atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya [358], dan perdamaian itu lebih baik [bagi mereka] walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir [359] Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu [dari nusyuz dan sikap tak acuh], maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (128) 


وَإِنِ ٱمۡرَأَةٌ خَافَتۡ مِنۢ بَعۡلِهَا نُشُوزًا أَوۡ إِعۡرَاضً۬ا فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡہِمَآ أَن يُصۡلِحَا بَيۡنَہُمَا صُلۡحً۬ا‌ۚ وَٱلصُّلۡحُ خَيۡرٌ۬‌ۗ وَأُحۡضِرَتِ ٱلۡأَنفُسُ ٱلشُّحَّ‌ۚ وَإِن تُحۡسِنُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرً۬ا (١٢٨) 
[357] Lihat arti nusyuz dalam not 291. Nusyuz dari pihak suami ialah bersikap keras terhadap isterinya; tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya.

[358] Seperti isteri bersedia beberapa haknya dikurangi asal suaminya mau baik kembali.

[359] Maksudnya: tabiat manusia itu tidak mau melepaskan sebahagian haknya kepada orang lain dengan seikhlas hatinya, kendatipun demikian jika isteri melepaskan sebahagian hak-haknya, maka boleh suami menerimanya.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Hakim dari Aisyah, katanya, "Saidah Saudah merasa khawatir akan diceraikan oleh Rasulullah saw. sewaktu ia telah lanjut usia, maka ia pun berkata, 'Hari giliran saya, saya berikan untuk Aisyah', maka Allah pun menurunkan, 'Dan jika seorang wanita takut dari suaminya nusyuz...'" (Q.S. An-Nisa 128) Dan diriwayatkan pula yang serupa dengan ini oleh Tirmizi dari Ibnu Abbas. Diketengahkan oleh Said bin Manshur dari Said bin Musayyab bahwa putri Muhammad bin Maslamah menjadi istri dari Rafi' bin Khudaij. Rupanya ada sesuatu hal yang tidak disukainya dari wanita itu, mungkin karena usianya sudah lanjut atau lainnya hingga ia ingin menceraikannya. Perempuan itu berkata, "Janganlah kamu menceraikan saya, dan gilirlah saya sesuka hatimu." Maka Allah pun menurunkan, "Dan jika seorang wanita takut dari suaminya nusyuz... sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 128) Hadis ini juga mempunyai saksi yang maushul yang diriwayatkan oleh Hakim dari jalur Ibnu Musayyab dari Rafi' bin Khudaij. Hakim mengetengahkan dari Aisyah, katanya, "Diturunkan ayat ini, 'Dan perdamaian itu lebih baik,' mengenai seorang laki-laki yang mempunyai seorang istri yang telah melahirkan baginya beberapa orang anak. Ia bermaksud hendak mengganti istrinya itu, tetapi wanita itu membujuknya agar tidak menceraikannya dengan tak usah memberinya giliran." Ibnu Jarir mengetengahkan dari Said bin Jubair, katanya, "Ketika turun ayat, 'Jika seorang istri takut dari suaminya nusyuz atau sikap tak acuh,' datanglah seorang wanita kepada suaminya, katanya, 'Saya ingin mendapat pembagian nafkah darimu,' padahal sebelumnya ia telah rela ditinggalkan tanpa diceraikan dan tidak pula didatanginya, maka Allah pun menurunkan, '...dan manusia itu dasarnya bertabiat kikir.'" (Q.S. An-Nisa 128)

128. (Dan jika seorang wanita) imra-atun marfu' oleh fi'il yang menafsirkannya (takut) atau khawatir (dari suaminya nusyuz) artinya sikap tak acuh hingga berpisah ranjang daripadanya dan melalaikan pemberian nafkahnya, adakalanya karena marah atau karena matanya telah terpikat kepada wanita yang lebih cantik dari istrinya itu (atau memalingkan muka) daripadanya (maka tak ada salahnya bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenarnya). Ta yang terdapat pada asal kata diidgamkan pada shad, sedang menurut qiraat lain dibaca yushliha dari ashlaha. Maksud perdamaian itu ialah dalam bergilir dan pemberian nafkah, misalnya dengan sedikit mengalah dari pihak istri demi mempertahankan kerukunan. Jika si istri bersedia, maka dapatlah dilangsungkan perdamaian itu, tetapi jika tidak, maka pihak suami harus memenuhi kewajibannya atau menceraikan istrinya itu. (Dan perdamaian itu lebih baik) daripada berpisah atau dari nusyuz atau sikap tak acuh. Hanya dalam menjelaskan tabiat-tabiat manusia, Allah berfirman: (tetapi manusia itu bertabiat kikir) artinya bakhil, seolah-olah sifat ini selalu dan tak pernah lenyap daripadanya. Maksud kalimat bahwa wanita itu jarang bersedia menyerahkan haknya terhadap suaminya kepada madunya, sebaliknya pihak laki-laki jarang pula yang memberikan haknya kepada istri bila ia mencintai istri lain. (Dan jika kamu berlaku baik) dalam pergaulan istri-istrimu (dan menjaga diri) dari berlaku lalim atau aniaya kepada mereka (maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu lakukan) hingga akan memberikan balasannya.

Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri [mu], walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung [kepada yang kamu cintai], sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri [dari kecurangan], maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (129) 


وَلَن تَسۡتَطِيعُوٓاْ أَن تَعۡدِلُواْ بَيۡنَ ٱلنِّسَآءِ وَلَوۡ حَرَصۡتُمۡ‌ۖ فَلَا تَمِيلُواْ ڪُلَّ ٱلۡمَيۡلِ فَتَذَرُوهَا كَٱلۡمُعَلَّقَةِ‌ۚ وَإِن تُصۡلِحُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورً۬ا رَّحِيمً۬ا (١٢٩) 
129. (Dan kamu sekali-kali takkan dapat berlaku adil) artinya bersikap sama tanpa berat sebelah (di antara istri-istrimu) dalam kasih sayang (walaupun kamu amat menginginkan) demikian. (Sebab itu janganlah kamu terlalu cenderung) kepada wanita yang kamu kasihi itu baik dalam soal giliran maupun dalam soal pembagian nafkah (hingga kamu tinggalkan) wanita yang tidak kamu cintai (seperti bergantung) janda tidak bersuami pun bukan. (Dan jika kamu mengadakan perjanjian) yakni dengan berlaku adil dalam mengatur giliran (dan menjaga diri) dari berbuat kecurangan (maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun) terhadap kecenderungan yang terdapat dalam hatimu (lagi Maha Penyayang) kepadamu dalam masalah tersebut.

Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas [karunia-Nya] lagi Maha Bijaksana. (130) 


وَإِن يَتَفَرَّقَا يُغۡنِ ٱللَّهُ ڪُلاًّ۬ مِّن سَعَتِهِۦ‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ وَٲسِعًا حَكِيمً۬ا (١٣٠) 
130. (Jika keduanya berpisah) maksudnya laki-istri itu dengan perceraian (maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing mereka dari limpahan karunia-Nya) misalnya dengan menjodohkan pihak laki-laki dengan istri yang lain, dan pihak istri dengan suami yang lain. (Dan Allah Maha Luas) karunia-Nya terhadap makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) mengenai peraturan-peraturan yang ditetapkan-Nya bagi mereka.

Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan [juga] kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir, maka [ketahuilah], sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah [360] dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (131)


وَلِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِ‌ۗ وَلَقَدۡ وَصَّيۡنَا ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَـٰبَ مِن قَبۡلِڪُمۡ وَإِيَّاكُمۡ أَنِ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۚ وَإِن تَكۡفُرُواْ فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِ‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَنِيًّا حَمِيدً۬ا (١٣١) 
[360] Maksudnya : kekafiran kamu itu tidak akan mendatangkan kemudharatan sedikitpun kepada Allah, karena Allah tidak berkehendak kepadamu.

131. (Dan milik Allahlah apa yang terdapat di langit dan apa yang terdapat di bumi. Dan sungguh telah Kami pesankan kepada orang-orang yang diberi Kitab) maksudnya kitab-kitab (sebelum kamu) yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani (dan juga kepada kamu) hai Ahli Alquran (supaya) artinya berbunyi: ("Bertakwalah kamu kepada Allah) takutilah siksa-Nya dengan jalan menaati-Nya," (dan) kepada mereka juga kepada kamu sendiri Kami katakan: ("Jika kamu ingkar,") terhadap apa yang Kami pesankan itu (maka, ketahuilah, bahwa apa yang terdapat di langit dan apa yang terdapat di bumi milik Allah belaka) baik sebagai makhluk maupun sebagai ciptaan dan hamba-Nya hingga keingkaran kamu itu tidaklah akan merugikan-Nya sedikit pun juga. (Dan Allah Maha Kaya) sehingga tiada membutuhkan makhluk dan ibadah mereka (lagi Maha Terpuji) mengenai perbuatan-Nya terhadap mereka.

Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara. (132) 


وَلِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِ‌ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَكِيلاً (١٣٢) 
132. (Dan kepunyaan Allahlah apa yang terdapat di langit dan apa yang terdapat di bumi) diulangi-Nya di sini untuk memperkuat kewajiban manusia supaya bertakwa. (Dan cukuplah Allah sebagai saksi) yang menjadi saksi bahwa semua itu memang milik-Nya semata.

Jika Allah menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu wahai manusia, dan Dia datangkan umat yang lain [sebagai penggantimu]. Dan adalah Allah Maha Kuasa berbuat demikian. (133) 


إِن يَشَأۡ يُذۡهِبۡڪُمۡ أَيُّہَا ٱلنَّاسُ وَيَأۡتِ بِـَٔاخَرِينَ‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلَىٰ ذَٲلِكَ قَدِيرً۬ا (١٣٣) 
133. (Jika dikehendaki-Nya niscaya dimusnahkan-Nya kamu hai manusia dan didatangkan-Nya umat yang lain) sebagai penggantimu (dan Allah Maha Kuasa berbuat demikian).

Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja [maka ia merugi], karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (134) 


مَّن كَانَ يُرِيدُ ثَوَابَ ٱلدُّنۡيَا فَعِندَ ٱللَّهِ ثَوَابُ ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأَخِرَةِ‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ سَمِيعَۢا بَصِيرً۬ا (١٣٤) ۞
134. (Siapa yang menginginkan) dengan amal perbuatannya (pahala dunia, maka di sisi Allah tersedia pahala dunia dan akhirat) yakni bagi orang yang menginginkannya, dan bukan untuk umumnya manusia. Mengapa seseorang di antara kalian mencari yang paling rendah di antara keduanya, dan kenapa ia tidak mencari yang lebih tinggi saja, yaitu yang akan diperolehnya dengan jalan mengikhlaskan tuntutan kepada-Nya serta yang tidak akan ditemuinya hanyalah pada Zat Yang Maha Kaya. (Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.)

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia [361] kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan [kata-kata] atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (135) 


يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٲمِينَ بِٱلۡقِسۡطِ شُہَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمۡ أَوِ ٱلۡوَٲلِدَيۡنِ وَٱلۡأَقۡرَبِينَ‌ۚ إِن يَكُنۡ غَنِيًّا أَوۡ فَقِيرً۬ا فَٱللَّهُ أَوۡلَىٰ بِہِمَا‌ۖ فَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلۡهَوَىٰٓ أَن تَعۡدِلُواْ‌ۚ وَإِن تَلۡوُ ۥۤاْ أَوۡ تُعۡرِضُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرً۬ا (١٣٥) 
[361] Maksudnya : orang yang tergugat atau yang terdakwa.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari As-Saddiy, katanya, "Tatkala ayat ini diturunkan kepada Nabi saw. datanglah kepada beliau dua orang laki-laki bersengketa, yang seorang kaya dan yang seorang lagi miskin. Mulanya Nabi saw. berada di pihak yang miskin karena menurut beliau tidak mungkin si miskin akan menzalimi si kaya namun Allah tidak rela kecuali bila beliau tetap bersikap adil antara yang kaya dan yang miskin."

135. (Hai orang-orang yang beriman! Hendaklah kamu menjadi penegak) atau benar-benar tegak dengan (keadilan) (menjadi saksi) terhadap kebenaran (karena Allah walaupun) kesaksian itu (terhadap dirimu sendiri) maka menjadi saksilah dengan mengakui kebenaran dan janganlah kamu menyembunyikannya (atau) terhadap (kedua ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia) maksudnya orang yang disaksikan itu (kaya atau miskin, maka Allah lebih utama bagi keduanya) daripada kamu dan lebih tahu kemaslahatan mereka. (Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu) dalam kesaksianmu itu dengan jalan pilih kasih, misalnya dengan mengutamakan orang yang kaya untuk mengambil muka atau si miskin karena merasa kasihan kepadanya (agar) tidak (berlaku adil) atau menyeleweng dari kebenaran. (Dan jika kamu mengubah) atau memutarbalikkan kesaksian, menurut satu qiraat dengan membuang huruf wawu yang pertama sebagai takhfif (atau berpaling) artinya enggan untuk memenuhinya (maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan) hingga akan diberi-Nya balasannya.

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (136) 


يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ ءَامِنُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَٱلۡكِتَـٰبِ ٱلَّذِى نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ وَٱلۡڪِتَـٰبِ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ مِن قَبۡلُ‌ۚ وَمَن يَكۡفُرۡ بِٱللَّهِ وَمَلَـٰٓٮِٕكَتِهِۦ وَكُتُبِهِۦ وَرُسُلِهِۦ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَـٰلاَۢ بَعِيدًا (١٣٦) 
136. (Hai orang-orang yang beriman, berimanlah kamu) artinya tetaplah beriman (kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang diturunkan-Nya kepada rasul-Nya) Muhammad saw. yakni Alquran (serta kitab yang diturunkan-Nya sebelumnya) maksudnya kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para rasul, dan menurut satu qiraat kedua kata kerjanya dalam bentuk pasif. (Dan siapa yang ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat, maka sungguhnya ia telah sesat sejauh-jauhnya) dari kebenaran.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman [pula], kemudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya [362], maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak [pula] menunjuki mereka kepada jalan yang lurus. (137)


إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ثُمَّ كَفَرُواْ ثُمَّ ءَامَنُواْ ثُمَّ كَفَرُواْ ثُمَّ ٱزۡدَادُواْ كُفۡرً۬ا لَّمۡ يَكُنِ ٱللَّهُ لِيَغۡفِرَ لَهُمۡ وَلَا لِيَہۡدِيَہُمۡ سَبِيلاَۢ (١٣٧) 
[362] Maksudnya : di samping kekafirannya, ia merendahkan Islam pula.

137. (Sesungguhnya orang-orang yang beriman) kepada Musa, maksudnya orang-orang Yahudi (kemudian mereka kafir) dengan menyembah anak sapi (kemudian beriman) sesudah itu (lalu kafir lagi) kepada Isa (kemudian bertambah kekafiran mereka) kepada Muhammad saw. (maka Allah sekali-kali takkan mengampuni mereka) selama mereka dalam keadaan demikian (dan tidak pula akan menuntun mereka ke jalan yang lurus) atau benar.

Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (138) 


بَشِّرِ ٱلۡمُنَـٰفِقِينَ بِأَنَّ لَهُمۡ عَذَابًا أَلِيمًا (١٣٨) 
138. (Beritakanlah hai Muhammad kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih) yang menyakitkan yaitu siksa neraka.

[yaitu] orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (139) 


ٱلَّذِينَ يَتَّخِذُونَ ٱلۡكَـٰفِرِينَ أَوۡلِيَآءَ مِن دُونِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ‌ۚ أَيَبۡتَغُونَ عِندَهُمُ ٱلۡعِزَّةَ فَإِنَّ ٱلۡعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعً۬ا (١٣٩) 

139. (Yaitu orang-orang) menjadi badal atau na'at bagi orang-orang munafik (yang mengambil orang-orang kafir sebagai temannya yang setia dan bukan orang-orang mukmin) karena dugaan mereka bahwa orang-orang kafir itu mempunyai kekuatan. (Apakah mereka hendak mencari kekuatan pada mereka itu?) Pertanyaan bermakna sanggahan, artinya mereka takkan menemukan hal itu padanya. (Karena sesungguhnya semua kekuatan itu milik Allah) baik di dunia maupun di akhirat, dan takkan tercapai kecuali oleh kekasih-kekasih-Nya.

Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan [oleh orang-orang kafir], maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya [kalau kamu berbuat demikian], tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam, (140) 


وَقَدۡ نَزَّلَ عَلَيۡڪُمۡ فِى ٱلۡكِتَـٰبِ أَنۡ إِذَا سَمِعۡتُمۡ ءَايَـٰتِ ٱللَّهِ يُكۡفَرُ بِہَا وَيُسۡتَہۡزَأُ بِہَا فَلَا تَقۡعُدُواْ مَعَهُمۡ حَتَّىٰ يَخُوضُواْ فِى حَدِيثٍ غَيۡرِهِۦۤ‌ۚ إِنَّكُمۡ إِذً۬ا مِّثۡلُهُمۡ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ جَامِعُ ٱلۡمُنَـٰفِقِينَ وَٱلۡكَـٰفِرِينَ فِى جَهَنَّمَ جَمِيعًا (١٤٠) 
140. (Dan sungguh, Allah telah menurunkan) dapat dibaca nazzala dan nuzzila (kepadamu dalam Kitab) yakni Alquran surah Al-An'am (bahwa) ditakhfifkan sedangkan isimnya dibuang dan asalnya annahu (jika kamu dengar ayat-ayat Allah) maksudnya ayat-ayat Alquran (diingkari dan diperolok-olokkan, maka janganlah kamu ikut duduk bersama mereka) maksudnya bersama orang-orang kafir dan yang memperolok-olokkan itu (sampai mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya kamu jika demikian) artinya duduk bersama mereka (serupa dengan mereka) dalam kedosaan. (Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang munafik dan orang kafir di dalam neraka Jahanam) sebagaimana mereka pernah berkumpul di atas dunia dalam mengingkari dan memperolok-olokkan Alquran.

[yaitu] orang-orang yang menunggu-nunggu [peristiwa] yang akan terjadi pada dirimu [hai orang-orang mu’min]. Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah kami [turut berperang] beserta kamu?" Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan [kemenangan] mereka berkata: "Bukankah kami turut memenangkanmu [363], dan membela kamu dari orang-orang mu’min?" Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (141) 


ٱلَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ بِكُمۡ فَإِن كَانَ لَكُمۡ فَتۡحٌ۬ مِّنَ ٱللَّهِ قَالُوٓاْ أَلَمۡ نَكُن مَّعَكُمۡ وَإِن كَانَ لِلۡكَـٰفِرِينَ نَصِيبٌ۬ قَالُوٓاْ أَلَمۡ نَسۡتَحۡوِذۡ عَلَيۡكُمۡ وَنَمۡنَعۡكُم مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ‌ۚ فَٱللَّهُ يَحۡكُمُ بَيۡنَڪُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ‌ۗ وَلَن يَجۡعَلَ ٱللَّهُ لِلۡكَـٰفِرِينَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ سَبِيلاً (١٤١) 
[363] Yaitu dengan jalan membukakan rahasia-rahasia orang mu'min dan menyampaikan hal ihwal mereka kepada orang-orang kafir atau kalau mereka berperang di pihak orang mu'min mereka berperang dengan tidak sepenuh hati.

141. (Yakni orang-orang) menjadi badal bagi "orang-orang" yang sebelumnya (yang menunggu-nunggu datangnya padamu) giliran peristiwa (jika kamu beroleh kemenangan) berikut harta rampasan (dari Allah, mereka berkata) kepadamu ("Bukankah kami bersama kamu") baik dalam keagamaan maupun dalam berjihad? Lalu mereka diberi bagian harta rampasan itu. (Sebaliknya jika orang-orang kafir yang beroleh nasib baik) berupa kemenangan terhadapmu (mereka berkata) kepada orang-orang kafir itu: ("Bukankah kami turut berjasa memenangkanmu) padahal kalau kami mau, kami mampu pula menahan dan memusnahkanmu tetapi itu tidak kami lakukan?" ("Dan) tidakkah (kami membela kamu dari orang-orang mukmin) agar mereka tidak beroleh kemenangan, yaitu dengan mengirim berita kepadamu, membukakan rahasia dan siasat mereka, hingga jasa besar kami itu tidak dapat kamu ingkari dan lupakan?" Firman Allah swt.: ("Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu) dengan mereka (pada hari kiamat) yaitu dengan memasukkanmu ke dalam surga dan memasukkan mereka ke dalam neraka. (Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang kafir terhadap orang-orang beriman.") maksudnya jalan untuk mencelakakan dan membasmi mereka

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka [364]. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya [365] [dengan shalat] di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali [366]. (142) 


إِنَّ ٱلۡمُنَـٰفِقِينَ يُخَـٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَـٰدِعُهُمۡ وَإِذَا قَامُوٓاْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُواْ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلاً۬ (١٤٢) 
[364] Maksudnya : Alah membiarkan mereka dalam pengakuan beriman, sebab itu mereka dilayani sebagai melayani para mu'min. Dalam pada itu Allah telah menyediakan neraka buat mereka sebagai pembalasan tipuan mereka itu.

[365] Riya ialah : melakukan sesuatu amal tidak untuk keridhaan Allah tetapi untuk mencari pujian atau popularitas di masyarakat.

[366] Maksudnya : mereka sembahyang hanyalah sekali-sekali saja, yaitu bila mereka berada di hadapan orang.

142. (Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah) yaitu dengan menampakkan hal-hal yang berlawanan dengan kekafiran yang mereka sembunyikan dengan maksud untuk menghindari hukum-hukum keduniaan yang bertalian dengan itu (dan Allah menipu mereka pula) maksudnya membalas tipuan mereka itu dengan diberitahukannya apa yang mereka sembunyikan itu oleh Allah kepada nabi-Nya hingga di dunia ini rahasia mereka terbuka sedangkan di akhirat kelak mereka menerima siksa. (Dan jika mereka berdiri untuk mengerjakan salat) bersama orang-orang mukmin (mereka berdiri dengan malas) merasa berat. (Mereka bersifat riya di hadapan manusia) dengan salat itu (dan tidak berzikir kepada Allah) maksudnya tidak melakukan salat (kecuali sebentar) disebabkan riya tadi.

Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian [iman atau kafir]: tidak masuk kepada golongan ini [orang-orang beriman] dan tidak [pula] kepada golongan itu [orang-orang kafir]. Barangsiapa yang disesatkan Allah [367], maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan [untuk memberi petunjuk] baginya. (143) 


مُّذَبۡذَبِينَ بَيۡنَ ذَٲلِكَ لَآ إِلَىٰ هَـٰٓؤُلَآءِ وَلَآ إِلَىٰ هَـٰٓؤُلَآءِ‌ۚ وَمَن يُضۡلِلِ ٱللَّهُ فَلَن تَجِدَ لَهُ ۥ سَبِيلاً۬ (١٤٣) 
[367] Lihat not 34. Disesatkan Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah. Dalam ayat ini, karena mereka itu ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, maka mereka itu menjadi sesat.

143. (Mereka dalam keadaan bimbang) ragu-ragu (antara demikian) yakni antara kafir dan iman (tidak) masuk (kepada mereka ini) artinya golongan orang-orang kafir (dan tidak pula kepada mereka itu) artinya golongan orang-orang beriman. (Dan siapa yang disesatkan Allah, maka tidak akan kamu temui baginya jalan) untuk menerima petunjuk.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali [368]  dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah [untuk menyiksamu]? (144) 


يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ ٱلۡكَـٰفِرِينَ أَوۡلِيَآءَ مِن دُونِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ‌ۚ أَتُرِيدُونَ أَن تَجۡعَلُواْ لِلَّهِ عَلَيۡڪُمۡ سُلۡطَـٰنً۬ا مُّبِينًا (١٤٤) 
[368] Wali jamaknya auliyaa : berarti teman yang akrab, juga berarti pelindung atau penolong.

144. (Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil orang-orang kafir dan bukan orang-orang mukmin sebagai pelindung! Apakah kamu hendak memberikan kepada Allah buat menyiksamu) dengan mengambil mereka sebagai pelindung itu (suatu alasan yang nyata) atau bukti yang tegas atas kemunafikanmu?

Sesungguhnya orang-orang munafik itu [ditempatkan] pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. (145) 


إِنَّ ٱلۡمُنَـٰفِقِينَ فِى ٱلدَّرۡكِ ٱلۡأَسۡفَلِ مِنَ ٱلنَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمۡ نَصِيرًا (١٤٥) 
145. (Sesungguhnya orang-orang munafik itu pada tempat) atau tingkat (yang paling bawah dari neraka) yakni bagian kerak atau dasarnya. (Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan seorang penolong pun bagi mereka) yakni yang akan membebaskannya dari siksa.

Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan [369] dan berpegang teguh pada [agama] Allah dan tulus ikhlas [mengerjakan] agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. (146) 


إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُواْ وَأَصۡلَحُواْ وَٱعۡتَصَمُواْ بِٱللَّهِ وَأَخۡلَصُواْ دِينَهُمۡ لِلَّهِ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ مَعَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ‌ۖ وَسَوۡفَ يُؤۡتِ ٱللَّهُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَجۡرًا عَظِيمً۬ا (١٤٦) 
[369] Mengadakan perbaikan berarti berbuat pekerjaan-pekerjaan yang baik untuk menghilangkan akibat-akibat yang jelek dan kesalahan-kesalahan yang dilakukan.

146. (Kecuali orang-orang yang bertobat) dari kemunafikan (dan mengadakan perbaikan) terhadap amal perbuatan mereka (serta berpegang teguh kepada, agama, Allah dan mengikhlaskan agama mereka karena Allah) artinya daripada riya (maka mereka itu bersama orang-orang yang beriman) yakni mengenai apa-apa yang akan mereka peroleh (dan Allah akan memberikan kepada orang-orang beriman itu pahala yang besar) di akhirat kelak yaitu surga.

Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri [370] lagi Maha Mengetahui. (147) 


مَّا يَفۡعَلُ ٱللَّهُ بِعَذَابِڪُمۡ إِن شَكَرۡتُمۡ وَءَامَنتُمۡ‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ شَاڪِرًا عَلِيمً۬ا (١٤٧) ۞

[370] Allah mensyukuri hamba-hamba-Nya : memberi pahala terhadap amal-amal hamba-hamba-Nya, mema'afkan kesalahannya, menambah ni'mat-Nya.

147. (Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur) atas nikmat-Nya (dan beriman) kepada-Nya? Pertanyaan ini berarti tidak, jadi maksudnya Allah tidaklah akan menyiksamu. (Dan Allah Maha Mensyukuri) perbuatan-perbuatan orang-orang beriman dengan memberi mereka pahala (lagi Maha Mengetahui) akan makhluk-Nya.

Allah tidak menyukai ucapan buruk [371] [yang diucapkan] dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya [372]. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (148) 


لَّا يُحِبُّ ٱللَّهُ ٱلۡجَهۡرَ بِٱلسُّوٓءِ مِنَ ٱلۡقَوۡلِ إِلَّا مَن ظُلِمَ‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا (١٤٨) 
[371] Ucapan buruk sebagai mencela orang, memaki, menerangkan keburukan-keburukan orang lain, menyinggung perasaan seseorang, dan sebagainya.

[372] Maksudnya : orang yang teraniaya oleh mengemukakan kepada hakim atau penguasa keburukan-keburukan orang yang menganiayanya.

148. (Allah tidak menyukai perkataan buruk yang diucapkan secara terus terang) dari siapa pun juga, artinya Dia pastilah akan memberinya hukuman (kecuali dari orang yang dianiaya) sehingga apabila dia mengucapkannya secara terus terang misalnya tentang keaniayaan yang dideritanya sehingga ia mendoakan si pelakunya, maka tidaklah dia akan menerima hukuman dari Allah. (Dan Allah Maha Mendengar) apa-apa yang diucapkan (lagi Maha Mengetahui) apa-apa yang diperbuat.

Jika kamu menyatakan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau mema’afkan sesuatu kesalahan [orang lain], maka sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Kuasa. (149) 


إِن تُبۡدُواْ خَيۡرًا أَوۡ تُخۡفُوهُ أَوۡ تَعۡفُواْ عَن سُوٓءٍ۬ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَفُوًّ۬ا قَدِيرًا (١٤٩) 
149. (Jika kamu melahirkan) atau memperlihatkan (suatu kebaikan) di antara perbuatan-perbuatan baik (atau menyembunyikannya) artinya melakukannya secara sembunyi-sembunyi (atau memaafkan sesuatu kesalahan) atau keaniayaan orang lain (maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa).

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan [373] antara [keimanan kepada] Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian [yang lain]", serta bermaksud [dengan perkataan itu] mengambil jalan [tengah] di antara yang demikian [iman atau kafir], (150) 


إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكۡفُرُونَ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيُرِيدُونَ أَن يُفَرِّقُواْ بَيۡنَ ٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيَقُولُونَ نُؤۡمِنُ بِبَعۡضٍ۬ وَنَڪۡفُرُ بِبَعۡضٍ۬ وَيُرِيدُونَ أَن يَتَّخِذُواْ بَيۡنَ ذَٲلِكَ سَبِيلاً (١٥٠) 
[373] Maksudnya : beriman kepada Allah, tidak beriman kepada rasul-rasul-Nya.

150. (Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan bermaksud akan membeda-bedakan di antara Allah dengan rasul-rasul-Nya) yakni dengan beriman kepada-Nya serta kafir terhadap mereka (serta mengatakan, "Kami beriman kepada sebagian) di antara rasul-rasul itu (dan kami kafir terhadap yang lain") dari mereka (serta bermaksud hendak mengambil di antara demikian) maksudnya di antara kufur dan iman (jalan) yang akan mereka tempuh.

merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (151) 


أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡكَـٰفِرُونَ حَقًّ۬ا‌ۚ وَأَعۡتَدۡنَا لِلۡكَـٰفِرِينَ عَذَابً۬ا مُّهِينً۬ا (١٥١) 
151. (Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya) haqqan adalah mashdar yang memperkuat isi kalimat sebelumnya (dan telah Kami sediakan bagi orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan) artinya azab neraka.

Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka, kelak Allah akan memberikan kepada mereka pahalanya. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (152) 


وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَلَمۡ يُفَرِّقُواْ بَيۡنَ أَحَدٍ۬ مِّنۡہُمۡ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ سَوۡفَ يُؤۡتِيهِمۡ أُجُورَهُمۡ‌ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورً۬ا رَّحِيمً۬ا (١٥٢) 
152. (Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya) artinya semua mereka (dan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka kelak Allah akan memberikan kepada mereka) dengan memakai nun atau ya (pahala mereka) artinya pahala amal perbuatan mereka (dan Allah Maha Pengampun) bagi kekasih-kekasih-Nya (lagi Maha Penyayang) kepada ahli taat-Nya.

Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata". Maka mereka disambar petir karena kezalimannya, dan mereka menyembah anak sapi [374], sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami ma’afkan [mereka] dari yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata. (153) 


يَسۡـَٔلُكَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَـٰبِ أَن تُنَزِّلَ عَلَيۡہِمۡ كِتَـٰبً۬ا مِّنَ ٱلسَّمَآءِ‌ۚ فَقَدۡ سَأَلُواْ مُوسَىٰٓ أَكۡبَرَ مِن ذَٲلِكَ فَقَالُوٓاْ أَرِنَا ٱللَّهَ جَهۡرَةً۬ فَأَخَذَتۡهُمُ ٱلصَّـٰعِقَةُ بِظُلۡمِهِمۡ‌ۚ ثُمَّ ٱتَّخَذُواْ ٱلۡعِجۡلَ مِنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَتۡهُمُ ٱلۡبَيِّنَـٰتُ فَعَفَوۡنَا عَن ذَٲلِكَ‌ۚ وَءَاتَيۡنَا مُوسَىٰ سُلۡطَـٰنً۬ا مُّبِينً۬ا (١٥٣) 
[374] Anak sapi itu dibuat mereka dari emas untuk disembah.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir Ath-Thabariy telah mengetengahkan sebuah riwayat dari Muhammad bin Kaab Al-Qurazhiy yang telah menceritakan, bahwa segolongan orang-orang dari kalangan kaum Yahudi datang kepada Rasulullah saw. Kemudian mereka berkata, "Sesungguhnya Nabi Musa telah datang kepada kami dengan membawa lembaran-lembaran dari sisi Allah, maka dari itu datangkanlah kepada kami lembaran-lembaran dari sisi Allah agar kami mempercayaimu." Lalu Allah menurunkan ayat, "Ahli Kitab meminta kepadamu...," sampai dengan firman-Nya, "...dengan kedustaan besar (zina)." (Q.S. An-Nisa 153-156). Salah satu di antara mereka ada yang berdiri di atas kedua lututnya seraya mengatakan, "Sebenarnya Allah tidak menurunkan apa-apa kepadamu dan juga kepada Musa, Isa dan lain-lainnya." Kemudian Allah swt. menurunkan ayat, "Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya..." (Al-An'am 91).

153. (Ahli Kitab meminta kepadamu) hai Muhammad; maksudnya orang-orang Yahudi (agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit) maksudnya sekaligus seperti pernah diturunkan-Nya kepada Musa guna mempersulit permintaan itu. Dan sekiranya menurut kamu itu berat (maka sesungguhnya mereka telah pernah meminta) maksudnya nenek moyang mereka (kepada Musa yang lebih besar dari itu, kata mereka, "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan jelas.") atau nyata. (Maka mereka disambar oleh petir) artinya maut sebagai hukuman bagi mereka (disebabkan keaniayaan mereka) yakni meminta barang yang sulit. (Kemudian mereka mengambil anak sapi) sebagai tuhan (setelah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata) artinya mukjizat-mukjizat atas kekuasaan Allah (maka Kami maafkan mereka dari hal yang demikian) dan tidak Kami basmi mereka secara tuntas (dan telah Kami berikan kepada Musa kekuasaan yang nyata) artinya keunggulan yang menakjubkan bagi mereka hingga sewaktu mereka disuruh membunuh diri mereka guna bertobat mereka pun menurutinya dengan patuh.

Dan telah Kami angkat ke atas [kepala] mereka bukit Thursina untuk [menerima] perjanjian [yang telah Kami ambil dari] mereka. Dan kami perintahkan kepada mereka: "Masukilah pintu gerbang itu sambil bersujud" [375], dan Kami perintahkan [pula], kepada mereka: "Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu" [376] dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh. (154)


وَرَفَعۡنَا فَوۡقَهُمُ ٱلطُّورَ بِمِيثَـٰقِهِمۡ وَقُلۡنَا لَهُمُ ٱدۡخُلُواْ ٱلۡبَابَ سُجَّدً۬ا وَقُلۡنَا لَهُمۡ لَا تَعۡدُواْ فِى ٱلسَّبۡتِ وَأَخَذۡنَا مِنۡہُم مِّيثَـٰقًا غَلِيظً۬ا (١٥٤) 
[375] Yang dimaksud dengan "pintu gerbang itu" lihat pada ayat 58 S. Al Baqarah dan "bersujud" pada not 54.

[376] Hari Sabtu ialah hari Sabbat yang khusus untuk ibadah orang Yahudi.

154. (Dan Kami angkat ke atas kepada mereka Thur) nama sebuah bukit (disebabkan perjanjian dengan mereka) maksudnya hendak mengadakan perjanjian agar mereka takut dan bersedia menerimanya (dan kata Kami kepada mereka) sementara bukit itu dinaungkan kepada mereka ("Masukilah pintu gerbang itu) maksudnya pintu gerbang kampung atau negeri (sambil bersujud") yang menunjukkan ketundukkan (dan Kami wahyukan kepada mereka, "Janganlah kamu melanggar perintah) menurut suatu qiraat dibaca ta`adduu dengan diidgamkan ta aslinya pada dal yang menjadi ta`taduu; artinya melanggar perintah (pada hari Sabtu") dengan menangkap ikan padanya (dan Kami telah menerima perjanjian erat dari mereka) mengenai hal itu tetapi mereka melanggarnya.

Maka [Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan] [377], disebabkan mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa [alasan] yang benar dan mengatakan: "Hati kami tertutup." Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka. (155) 


فَبِمَا نَقۡضِہِم مِّيثَـٰقَهُمۡ وَكُفۡرِهِم بِـَٔايَـٰتِ ٱللَّهِ وَقَتۡلِهِمُ ٱلۡأَنۢبِيَآءَ بِغَيۡرِ حَقٍّ۬ وَقَوۡلِهِمۡ قُلُوبُنَا غُلۡفُۢ‌ۚ بَلۡ طَبَعَ ٱللَّهُ عَلَيۡہَا بِكُفۡرِهِمۡ فَلَا يُؤۡمِنُونَ إِلَّا قَلِيلاً۬ (١٥٥) 
[377] Tindakan-tindakan itu ialah mengutuki mereka, mereka disambar petir, menjelmakan mereka menjadi kera, dan sebagainya.

155. (Maka disebabkan mereka melanggar) ma merupakan tambahan; ba sababiyah berkaitan dengan yang dibuang, yang maksudnya: Kami kutuk mereka disebabkan mereka melanggar (perjanjian mereka dan karena kekafiran mereka terhadap ayat-ayat Allah dan pembunuhan yang mereka lakukan kepada nabi-nabi tanpa alasan yang benar dan kata mereka) kepada Nabi saw. ("Hati kami tertutup") tak dapat mendengar apa yang kamu katakan (bahkan Allah telah mengunci hati mereka itu disebabkan kekafiran mereka) hingga tak dapat mendengarkan nasihat dan pelajaran (oleh karena itu mereka tidak beriman kecuali sebagian kecil) dari mereka seperti Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya.

Dan karena kekafiran mereka [terhadap ’Isa], dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar [zina], (156) 


وَبِكُفۡرِهِمۡ وَقَوۡلِهِمۡ عَلَىٰ مَرۡيَمَ بُہۡتَـٰنًا عَظِيمً۬ا (١٥٦) 
156. (Dan karena kekafiran mereka) buat kedua kalinya yakni terhadap Isa, dan ba diulang-ulang menyebutkannya untuk memisah di antaranya dengan tempat mengathafkannya (dan tuduhan mereka terhadap Maryam berupa kedustaan besar) di mana mereka menuduhnya berbuat zina.

dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, ’Isa putera Maryam, Rasul Allah" [378], padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak [pula] menyalibnya, tetapi [yang mereka bunuh ialah] orang yang diserupakan dengan ’Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang [pembunuhan] ’Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak [pula] yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah ’Isa. (157) 


وَقَوۡلِهِمۡ إِنَّا قَتَلۡنَا ٱلۡمَسِيحَ عِيسَى ٱبۡنَ مَرۡيَمَ رَسُولَ ٱللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَـٰكِن شُبِّهَ لَهُمۡ‌ۚ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِ لَفِى شَكٍّ۬ مِّنۡهُ‌ۚ مَا لَهُم بِهِۦ مِنۡ عِلۡمٍ إِلَّا ٱتِّبَاعَ ٱلظَّنِّ‌ۚ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينَۢا (١٥٧) 
[378] Mereka menyebut 'Isa putera Maryam itu Rasul Allah ialah sebagai ejekan, karena mereka sendiri tidak mempercayai kerasulan 'Isa itu.

157. (Serta karena ucapan mereka) dengan membanggakan diri ("Sesungguhnya kami telah membunuh Almasih Isa putra Maryam utusan Allah") yakni menurut dugaan dan pengakuan mereka. Artinya disebabkan semua itu Kami siksa mereka. Dan Allah berfirman menolak pengakuan mereka telah membunuhnya itu (padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya tetapi diserupakan bagi mereka dengan Isa) maksudnya yang mereka bunuh dan mereka salib itu ialah sahabat mereka sendiri yang diserupakan Allah dengan Isa hingga mereka kira Nabi Isa sendiri. (Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham padanya) maksudnya pada Isa (sesungguhnya dalam keragu-raguan terhadapnya) maksudnya terhadap pembunuhan itu. Agar terlihat orang yang dibunuh itu, sebagian mereka berkata, "Mukanya seperti muka Isa, tetapi tubuhnya lain, jadi sebenarnya bukan dia!" Dan kata sebagian pula, "Memang dia itu Isa!" (mereka tidak mempunyai terhadapnya) maksudnya pembunuhan itu (keyakinan kecuali mengikuti persangkaan belaka) disebut sebagai istitsna munqathi'; artinya mereka hanya mengikuti dugaan-dugaan hasil khayal atau lamunan belaka (mereka tidak yakin telah membunuh Isa) menjadi hal yang menyangkal pembunuhan Isa itu.

Tetapi [yang sebenarnya], Allah telah mengangkat ’Isa kepada-Nya [379]. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (158) 


بَل رَّفَعَهُ ٱللَّهُ إِلَيۡهِ‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمً۬ا (١٥٨) 
[379] Ayat ini adalah sebagai bantahan terhadap anggapan orang-orang Yahudi, bahwa mereka telah membunuh Nabi 'Isa a.s.

158. (Tetapi Allah telah mengangkatnya kepada-Nya dan Allah Maha Tangguh) dalam kerajaan-Nya (lagi Maha Bijaksana) dalam perbuatan-Nya.

Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya [’Isa] sebelum kematiannya [380]. Dan di hari Kiamat nanti ’Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (159) 


وَإِن مِّنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَـٰبِ إِلَّا لَيُؤۡمِنَنَّ بِهِۦ قَبۡلَ مَوۡتِهِۦ‌ۖ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ يَكُونُ عَلَيۡہِمۡ شَہِيدً۬ا (١٥٩)  
[380] Tiap-tiap orang Yahudi dan Nasrani akan beriman kepada 'Isa sebelum wafatnya, bahwa dia adalah Rasulullah, bukan anak Allah. Sebagian mufassirin berpendapat bahwa mereka mengimani hal itu sebelum wafat.

159. (Dan tidak ada di antara Ahli Kitab) seorang pun juga (kecuali akan beriman kepadanya) yakin kepada Isa (sebelum meninggalnya) artinya sebelum ahli Kitab itu meninggal di waktu ia melihat malaikat maut, tetapi keimanannya itu sudah tidak berguna lagi. Atau sebelum wafatnya Isa, yakni ketika dia turun dekat datangnya hari kiamat sebagaimana tercantum dalam sebuah hadis (Dan pada hari kiamat itu, ia) yakni Isa (akan menjadi saksi terhadap mereka) mengenai apa yang mereka lakukan sewaktu ia diutus kepada mereka dahulu.

Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka [memakan makanan] yang baik-baik [yang dahulunya] dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi [manusia] dari jalan Allah, (160)


فَبِظُلۡمٍ۬ مِّنَ ٱلَّذِينَ هَادُواْ حَرَّمۡنَا عَلَيۡہِمۡ طَيِّبَـٰتٍ أُحِلَّتۡ لَهُمۡ وَبِصَدِّهِمۡ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ كَثِيرً۬ا (١٦٠) 
160. (Maka karena keaniayaan) artinya disebabkan keaniayaan (dari orang-orang Yahudi Kami haramkan atas mereka makanan yang baik-baik yang dihalalkan bagi mereka dulu) yakni yang tersebut dalam firman-Nya, "Kami haramkan setiap yang berkuku..." sampai akhir ayat (juga karena mereka menghalangi) manusia (dari jalan Allah) maksudnya agama-Nya (banyak).

dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (161) 


وَأَخۡذِهِمُ ٱلرِّبَوٰاْ وَقَدۡ نُہُواْ عَنۡهُ وَأَكۡلِهِمۡ أَمۡوَٲلَ ٱلنَّاسِ بِٱلۡبَـٰطِلِ‌ۚ وَأَعۡتَدۡنَا لِلۡكَـٰفِرِينَ مِنۡہُمۡ عَذَابًا أَلِيمً۬ا (١٦١)
161. (Dan karena memakan riba padahal telah dilarang daripadanya) dalam Taurat (dan memakan harta orang dengan jalan batil) dengan memberi suap dalam pengadilan (dan telah Kami sediakan untuk orang-orang kafir itu siksa yang pedih) atau menyakitkan.

Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mu’min, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu [Al Qur’an], dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar. (162) 


لَّـٰكِنِ ٱلرَّٲسِخُونَ فِى ٱلۡعِلۡمِ مِنۡہُمۡ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ يُؤۡمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ‌ۚ وَٱلۡمُقِيمِينَ ٱلصَّلَوٰةَ‌ۚ وَٱلۡمُؤۡتُونَ ٱلزَّڪَوٰةَ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ سَنُؤۡتِيہِمۡ أَجۡرًا عَظِيمًا (١٦٢) ۞
162. (Tetapi orang-orang yang mendalam) artinya kukuh dan mantap (ilmunya di antara mereka) seperti Abdullah bin Salam (dan orang-orang mukmin) dari golongan Muhajirin dan Ansar (mereka beriman pada apa yang diturunkan kepadamu dan apa-apa yang diturunkan sebelummu) di antara kitab-kitab (sedangkan orang-orang yang mendirikan salat) manshub karena pujian, dan ada pula yang membacanya dengan marfu` (dan membayar zakat serta orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mereka itulah yang akan Kami beri) fi'ilnya dibaca dengan nun atau dengan ya (pahala yang besar) yakni surga.

Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu [pula] kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, ’Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (163) 


إِنَّآ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ كَمَآ أَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰ نُوحٍ۬ وَٱلنَّبِيِّـۧنَ مِنۢ بَعۡدِهِۦ‌ۚ وَأَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰٓ إِبۡرَٲهِيمَ وَإِسۡمَـٰعِيلَ وَإِسۡحَـٰقَ وَيَعۡقُوبَ وَٱلۡأَسۡبَاطِ وَعِيسَىٰ وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَـٰرُونَ وَسُلَيۡمَـٰنَ‌ۚ وَءَاتَيۡنَا دَاوُ ۥدَ زَبُورً۬ا (١٦٣) 

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Ishak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. yang telah menceritakan, bahwa Addiy bin Zaid telah berkata, "Kami belum pernah mengetahui bahwa Allah swt. telah menurunkan sesuatu (wahyu) kepada seorang pun sesudah Musa." Kemudian Allah swt. menurunkan ayat ini.

163. (Sesungguhnya Kami telah menurunkan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah menurunkannya kepada Nuh dan nabi-nabi sesudahnya dan) seperti (telah Kami turunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak) yakni kedua putranya (serta Yakub) bin Ishak (dan anak-anaknya) yakni anak-anak Yakub (serta Isa, Ayub, Yunus, Harun, Sulaiman dan Kami datangkan kepada) bapaknya, yakni bapak dari Sulaiman (Daud Zabur) dibaca dengan fathah hingga artinya ialah nama kitab yang diturunkan, dan ada pula yang membaca dengan marfu` yaitu mashdar yang berarti mazbuura artinya yang tertulis.

Dan [kami telah mengutus] rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung [381]. (164) 


وَرُسُلاً۬ قَدۡ قَصَصۡنَـٰهُمۡ عَلَيۡكَ مِن قَبۡلُ وَرُسُلاً۬ لَّمۡ نَقۡصُصۡهُمۡ عَلَيۡكَ‌ۚ وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَڪۡلِيمً۬ا (١٦٤)
[381] Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa a.s. merupakan keistimewaan Nabi Musa a.s., dan karena Nabi Musa a.s. disebut : "Kalimullah" sedang rasul-rasul yang lain mendapat wahyu dari Allah dengan perantaraan Jibril. Dalam pada itu Nabi Muhammad SAW pernah berbicara secara langsung dengan Allah pada malam hari di waktu mi'raj.

164. (Dan) telah Kami utus (rasul-rasul yang telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dulu, dan rasul-rasul yang belum Kami kisahkan). Diriwayatkan bahwa Allah swt. mengirim delapan ribu orang nabi, empat ribu dari kalangan Bani Israel dan empat ribu lagi dari kalangan manusia lainnya ini dikatakan oleh Syekh dalam surah Ghafir. (Dan Allah telah berbicara dengan Musa sebenar berbicara) artinya secara langsung.

[Mereka Kami utus] selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (165) 


رُّسُلاً۬ مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى ٱللَّهِ حُجَّةُۢ بَعۡدَ ٱلرُّسُلِ‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمً۬ا (١٦٥)
165. (Yaitu rasul-rasul) menjadi badal bagi rasul-rasul yang sebelumnya (selalu pembawa berita gembira) dengan diberinya pahala kepada orang yang beriman (dan penyampaian peringatan) dengan adanya siksa kepada orang yang ingkar. Mereka Kami utus itu ialah (agar tidak ada lagi bagi manusia terhadap Allah alasan) yang dapat dikemukakan (setelah) pengiriman (rasul-rasul itu) kepada mereka, misalnya dengan mengatakan, "Wahai Tuhan kami! Kenapa tidak Tuhan kirim kepada kami seorang rasul agar kami dapat mengikuti ayat-ayat-Mu dan menjadi orang-orang beriman!" Maka Tuhan pun telah lebih dulu mengirimkan mereka untuk mematahkan alasan mereka tadi (Dan Allah Maha Tangguh) dalam kerajaan-Nya (lagi Maha Bijaksana) dalam perbuatan-Nya. Ayat berikut diturunkan tatkala orang-orang Yahudi ditanyai orang mengenai kenabian Muhammad saw. lalu mereka ingkari:

[Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu], tetapi Allah mengakui Al Qur’an yang diturunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikatpun menjadi saksi [pula]. Cukuplah Allah yang mengakuinya. (166) 


لَّـٰكِنِ ٱللَّهُ يَشۡہَدُ بِمَآ أَنزَلَ إِلَيۡكَ‌ۖ أَنزَلَهُ ۥ بِعِلۡمِهِۦ‌ۖ وَٱلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةُ يَشۡهَدُونَ‌ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَہِيدًا (١٦٦) 
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Ishak telah meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Abbas, bahwa segolongan orang-orang Yahudi datang berkunjung kepada Rasulullah saw., lalu Rasulullah saw. bersabda kepada mereka, "Sesungguhnya aku telah mengetahui bahwa kamu sekalian mengetahui aku adalah utusan Allah." Mereka menjawab, "Kami tidak mengetahui hal itu," kemudian Allah swt. menurunkan ayat, "Tetapi Allah mengakui Alquran yang diturunkan-Nya kepadamu..." (Q.S. An-Nisa 166).

166. (Tetapi Allah menyaksikan) artinya tentang kenabianmu (dengan apa yang diturunkan-Nya kepadamu) berupa Alquran yang menjadi mukjizat itu (diturunkan-Nya) sebagai hasil (dari ilmu-Nya) atau memuat ilmu-Nya (dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi) pula atas kenabianmu itu. (Dan cukuplah Allah sebagai saksi)-nya.

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi [manusia] dari jalan Allah, benar-benar telah sesat sejauh-jauhnya. (167) 


إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَصَدُّواْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ قَدۡ ضَلُّواْ ضَلَـٰلاَۢ بَعِيدًا (١٦٧) 
167. (Sesungguhnya orang-orang yang kafir) kepada Allah (dan menghalang-halangi) manusia (dari jalan Allah) artinya dari agama Islam dengan menyembunyikan ciri-ciri Nabi Muhammad saw.; maksudnya ialah orang-orang Yahudi (maka sesungguhnya mereka telah sesat sejauh-jauhnya) dari kebenaran.

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni [dosa] mereka dan tidak [pula] akan menunjukkan jalan kepada mereka, (168) 


إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَظَلَمُواْ لَمۡ يَكُنِ ٱللَّهُ لِيَغۡفِرَ لَهُمۡ وَلَا لِيَہۡدِيَهُمۡ طَرِيقًا (١٦٨) 
168. (Sesungguhnya orang-orang yang kafir) kepada Allah (dan berlaku aniaya) kepada nabi-Nya dengan menyembunyikan ciri-cirinya itu (maka Allah sekali-kali tidak akan mengampuni mereka dan tidak pula akan menunjukkan kepada mereka suatu jalan) di antara jalan-jalan yang banyak ini.

kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (169) 


إِلَّا طَرِيقَ جَهَنَّمَ خَـٰلِدِينَ فِيہَآ أَبَدً۬ا‌ۚ وَكَانَ ذَٲلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرً۬ا (١٦٩) 
169. (Kecuali jalan neraka Jahanam) maksudnya jalan menuju ke sana (kekal mereka) artinya ditakdirkan kekal (di dalamnya) jika mereka telah memasukinya (buat selama-lamanya. Dan yang demikian itu bagi Allah mudah) artinya gampang dan tidak sulit adanya.

Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul [Muhammad] itu kepadamu dengan [membawa] kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, [maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikit pun] karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. [382] Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (170) 


يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ قَدۡ جَآءَكُمُ ٱلرَّسُولُ بِٱلۡحَقِّ مِن رَّبِّكُمۡ فَـَٔامِنُواْ خَيۡرً۬ا لَّكُمۡ‌ۚ وَإِن تَكۡفُرُواْ فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمً۬ا (١٧٠) 

[382] Allah yang mempunyai segala yang di langit dan di bumi tentu saja tidak berkehendak kepada siapapun karena itu tentu saja kekafiranmu tidak akan mendatangkan kerugian sedikitpun kepada-Nya.

170. (Hai manusia) maksudnya warga Mekah (sesungguhnya telah datang kepadamu rasul) yakni Muhammad saw. (membawa kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu) kepadanya (dan usahakanlah yang terbaik bagi kamu) dari apa yang melingkungimu (Dan jika kamu kafir) kepadanya (maka bagi-Nya apa yang di langit dan yang di bumi) baik sebagai milik maupun sebagai makhluk dan hamba hingga tidaklah merugikan kepada-Nya kekafiranmu itu (Dan Allah Maha Mengetahui) terhadap makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) mengenai perbuatan-Nya terhadap mereka.

Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu [383], dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, ’Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan [yang diciptakan dengan] kalimat-Nya [384] yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan [dengan tiupan] roh dari-Nya [385] Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "[Tuhan itu] tiga", berhentilah [dari ucapan itu]. [Itu] lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara. (171) 


يَـٰٓأَهۡلَ ٱلۡڪِتَـٰبِ لَا تَغۡلُواْ فِى دِينِڪُمۡ وَلَا تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡحَقَّ‌ۚ إِنَّمَا ٱلۡمَسِيحُ عِيسَى ٱبۡنُ مَرۡيَمَ رَسُولُ ٱللَّهِ وَڪَلِمَتُهُ ۥۤ أَلۡقَٮٰهَآ إِلَىٰ مَرۡيَمَ وَرُوحٌ۬ مِّنۡهُ‌ۖ فَـَٔامِنُواْ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ‌ۖ وَلَا تَقُولُواْ ثَلَـٰثَةٌ‌ۚ ٱنتَهُواْ خَيۡرً۬ا لَّڪُمۡ‌ۚ إِنَّمَا ٱللَّهُ إِلَـٰهٌ۬ وَٲحِدٌ۬‌ۖ سُبۡحَـٰنَهُ ۥۤ أَن يَكُونَ لَهُ ۥ وَلَدٌ۬‌ۘ لَّهُ ۥ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِ‌ۗ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَڪِيلاً۬ (١٧١) 
[383] Maksudnya : janganlah kamu mengatakan Nabi 'Isa a.s. itu Allah, sebagai yang dikatakan oleh orang-orang Nasrani.

[384] Lihat not 193. Maksudnya: membenarkan kedatangan seorang nabi yang diciptakan dengan kalimat "kun" (jadilah) tanpa bapak yaitu nabi 'Isa a.s.

[385] Disebut tiupan dari Allah karena tiupan itu berasal dari perintah Allah.

171. (Hai Ahli kitab) maksudnya kitab Injil (janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu dan janganlah kamu katakan terhadap Allah kecuali) ucapan (yang benar) yaitu menyucikan-Nya dari kemusyrikan dan mempunyai anak. (Sesungguhnya Almasih Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan kalimat-Nya yang diucapkan-Nya) atau disampaikan-Nya (kepada Maryam dan roh) artinya yang mempunyai roh (daripada-Nya) diidhafatkan kepada Allah swt. demi untuk memuliakan-Nya dan bukanlah sebagai dugaan kamu bahwa dia adalah anak Allah atau Tuhan bersama-Nya atau salah satu dari oknum yang tiga. Karena sesuatu yang mempunyai roh itu tersusun sedangkan Tuhan Maha Suci dari tersusun dan dari dinisbatkannya tersusun itu kepada-Nya (Maka berimanlah kamu kepada Allah dan kepada rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu katakan) bahwa Tuhan itu (tiga) yakni Allah, Isa dan ibunya (hentikanlah) demikian itu (dan perbuatlah yang lebih baik bagi kamu) yakni bertauhid (Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa Maha Suci Dia) artinya bersih dan terhindar (dari mempunyai anak. Bagi-Nya apa yang terdapat di langit dan yang di bumi) baik sebagai makhluk maupun sebagai milik dan hamba sedangkan pemiliknya itu bertentangan dengan mempunyai anak (Dan cukuplah Allah sebagai wakil) atau saksi atas demikian itu.

Al Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah dan tidak [pula enggan] malaikat-malaikat yang terdekat [kepada Allah] [386]. Barangsiapa yang enggan dari menyembah-Nya dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya. (172) 


لَّن يَسۡتَنكِفَ ٱلۡمَسِيحُ أَن يَكُونَ عَبۡدً۬ا لِّلَّهِ وَلَا ٱلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةُ ٱلۡمُقَرَّبُونَ‌ۚ وَمَن يَسۡتَنكِفۡ عَنۡ عِبَادَتِهِۦ وَيَسۡتَڪۡبِرۡ فَسَيَحۡشُرُهُمۡ إِلَيۡهِ جَمِيعً۬ا (١٧٢) 
[386] Yaitu malaikat yang berada di sekitar Arsy seperti Jibril, Mikail, Israfil dan malaikat-malaikat yang setingkat dengan mereka.

172. (Almasih tidak merasa malu) maksudnya Almasih yang kamu katakan sebagai Tuhan itu tidak merasa enggan dan takabur (menjadi hamba bagi Allah dan tidak pula enggan malaikat-malaikat yang terdekat) kepada Allah mereka juga tidak malu untuk menjadi hamba-Nya. Ini suatu kalimat selang yang terbaik yang dikemukakan untuk menolak anggapan sementara orang bahwa mereka adalah Tuhan atau putri-putri Allah sebagaimana kalimat yang sebelumnya digunakan untuk menolak anggapan kaum Nasrani bahwa Isa adalah putra-Nya. (Siapa yang enggan untuk menyembah-Nya dan menyombongkan diri maka kelak Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya) yakni di akhirat.

Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan penolong selain daripada Allah. (173)


فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ فَيُوَفِّيهِمۡ أُجُورَهُمۡ وَيَزِيدُهُم مِّن فَضۡلِهِۦ‌ۖ وَأَمَّا ٱلَّذِينَ ٱسۡتَنكَفُواْ وَٱسۡتَكۡبَرُواْ فَيُعَذِّبُهُمۡ عَذَابًا أَلِيمً۬ا وَلَا يَجِدُونَ لَهُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ وَلِيًّ۬ا وَلَا نَصِيرً۬ا (١٧٣) 
173. (Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh maka Allah akan menyempurnakan ganjaran mereka) artinya pahala dari amal perbuatan mereka itu (dan menambah untuk mereka dari karunia-Nya) yakni yang belum pernah dilihat oleh mata, tidak didengar telinga dan tidak pula terdetik dalam hati manusia. (Adapun orang-orang yang malu dan menyombongkan diri) dari mengabdikan diri kepada-Nya (maka akan disiksa-Nya mereka dengan siksaan yang pedih) atau menyakitkan yaitu siksa neraka (dan mereka tidak akan memperoleh bagian bagi diri mereka selain daripada Allah, pelindung) yang akan melindungi diri mereka (dan tidak pula pembela) yang akan menolong mereka.

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, [Muhammad dengan mu’jizatnya] dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang [Al Qur’an]. (174) 


يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ قَدۡ جَآءَكُم بُرۡهَـٰنٌ۬ مِّن رَّبِّكُمۡ وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكُمۡ نُورً۬ا مُّبِينً۬ا (١٧٤) 
174. (Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu keterangan) bukti kebenaran (dari Tuhanmu) yaitu Nabi saw. (dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang) benderang yakni Alquran.

Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang kepada [agama]-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya [surga] dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus [untuk sampai] kepada-Nya. (175)


فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱللَّهِ وَٱعۡتَصَمُواْ بِهِۦ فَسَيُدۡخِلُهُمۡ فِى رَحۡمَةٍ۬ مِّنۡهُ وَفَضۡلٍ۬ وَيَہۡدِيہِمۡ إِلَيۡهِ صِرَٲطً۬ا مُّسۡتَقِيمً۬ا (١٧٥)
175. (Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada-Nya, maka Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat dan limpahan karunia-Nya dan membimbing mereka ke jalan yang lurus menuju kepada-Nya) yakni agama Islam.

Mereka meminta fatwa kepadamu [tentang kalalah [387]. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah [yaitu]: jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai [seluruh harta saudara perempuan], jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka [ahli waris itu terdiri dari] saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan [hukum ini] kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (176)


يَسۡتَفۡتُونَكَ قُلِ ٱللَّهُ يُفۡتِيڪُمۡ فِى ٱلۡكَلَـٰلَةِ‌ۚ إِنِ ٱمۡرُؤٌاْ هَلَكَ لَيۡسَ لَهُ ۥ وَلَدٌ۬ وَلَهُ ۥۤ أُخۡتٌ۬ فَلَهَا نِصۡفُ مَا تَرَكَ‌ۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ إِن لَّمۡ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ۬‌ۚ فَإِن كَانَتَا ٱثۡنَتَيۡنِ فَلَهُمَا ٱلثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ‌ۚ وَإِن كَانُوٓاْ إِخۡوَةً۬ رِّجَالاً۬ وَنِسَآءً۬ فَلِلذَّكَرِ مِثۡلُ حَظِّ ٱلۡأُنثَيَيۡنِ‌ۗ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَڪُمۡ أَن تَضِلُّواْ‌ۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمُۢ (١٧٦)
[387] Kalalah ialah : seseorang mati yang tidak meninggalkan ayah dan anak.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Imam Nasai telah meriwayatkan sebuah hadis dari jalur Abu Zubair dari Jabir r.a. yang telah bercerita, "Aku sedang terserang penyakit, tiba-tiba masuklah Rasulullah saw. menjengukku. Lalu aku berkata kepadanya, 'Wahai Rasulullah! Aku mewasiatkan sepertiga hartaku kepada saudara-saudara perempuanku.' Rasulullah saw. menjawab, 'Sangat baik.' Aku berkata lagi, '(Bagaimana) dengan separuh hartaku?' Beliau menjawab, 'Sangat baik.' Setelah itu ia keluar, akan tetapi tidak lama kemudian masuk lagi menemuiku seraya bersabda, 'Aku mempunyai firasat bahwa engkau tidak akan mati dalam sakitmu kali ini. Sesungguhnya Allah swt. telah menurunkan wahyu atau Ia telah menjelaskan tentang bagian saudara-saudara perempuanmu, yaitu sebanyak dua pertiga.' Jabir sesudah peristiwa itu sering mengatakan, bahwa ayat, 'Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah).' Katakanlah, 'Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah...' (Q.S. An-Nisa 176) adalah diturunkan sehubungan dengan kasusku itu. Hafiz Ibnu Hajar telah berkata, 'Kisah tentang Jabir yang ini adalah berbeda dengan kisahnya yang telah disebutkan di awal surah ini.'" Ibnu Murdawaih telah mengetengahkan sebuah hadis dari Umar r.a. bahwa Umar r.a. pernah menanyakan tentang cara bagi waris kalalah (mayit yang tidak mempunyai orang tua dan anak) kepada Nabi saw. Kemudian Allah swt. menurunkan ayat, "Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah)." Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah..." (Q.S. An-Nisa 176).

176. (Mereka meminta fatwa kepadamu) mengenai kalalah, yaitu jika seseorang meninggal dunia tanpa meninggalkan bapak dan anak (Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah; jika seseorang) umru-un menjadi marfu' dengan fi'il yang menafsirkannya (celaka) maksudnya meninggal dunia (dan dia tidak mempunyai anak) dan tidak pula bapak yakni yang dimaksud dengan kalalah tadi (tetapi mempunyai seorang saudara perempuan) baik sekandung maupun sebapak (maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan dia) maksudnya saudaranya yang laki-laki (mewarisi saudaranya yang perempuan) pada seluruh harta peninggalannya (yakni jika ia tidak mempunyai anak). Sekiranya ia mempunyai seorang anak laki-laki, maka tidak satu pun diperolehnya, tetapi jika anaknya itu perempuan, maka saudaranya itu masih memperoleh kelebihan dari bagian anaknya. Dan sekiranya saudara laki-laki atau saudara perempuan itu seibu, maka bagiannya ialah seperenam sebagaimana telah diterangkan di awal surah. (Jika mereka itu) maksudnya saudara perempuan (dua orang) atau lebih, karena ayat ini turun mengenai Jabir; ia meninggal dunia dengan meninggalkan beberapa orang saudara perempuan (maka bagi keduanya dua pertiga dari harta peninggalan) saudara laki-laki mereka. (Dan jika mereka) yakni ahli waris itu terdiri dari (saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang laki-laki) di antara mereka (sebanyak bagian dua orang perempuan." Allah menerangkan kepadamu syariat-syariat agama-Nya (agar kamu) tidak (sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu) di antaranya tentang pembagian harta warisan. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Barra bahwa ia merupakan ayat yang terakhir diturunkan, maksudnya mengenai faraid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar